NovelToon NovelToon

Dendam Sang Gadis Bulan

1. Aylin Haashi Diexa

Pagi yang lumayan cerah untuk memulai sebuah hari, seorang gadis sedang berjalan dengan riang di sebuah jalan kecil mengenakan seragam sekolah kebanggaannya. Sambil sesekali bersenandung kecil, gadis tersebut pun tiba di depan sebuah bangunan besar.

Berhenti sejenak menatap bangunan di hadapannya, "Huh, hari terakhir ujian,” ucapnya pelan, melanjutkan langkahnya masuk ke dalam bangunan tersebut.

Seperti biasa, orang-orang yang berada di sepanjang lorong selalu memperhatikannya. Tatapan mata tak suka, iri bahkan benci jelas terpancar dari beberapa di antara mereka. Tapi tak jarang juga ada yang menyapanya dengan senyum ramah dan bersikap biasa saja.

Bagi Aylin, ya Aylin Haashi Diexa adalah gadis yang sejak awal selalu menjadi pusat perhatian dimana pun dia berpijak. Ia pun terkadang merasa lelah jika harus menghadapi situasi yang sama tidak menyenangkannya setiap hari.

Sebenarnya Aylin memaklumi mengapa mereka dan orang-orang di sekitarnya selalu memberikan tatapan seperti itu, sudah pasti karena fisiknya yang sangat kontras perbedaannya dengan yang lainnya.

Rambut ikal panjang yang berwarna putih perak dan terakhir bola mata yang berwarna senada dengan rambutnya namun sedikit lebih ke abu-abu. Ingat hanya sedikit.

Jelas saja hampir semua orang selalu melemparkan berbagai tatapan aneh kepadanya, karena menjadi orang yang berbeda dengan yang ada di sekitarmu itu menyebalkan.

Hingga tiba-tiba seseorang menghadang langkahnya.

Aylin menatap heran pada gadis yang ada di hadapannya itu.

"Heh cewek pucat! Berani-beraninya deketin pacar gue!" serunya marah.

Aylin hanya bisa menghela nafas pasrah.

"Kamu salah orang, aku ga kenal kamu bahkan pacar kamu,” sahutnya lelah menghadapi bal-hal seperti ini setiap hari.

"Halah ga usah sok gatau deh lo!" Gadis itu pun langsung menjambak Aylin secara tiba-tiba.

Aylin yang tak siap dengan serangan mendadak itu pun mau tak mau terhuyung dan melakukan perlawanan. Kareana beberapa orang nyg sedang menyaksikannya hanya menatap penasaran tanpa niat membantu sama sekali.

"Lepasin!" pekik Aylin kesal.

"Gak akan! Dasar cewek murahan!" ucap gadis bernama Maria yang sedang menjambak Aylin.

Merasa Maria tak akan mendengar ucapannya, Aylin membalas perbuatan Maria padanya. Ia menjambak balik Maria bahkan sampai beberapa helai rambutnya terlepas.

"Arghhh sialan lo! Lepasin gw!" ucap Maria kesakitan.

"Kamu dulu yang lepasin!" jawab Aylin kesal tak ingin melepaskan jambakannya sebelum Maria terlebih dahulu.

Maria yang semakin kesakitan pun melepaskan jambakannya pada Aylin, kemudian ia memegangi kepalanya yang terasa pening. Mengapa Kepalanya sangat sakit saat di jambak oleh gadis lemah seperti Aylin? Pikinya.

"Awas aja lo!" ucapnya kesal kemudian pergi dari sana.

Aylin yang melihat itu pun mendelik kesal dan merapikan kembali rambutnya yang berantakan akibat perkelahian tidak jelas tadi.

"Dasar cewek bar-bar!" ujarnya kesal kemudian melanjutkan langkah menuju kelas mengabaikan orang-orang yang sejak tadi memperhatikannya.

Aylin sampai di kelasnya, ia berjalan menuju tempat duduknya yang sudah ditentukan oleh pihak sekolah.

