NovelToon NovelToon

Tuan Jadilah Pacarku

Sebuah Syarat

“Lihat saja gue bakal bisa dapatkan lelaki yang jauh lebih tampan dan juga jauh lebih kaya dari lelaki sialan itu! Berani banget dia selingkuh dengan Kakak tiri gue,” gerutu seorang gadis berusia 22 tahun yang di kenal dengan nama Anesya Grec.

“Gue tahu lo nggak seberapa cinta sama Zico-mantan sialan lo itu, tapi  gue tahu jika lo itu cemburu para Zico karena lelaki itu lebih milih Elsa untuk di jadikan calon istri ketimbang lo,” ujar Lia yang memang sudah dengan jelas bisa mengerti apa yang sekarang sedang di pikirkan oleh sahabatnya ini.

“Shith! Damn it! Gue begitu emosi sekali ketika tahu jika Kakak tiri sialan itu menggoda Zico,” umpat Anesya dengan dada yang naik turun menahan gemuruh badai di dalam sana.

“Lo nggak bisa menyalahkan mereka berdua, karena perselingkuhan itu terjadi sebab mereka berdua memang sudah sama-sama gatal,” ujar Lia sembari meminum bir yang ada ada cawannya hingga tandas dalam satu kali tegukan saja.

“Lo itu sedang mencoba menghibur atau menindas gue sih, lo sekarang sedang berperan menjadi musuh atau sahabat sih.” Sembur Anesya yang mulai kesal dengan ucapan sahabatnya itu.

“Ehehehe, gue mencoba untuk menghibur lo, kita kan teman baik,” kata Lia dengan senyuman manisnya.

“Tapi apa yang lo ucapkan sejak dari tadi itu seakan seperti sedang menghina gue,” gerutu Anesya. Anesya yang mulai merasa emosi pun langsung menyambar botol minuman yang ada di hadapannya kemudian meneguk minuman beralkohol itu dengan begitu rakus sekali hingga tumpah dari bibirnya.

“Maaf, sumpah gue nggak bermaksud buat lo marah, sekarang gue mau pergi ke toilet sebentar dan gue berharap setelah balik duduk di samping lo sudah ada cogan tampan yang nempelin lo kayak perangko, meskipun gue nggak yakin ada cowok yang mau sama lo selain Zico,” ujar Lia meledek Anesya. Anesya melihat Lia dengan tajam dan sebelum terkena semburan maut dari sahabatnya itu, Lia langsung melenggang pergi meninggalkan Anesya yang sedang emosi.

“Kampret! Sini lo gue bunuh,” umpat Anesya dengan suara yang lantang.

Anesya melihat ke arah lampu club malam yang kini sedang berputar ajak di atas kepalanya, sepasang lelaki dan juga wanita sedang bercumbu mesra di meja lain tanpa perduli dengan tatapan para pengunjung club malam ini.

“Apakah aku sejelek itu sehingga tak ada satupun lelaki yang mau denganku? Tidak aku cantik dan malam ini aku akan mendapatkan lelaki tampan melebihi si Ziro sialan,” umpatan penuh tekat bulat terlihat jelas dari kedua manik mata Anesya yang berbinar penuh kebencian yang mendalam. Kebencian itu tersimpan didasar lubuk hatinya.

Bayangan akan kekasihnya yang sedang bercumbu mesra dengan Kakak tirinya terus saja terngiang di benaknya dan tak mau hilang walau hanya sedetik saja, bagaimana mungkin Anesya tak marah ketika ia tahu jika Kakak tiri dan juga kekasihnya bercinta di dalam ruangan kamarnya, keduanya seakan sengaja membuat hati Anesya tercabik-cabik hingga tak berbentuk lagi. Argh! Anesya semakin emosi hingga kedua tangannya terkepal membentuk sebuah tinju, menggenggam emosi dan juga kebenciannya itu yang Anesya sekarang sedang lakukan.

Seorang lelaki dengan tubuh tegap berisi, tinggi 180 cm dengan kulit putih, pahatan wajah yang nampak begitu sempurna sekali hingga membuat Anesya tak bisa mengedipkan kedua matanya, ia yang sedang di pengaruhi oleh alkohol atau memang lelaki itu terlalu sempurna hingga membuat Anesya beranjak berdiri dari posisi duduknya, mengajak kakinya melangkah mendekat lelaki tampan itu.

