NovelToon NovelToon

MY ADELINE

PROLOG

"Kalau kamu tak mau ikut denganku, sebaiknya kita putus saja!" ucap Derby ketika Adeline tak mau ikut dengannya untuk kuliah di Negara Jerman, tepatnya di Kota Munich.

"Tapi, kedua orang tuaku pasti tak akan mengijinkan. Aku tak pernah jauh dari mereka," ucap Adeline.

"Apa kamu itu anak Mami hah?!" ucap Derby dengan nada yang dinaikkan satu oktaf.

"Tentu saja aku anak Mommy ku. Masa aku anak tetangga," jawab Adeline polos.

Derby berdecak kesal. Ia awalnya hanya ingin membuktikan pada teman temannya bahwa ia bisa menjadikan Adeline sebagai kekasihnya selama satu bulan, tapi kini ia malah terjerat hampir tiga bulan. Bukan apa apa, tapi karena Derby merasa Adeline merupakan gadis penurut dan bahkan rela mengeluarkan uang untuknya.

Ia mulai berpikir, jika ia bisa kuliah di Munich dengan biaya orang tuanya, maka untuk akomodasi bisa meminta pada Adeline. Gadis itu memang terlalu polos dan mudah sekali dimanfaatkan oleh Derby.

"Kalau begitu kita putus saja. Kamu tetaplah di sini, aku akan kuliah di Munich," ucap Derby.

"Aku ikut. Aku akan mencoba meyakinkan kedua orang tuaku. Aku yakin aku pasti bisa. Tenang saja, aku pasti akan kuliah di Munich juga bersamamu. Jadi, jangan putuskan aku, okay," pinta Adeline.

"Baiklah, pegang janjimu! Kalau kamu tidak ikut bersamaku, itu berarti kita putus. Mengerti?!"

Adeline menganggukkan kepalanya. Derby adalah kekasih pertamanya dan pria itu juga adalah cinta pertamanya sejak masih SMP, meskipun mereka baru menjalin hubungan selama tiga bulan.

*****

"Apa?! Kuliah di Munich? Untuk apa kamu kuliah di sana? Di sini juga banyak universitas bagus. Kalau kamu tidak suka di sini,kamu bisa keluar kota. Tapi kalau keluar negeri, Mommy tidak akan mengijinkan," ucap Kimberly.

"Mom, ayolah!"

"Sekali Mommy bilang tidak, tetap tidak!"

Anthony yang baru pulang dari Anlee Group menautkan kedua alisnya ketika mendengar perseteruan antara ibu dan anak di ruang keluarga.

"Ada apa ini, hmm? Mengapa kalian bertengkar?" tanya Anthony.

Melihat kedatangan Anthony, Adeline langsung mendekat dan melingkarkan tangannya di lengan Ayahnya itu.

"Dad, aku mau kuliah di Munich. Boleh ya?" pinta Adeline.

Anthony mengajak putrinya itu duduk terlebih dahulu di sofa ruang keluarga itu, sementara Kimberly masuk ke dapur untuk membuatkan segelas teh hangat untuk suaminya.

"Sekarang katakan pada Dad, apa yang kamu ucapkan tadi."

"Dad, aku ingin kuliah di Munich."

"Munich? Untuk apa kamu kuliah di sana? Apakah universitas di sini kurang bagus?" tanya Anthony.

"Bukan begitu, Dad. Sebenarnya aku ingin belajar mandiri," jawab Adeline berbohong. Ia tak mungkin mengatakan pada ayahnya bahwa ia ingin kuliah di Munich karena ingin bersama dengan kekasihnya. Ia sangat yakin seribu persen kalau ia akan dilarang pergi jika mengatakan hal itu.

"Dad senang kamu ingin belahar mandiri, tapi bukan berarti kamu harus pergi sejauh itu," ucap Anthony.

Bagi Anthony, Adeline selalu menjadi putri kecilnya dan sangat sulit baginya untuk berpisah.

"Tapi Dad .... Tolong izinkan aku. Aku berjanji akan belajar dengan giat. Aku hanya tak mau jika aku selalu berada di dekat Dad, maka aku akan selalu mencari Daddy dan Mommy. Aku benar benar ingin mandiri, Dad."

