NovelToon NovelToon

Misteri Kematian Di Sekolah

SMA Gloriacastra [Telah Revisi]

SMA Gloriacastra adalah sebuah SMA terkemuka di kota Bandung. Sekolah megah basis swasta itu di kenal dengan sebutan sekolah para pewaris. Rata-rata yang menginjakkan kaki di sekolah tersebut adalah para putra putri dari pemilik perusahaan dengan relasi tingkat nasional maupun internasional. Tak jarang apabila peserta didik dari SMA tersebut di singgahi orang ber-IQ tinggi. Persyaratan masuk ke sekolah tersebut tidak hanya kaya, tapi pintar. Kecerdasan selalu di jadikan komponen utama, namun jika di barengi oleh kekuasaan, kata sempurna akan melengkapi.

Seleksi ketat selalu di lakukan di setiap tahun mengenai penerimaan murid jalur beasiswa yang di tempati para anak-anak kalangan kelas bawah. Pertahun SMA Gloriacastra hanya mengambil 1000 murid beasiswa di tiga jurusan yang berbeda, yakni IPA, IPS dan Bahasa. Selain terkenal dengan fasilitas yang the best, para murid SMA Gloriacastra juga selalu berjuang mati-matian untuk bisa duduk di class unggulan. Persyaratan menepati kelas terbaik tersebut tidak main-main, dan yang berjuang mendapatkan posisi itu ribuan orang.

Angkasa Askar Dirgantara, seorang pemuda asal SMA Purnama Khatulistiwa yang merupakan seorang vokalis band Amanda dan putra pemilik PT Citra Purnama itu memutuskan pindah ke SMA Gloriacastra. Pemuda itu di hadapkan dengan tes kemampuan sebelum singgah di tempat itu, dan dia berhasil lolos dengan pernyataan resmi masuk ke dalam kelas unggulan dengan skor rata-rata nilai 99,9. Pemuda itu menepati ranking ke-2 di kelas unggulan.

Kelas unggulan SMA Gloriacastra di kenal sebagai murid titisan Einstein. Kemampuan berpikir yang harus cerdas dan juga nilai tidak boleh keluar dari angka 90 membuat setiap kandidat berusaha untuk mendapatkan nilai tertinggi dengan belajar mati-matian. Bahkan koma di setiap nilai adalah komponen penting untuk menemukan sang bintang.

Pemuda yang baru masuk ke SMA Gloriacastra sejenak terdiam, penampilannya yang sangat berbeda dengan gaya keseharian adalah bentuk perubahan besar yang telah di pikirkan matang-matang. Demi terwujudnya kedamaian, gaya culun harus di keluarkan agar para fans tak menggila saat melihatnya.

"Welcome to SMA Gloriacastra. Gue dengar sekolah terbaik jatuh pada SMA Gloriacastra. Apakah itu benar?" Seolah menantang. Lelaki itu berdiri di depan gerbang SMA Gloriacastra. Tekad menjadi yang terbaik dalam segi prestasi akan di kembangkan di tempat ini.

Gaya rambut yang condong ke bawah bak dora, serta kacamata yang bertengger di hidung membuat pergerakan manusia berangsur normal. Tak ada yang berteriak memanggil namanya, rencana yang tertata rapih berhasil secara sempurna.

"Di tahun terakhir ini, gue akan melihat dunia. Dunia pendidikan yang haus prestasi, dan semoga keinginan gue berlanjut sampai wisuda itu tiba." Hati berdoa dalam keramaian, suara yang terlontar hanya mampu di dengar oleh telinga sendiri.

Pemuda berusia 18 tahun yang memasuki kelas 12 dengan artian tinggal 1 tahun masa belajar kini di kabarkan gila meraih prestasi. Di sekolah sebelumnya, pemuda itu di kenal dengan kenakalan remaja pada umumnya, serta melakukan aksi membuat guru BK kapok. Semua kelakuan buruk akan di rubah di tempat ini.

Di awal tahun pembelajaran, Angkasa dengan pasti melangkah melihat sekolah baru yang megah dan mewah. Semua kegiatan Angkasa harus terhenti saat memasuki ruang kelas unggulan yang bergengsi tersebut.