Tak perduli siapa lelaki itu dan apa statusnya karena yang terpenting lelaki itu tampan melebihi lelaki sialan itu. Pikir Anesya.

Lelaki tampan yang belum Anesya ketahui namanya itu menghentikan langkah di depannya, menatap gadis manis yang memiliki wajah polos namun tatapan mesum itu justru membuat sang lelaki menarik salah satu senyuman devilnya, entah apa yang sekarang sedang lelaki itu pikirkan, tapi yang ia tahu perempuan ini menginginkannya.

"Tuan," ujar seorang lelaki yang memakai setelan baju berwarna hitam di belakang lelaki tampan itu.

Lelaki tampan itu mengangkat tangannya menandakan jika ia tidak merasa keberatan dengan gadis manis yang ada di hadapannya sekarang, gadis ini tidak berbahaya sekali menurutnya dan bahkan ia terlampau bodoh dan juga lugu.

“Tuan jadilah pacarku!” kata Anesya dengan berani. Sikap lugu dan juga polos yang selama ini selalu melekat padanya menghilang entah kemana, Anesya bahkan menjelma menjadi wanita murahan sekarang.

Lelaki tampan itu membungkukkan sedikit tubuhnya supaya ia bisa lebih dekat dengan gadis di hadapannya. Anesya hendak mundur satu langkah ke belakang tapi tangan lelaki itu dengan sigap langsung meraih pinggangnya hingga membuat jarak diantara mereka berdua semakin dekat sekarang.

“Jika aku menjadi kekasih kamu, maka apa yang bisa kamu berikan padaku?” tantang Tuan Gerald dengan manik mata yang bergerak kesana-kemari seakan sedang mengamati wajah gadis dihadapannya sekarang.

“Aku akan memberikan apapun yang Tuan inginkan yang terpenting mau menjadi kekasih saya,” kata Anesya dengan berani. Yang ada di dalam pikirannya sekarang hanyalah mendapatkan lelaki tampan supaya ia bisa balas dendam dengan mantan sialan dan juga kakak tirinya itu. Anesya akan menunjukkan pada mereka berdua jika ia bisa mendapatkan lelaki tampan secepat membalikkan telapak tangan.

Tuan Gerald menarik salah satu senyuman devil di bibirnya, ia berdiri dengan tegap kemudian melirik ke arah orang kepercayaannya.

“Siapkan satu kamar untukku!” titah Tuan Gerald pada asistennya.

“Baik Tuan,” jawab Asisten Van patuh.

Selang beberapa waktu kemudian.

Lia melangkah menuju ke sofa dimana sahabatnya tadi berada, tapi yang tidak disangka sofa itu kosong dan tas Anesya juga sudah tak ada di sana.

“Ke mana perginya Anesya? Tidak bisanya ia pergi tanpa menunggu aku,” kata Lia pada dirinya sendiri sembari mengedarkan pandangan ke sekitarnya.

Di tempat lain.

Anesya dan juga Tuan Gerald kini sudah ada di dalam ruangan kamar hotel. Setelah pintu ruangan ini tertutup hanya ada mereka berdua saja.

“Tu-tuan, untuk apa kita di sini?” tanya Anesya polos.

“Untuk menagih apa yang telah kamu janjikan padaku tadi!” jawab Tuan Gerald sembari melepaskan satu kancing jas hitam yang ia kenakan kemudian melemparkannya ke sembarang arah.

Anesya terdiam sejenak mencoba berpikir. “Anda mau menjadi kekasih saya?” tanya Anesya dengan sorot mata meminta jawaban.

“Hem,” jawab lelaki itu. “Apakah sekarang kamu sudah siap memberikan apapun yang aku inginkan?” tanya Tuan Gerald pada gadis di hadapannya.

“Ya, apapun itu,” jawab Anesya.

Tanpa bicara Tuan Gerald langsung mendorong tubuh Anesya ke atas ranjang. Tuan Gerald menarik kemeja putih yang sedang ia kenakan hingga kancing-kancing baju itu jatuh ke lantai. Anesya hendak mendudukkan tubuhnya karena terkejut dengan apa yang sekarang sedang ia lihat, tapi dengan secepat kilat Tuan Gerald malah sudah berada di atas tubuhnya.