Anthony menghela nafasnya pelan. Ia masih diam dan tampak berpikir, apa yang harus ia katakan pada putri kecilnya ini.

"Kamu tega meninggalkan Daddy dan Mommy?" tanya Kimberly yang baru datang dari dapur sambil membawa nampan yang berisi secangkir teh hangat.

"Daddy dan Mommy kan masih memiliki Kak Aiden. Ia juga sudah memiliki kekasih yang mungkin akan segera ia nikahi. Jadi, Daddy dan Momny akan memiliki seorang putri lagi untuk menemani, sementara aku pergi belajar mencari ilmu setinggi awan," jawab Adeline.

"Kamu ini selalu saja mencari alasan yang banyak," ucap Kimberly.

"Aiden baru menjalin hubungan, tak mungkin tiba tiba menikah. Mereka perlu waktu untuk saling mengenal lebih dalam," ucap Anthony.

"Ayolah, Dad. Izinkan aku," ucap Adeline merajuk.

"Mommy tetap tidak setuju!"

"Mommy jahat! Bukankah Mommy dulu juga kuliah di luar negeri? Mengapa sekarang aku tidak boleh?" Adeline pun bangkit dari duduknya dan berlari ke kamar tidurnya. Ia menutup pintu serta menguncinya.

Ia sedih dan menangis, bukan karena gagal membujuk kedua orang tuanya, tapi karena ia yakin Derby akan memutuskan hubungan mereka jika Adeline tak ikut dengannya ke Munich.

Sementara itu di ruang keluarga,

"Kamu lihat itu, sayang? Sepertinya kita terlalu memanjakannya, hingga ia merasa kita harus menuruti semua keinginannya," ucap Kimberly sambil duduk di sebelah Anthony.

Cuppp

Anthony mendaratkan sebuah ciuman ke bibir Kimberly. Ia selalu romantis dan lembut sejak dulu. Tak pernah sekalipun ia lupa melakukannya, membuat Kimberly berkali kali selalu jatuh cinta pada pria di sampingnya ini.

"Bagaimana kalau kita memberikan satu kesempatan padanya?" tanya Anthony.

"Dengan membiarkannya pergi jauh?"

"Setiap orang berhak akan sebuah kesempatan. Kamu tidak perlu khawatir, aku akan menitipkannya pada sahabatku. Kamu ingat Ethan bukan?"

"Hmm ... Tenty saja aku mengingat mereka. Apa kamu yakin mereka akan menerima Adeline?" tanya Kimberly.

"Ethan tak mungkin menolak. Kedua orang tuanya adalah sahabat orang tuaku. Mereka juga dulu menitipkan Ethan saat Ethan kuliah di New York," jawab Anthony.

"Kalau bersama mereka, aku akan mempertimbangkan. Tapi kalau Adeline tinggal seorang diri, aku tak akan pernah menyetujui," ujar Kimberly.

"Aku mengerti. Ia masih terlalu kecil untuk pergi jauh dari kita. Aku akan berbicara lagi dengannya. Sekarang biarkan ia tenang dulu," ucap Anthony.

"Baiklah."

Malam itu, Anthony, Kimberly, Aiden, dan Adeline, makan malam bersama dalam kondisi hening. Tak ada seorang pun yang memulai pembicaraan karena semua seakan sibuk dengan pikirannya masing masing.

Anthony terus memperhatikan kedua buah hatinya itu. Malam ini, ia akan berbicara lagi dengan Adeline dan besok ia akan berbicara dengan Aiden. Dari raut wajah Aiden, Anthony menangkap raut berbeda. Putranya itu tak sebahagia kemarin kemarin.

*****

Tokkk tokk tokk ...

"Sayang, boleh Daddy masuk?" tanya Anthony.

"Masuklah, Dad," jawab Adeline yang masih duduk di atas tempat tidurnya. Ia masih memegang ponsel miliknya karena sedari tadi Derby belum membalas pesan yang ia kirimkan.

Anthony masuk dan melihat wajah sendu putrinya. Ia tahu putrinya pasti terus memikirkan masalah ini karena saat makan malam pun tak ada satu kata yang terucap dari bibirnya.

Anthony menghampiri Adeline dan duduk di tepi tempat tidur. Ia menatap putri bungsunya itu dengan lembut dan sayang.

"Kamu yakin ingin pergi ke Munich?"