"Pagi anak-anak. Hari ini kita kedatangan murid pindahan dari SMA Purnama Khatulistiwa yang berhasil menempati peringkat ke-2 di kelas unggulan." Bu Yola, selaku wali kelas unggulan tersebut menerangkan dan memperkenalkan sosok berkacamata yang diam saat semua mata menyorot ke arahnya.

Reaksi murid unggulan langsung melebarkan mata. Seolah kata 'wow' terlapis di bibir secara spontan. Masuk ke daftar 10 besar saja sulit bagi mereka, dan hari ini seorang anak baru langsung melengserkan peringkat kedua yakni putri kepala sekolah bernama lengkap Dyera Erly. Pemilik nama itu bersedekap dada di bangkunya, menatap kesal saat namanya di paksa mundur ke belakang dan menepati posisi ke empat.

"Halo semua, gue Angkasa. Semoga kita bisa menjadi teman baik." Pemuda itu menyapa kawan-kawan barunya. Aura mencekam dari balik wajah setiap orang dengan jumlah total 36 siswa sangat mengerikan. Aura mahal dengan kemampuan akademik yang baik sukses membuat Angkasa terteguk.

Sapaan lelaki itu bagai ilusi. Setiap orang memasang wajah datar, tatapan mereka menggambarkan berbagai macam jenis asumsi, ada yang menyukai, ada pula yang tidak.

"Sabar Dyer." Sepelan mungkin kalimat penenang di lempar oleh Gina yang tak lain adalah teman sebangku Dyera.

"Gimana gue bisa sabar, gara-gara itu anak cupu, gue kalah telak. Gagal deh gue melengserkan Steven." Kesal putri kepala sekolah tak berhenti membidik dengan tatapan maut ke arah dia yang baru datang.

Bu Yola seperti biasa menebarkan senyum manis."Oke Angkasa, selamat bergabung di kelas unggulan. Silahkan kamu duduk di samping Clara."

Pemilik nama yang di sebutkan mengacungkan tangan, pemuda itu lantas mendekat dan duduk di samping.

"Hai gue Clara, kita satu bangku. Semoga kita jadi teman baik." Clara menyambut ramah laki-laki yang di lempari ujaran kebencian dari teman satu kelas.

"Tentu saja." Tersenyum Angkasa menganggukkan kepala senang. Untuk pertama kali ia memiliki teman cewek. Selama ini Angkasa menghindar dari para wanita, dengan alasan yang sangat sulit di ungkapkan.

"Lo udah bikin sekolah SMA Gloriacastra bergetar, karena baru pertama kalinya anak pindahan menepati peringkat 2. Padahal di antara kami yang sudah berjuang keras untuk masuk tiga besar, dan kesempatan itu makin kecil saat lo masuk." Clara menjelaskan singkat kegaduhan di awal masuk sekolah gara-gara satu insan.

Pemuda itu terdiam."Pantesan aja tatapan mereka seolah gue adalah pembunuh. Jadi ini yang bikin mereka gak suka sama gue." Batin Angkasa.

"Bikin gaduh dong gue, btw yang peringkat pertama siapa?"

Manik mata hazel Clara jatuh pada bangku kosong tepat di depannya."Dia, Steven Kenzuela Nagaswara. Sudah 3 tahun pemuda itu berada di peringkat pertama dengan perolehan nilai terbaik. Sementara rank di bawahnya selalu berubah-ubah di setiap semester. Tapi sayangnya orangnya lagi sakit, gak bisa masuk."

Angkasa memperhatikan bangku kosong tak berpenghuni. Di bangku tersebut siswa terbaik duduk. Di kelas unggulan para murid duduk bersebelahan, walaupun begitu aksi saling mencontek tak di temukan.

Kekesalan Angkasa Askar Dirgantara [Telah Revisi]

Di waktu istirahat lelaki bernama Angkasa berjalan seorang diri sembari memperkenalkan mata pada tempat-tempat asing tersebut.

"EH CUPU BERHENTI LO!"

Teriakan itu memekakkan telinga. Langkah pemuda berkacamata terpaksa terhenti.

5 orang siswi berdiri memasang wajah judes, raut wajah mereka penuh amarah. Sejenak Angkasa bertanya-tanya apa yang terjadi sampai mereka datang melabraknya.

"Kenapa? Ada yang salah?"

"Yah jelas salahlah. Lo ngapain masuk ke sini sih, sekolah ini gak pantes buat orang cupu kek lo!" Sergah Dyera mendorong singkat tubuh lelaki sampai beringsut mundur beberapa langkah.