 

Hilangnya Mahkota Kepolosan

Anesya membuka kedua matanya, mengedaran pandangan kesekitar ruangan ini, hanya dengan satu kali lihat saja Anesya sudah tahu jika ini adalah ruangan hotel. Anesya menyibakkan selimut yang menutupi sekujur tubuhnya dan tidak di sangka ia langsung berteriak histeris saat mengetahui jika tak ada satu helai benangpun yang menutupi tubuh polosnya sekarang, Anesya kembali menarik selimut putih hotel ini, menutupi sekujur tubuhnya.

“Kenapa aku bisa berada di sini? Kenapa banyak bercak merah yang menghiasi sekujur tubuhku seperti tanda kecupan seseorang?” tanya Anesya pada dirinya sendiri. “Shith! Damn! Kenapa aku tak mengingat apapun semalam, sebenarnya apa yang sedang terjadi padaku semalam?" jerit Anesya sembari memukul kepalanya mencoba untuk mengembalikan ingatannya semalam.

“Jika kamu melupakan kejadian semalam, maka biarkan aku membantu kamu untuk mengingatnya lagi.” Perkataan seorang lelaki membuat atensi Anesya teralihkan.

Anesya mengajak manik matanya untuk melihat ke asal suara itu. Anesya melihat seorang lelaki tampan melangkah mendekatinya dengan tangan yang mengosok handuk berwarna putih di kepalanya.

“Si-siapa kamu?” tanya Anesya sembari menarik selimut hotel ini agar menutupi sekujur tubuhnya.

Tuan Gerald melihat ke arah gadis di hadapannya dengan wajah datar, baru kali pertama ada perempuan yang tak mengenali siapa dirinya dan perempuan itu juga melupakan dirinya secepat membalikan telapak tangan, sungguh hal yang langkah sekali. Pikir Tuan Gerald.

“Semalam kamu meminta aku untuk menjadi kekasihmu, jika kamu lupa,” kata Tuan Gerald sembari melepaskan handuk yang sebelumnya sempat melilit di pinggangnya.

“Mesum! Kenapa ganti baju di depan saya,” jerit Anesya seraya menutupi wajahnya menggunakan kedua tangan. Jantung Anesya berdetak dengan begitu kencang sekali, tak tak pernah menduga jika ada lelaki semesum ini di hadapannya sekarang.

“Sayang, semalam kamu mendesah di bawa tubuhku dan sekarang masih berpura tak terjadi apapun,” ledek Tuan Gerald dengan seringai liciknya. Sikap polos Anesya sungguh membuat Tuan Gerald tertarik padanya, bukan karena cinta tapi ingin menjadikan Anesya mainan yang bisa ia goda kapan saja. Menarik sekali.

Anesya terdiam sejenak mencoba mengingat apa yang sedang terjadi semalam. Satu persatu serpihan akan kejadian semalam mulai kembali kedalam ingatannya membuat Anesya menatap lelaki bertubuh tegap yang ada di hadapannya sekarang.

“Astaga! Apa yang gue pikirkan semalam, kenapa gue jadi bodoh seperti ini, hanya karena ingin balas dendam pada Elsa dan juga Zico gue sampai menyerahkan kehormatan gue sebagai seorang gadis,” umpat Anesya mengutuk tingkah bodohnya semalam, mau menyesal juga sudah percuma saja, sekarang ia tak bisa mundur, ia harus menunjukkan kekasihnya pada kedua orang laknat itu secepatnya.

“Sayang, kamu sudah mengingat siapa aku sekarang?” tanya Tuan Gerald dengan seringai liciknya.

“Ya, Tuan,” jawab Anesya tanpa berani melihat lelaki yang ada di hadapannya ini. Ia tak boleh mundur! Balas dendam ini harus berhasil.

“Aku sungguh tidak menyangka kamu masih gadis! Dan sekarang kamu adalah milikku, jangan pernah berpikir untuk bersama dengan lelaki lain sebelum aku yang mencampakkan kamu.” Tuan Gerald bicara dengan tatapan penuh perintah.

“Baik, Tuan,” jawab Anesya. Tatapan lelaki itu yang begitu tajam membuat Anesya tak berani membantah sama sekali. “Bagaimana cara saya bisa menemui Anda, Tuan?” tanya Anesya dengan polos.