"Yakin, Dad," jawab Adeline.

"Dad dan Mom akan mengijinkan, tapi ada syaratnya."

🧡 🧡 🧡

Halo Kakak semua, ini cerita sequel dari "Separuh Jiwaku". Sebenarnya ada satu lagi, tapi masih dalam tahap review editor, soalnya itu merupakan misi kepenulisan, tentang Aiden - kakaknya Adeline.

Berhubung cerita One dan Nala sudah mau selesai, jadi aku siapin novel ini sebagai penggantinya. Selama proses beberapa last episode One dan Nala, aku slow update untuk yang ini 😆.

Terima kasih ya kakak semua sudah menyempatkan membaca. I luph u all to the moon, the star, and the sun (ini maksudnya dari malam berganti siang pun, aku selalu berterima kasih pada kakak semua). Tanpa kalian, aku bukanlah siapa siapa. 🧡

MEMBAGI KEKASIH

"Reyn, apa kamu tak ingin memimpin Perusahaan Keluarga Frederick?" tanya Ethan pada putra sulungnya itu. Meskipun Reyn adalah putra adiknya, tapi ia akan selalu menganggap Reyn sebagai putra kandungnya. (Baca : Love in Revenge)

"No, Dad. Thank you. Sebaiknya jabatan itu diberikan pada Rafael saja nanti. Aku ingin mengajar saja," jawab Reyn saat mereka makan pagi bersama.

Usia Reyn baru memasuki dua puluh tiga tahun, tetapi ia sudah mendapatkan gelar master dalam bidang bisnis manajemen. Ia bahkan sedang mengambil gelar S3 sambil mengajar di universitas yang sama.

"Kamu tidak mau memikirkannya lagi? Kamu cerdas Reyn dan itu bisa digunakan untuk kemajuan perusahaan," ucap Ethan yang masih berusaha membujuk putranya itu.

"Daddy mu benar, Reyn. Tidak ada salahnya mencoba bukan?" ucap Alvin yang merupakan Ayah dari Ethan.

Ethan dan Queen tak pernah pindah dari rumah keluarga Frederick. Bukan Ethan yang tak mau, tapi justru Queen lah yang ingin tetap di sana. Ia merasa memiliki orang tua jika tinggal di sana dan ia juga tak ingin kedua mertuanya itu merasa kesepian, seperti dirinya saat tinggal di panti dulu.

Reyn menggelengkan kepalanya, "Sebaiknya Daddy menunggu sekitar delapan atau sembilan tahun lagi, Rafael pasti sudah siap saat itu. Daripada Daddy hanya diam di rumah dan mengganggu Mommy, lebih baik Daddy bekerja."

Hal itu sontak membuat Diva dan Queen tertawa renyah. Reyn selalu tahu bagaimana cara membuat Ethan diam tak berkutik, dan malah berbalik kesal.

"Ya sudah, ya sudah. Daddy akan tetap bekerja," ungkap Ethan sambil mencebik dan menyuapkan sarapannya ke dalam mulut.

Reyn yang selesai sarapan, langsung pergi ke Universitas. Ia mendapatkan jadwal mengajar di siang hari, tapi ia harus menyelesaikan beberapa hal terkait kuliahnya sendiri.

Di universitas, siapa yang tak mengenal seorang Reynzo. Ia dikenal sebagai sosok dosen yang tampan dan cerdas. Para gadis menggilainya, bahkan tak sedikit yang langsung menggodanya. Namun, tak pernah sekalipun Reyn mempedulikan mereka. Ia benar benar fokus belajar dan juga mengajar.

"Selamat pagi, Mister," sapa salah seorang mahasiswi. Selama perjalanan dari area parkir sampai ke ruangannya, sapaan untuknya tak pernah berhenti. Ia bahkan hanya bisa membalasnya dengan tersenyum tipis.

*****

"Tinggal bersama sahabat Daddy?" tanya Adeline sekali lagi untuk memperjelas jawaban ayahnya tadi.

"Ya."

"Tidak mau," Adeline melipat kedua tangannya di depan dadda. Jika ia tinggal di tempat sahabat Dad Anthony, tentu tak akan mudah untuk pergi pergi dengan Derby. Sahabat ayahnya itu pasti akan melaporkan setiap aktivitasnya.