Melupakan kejadian tadi, Aylin pun memilih menghabiskan waktu dengan membaca novel miliknya. Tenggelam dalam cerita dari novel yang dibacanya, Aylin tak menyadari seseorang sedari tadi sudah duduk di hadapannya sambil memandangnya lekat.

"Aylin!" panggilnya singkat, tapi cukup untuk mengalihkan fokus Aylin.

Aylin mengalihkan pandangannya pada Kyne,

"Kyne! Kamu baru datang?" tanya Aylin dengan nada santai sambil menutup novelnya.

"Iya, baru aja. Lo itu kalo udah baca novel kayak ga ada orang lain di dunia ini, asyik sendiri tau ga?" ucap Kyne mengejek.

"Kalau ga baca, aku harus ngapain lagi? Toh, ga ada kegiatan lain selain itu kan?" jawab Aylin dengan nada bertanya.

"Banyak loh kegiatan lain, misalkan lo ngobrol sama orang-orang di sini," balas Kyne

Aylin nampak seperti berpikir, sebelum membalas perkataan lawan bicaranya itu.

Sebenarnya tidak ada yang salah dengan perkataan Kyne, hanya saja menurutnya itu sedikit sulit. Karena selama bersekolah di sini, hanya beberapa orang saja yang mau bicara dengannya seperti Kyne. Bahkan mungkin tidak mencapai 10 orang, karena satu dan lain halnya.

"Kalau mereka bisa biasa aja ke aku, mungkin itu bakalan bisa terjadi,” ucap Aylin pelan.

Terlihat sedikit kesuraman darinya saat mengatakan kalimat itu.

Aylin pun tentu saja ingin bisa bergaul dengan teman-temannya dan menjalani hidup sebagai siswa seperti yang lain. Tapi tak ada yang bisa ia harapkan dari semua itu.

"Yaudah, gapapa. Kan lo ada gue, semoga cukup deh sebagai teman buat lo!" Kyne mengucapkan kalimat dengan harapan Aylin tidak terlalu memikirkan soal teman. Toh, ini salahnya yang membicarakan soal itu kepada Aylin.

"Oh ya, lo udah belajar belom?" tanya Kyne mengalihkan pembicaraan.

"Udahlah, masa aku ga belajar haha. Lagipula hari ini hari terakhir ujian,” jawab Aylin seperti biasa.

"Semoga ga susah-susah banget deh, mumetnya ga nahan!" keluh Kyne tentang ujian yang menurutnya lumayan menyulitkan.

"Hmm, semoga,” balas Aylin singkat.

"Yaudah, gue mau ke anak-anak dulu deh. Bye!" Kyne pun bangkit dari duduknya, berjalan keluar kelas.

Aylin hanya memperhatikan punggung temannya itu, rasanya jika bukan Kyne yang memulai pertemanan dengannya mungkin dia tidak akan berbicara selama 3 tahun di sini. Ia lumayan bersyukur Kyne mau menjadi temannya semasa sekolah, karena setidaknya ia tidak perlu merasa sangat kesepian.

***

Sudah beberapa menit ujian berlangsung, Aylin tidak nampak kesulitan dengan ujiannya. Begitu pula dengan Kyne, yang terlihat santai. Padahal sebelumnya, ia terlihat seperti akan meledakkan isi bumi jika membahas tentang ujian.

Aylin melangkahkan kakinya ke depan kelas sambil membawa kertas jawaban miliknya dan meletakkannya di meja pengawas, sebelum akhirnya ia diperbolehkan keluar dari kelas dan pulang.

Saat keluar dari kelas, terlihat lorong sekolah yang sepi karena mungkin Aylin adalah yang pertama keluar kelas. Ia pun berjalan pelan, sambil sesekali memperhatikan sekitarnya. Menurutnya di sini tidak terlalu buruk, meskipun ada beberapa masalah baginya saat awal masuk sekolah dulu.

Setelah ini, ia akan jarang bahkan tidak akan pernah menginjakkan kakinya di sekolah lagi jika sudah lulus. Ya, kecuali jika ada keperluan.