“Aku sudah menyimpan nomor ponsel kamu dan aku akan menghubungi kamu nanti,” kata Tuan Gerald sembari melihat ke arah selimut yang gadis itu kenakan sedikit menunjukkan bagian atasnya yang begitu menggoda mata Tuan Gerald.

“Mesum.” Maki Anesya seraya menarik selimut itu sampai menutupi tubuhnya dengan sempurna.

***

Anesya melangkah masuk ke dalam pintu rumahnya, ia berjalan dengan perlahan sekali seakan sedang melangkah di atas serpihan kaca yang sedang bertebaran di lantai rumahnya. Rasa nyeri di area sensitif ini membuat Anesya tak bisa menahannya, membuatnya mengigit bibir bagian bawahnya guna untuk menahan rasa sakit ini.

“Adikku sayang, kamu dari mana saja, kami semua sudah menunggu kamu sejak dari tadi.” Itu adalah suara Elsa. Anesya sudah hafal di luar kepala dengan suara meenyebalkan itu, jadi ia tak akan keliru.

“Kenapa menunggu aku? Apakah ada hal yang penting?” tanya Anesya setelah menghentikan langkahnya di depan kakak tirinya itu.

“Aku dan juga Zico sudah memutuskan untuk menjalin hubungan lebih serius lagi dan kami sebentar lagi akan menikah," kata Elsa sembari melingkarkan tangannya di pinggang Zico yang kini sedang ada di sampingnya. Elsa sedang mencoba membuat Anesya terbakar cemburu ketika melihat kedekatannya dengan Zico.

Sumpah demi apapun, dada Anesya terasa begitu nyeri sekali sekarang, rasa nyeri itu merambat cepat ke hidung dan mmembuat kedua matanya memanas hingga memproduksi bulir bening. Anesya memutar kedua matanya, mengerjapkannya supaya bulir bening itu tak sampai menetes. Sungguh ia ingin menangis sekencangnya sekarang, tapi itu tak boleh terjadi, ia tak boleh terlihat lemah di hadapan kedua manusia laknat itu, ia harus tetap tenang dan mencoba menarik nafas dalam guna untuk menstabilkan deru nafasnya.

“Aku ikut senang melihat kalian akan menikah.” Anesya menjawab tanpa beban dengan senyuman dusta terukir di bibir manisnya. Ia pandai sekali menyembunyikan isi hatinya hingga membuat Elsa merasa geram karena Elsa ingin merebut apapun yang Anesya miliki selama ini.

“Kalau begitu kamu angkat kaki dari rumah ini! Kalian berdua pernah menjalin suatu hubungan, aku begitu percaya pada Zico sebab ia begitu mencintaiku, tapi aku tidak percaya pada kamu,” kata Elsa sembari menunjukkan tangannya ke arah Anesya secara terang-terangan. “Anggap saja ini adalah kado pernikahan dari kamu untuk kami, jika kamu menolak keluar dari rumah ini maka, aku akan mengira jika kamu masih mencintai Zico dan mencoba merebutnya dariku,” ujar Elsa mencoba untuk memprovokasi Anesya untuk angkat kaki dari kediamannya sendiri.

“Kenapa harus aku? Kenapa tidak kalian berdua saja yang keluar dari rumah ini! Ini adalah rumah mendiang papaku,” kata Anesya dengan berani. Ia tak bisa menyerahkan rumah peninggalan sang papa pada Kakak tirinya, rumah ini adalah kenangan satu-satunya tempat ia dibesarkan dan tak boleh menjadi milik Elsa.

“Rumah ini telah di wariskan pada Mamaku dan sebelum Mama kita meninggal, dia mewariskan rumah ini padaku, jadi kamu angkat kaki dari rumah ini sekarang juga!” titah Elsa dengan kedua mata yang membola penuh. Tatapan mengusir itu nampak jelas dari air mukanya, sedangkan Zico hanya diam saja tak membuka suara sedikitpun seakan lelak itu sedang mencoba untuk menikmati pertengkaran di hadapannya sekarang.

“Kenapa semuanya jadi seperti ini? Mau tinggal di mana aku?” batin Anesya meratapi nasibnya, sedangkan ia tak memiliki banyak uang untuk menyewa rumah.