"Kalau kamu tidak menyetujuinya, maka maafkan Dad. Dad tidak dapat menyetujuinya. Jadi kamu sebaiknya kuliah di sini saja. Mommy juga setuju kamu kuliah di Munich jika kamu tinggal di tempat sahabat Daddy," ucap Anthony.

Adeline tampak berpikir keras. Ia mengalami dilema dalam mengambil keputusan.

Tidak apa aku tinggal dengan sahabat Daddy terlebih dulu, setidaknya mereka menyetujui aku kuliah di sana. Selain itu, Derby tak akan memutuskan hubungan kami. Di sana nanti baru kita pikirkan lagi cara keluar dari rumahnya. - batin Adeline.

"Baiklah, Dad. Aku setuju," ucap Adeline.

"Kalau begitu, Dad akan mengabari sahabat Daddy dan mengurus semua keperluanmu di sana."

"Tapi aku mau masuk Universitas M," pinta Adeline.

"Jurusan?"

"Bisnis Manajemen," jawab Adeline.

"Baiklah. Sekarang jangan menangis atau cemberut lagi. Putri Daddy yang cantik harys selalu tersenyum, okay?"

"Okay, Daddy. Thank you so much."

"You're welcome, Sweety," Anthony mengusap pucuk kepala putrinya, kemudian keluar dari kamar. Ia harus segera menghubungi Ethan dan memonta bantuannya.

*****

"Bagaimana? Apa kamu sudah mengambil keputusan?" tanya Derby ketika mereka berada di kantin sekolah.

"Ya, aku akan ikut ke Munich."

"Akhirnya orang tuamu mengijinkan, kalau begitu kita tidak jadi putus. Oya, belikan aku makanan, lin. Aku lapar sekali. Dompetku tertinggal di kelas," ucap Derby.

"Kamu mau makan apa? Aku akan membelikannya," ycap Adeline.

"Steak saja, medium well. Jangan sampai salah!" perintah Derby.

Adeline pun mengangguk dan Derby pun tertawa ketika sudah melihat Adeline pergi membelikannya makanan.

Beberapa sahabat Derby datang menghampirinya di kantin. Mereka duduk di sebelah, dan juga di depan Derby.

"Wow, kamu benar benar hebat, Der! Aku salut padamu. Adeline begitu penurut!"

"Tentu saja, siapa dulu ... Derby!"

"Lalu, apa dia akan ikut ke Munich bersamamu?"

"Ya, ia telah diijinkan oleh orang tuanya," jawab Derby.

"Benar benar berita bagus! Kamu akan menyelesaikannya di sana?"

"Ya, kita akan bersenang senang di sana! Kamu tahu kan kalau Adeline itu putri pemilik Anlee Group, sudah pasti uangnya juga banyak. Kita bisa pesta terus di sana," ujar Derby.

"Apa kamu akan menjadikannya kekasih terus?"

"Tentu saja tidak! Aku akan segera membuangnya ketika aku mendapatkan semuanya."

"Semuanya? Jangan jangan maksudmu ...."

"Ya, seperti yang kamu pikirkan."

"Kamu yakin Der akan melakukan itu?"

"Tentu saja, tapi sebelumnya aku akan meminta banyak uang terlebih dahulu. Tenang saja, kalian juga bisa menikmati dirinya bersama sama dengan aku," ujar Derby.

"Wuhuuu, ternyata sahabatku ini suka beramal. Aku suka kalau begitu dan aku tidak sabar ikut merasakannya juga."

Mereka pun segera mengalihkan topik pembicaraan ketika melihat Adeline tengah menghampiri mereka sambil membawa nampan berisi steak milik Derby.

"Ini makan siangmu, Der," ucap Adeline.

"Tunggu, aku periksa dulu," Derby mengambil garpu dan pisau kemudian mulai memotong daging tersebut. Ia mencebik kesal ketika melihat tingkat kematangan yang tidak sesuai dengan permintaannya.

"Aku tidak mau! Tadi kan aku bilang medium well, kenapa jadi well done!" ujar Derby kesal.

"Ya sudah jangan marah, aku akan memesankannya lagi," Adeline pun kembali pergi. Sahabat sahabat Derby yang ada di sana langsung melahap steak yang tadi dibawakan oleh Adeline.