***

Ketika menyusuri lorong, ia melihat seperti terbawa ke sebuah visual masa lalu. Tampilan lorong seketika berubah seperti sebuah bangunan jaman kerajaan. Aylin melihat sekelilingnya bingung, ia pun memilih menyusuri lorong itu dengan seksama.

"Hah? Apa ini? Kenapa tempatnya berubah?" tanyanya bingung akan perubahan tempat yang terjadi secara kilat.

Ia melihat ke sekitarnya, memilih untuk melangkahkan kaki dalam diam.

Hingga langkahnya terhenti di depan sebuah lukisan, di lukisan itu terlihat potret seorang gadis yang sangat mirip dengannya. Wajahnya menunjukkan aura yang luar biasa, bahkan terkesan misterius.

"Siapa gadis itu? Ia begitu mirip dengan ku!" ucapnya terkejut.

Aylin yang terkejut melihat lukisan itu pun memundurkan langkahnya, tanpa disadari ia masuk kedalam sebuah ruangan yang berada tepat di belakangnya.

"Aaa!!! Apa lagi ini! Mengapa aneh sekali!" gumamnya frustasi dengan apa yang sedang ia alami.

Ia pun mulai memperhatikan seluruh ruangan itu dengan seksama. Tampak seseorang yang sedang terbaring di sebuah kasur mewah yang ada di ruangan tersebut.

Aylin pun melangkahkan kakinya mendekat, saat hampir melihat wajah gadis yang terbaring itu i. Ia dikejutkan oleh suara teriakan di belakang tubuhnya.

"HENTIKAN, RATU!!" teriak suara misterius secara tiba-tiba.

Aylin yang kembali terkejut pun secara refleks membalikkan tubuhnya, tapi saat melihat ke belakang. Keadaan sekitarnya sudah kembali seperti semula, yaitu ia kini berada di lorong sekolah.

"Arghh! Apa itu! Aneh sekali,” ucapnya pelan, berusaha mencerna apa yang baru saja terjadi.

Lama ia terdiam, sibuk dengar pemikirannya. Akhirnya Aylin menyerah

"Ah udahlah, lupain aja!" ucapnya kesal.

Mimpi Aneh

Memilih mengabaikan kilas balik tadi, dari pada membuatnya pusing tidak jelas.

Ia pun melanjutkan langkahnya yang sempat tertunda.

Sampai di ujung lorong, Aylin sepertinya melihat seseorang yang familiar baginya. Langkahnya pun mulai cepat, hendak menyapa orang yang di lihatnya.

"Liam!" panggil Aylin saat Liam sudah di hadapannya.

Liam yang merasa terpanggil pun menoleh dan melihat Aylin berjalan ke arahnya.

Sambil tersenyum ia menunggu gadis berambut putih itu berhenti di hadapannya.

"Kamu udah selesai?" tanya Liam pada Aylin yang memanggilnya tadi.

"Udah, kamu udah? Kayanya kamu selesai lebih dulu?" balas Aylin.

"Ngga, aku baru selesai kok. Mau pulang bareng?" ajak Liam.

Aylin hanya mengangguk setuju.

Mereka pun berjalan beriringan sambil sesekali bercengkrama selayaknya teman yang sudah mengenal lama.

Liam Merfe Malice, teman Aylin sedari kecil. Karena orang tua mereka berteman, memungkinkan keduanya menjadi akrab. Rumah keduanya pun berada di satu komplek yang sama, hanya berbeda beberapa rumah saja.

Bagi Aylin, Liam sudah seperti kakak dan sahabatnya. Karena menurutnya hanya Liam yang sejak dulu tidak pernah memandangnya aneh dan bersedia menjadi temannya tanpa syarat apapun. Liam bahkan selalu ada di saat-saat yang buruk dalam hidupnya.

Mereka melangkahkan kaki bersama keluar sekolah, karena jarak sekolah dan rumah mereka tidak jauh. Terkadang baik Liam maupun Aylin memilih berjalan kaki ke sekolah dari pada memakai kendaraan. Hari ini secara kebetulan mereka sama-sama tidak membawa kendaraan, dengan tujuan yang sama. Yaitu ingin menikmati hari-hari terakhir sekolah, dengan berjalan kaki.