Kau Adalah Milikku

Sudah 3 hari ini Anesya tinggal di rumah Lia, ia hanya bisa menumpang di rumah Lia saja karena tak memiliki teman dekat lainnya, Anesya selalu menjaga jarak dari banyak orang hingga ia tak memiliki begitu banyak teman.

Anesya kini duduk di sofa, tiba-tiba bayangan akan sosok lelaki tampan yang mengambil mahkota berharganya mulai menyelinap masuk ke dalam benaknya, menghantui pikirannya akan malam laknat itu. Sepertinya Anesya sedang di tipu sekarang? Lelaki itu mengatakan jika mau menjadi kekasihnya, tapi setelah malam menyiksa itu, tak ada satupun pesan ataupun telepon dari nomor lelaki asing itu, lalu bagaimana cara Anesya untuk menunjukkan jika dirinya telah melupakan Zico? Sedangan sebentar lagi akan tiba hari pernikahan Elsa dan mantan kekasihnya. Argh! Lelaki kurang ajar itu sungguh menipunya, setelah merenggut madunya ia pergi begitu saja.

“Kau kenapa ngelamun saja? Ayo kita berangkat sekarang,” ajak  Lia yang baru saja keluar dari ruangan kamarnya.

“Aku nggak sedang melamun, tapi gue sedang nungguin kau,” jawab Anesya berdusta dan itu diketahui oleh Lia dengan sangat jelas sekali.

“Kamu nggak akan bisa berbohong pada aku. Sekarang coba ceritakan apa yang sedang kau pikirkan, tapi jika gue nggak salah tebak, pasti kau sedang mikirin kedua orang gila itu,” kata Lia yang enggan untuk menyebutkan nama Zico dan juga Elsa.

Sebelum menjawab Anesya menghembuskan nafasnya dari mulut kemudian berkata, “Aku nggak ingin pergi ke acara pernikahan mereka berdua sendiri, gue harus punya lelaki yang akan gue jadikan pacar bohongan,” kata Anesya pada Lia seraya melihat ke arah sahabatnya itu dengan tatapan serius.

“Bukankah waktu itu kau pernah bilang jika sudah mendapatkan lelaki tampan?” tanya Lia yang masih mengingat betul kata Anesya waktu itu.

“Dia menghilang gitu aja, bahkan nggak menghubungi gue sama sekali,” jawab Anesya. Anesya hanya mengatakan jika ia pulang dari club malam lebih awal di antar oleh lelaki tampan dan di tengah jalan mereka berdua jadi pacar, Anesya yang mengajak lelaki asing itu jadian. Ya, itulah yang Anesya ceritakan pada sahabatnya, ia tak mungkin menceritakan jika sudah bermalam dengan lelaki asing dan juga sudah melakukan hubungan terlarang hanya karena lelaki itu menyetujui untuk menjadi pacarnya, bukankah hal itu begitu konyol jika sampai di ketahui oleh Lia.

“Nanti gue akan carikan kekasih buat kau, kekasih bohongan nggak masalah kan?” tanya Lia dan Anesya langsung menganggukkan kepalanya cepat.

***

“Kenapa juga aku bisa tertipu dengan lelaki sialan itu? Bagaimana mungkin aku bisa menyerahkan kesucian pada lelaki yang baru saja aku kenal, pasti waktu itu alkohol membuat akal sehatku melayang begitu jauh sekali hingga aku tak bisa berpikir dengan jernih,” umpat Anesya ada dirinya sendiri sembari memukul kepalanya karena menyesal, menyesal juga rasanya sudah percuma karena bubur tak akan pernah berubah menjadi nasi lagi.

Anesya mengedarkan pandangannya dan ia melihat jika sekarang Lia sedang melambaikan tangan padanya, pantas saja dari tadi seperti ada orang yang memanggilnya hingga lamunan akan lelaki tampan itu mulai melebur begitu saja.

“Kenapa kamu nggak pesan makanan?” tanya Lia setelah duduk di depan Anesya.

“Aku nggak punya uang, kau tahu sendiri,” jawab Anesya dengan tangan memutar sedotan yang ada pada gelasnya.

“Kau bisa pinjam padaku dan jika gajian baru bayar, kalau begitu kali ini aku akan mentraktir kamu, nih makan,” kata Lia seraya menaruh satu piring nasi goreng di hadapan Anesya. Sebenarnya tadi Lia sudah tahu jika Anesya hanya memesan minuman saja dan ia pun langsung menambah satu piring nasi goreng lagi.