"Kamu memang sahabat sejati kami, Bro!"

"Tentu saja! Aku bahkan akan membagi kekasihku pada kalian, apalagi hanya makanan. Jangan pernah meragukan pertemananku," ucap Derby dengan percaya diri.

Ia tersenyum saat Adeline masih berada di salah satu stand steak yang ada di kantin sekolah mereka.

"Aku pastikan ia akan merasakan kenikmatan sebelum aku membuangnya!" gumam Derby dengan senyum sinis di wajahnya.

🧡 🧡 🧡

POSESIF

Anthony dan Kimberly, secara khusus mengantarkan Adeline ke Munich. Selain ingin memastikan Adeline sampai di alamat yang tepat, mereka juga ingin bertemu dengan Keluarga Frederick yang akan menjadi tempat bernaung bagi Adeline selama empat tahun ke depan.

"Selamat datang!" sapa Ethan yang menjemput Anthony dan Kimberly, serta Adeline.

"Maaf merepotkanmu," ucap Anthony.

"Tidak sama sekali. Aku malah senang karena akan ada yang menggantikan Xin di rumah," ucap Ethan.

"Memangnya ke mana Xin? Oiya, bukankah ia seusia dengan Adeline?"

"Xin sedang kuliah di London. Ia sudah kembali ke sana minggu lalu. Dia setahun lebih tua daripada Adeline," jawab Ethan.

Adeline memanyunkan bibirnya saat mengetabui bahwa putri sahabat Dad Anthony bisa kuliah di luar negeri tanpa harus diawasi, sementara dirinya tidak boleh.

"Berarti di sini hanya tinggal Reyn dan Rafa?"

"Hanya tinggal Rafa saja. Reyn hanya pulang ke rumah saat weekend. Ia tinggal di mess karena selain bekerja, ia juga melanjutkan kuliah S3 nya," ucap Ethan.

"Wow, Reyn sungguh luar biasa," puji Anthony.

"Hmm ... Aku ingin ia memegang Perusahaan Frederick, tapi ia tidak mau. Ia malah memintaku bertahan beberapa tahun lagi, setelah itu baru meminta Rafael menggantikanku," ucap Ethan.

Hal itu membuat Anthony tertawa, "Bekerjalah, kamu masih muda. Jangan terus di rumah, nanti tiba tiba muncul Ethan junior yang lain."

Ethan pun tertawa mendengar hal itu. Reyn juga pernah mengatakan hal yang sama. Ia tak ingin Ethan terus mengganggu Mommy Queen nya.

"Oya, apa jurusan yang dipilih oleh Adeline?" tanya Ethan.

"Bisnis Manajemen," jawab Anthony.

"Hmm ... Sama seperti Reyn."

Obrolan terus terjalin di dalam mobil, hingha tak terasa mereka telah sampai di kediaman Keluarga Frederick. Alvin dan Diva telah menunggu kedatangan mereka. Bagi mereka, Anthony juga adalah putra mereka, apalagi sejak kepergian Lee dan Anita.

"Apa kabarmu?" sapa Dad Alvin saat melihat kedatangan Anthony.

"Kabar baik, Uncle."

"Apakah ini Adeline? Cantik sekali," puji Mom Diva.

Namun, Adeline hanya diam saja karena ia merasa tak mengenal siapa pun di sana. Ia terus menggerutu di dalam hatinya karena ia ingin sekali bertemu dengan Derby yang telah berangkat lebih dulu ke Munich.

"Apa kabar Aiden?" tanya Dad Alvin.

"Aiden baik, Uncle. Saat ini ia sedang belajar memegang Anlee Group New York. Ia baru lulus dan masih harus belajar," jawab Anthony.

"Syukurlah, setidaknya Aiden mau melakukannya," Dad Alvin kembali memikirkan keputusan Reyn yang sama sekali tak ingin memegang Perusahaan Frederick dan lebih memilih untuk mengajar.

Adeline hanya bisa diam memperhatikan para orang tua berbicara. Ia benar benar bosan. Ia lebih banyak memeriksa ponselnya,apakah ada pesan dari Derby atau setidanya panggilan, sehingga ia bisa menghindar dari sana.

