Andara Anggraeni, usia 18 tahun cewek tomboi hobi berantem. Seantero SMA MultiBakti sudah mengetahui perangai nya yang bar-bar. No! Bukan hanya bar - bar tapi setiap cowok yang mendekatinya akan dia sleding dengan kekuatan super duper kejam.
Siswi kelas 12 yang akan segera lulus, masih betah dengan kenakalan - kenakalan nya di sekolah bahkan menjadi ketua geng preman di luar sekolah.
Sepulang sekolah seperti biasa Dara sapaan nya, sedang nongkrong di depan mall dengan gaya urakan, rambut pendek dan rokok di tangan nya.
"Dar, malam nanti ketua geng Kelabang mau ketemu sama loe." Ujar teman cowok tongkrongan disana-- Alan.
"Si banci Deris! Cih! Berapa kali kalah tarung sama gue masih aja nantang buat ketemu!" ledek Dara pada musuh bebuyutan nya, putra salah satu orang ternama di Ibu kota, Jakarta. Dara menghisap rokok yang terselip di jari telunjuk dan jari tengahnya.
"Mau ketemu jam berapa? Entar gue konfirmasi sama balad mereka." Ujar Alan.
"Jangan terlalu malam, kakak perempuan gue balik dari Surabaya malam ini. Loe tau sendiri gue bakal kena amuk kalo telat balik ke rumah." Jawab Dara.
"Oke, pukul 7 malem. Satu jam hajar tuh cunguk-cunguk bisa kayaknya," timpal Alan.
"Woi Dim! Loe ikut kagak?" tanya Alan pada satu lagi teman nongkrong mereka bernama Dimas.
"Gue ada perlu, nggak ikut," tolak Dimas.
"Kalo gitu hukuman loe nggak ikut, beliin burger sana!" palak Dara.
"Loe malak gue terus, uang saku gue bentar lagi mau abis," gerutu Dimas.
"Bokap loe kaya, tinggal minta lagi. Sana cepet! Gue laper."
Dimas bangkit dari duduknya pergi membeli burger dengan segala ocehannya, meskipun begitu Dara dan Alan adalah tempatnya bersandar seolah mereka bertiga saling menjaga karena keadaan keluarga yang berbeda - beda.
Andara adalah dari keluarga sederhana, hanya tinggal berdua dengan sang kakak bernama Andira yang sudah menjadi sosok Ibu baginya sejak kecil karena sang Ibu meninggal saat melahirkan Dara si anak bungsu. Sang Ayah saat Dara beranjak remaja sudah tak tahu lagi keberadaan nya, kini biaya sekolah sang kakak Dira lah yang membayar serta semua kebutuhan sehari - harinya. Satu - satunya keluarga yang Andara miliki dan paling ia sayangi.
Tepat pukul 7 malam, masih memakai seragam sekolah yang sudah bau apek karena keringat plus juga kusut, Dara berjalan cuek mendekati Deris.
"Deris Sagantara, ada apa loe mau ketemu gue? Belum kapok loe gue bikin babak belur, apa loe minta disunat ulang sama gue! Dua telor loe yang bergelantung bisa buat makan malam nih, yummmy." Dara menakuti Deris.
Mendengar ucapan Dara otomatis kedua tangan lelaki remaja yang berusia sama dengan Dara menutup bagian milik pribadinya di bawah sana, si buah kenikmatan. "Gue cuma punya dua telor, kalo loe goreng gimana gue bisa kasih anak buat loe..."
"Whattt?! Anak!" Dara melohok terbego - bego.
"Anak kita, dua telor gue bakal cikal anak kita beb," ujar Deris dengan santai, dia lalu maju dan tetiba bersujud di hadapan Dara.
"Dar, gue cinta sama loe. Jadi pacar gue ya? Gue janji, apapun yang loe mau bakal gue kasih. Plisss, babe." Pinta Deris dengan wajah paling serius.
"Hei! Kita ini musuh bebuyutan dari zaman novel wiro sableng ada. Nape loe jadi lembek gini dan apa?! Cinta? Loe sama gue! Bulshitt...!!"
"Dara, gue serius. Gue udah kenyang loe bikin babak belur, sekarang gue lapar ingin dicintai loe. Dara Anggraeni... gue Deris Sagantara CINTA sama loe!!!"
Dara menarik nafas panjang, tetiba jantungnya berdebar tak karuan. CINTA! Oh tidak!
5 Tahun Kemudian.
Dara menarik kopernya keluar dari Bandara dengan tergesa - gesa, masuk ke dalam taxi memberikan alamat sebuah sekolah. Hari ini putrinya melakukan pentas seni di taman kanak - kanak.
Brakk!
Dara menutup pintu taxi dengan keras saat turun, tak menghiraukan pelototan si sopir taxi.
"Ohhh God! Tolong jangan sampai telat!"
"Dar...!! Daraaaa!!! Gue disini!" teriak sahabat nya sejak SMA, Alan.