Sepanjang perjalanan keduanya saling melempar canda an tawa.

"Habis lulus, kamu mau lanjut kemana?" tanya Aylin tiba-tiba.

"Aku? Mungkin aku bakal lanjut kuliah keluar negeri, kalau kamu?" balas Liam sambil menatap Aylin yang berjalan di sampingnya.

"Aku belum tau sih, mungkin ngikut kamu aja biar ada temen," ucap Aylin santai, sambil tertawa kecil.

"Kaya beneran aja kamu, emangnya orang tua kamu ngizinin?" tanya Liam santai, karena tau Aylin tak mungkin pergi jauh dari kedua orang tuanya.

"Hmm, bener juga. Yaudah deh, aku di sini aja kayaknya. Toh kalau keluar negeri aku juga gatau mau ngambil kuliah apa," jawab Aylin sambil berpikir tentang ucapannya.

Menurutnya kuliah keluar negeri itu tidak mungkin, apalagi kalau harus jauh dari orang tuanya. Dengan posisinya sebagai anak tunggal, mana mungkin orang tuanya rela melepaskan putri mereka satu-satunya ke negeri orang.

Aylin pun sampai di rumahnya setelah Liam pulang lebih dulu.

"Aku pulang!" ucapnya sembari melangkahkan kaki ke dalam rumah.

Rumah terasa sepi dan menurut Aylin hal itu terasa tidak biasa. Karena biasanya Karina atau ibu Aylin pasti akan menyambut anak semata wayangnya saat pulang sekolah.

Aylin pergi ke dapur untuk mengecek ibunya, mungkin ibunya sedang memasak makan siang hingga tak mendengar suara Aylin ketika pulang.

"Bunda!! Bunda dimana?" panggil Aylin dengan nada nyaring, berharap sang ibu mendengarnya. Namun, tak ada sahutan, memikirkan hal itu Aylin pun menyerah. Mungkin ibu Aylin sedang pergi keluar.

Puas berkeliling rumah mencari keberadaan ibunya, Aylin pun memilih menuju kamar dan beristirahat sejenak.

"Huh! Capek juga, padahal cuma sekolah sebentar," ucapnya begitu memasuki kamar.

Meletakkan tas dan berganti baju, kini Aylin memilih merebahkan tubuhnya pada kasur kesayangan.

"Bunda kemana ya? Tumben ga ada dirumah,” ucapnya bermonolog.

Karena penasaran dengan ibunya yang pergi entah ke mana, Aylin pun mengaktifkan ponsel berniat menghubungi Karina ibunya.

Belum sempat ia menelpon Karina, ponselnya lebih dulu berbunyikan notifikasi pesan dari kedua orang tuanya.

"Sayang, hari ini bunda pergi keluar kota nemenin ayah kamu mendadak. Maaf ya bunda ga kasi tau, mungkin besok siang bunda pulang. Kamu hati-hati ya dirumah!"

"Aylin, ayah sama bunda ada urusan mendadak keluar kota, kamu hatihati dirumah! Kalau ada apa-apa, minta tolong sama Liam ya!"

Helaan nafas terdengar begitu Aylin selesai membaca pesan dari orang tuanya. Ya mau bagaimana lagi, orang tuanya sudah berangkat sejak tadi. Mau tidak mau ia harus sendirian hari ini.

"Yaudah deh, mending tidur siang dulu. Ngantuk banget,” ucap Aylin.

Aylin memilih tidur siang dari pada makan siang, karena merasa sangat mengantuk. Padahal ini belum masuk jam tidur siang, tapi rasanya sudah sangat mengantuk bagi Aylin. Ia pun mulai terlelap secara perlahan.

Aylin menatap sekelilingnya ngeri, mayat-mayat bergelimpangan sejauh matanya melihat, jalanan dan tanah bahkan menjadi semerah darah, langit yang gelap gulita dipenuhi petir yang menyambar-nyambar, sedangkan dari kejauhan ia mendengar suara ledakan yang sangat kuat.