Keterkejutan menghujam Angkasa, apa salahnya sampai mereka menghakiminya?

"Lo itu cupu, SMA Gloriacastra gak pantes di pijak oleh orang yang KAMPUNGAN kek lo!" Cecar Dyera mengeluarkan unek-unek.

Alis Angkasa terpaut, melihat name tag gadis itu, ia lantas paham siapa dirinya. Tak sengaja tadi Angkasa melihat nama gadis itu di mading yang masuk ke daftar ke 4 dalam kategori 10 siswa terbaik di kelas unggulan.

"SMA Gloriacastra itu adalah SMA terbaik, dari segi otak, uang dan juga FISIK!" Pungkasnya menohok jantung terdalam.

Helaan nafas terhembus, rasa amarah bergejolak dalam hati, tangan pemuda itu mulai terkepal kesal."Sialan mereka, dia belum tau gue siapa. Andai gue gak lagi nyamar, gue akan perlihatkan pada mereka betapa kerennya gue." Batin Angkasa sulit menahan amarah.

"WOY CUPU! Ngapa lo diem? Apa selain cupu lo juga budek ya?" Ejek Miranda kemudian terdengar tawa terbahak-bahak.

Pemuda itu melengos wajah ke samping, rasanya ia akan meledak di tempat. Sungguh kelakukan mereka benar-benar menjengkelkan. Seolah terlihat gambaran mana yang berkasta dan mana yang kampungan. 

"Kenapa? Lo mau marah? Eh, lo itu anak baru + cupu lagi. Gak ada tempat buat lo marah, modal otak itu gak menjamin lo kuat. Gue kasih tau ke lu ye. SMA Gloriacastra, Gloria artinya kemenangan, sedangkan castra di lambangkan dengan kasta. Yang artinya lo berkasta lo menang. Kalau lo gak punya 2 hal itu, diam dan jadi anak anj*ng." Tangan Dyera mengelus rambut dora Angkasa di iringi tawa meremehkan.

Sungguh kegeraman memuncak di kepala, batin tak tahan di hina habis-habisan. Sekolah bergengsi ini bukan sekolah yang tepat untuk memulai prestasi dengan penampilan seburuk ini.

Plash!

Meredup senyum di wajah, lelaki itu menepis kuat dan membuat jantung Dyera terhenti berdetak. Sedikit takluk melihat pemberontakan itu.

"Lo kalau kalah, belajar. Jangan malah ngereok kek barongsai!"

Tombak tajam menusuk tulang belulang. Empat teman Dyera mengerjap tak percaya. Tampang lelaki di depan memang cupu, tapi bahasanya sangat suhu.

"Gak usah songong lo. Baru masuk aja udah petantang-petenteng. Lo gak usah kesenangan, lo baru masuk. Anggap prestasi yang gak berharga itu sebagai wujud keberuntungan. Tapi semester ganjil nanti." Tepukan di dada bergetar mengeluarkan suara menggelegar."Gue yang akan berada di peringkat pertama."

Senyum smirk terangkat di bibir Angkasa."Coba aja, kalau bisa sih. Tadi gue lihat dengan menggunakan mata kepala gue sendiri, kalau tiga besar murid kelas unggulan itu antara lain Steven Kenzuela Nagaswara, Angkasa ASKAR Dirgantara dan Clara Ayuda Pratama. Gak ada tuh nama situ."

Menggeram Dyera di tempat, kaki menghentak-hentak ke lantai berkali-kali. Kedua tangannya mengepal kuat, antara gigi atas dan bawah saling menekan."Awas lu ye, lo gak akan tenang sekolah di sini. Karena gue adalah ratu sekolah yang akan nendang lo keluar dari tempat ini."

"Silahkan berusaha, gue cuman mau liat. Apakah kata-kata lo benar atau tidak." Pemuda itu mengangkat tangan meremehkan.

Dengan kesal gadis itu angkat kaki di susul para sahabatnya.

Senyum mengukir di wajah Angkasa, puas membuat gank Blood kesal. Pemuda itu langsung masuk ke dalam toilet. Membasuh wajah menggunakan air, berusaha menetralkan emosi yang meluap-luap.

"Sialan, baru juga sehari gue di sini, udah ada aja parasit." Rahang lelaki itu mengeras, bertumpuk rasa kesal di kepala.