"Dimana anak gue? Udah naik panggung nya?" panik Dara, pasalnya putrinya yang berusia 5 tahun sudah mewanti - wanti dari jauh hari agar dia hadir kalau tidak ikatan Ibu dan anak akan terancam. Itu lah ucapan dari seorang gadis cilik yang bisa membuat Dara si cewek bar - bar kelimpungan. Hanya satu yang paling dia takuti di dunia ini, kemarahan sang putri dan kehilangan anaknya itu.
"Belum, gih cepet masuk! Sini koper loe." Alan mengambil koper dari tangan Dara.
"Sorry dan thanks. Gue ngerepotin loe lagi, Lan." Ujar Dara seraya berlari menuju ruang pentas.
"Its Oke lah. Gue udah bilang, kita sudah seperti saudara jangan nggak enakan sama gue!" sahut Alan.
"Si Dimas katanya mau dateng jaga anak gue, tuh cunguk satu dari dulu omongan nya susah dipegang. Untung ada loe, nasippp." Gerutu Dara, ia langsung menutup mulutnya saat sampai di kerumunan para orang tua murid di bawah panggung.
"Permisi," ujar Dara melewati bangku - bangku untuk ke tempat duduknya paling depan.
Dara segera duduk saat menemukan tempat duduknya, lalu melambai pada putrinya yang masih berada di belakang panggung menunggu giliran untuk naik.
Annabel, sang putri membalas lambaian sang Mama. Senyuman terukir di bibir mungilnya yang dipoles lip gloss berwarna merah terang make up pementasan.
"I love u, honey..." Dara menyatukan jari jempol dan jari telunjuk membentuk saranghae.
Senyuman semakin lebar di bibir Abel panggilan gadis cilik itu. Wajah Abel sangat ceria meskipun sejak kecil hanya ada dia dan sang Mama.
Mc acara memanggil grup Abel naik ke panggung, gadis kecil itu menari bersama teman - teman satu grup nya.
Setelah acara pentas selesai, Dara membawa Abel ke dalam mobil Alan.
"Paman Alan, apa tarianku hebat?" tanya Abel.
"Luar biasa, ini hadiah dari Paman Alan dan Paman Dimas juga pacar Paman." Alan memberikan sebuah kado ke tangan Abel.
"Abel buka ya, Mah."
"Boleh," jawab Dara.
"Lan, jalan. Gue gerah pengen mandi air dingin," pinta Dara, itu sebenarnya adalah mobil Dara tapi karena sudah beberapa hari ia titipkan putrinya di penjagaan pacar Alan yang adalah teman satu kantor nya jadi dibawa Alan mengantar Abel ke sekolah.
"Oke."
Mobil pun pergi dari pelataran parkir menuju rumah sederhana milik Dara.
Setelah sampai di depan rumah, Dara turun seraya menggandeng tangan putrinya menuju pintu. Memasukkan kunci dan pintu terbuka.
"Gue pergi ya! ini kunci mobil loe!" pamit Alan, dia melempar kunci mobil melayang di udara dan ditangkap oleh Dara.
"Sekali lagi thanks, entar gue telepon Sabrina!" sahut Dara meneriakkan nama pacar Alan.
"Sipp! Bye, dadah keponakan Paman. Emuachhh!" Alan mengecup dari jauh.
"Xixixi... bye Paman Alan. Love u, Paman." Abel memberikan kiss dengan sebelah tangan begitu menggemaskan.
Alan tersenyum lebar seraya melambai tangan lalu berbalik pergi.
"Kenapa bukan Mama aja yang jadi pacar Paman Alan? Abel 'kan jadi bisa punya Papa." Ujar Abel dengan bibir cemberut.
"Paman Alan dan Mama sudah berteman dari zaman Mama sekolah, nggak ada rasa diantara kami. Abel ngerti 'kan? Seperti Abel suka sama teman sekelas Abel, jadi harus ada rasa suka diantara keduanya agar bisa bersama."
Gadis cilik itu mengangguk, lalu tersenyum. "Abel sayang Mama."
"Love you more, sweetheart."
Dara bahagia dengan keadaan sekarang, tak ingin ada siapapun dari masa lalu yang mengusik hidup mereka berdua.
Untuk merayakan kepulangan nya dari dinas dan pentas seni Abel yang sukses, Dara membawa putrinya itu ke sebuah Restoran yang agak mahal untuk pertama kalinya. Selama ini gaji nya sebagai staff pemasaran di salah satu Perusahaan memang lumayan besar, tetapi tidak cukup banyak untuk hidup mewah.
"Putri Mama seneng?"
"Abel happy, Mah. Makanan nya juga enak," sahut Abel penuh ceria.
Dara mengelus sayang pucuk kepala Abel, tiba - tiba tangan nya yang sedang mengelus terdiam. Deris!
Langkah Deris Sagantara terhenti, tak jauh darinya perempuan yang pernah memasuki hatinya cinta pertamanya sedang duduk di salah satu meja dengan seorang anak kecil perempuan. Anak kecil, sebesar itu? pikirnya.