Ia pun berjalan ke arah suara tersebut dengan langkah perlahan hingga tampak seorang gadis yang mirip dengannya sedang berdiri dengan penuh amarah menatap seseorang di hadapannya.

"Dasar manusia tidak tau diri! Beraninya kau membunuh mereka hanya karena tahta dan kekuatan gelap itu!"uUcap gadis berambut putih itu dengan amarah yang sudah tak terbendung lagi.

Rambut serta gaunnya melayang-layang tertiup angin kencang yang mungkin akibat dari amarahnya.

"HA HA HA! Memangnya kau tau apa? Gadis lemah yang mendadak menjadi putri kekaisaran sepertimu tidak pantas mempertanyakan perbuatanku!" ujar sang pria dengan tatapan remeh seakan tidak bersalah.

"Aku membunuh mereka karena kau! Kehadiranmu menghalangi semua rencana yang sudah ku susun rapi selama ini!" lanjutnya kini dengan amarah.

"Seharusnya kau yang mati, tapi mengapa semua orang selalu melindungi mu gadis rendahan!" cercanya pada gadis berambut perak itu.

Sang gadis yang semakin marah setelah mendengar ucapan si pria, menyerang pria tersebut secara membabi buta.

Tanpa menyadari tak satu pun dari serangannya mengenai sang pria, karena amarah dan benci terlalu membutakannya.

"Lihatlah, gadis lemah seperti mu tidak mungkin mampu membunuhku. Haha,” ejek sang pria sengaja memancing kemarahan gadis berambut perak.

Serangan demi serangan ia lancarkan untuk membunuh si pria jahat itu, tapi bukannya mengenai sang pria justru kekuatannya mulai habis.

"Apa yang terjadi!" ucap sang gadis pada diri sendiri.

Belum sempat ia memikirkan tentang kekuatannya yang mendadak berkurang bahkan hampir habis, sebuah serangan mengenainya hingga membuatnya terpental.

Aylin yang menyaksikan itu ingin menghampiri sang gadis tapi entah sejak kapan tubuhnya tidak bisa digerakkan, terpaksa ia hanya bisa menyaksikan semuanya.

"Uhuk!" Sang gadis bahkan sampai memuntahkan darah akbit serangan itu.

"Bajingan!" pekiknya menatap marah pada sang pria yang menyerang saat ia lengah.

Pria itu berjalan ke arah sang gadis dengan senyum iblisnya.

"Bukan kah sudah ku bilang sebelumnya? Kau tidak akan menang melawanku,” ucapnya angkuh.

"Dasar bajingan! Aku tidak akan memaafkanmu, aku akan menyiksamu hingga kau memohon untuk kematianmu sendiri!" geram sang gadis pada pria itu.

"Ha ha ha ha.” Ia pun tertawa terbahak-bahak mendengar ucapan orang sekarat di hadapannya itu.

"Sadarlah nona, kau bahkan tidak bisa bangun setelah menerima satu seranganku. Mengapa kau begitu sombong? Aku bahkan akan membunuhmu sebentar lagi!" ujarnya bengis.

"Aku akan membalas semua perbuatanmu bajingan!" ucapnya marah sambil merasakan sakit yang luar biasa akibat serangan pria itu.

Lalu tanpa basa basi sang pria mengarahkan pedangnya pada leher sang gadis.

"Selamat tinggal gadis pengganggu!" ucapnya cepat dan

Krashh, kepala sang gadis pun terlepas dari tubuhnya hingga darahnya mengucur deras.

Aylin yang menyaksikan hal itu pun berteriak histeris tak menyangka.

"AAAaaa....hah hah hah!" Aylin tersadar dari mimpi buruknya dengan terengah-engah.

Ia memegangi lehernya ngeri, rasanya seperti ia yang di penggal dan kemarahan sang gadis bahkan bisa ia rasakan.