"Jadi kedatanganku ke sini, ingin menitipkan Adeline. Aku masih belum bisa jika melepasnya seorang diri, apalagi jauh dari kami. Oleh karena itu, aku meminta pertolongan kalian," ucap Anthony.

"Jangan khawatir, An. Uncle dan Aunty menerimanya dengan tangan terbuka, seperti dulu ketika kedua orang tuamu menerima Ethan. Kita adalah keluarga," ucap Dad Alvin.

"Terima kasih, Uncle."

"Kami juga mengijinkan kalian memarahinya jika ia berbuat kesalahan. Anggaplah Adeline sebagai putri kalian. Kami yakin kalian juga akan memberikan yang terbaik untuk Adeline."

What?! Memarahiku? Bisa bisanya Dad mengijinkan orang lain memarahiku. Tidak bisa! Enak saja mereka mau mengatur hidupku. - gerutu Adeline di dalam hati.

Obrolan antar orang tua itu menghabiskan banyak waktu, hingga akhirnya Adeline baru bisa merasa tenang setelah acara makan malam. Kedua orang tuanya juga menginap di Kediaman Keluarga Frederick. Mereka akan kembali ke New York lusa karena tak mungkin meninggalkan Aiden terlalu lama.

Di dalam kamar tidur yang akan menjadi milik Adeline selama beberapa tahun ke depan, Adeline berbaring di atas tempat tidur. Ia memainkan ponselnya dan mengirimkan pesan pada kekasihnya, Derby.

Namun, tak ada balasan sama sekali, padahal Adeline sudah mengirimkan pesan tersebut sejak tadi siang, saat ia bosan mendengar obrolan para orang tua.

*****

Di sebuah klub malam,

Musik yang terdengar saling bersahutan dengan lampu warna warni yang menyinari ruang remang remang dengan bau alkohol serta asap rokok, kini menjadi tempat yang paling disukai oleh Derby.

Sejak hari pertama ia tiba, ia mengajak teman temannya untuk berpesta merayakan kebebasannya dari orang tuanya. Ya, tujuan Derby kuliah di Munich adalah untuk menjauh dari orang tuanya. Ia juga akan mendapatkan uang banyak karena biaya hidupnya tentu lebih besar dari saat tinggal bersama kedua orang tuanya. Selain itu, ia akan selalu mendapat pemasukan tambahan dari kekasihnya, Adeline.

"Ini gila, Der! Luar biasa!" Mereka duduk dan dikelilingi oleh para wanita berpakaian seksi yang dengan mudahnya mereka sentuh. Bahkan ada beberap orang di sana yang langsung melakukan hubungan tanpa merasa malu sama sekali, seakan itu hal yang biasa.

"Lihat itu, lihat! Mereka melakukannya di sana!" teriak salah satu teman Derby saat melihat seorang pria sedang bergoyang karena melakukan penyatuan.

"Ini gila, Der! Aku tak bisa menahannya lagi. Aku juga harus melakukannya," salah satu teman Derby langsung menarik salah satu wanita seksi di sana dan membawanya ke kamar yang memang telah disiapkan oleh klub malam tersebut.

"Lakukan saja! Tenang, kekasihku pasti akan memberikan uang banyak padaku!" teriak Derby.

Kebebasan yang mereka dapatkan, membuat mereka tak peduli akan hal yang lain. Mereka bahkan sangat bersyukur karena terbebas dari kekangan orang tua yang terlalu mengikat mereka.

Derby melihat ke arah ponselnya, di mana banyak panggilan dan juga pesan yang dikirimkan oleh Adeline.

"Apa apaan sih dia?! Posesif sekali, mengesalkan! Seharusnya aku memang tak pernah mengajaknya ke sini, langsung kuputuskan saja!" gumam Derby.

Lihat saja nanti, aku akan membuat ia menderita. Siapa suruh menggangguku terus. Aku akan membuangmu setelah kupakai, dan sebelum itu aku pastikan kamu akan menghabiskam uangmu hanya untukku. - batin Derby tertawa kencang.

Setelah itu, ia menarik seorang wanita berpakaian seksi ke sebelahnya, kemudian menciumnya dengan panas. Derby yang tak mau membuang uangnya untuk membuka kamar, melakukan penyatuan di ruangan tersebut, beramai ramai bersama teman temannya yang juga melakukan hal yang sama.

🧡 🧡 🧡

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!