Kacamata di lepas paksa, lelaki itu berulang kali membasahi wajah dan pucuk kepala. Dengan tatapan tajam ia pandang wajah di cermin."Benar-benar menjengkelkan. Ternyata gue salah nyari sekolah. Rasanya gue mau akhiri penyamaran dan akan gue perlihatkan betapa hebatnya sosok yang mereka hina."

Baru beberapa jam penyamaran di lakukan, rasa tidak tahan naik ke permukaan.

"Sabar, gue harus sabar. Sejatinya menuju ketenangan perlu di hadapkan dengan ketegangan." Lelaki itu mencoba berpikir bijak, bertindak gegabah akan membuatnya terancam. Gelar aktrisnya tidak boleh terbongkar, ia harus menyembunyikan itu semua sampai hari kelulusan, sesuai rencana awal.

Di sekolah ini isu tentang sosok Angkasa Askar Dirgantara yang merupakan vokalis band Amanda tak di temukan. Dunia pendidikan benar-benar merasuki tubuh mereka, selain itu Angkasa juga sudah hiatus selama 2 tahun dari dunia entertainment. Dan kebangkitannya masih di rencanakan belum di laksanakan.

Perpustakaan Angker [Telah Revisi]

Setelah istirahat pertama berakhir. Sekarang tiba giliran kelas unggulan mengambil nilai untuk pelajaran olahraga di lapangan. Ragam macam permainan di jalani anak-anak yang gemar berolahraga di pimpin guru penjaskes.

Tak lama kemudian pengambilan nilaipun selesai.

Angkasa berjalan seorang diri dengan keadaan masih memakai pakaian olahraga dengan campuran dua warna yaitu biru dan putih, melihat kanan dan kiri sembari mencari arah menuju suatu tempat untuk mengisi perut. Di istirahat kedua kali ini akan lelaki itu gunakan untuk mengisi energi yang berkurang.

Di pertengahan jalan Angkasa jumpai dia, Clara Ayuda Pratama, gadis berponi itu melangkah seorang diri dengan lesu. Angkasa hampiri gadis merupakan teman satu bangku. "Lo mau kemana? Kok sendirian, di mana teman lo itu?"

Wajah lesu itu mendongak."Dia gak mau gue ajak ke kantin."

"Ya udah bareng gue aja. Kebetulan dari tadi gue mau ke sana."

Terbit senyum lebar di wajah gadis berparas cantik itu."Ayo, ikut gue."

Kantin sekolah di singgahi dua sejoli, duduk di meja yang sama. Memesan makanan untuk mengganjal perut yang sudah keroncongan. Makanan tersaji itu perlahan ludes masuk ke dalam lambung.

"Bosen nih, tapi gue gak tau mau kemana." Keluh Angkasa memang sangat tak suka dengan keramaian.

Mata hazel menatap lawan bicara."Gue mau ke perpus. Lo mau ikut?"

Angkasa mengangguk setuju, dari pada melangkah tanpa tujuan lebih baik mengikuti Clara yang jelas tau seluk beluk sekolah SMA Gloriacastra.

"Ayo buruan." Bangkit dari duduk, Angkasa membuntuti Clara. Terbilang masih kesulitan untuk berinteraksi dan bergerak di SMA terbesar se kota Bandung. Banyak tempat belum di ketahui, dari pada tersesat lebih baik mengikuti kemana Clara pergi. Clara adalah satu-satunya orang yang bisa Angkasa jadikan partner dalam komunikasi.

"Iiih kok mau ya sama cowok culun dan malu-maluin kayak dia." Penghinaan luput dari gadis dengan rambut panjang bergelombang dan bibir manis tapi pedas. Tatapan jijik terpampang jelas di mata indah Aprilia Zherico Antares.

Langkah Clara terhenti, lirikan tajam mengarah pada trio ondel-ondel tertawa puas saat berhasil menghina tanpa batas.

"Maksud lo apa!" Naik pitam seorang Clara Ayuda Pratama. Sindiran itu telah membangkitkan singa yang tertidur pulas.

Tawa April terhenti, membalas dengan tatapan tak kalah tajam.

"Eh lo jangan nyolot ya, kita-kita ini bilang apa adanya!" Terpancing emosi April.

"Bisa gak sih kalian jangan suka nyinyirin orang!" Muak Clara.