Sejenak ia memikirkan sesuatu, ini bukan pertama kalinya ia memimpikan tentang gadis yang mirip dengannya itu. Beberapa minggu belakangan ia sering memimpikan hal yang sama dan berkaitan satu sama lain, karena tak seperti mimpi biasanya yang akan mudah terlupakan begitu bangun.

Mimpi tentang gadis itu malah seperti menyatu dengan ingatannya, ia semakin heran. Tapi semakin dipikirkan justru semakin bingung, bahkan ditambah dengan kejadian di lorong sekolah tadi. Mau tak mau membuatnya harus memikirkan hal itu, walaupun pada akhirnya ia menyerah karena tidak paham.

"Huhhh, yaudahlah. Semoga gadis itu bisa hidup kembali dan membalas dendamnya!" ucap Aylin yang entah sejak kapan ia merasa marah pada pria yang tak ia ketahui itu.

Pria itu benar-benar jahat, ia tanpa sadar ikut membencinya.

Ia pun melangkah ke kamar mandi, berniat membersihkan diri sebelum membuat makan malam untuknya sendiri. Bergegas mandi dan berpakaian seadanya.

Aylin menuju ke dapur untuk mengisi perutnya yang keroncongan, karena hari sudah gelap ketika ia bangun tadi.

"Gini deh kalau ga ada Bunda, jadi bingung mau makan apa,” gerutunya sembari melihat-lihat isi kulkas.

Ia mulai mengeluarkan bahan-bahan masakan yang diperlukannya dari kulkas dan mulai memasak makan malam untuk disantapnya.

Karena tak ingin ribet, Aylin memilih masakan sederhana saja untuk dibuatnya.

Kabar Buruk

Hari sudah semakin malam dan kali ini benar-benar sunyi bagi Aylin yang sedang menghabiskan waktunya dengan membaca novel, suasana malam ini sedikit mencekam tak seperti biasanya.

Ia pun larut dalam bacaannya sampai terdengar suara ketukan pintu di depan rumah.

"Siapa ya? Malam-malam begini tumben ada tamu,” gumamnya bangkit dari duduk dan berjalan menuju pintu depan.

tok tok tok

"Iya sebentar," sahutnya nyaring.

Pintu pun dibuka. Aylin merasa aneh melihat tamunya, yaitu Liam sang tetangga sekaligus temannya. Penasaran dengan apa yang membawa Liam kemari, Aylin pun bertanya.

"Loh, tumben kamu ke sini malam-malam? Ada apa?" tanya Aylin penasaran

Liam yang berdiri di hadapannya hanya terpaku menatap Aylin dengan pandangan yang sulit diartikan. Merasa Liam tak menjawab pertanyaannya, Aylin kembali bertanya.

"Liam! Kamu kenapa sih? Kok diam aja! Bikin merinding tau ga?" ujar Aylin kesal karena Liam tak kunjung menjawab pertanyaannya.

Hening beberapa detik, hingga Liam pun membuka suara tentang kedatangannya yang tidak tau waktu.

“Ay, kamu jangan panik ya? Inget ada aku yang bakal nemenin kamu. Kamu harus kuat, apapun yang terjadi kamu harus tabah." ucap Liam pelan, yang membuat Aylin justru semakin penasaran dan sedikit deg-deg an.

"Aneh kamu, emangnya ada apa sih? Coba kasi tau aku, jangan bikin penasaran deh." tanya Aylin lagi.

"Maaf, Ay," ucap Liam lirih, takut membuat teman baiknya terguncang dengan kabar yang dibawanya.

"Kenapa sih? Cepetan dong!" seru Aylin kesal, karena lawan bicaranya sedari tadi hanya berucap lirih dan tidak jelas.

"Orang tua kamu kecelakaan, Ay. sekarang mereka lagi di bawa ke rumah sakit," ucap Liam cepat, sambil menunggu reaksi gadis di depannya ini.

Aylin terdiam mematung mendengar ucapan Liam, rasanya ia ingin mendengar kata bercanda diucapkan oleh teman baiknya itu. Atau mungkin telinganya rusak hingga ia salah dengar?