“Kamu tahu aja kalau aku sedang lapar,” jawab Anesya tanpa sungkan sedikitpun karena mereka berdua memang sudah biasa berbagi makanan bersama.

“Gue sudah mendapatkan lelaki yang mau membantu kamu,” kata Lia pada Anesya sembari mengunyah makanan yang ada di mulutnya.

“Gila, kau cepet banget cari cowok yang suka rela membantu aku?” tanya Anesya terkejut.

“Aku punya banyak teman cowok, nggak kayak kamu yang hanya menyukai satu lelaki yaitu Zico,” hardik Lia yang begitu geram sekali ketika mengingat saat Anesya menolak untuk di dekati oleh lelaki lain dan memilih untuk setia pada satu lelaki kurang pantas seperti Zico.

“Itu dulu sekarang nggak lagi.” Anesya bicara dengan kepala yang tertunduk. Ketika mengingat nama Zico disebut, Nesya merasakan nyeri yang teramat sangat di bagian dadanya. Bayangan penghianatan itu sungguh menusuk hatinya bagaikan duri yang menancap begitu dalamnya, nyeri, sakit yang jelas ia rasa.

“Sekarang kau lupakan lelaki gila itu, karena gue nggak mau lihat kau meneteskan air mata lagi hanya karena lelaki tak pantas seperti itu, air mata kau terlalu berharga untuk menangisi pecundang sialan itu, Anesya,” kata Lia memberikan pengertian pada sahabatnya jika perempuan jangan mau di tindas begitu saja oleh seorang lelaki.

“Aku akan melupakannya secepat mungkin,” kata Anesya.

Malam harinya.

Anesya melangkah masuk ke dalam salah satu restoran yang akan menjadi tempat pertemuan pertamanya dengan seorang lelaki yang akan membantunya untuk berpura-pura menjadi sepasang kekasih di hari pernikahan Elsa dan juga Zico.

Anesya mengenakan dress berwarna merah yang memiliki panjang di bawah lutut, dress itu membentuk tubuhnya dengan begitu sempurna hingga menunjukkan kemolekan yang selama ini selalu coba untuk ia sembunyikan, jika saja tidak dipaksa oleh Lia untuk menggunakan baju ini, maka Anesya tak akan mau mengunakannya, Anesya lebih nyaman mengenakan baju sederhana yang memiliki ukuran jauh lebih besar dari bentuk tubuhnya. Mungkin karena alasan itu juga tak ada lelaki yang berminat untuk mendekatinya.

“Mungkinkah dia teman Lia yang bernama Diki? Sepertinya begitu jika di lihat dari foto yang ada di layar ponselku," kata Anesya pada dirinya sendiri.

Anesya mendekati lelaki tampan yang kini mengenakan kemeja putih dengan senyuman ramah, ya lelaki itu sepertinya mengenali Anesya hingga ia tersenyum padanya dengan begitu manis sekali. Anesya bersyukur karena lelaki ini tampan dan jauh lebih tampan dari mantan sialan itu.

“Kamu pasti Anesya?” tanya lelaki itu ketika Anesya menghentikan langkah tepat di hadapannya.

“Ya dan kamu pasti Diki?” tanya Anesya balik. Lelaki itu menganggukkan kepalanya.

Diki beranjak berdiri dari posisi duduknya kemudian menarik salah satu kursi untuk Anesya duduki, Anesya yang mendapatkan perlakuan manis dari Diki mengulas senyumannya. Kini keduanya sudah duduk di posisi masing-masing dan mereka mulai berbincang bersama, memesan makanan kemudian menikmatinya. Anesya melihat getaran di ponselnya kemudian menghentikan aktifitas makan malamnya untuk mengecek siapa yang menghubunginya sekarang.

“Nomor tidak di kenal,” kata Anesya.

“Angkat saja mungkin itu penting,” jawab Diki yang tidak merasa keberatan. Dan Anesya menganggukkan kepalanya setuju.

“Halo siapa ini?” tanya Anesya setelah menggeser tombol warna hijau pada layar ponselnya.

“Sayang, bukankah aku pernah mengatakan jika kamu tak boleh dekat dengan lelaki lain, kamu adalah milikku jika kamu lupa,” kata seorang lelaki dari sambungan telepon itu.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!