Sikap buruk trio ondel-ondel telah lama membuat kesal dan mood hancur. Perkataan tak memikirkan dampak akan terjadi banyak menyakiti hati orang-orang. Tak hanya Clara, ada banyak pula anak yang menjadi sasaran empuk dari penilaian mereka.

"Enggak bisa, kita memang gak bisa diem. Eh btw kalian cocok tau, sama-sama culun hahaha." Cela Shena, lalu pergi meninggalkan mereka bersama teman-temannya.

Tangan Clara terkepal kuat, wajah merah bak udang rebus. Di tertawakan dalam maksud penghinaan menimbulkan gelora amarah melalap habis jiwa. Tatapan tajam Clara menghunus punggung 3 gadis si tukang nyinyir hidup lagi tertawa di atas kekesalan menguat.

"Iiiiiih berhenti looooo!" Gereget Clara ingin rasanya merobek mulut trio ondel-ondel yang sudah membuat naik darah.

"Udah-udah. Gak usah ladenin orang kayak mereka, mereka itu gak pantes di ladenin." Cegah Angkasa mengusap lembut punggung gadis yang hati lagi panas membara.

Clara menatap mata elang di samping."Tapi mereka secara gak langsung udah hina lo, gue gak terima mereka main hina orang sembarangan. Gue harus balas mereka, pokoknya mereka harus habis di tangan gue!"

Tubuh terlanjur murka, hati tergores akan penuturan keluar dari mulut pedas menusuk ke jantung.

"Clara, please dengerin gue. Lo jangan bikin masalah, gue gak apa-apa, gue gak masukin ke hati ucapan mereka, jadi lo gak perlu memperpanjang masalah." Menahan niat Clara sekuat tenaga, menerangkan dengan lembut, Angkasa tidak ingin Clara kena masalah karena masalah sepele.

Hembusan nafas berat keluar, kemudian menarik nafas dalam-dalam lalu dengan pelan-pelan membuangnya, tangan Clara bergerak mengusap wajah secara kasar. Walau sedikit emosi mulai mereda.

"Baiklah, gue akan lepasin mereka, tapi awas aja kalau sampai mereka keterlaluan lagi. Gue gak akan segan-segan bikin mereka menderita!" Ancam Clara menatap nanar punggung tiga gadis hampir tak kelihatan.

"Ayo kita pergi, tadi bilangnya mau ke perpus bukan?" Angkasa mengingat kembali tujuan awal terjeda gara-gara bedebah suka mencari masalah.

Clara mengangguk, kaki kembali melangkah menuju perpustakaan.

Setibanya di sana. Manik mata Angkasa menatap perpustakaan yang sepi, seorangpun tak ada yang singgah. Lirikan mata berganti pada gadis tampak biasa saja dengan suasana perpustakaan yang hening mencekam.

"Ayo masuk." Ajak Clara.

Ragu-ragu Angkasa melangkah memasuki perpustakaan sepi dan sunyi, di sana hanya ada mereka berdua, satupun manusia tak terlihat di mata. Angkasa tak banyak bicara, memendam semua pertanyaan memuncak di kepala dalam dada.

Angkasa menatap penjuru ruangan dengan teliti, banyak penampakan terlihat di mata. Ludah pahit ia telan, makhluk halus penunggu perpus begitu menyeramkan, terdiri dari anak kecil yang botak tak memiliki rambut, sampai seorang nenek-nenek dengan tongkat kayu di tangan. Ragam macam penghuni tak kasat mata perpus amat-amat menyeramkan. Tatapan sosok-sosok itu memusat pada Angkasa yang di rasa baru kehadirannya mereka rasakan.

"Pantesan perpus ini sepi, rupa-rupanya ada mereka di sini." Batin Angkasa.

Aneh tapi nyata, gadis yang membawa Angkasa ke perpustakaan seolah biasa dengan suasana dan keadaan menyeramkan di timbulkan oleh perpustakaan. Terlihat Clara di sibukkan mencari buku yang di inginkan, sementara Angkasa diam di tempat, bingung harus melakukan apa.

Bruukkkk!

Pandangan Angkasa teralih tatkala sebuah buku jatuh ke lantai. Kaki melangkah menghampiri, mengambil buku tergeletak.

"Eh ini bukunya jatuh." Menyodorkan buku pada seorang gadis sebaya dengannya. Wajah gadis itu pucat pasi, seragam putih berlapis jas dengan rok kotak-kotak berwarna hitam menatap sekilas Angkasa lalu menghilang tanpa aba-aba.