"Kamu ngomong apa? Kamu bercanda kan?" lirih Aylin, ingin memastikan perkataan Liam berharap pendengarannya salah.

"Aku serius, orang tua kamu kecelakaan. Sekarang orang tua aku dalam perjalanan pulang ke sini buat jemput kita. Kamu ganti baju dulu ya?" kata Liam pelan, berusaha mengatakan segalanya dengan pelan dan dapat di terima oleh Aylin.

Aylin hanya terdiam setelah mendengar perkataan Liam dengan jelas, matanya menatap jauh entah ke mana. Pikirannya kacau, berbagai kemungkinan buruk berkeliaran di kepalanya secara bergantian.

"Ay!" Panggil Liam, berusaha mengembalikan kesadaran Aylin.

Aylin tak menjawab, ia pun kemudian berbalik pelan.

"Aku ganti baju dulu,” ucapnya lirih nyaris tak terdengar oleh Liam.

Ia berjalan ke arah kamarnya, mengganti pakaian serta tak lupa memasuki kamar kedua orang tuanya. Membawa beberapa keperluan yang mungkin dibutuhkan oleh mereka nanti.

Berusaha tegar dan tidak ingin memperkeruh suasana yang sudah berkabut. Aylin menahan dirinya agar tidak menangis, karena ia yakin tidak akan terjadi apa-apa pada orang tuanya.

Ia pun melangkah ke ruang tamu perlahan sembari kedua tangannya membawa tas berisi keperluan orang tuanya. Di sana sudah ada Om Zian dan tante Eliza yang sedang menunggunya berserta Liam.

Begitu melihat anak semata wayang dari sahabatnya, Eliza segera menghampiri dan memeluk Aylin. Berusaha menyalurkan energi positif padanya, agar tidak terlalu memikirkan hal ini.

Aylin pun membalas pelukan dari sahabat ibunya itu dengan pelan, berusaha keras agar tidak menangis sekarang.

"Aylin sabar ya? Orang tua kamu pasti gapapa, mereka pasti bisa ngelewatin semuanya,” ucap Eliza sambil menangis pada Aylin.

Di tatapnya sayang, anak dari sahabatnya Karina. Hatinya teriris melihat Aylin berusaha menahan tangisnya, kedua mata Aylin tampak memerah.

"Yaudah, kita pergi sekarang ya. Ayo,” ucap Zian ayahnya Liam, sambil mengambil kedua tas yang di bawa Aylin.

Liam menatap Aylin dalam diam, berusaha memberi kekuatan pada temannya itu. Melihat Aylin yang diam seperti ini, rasanya sangat menyakitkan baginya. Mungkin lebih baik jika Aylin menunjukkan kerisauannya dari pada diam menahan semuanya.

Suasana di dalam mobil begitu suram, sesekali terdengar ucapan Eliza yang khawatir dengan sahabatnya dan isak tangisnya.

Aylin diam dengan tatapan kosong, entah apa yang ia pikirkan sekarang. Rasanya terlalu banyak hal yang masuk ke otaknya secara mendadak, ingin sekali ia memecahkan kepalanya agar merasa lebih baik.

Dadanya terasa seperti ada bongkahan batu besar yang membuatnya merasa sesak sepanjang perjalanan. Perasaan aneh seperti ini, baru kali ini ia merasakan perasaan yang begitu menyesakkan.

Beberapa jam menempuh perjalanan menuju rumah sakit, akhirnya mereka pun tiba di tempat tujuan.

Aylin beserta Liam dan kedua orang tuanya bergegas menuju ke dalam rumah sakit dan menanyakan keberadaan orang tua Aylin.

"Maaf, korban kecelakaan jl.A ada diruang mana ya?" tanya Zian selaku laki-laki dewasa disana.

"Sebentar saya cek dulu ya,” ucap petugas yang sedang berjaga di depan.

Setelah beberapa saat, akhirnya sang petugas bersuara.

"Korban kecelakaan jl.A saat ini sedang ditangani diruang operasi, silahkan lurus saja sampai ujung lorong,” ujar sang petugas sambil memberi arahan pada rombongan Aylin.