"Sayang, ada apa?" tanya Feli sang kekasih yang baru setahun ini berhubungan, anak teman Ayahnya hasil perjodohan karena Deris terus terbayang Dara dan selama ini tak pernah mempunyai pacar seolah masih menunggu Dara kembali padanya.
Seketika ingatan Deris mengingat malam itu, malam badai hujan ketika mereka bersama di sebuah kamar hotel setelah berpacaran beberapa bulan. Namun, tiba - tiba esoknya Dara menghilang dan tak ada kabar. Kini di depan nya gadis itu sedang tersenyum mengelus kepala anak kecil, kening Deris mengernyit.
"Nggak apa-apa, ayo duduk." Ajak Deris menarik lembut lengan Feli agar duduk di meja mereka.
Tak lama pesanan datang, tangan Deris sibuk memasukkan makanan ke dalam mulut tapi tatapan matanya terus melirik ke arah meja Dara.
Hal yang sama terjadi di meja Dara, sejak kedatangan lelaki itu di dalam Restoran mata Dara tak hentinya melirik wajah Deris. Penampilan Deris yang 5 tahun lalu urakan dengan rambut berwarna merah terang, kini rambutnya berwarna hitam kecoklatan tertata rapi. Wajah remaja kekanakan lelaki itu kini telah terganti menjadi wajah yang maskulin dan tegas. Begitu tampan!
"Helo, Dara! Sadar! Loe yang mutusin ninggalin dia!" gerutunya merutuki dirinya sendiri.
Degh! Mata keduanya beradu, saling menatap dalam dengan perasaan kacau.
"Oii gue datang," Alan datang membuyarkan tatapan Dara pada Deris, Sabrina tak ikut datang karena pacar Alan itu mempunyai agenda acaranya sendiri, party bersama teman-teman nya. Meskipun begitu Sabrina wanita baik, bahkan bersedia menjaga Abel jika Dara sedang sibuk ke luar kota.
"Telat, makanan udah mau abis," ujar Dara.
Alan cengar cengir lalu duduk di kursi kosong di samping Abel, mencubit gemas pipi si gadis cilik. "Uchh, Abel makin hari makin cantik. Paman semakin jatuh cinta deh sama Abel."
Abel cekikikan mendengar gombalan sang Paman, akhirnya ketiganya tertawa lepas.
Deris merasa ulu hatinya sakit melihat kemesraan dan kebahagian di meja Dara, gelak tawa terdengar begitu menyakitkan baginya, ternyata luka ditinggal pergi Dara masih bersarang di hatinya.
"Aku ke toilet dulu ya, Fel." Ujar Deris pamit tak menunggu jawaban langsung berdiri dan berjalan menuju toilet.
Begitu pun Dara, "Titip Abel, gue ke toilet dulu."
"Oke." Jawab Alan.
Dara sengaja mengikuti Deris ke toilet, hanya ingin mengetes lelaki itu apa masih mau menyapanya. Juga melepaskan rindu yang tiba-tiba hadir kembali. Masa pacaran dia dan Deris memang terbilang cepat dan singkat tapi tak elak tetap membekas di setiap nafas.
"Dara..." panggil Deris, seolah lelaki di masa lalu Dara itu memang sengaja menunggunya seakan tau Dara akan mengikutinya.
"Haii Der, apa kabar? Long time no see," cicit Dara tak percaya diri.
"Kamu menikah dengan Alan? Itu anak kalian?" tanya Deris langsung.
"Ya, itu anak kami." Bohong Dara.
"Jadi saat itu kamu meninggalkan ku tanpa kabar karena memilih Alan?" lanjut Deris tak ingin menahan keingintahuan nya.
"Hum, iya. Aku hamil waktu itu sama Alan." Bohong Dara kembali.
"Itu alasan kamu menolak tidur denganku di hotel malam itu, malam terakhir kita bertemu? Kamu bahkan berlari pergi meninggalkan ku di kamar hotel tanpa bicara apapun tanpa penjelasan apapun. Esoknya aku datang ke sekolahmu, tapi sekolah mengatakan kamu ijin dan setelah itu kamu keluar dari sekolah dan menghilang. Aku bertanya pada Alan, tapi lelaki itu tak menjawab. Sekarang aku tau alasanmu keluar dari sekolah karena kamu hamil, meskipun banyak hal yang tidak aku mengerti. Jika kamu mengatakan sudah tidur dengan Alan, aku pasti mengerti. Tapi kenapa kamu menghilang tanpa kabar, membuatku merasa sesak--" Deris menghentikan ucapan nya, tak ingin Dara mengetahui hatinya masih tercuri oleh wanita itu.
"Der, maaf. Meskipun aku tau ini terlambat, aku akan mengucapkan perpisahan sekarang. Jangan menengok lagi masa lalu kita, selamat tinggal," Dara tak ingin berlama bersama Deris, tak ingin lelaki itu mengulik kehidupannya. Membiarkan masa lalu tetap menjadi masa lalu.
"Bang Deris," Deris ingin menarik lengan Dara agar tak pergi, tapi suara kekasihnya mengurungkan niatnya dan membiarkan Dara berjalan pergi dari sana.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!