Usai mengucapkan terima kasih, mereka pun segera pergi menuju tempat yang dimaksud oleh petugas tadi.

Melihat ruang operasi di depan mereka masih tertutup, Aylin mendudukkan dirinya dalam diam sambil menatap ke arah pintu yang tertutup di hadapannya. Pikirannya selalu melayang jauh ke berbagai kemungkinan terburuk yang akan dihadapinya, rasa takut yang tak pernah dirasakan olehnya merayap dengan cepat ke seluruh tubuhnya. Aylin benar-benar kalut dalam kediamannya.

Sedangkan Liam yang duduk di sebelahnya, menatap gadis itu dengan tatapan khawatir. Karena Aylin sejak tadi hanya diam dengan tatapan menerawang, mau tak mau membuatnya cemas. Ia hanya bisa berharap semuanya akan baik-baik saja dan Aylin dapat kembali seperti biasa. Sakit rasanya melihat gadis yang menjadi temannya sejak kecil harus menghadapi situasi seperti ini, Lebih baik ia melihat Aylin yang cerewet daripada diam dan terlihat begitu menyedihkan.

Beberapa menit berlalu dengan sangat lambat, hingga akhirnya pintu ruang operasi terbuka.

Aylin beserta yang lainnya segera bangkit dari duduknya menghampiri sang dokter yang baru saja keluar dari ruang tersebut.

"Keluarga Pak Hendra dan Ibu Karina?" tanya Dokter memastikan hal yang bersangkutan.

"Bagaimana keadaan orang tua saya dok?" tanya Aylin cemas.

Dokter pun segera menjelaskan kondisi kedua pasiennya pada Aylin.

"Pasien saat ini sedang menjalani masa kritisnya, untuk beberapa hal yang mendesak jadi pihak rumah sakit melakukan operasi ini secara mendadak tanpa persetujuan keluarga demi kebaikan pasien. Karena pendarahan yang dialami oleh keduanya tergolong parah dan beberapa organ tubuh yang patah dan rusak. untuk saat ini kami tidak bisa memberikan harapan apapun, sebaiknya keluarga mendoakan saja agar pasien segera melewati masa kritisnya. Saya permisi,” jelas dokter tersebut kemudian kembali masuk ke dalam ruangan.

Aylin yang mendengar penjelasan dokter merasa seluruh tubuhnya lemas tak berdaya, ia pun luruh ke lantai. tak bisa berkata apapun saat ini.

Liam yang melihat itu pun segera menuju Aylin dan membantunya berdiri, kemudian mendudukkan Aylin ke kursi tunggu.

Zian dan Eliza yang melihat Aylin seperti itu hanya bisa menghela nafas sedih, karena tak menyangka kondisinya akan seburuk itu.

Eliza pun memberikan pelukan pada Aylin berharap dapat mengurangi kesedihan yang sedang ia rasakan.

"Ayah sama bunda ga bakal kenapa-kenapa kan tante?" tanya Aylin pelan pada Eliza.

Sakit rasanya bagi Eliza melihat Aylin yang sudah ia anggap seperti putrinya bertanya seperti itu.

"Kita berdoa ya sayang? Semoga ayah bunda kamu gapapa ya!" ujar Eliza pelan sambil mengeratkan pelukannya pada Aylin.

Aylin yang mendengar jawaban dari Eliza hanya bisa menghela nafas pelan.

Pintu ruang operasi kini terbuka lagi, terlihat beberapa perawat mendorong bangkar rumah sakit yang berisi kedua orang tuanya. Aylin menahan nafas melihat tubuh orang tuanya dihiasi berbagai macam alat penunjang kehidupan.

Masih berusaha menahan agar tidak menangis, Aylin beserta Liam dan kedua orang tuanya mengikuti perawat dalam diam. Hingga tiba di depan sebuah ruangan khusus yang sudah di urus oleh Zian ayah Liam, agar Aylin tak perlu kesulitan menjaga kedua orang tuanya sekaligus.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!