"Loh kok pergi, bukunya juga gak di bawa, apa udah gak penting lagi buku ini." Tercenung pemuda introvert menatapi buku dengan judul (Love Story) di tangan.

Mengernyitkan dahi kebingungan, Angkasa masih mematung di tempat.

"L-lo bisa lihat mereka?" Keterkejutan menghampiri Clara, interaksi antara Angkasa dan makhluk astral menghantam jiwa.

Kepala Angkasa memutar ke belakang menatap gadis terkejut dengan hebat, kemudian mengangguk dalam kepanikan melanda, baru kali ini kelebihan terpendam di ketahui karena kecerobohan.

"Matilah, kenapa gue ceroboh. Bagaimana kalau dia nyebarin ini semua. Gue akan kena masalah besar." Batin Angkasa menegang.

Clara terkesiap, tak pernah menyangka kalau Angkasa adalah anak indigo. Sedetik kemudian senyum lebar mengemban di wajah cantik.

"Sama dong kalau gitu, gue juga bisa lihat makhluk-makhluk kayak mereka, kita bisa jadi teman." Kegembiraan muncul di wajah Clara, menemukan teman satu frekuensi paling mengesankan ketimbang memiliki ribuan teman yang ujung-ujungnya tak bisa saling menyempurnakan.

"Lo juga bisa lihat mereka?" Terperangah Angkasa bercampur senang luar biasa.

Kepala Clara mengangguk cepat, ukiran senyum manis merekah."Iya, gue juga bisa lihat mereka. Mangkanya gue betah di sini."

"Gadis aneh, kenapa dia malah ingin berdekatan dengan makhluk halus, biasanya anak indigo memilih untuk menjauh dari yang namanya hantu. Tapi dia, sungguh gue gak bisa berkata-kata lagi." Batin Angkasa tak habis pikir.

Clara melangkah ke bangku untuk duduk dan mulai membaca setelah menemukan buku yang pas. Sementara Angkasa malah berjalan melihat-lihat isi perpustakaan, di penjuru tempat pasti ada makhluk halus yang menempati, namun itu semua tidak membuat Angkasa gentar.

Sesuatu tiba-tiba menarik perhatian, meraih buku terletak di paling atas, penasaran dengan buku tampak lebih tua dari pada buku-buku lain. Ukiran kuno berwarna gold dengan sampul buku berwarna hitam memberikan kesan mewah namun menyeramkan.

Terlihat Angkasa kesusahan mencapai buku yang paling mencuri perhatian karena letaknya yang memang tinggi dan susah di jangkau.

"Akhirnya dapat juga." Senyum tipis terukir di bibir kala buku di inginkan berada di genggaman, pelan-pelan tangan membersihkan buku penuh dengan debu. Angkasa mengerutkan alis ketika menyadari buku itu tidak memiliki judul tak seperti buku-buku pada umumnya.

"Buku apa ini, misterius banget?" Menilang-nilang dengan kerutan di dahi.

Angkasa membawa buku itu mendekati Clara, mengambil duduk di sebelahnya lalu mulai membuka halaman demi halaman tertera di buku tersebut. Setiap halaman mampu membuat mulut Angkasa ternganga.

"Sa, lo baca buku apaan? Serius banget kayaknya!" Melihat Angkasa fokus dan larut dalam bacaan membuat Clara penasaran buku apa yang di baca pemuda itu sampai tak berkedip.

"Gak tau, buku ini gak ada judulnya."

Alis Clara bertaut, terlontar kata 'hah' di mulut."Kok bisa ada buku yang gak ada judulnya. Lo dapat buku ini dari mana?"

"Dari almari paling pojok, gue tadi ambil buku ini di sana."

"Apa isinya, kok kayaknya seru banget?"

Angkasa mengangkat kepala menatap seksama pemilik mata hazel."Buku ini menceritakan tentang pembunuhan sadis gitu. Akan ada banyak orang yang mau di lenyapin. Tapi yang di ceritain masih satu orang, mungkin habis ini target-target yang lain akan di bunuh juga."

"Ceritanya tragis, serem tapi kriminal, lo tau kan maksud gue?"

Dengan mulut ternganga Clara mengangguk. Termenung memikirkan ragam kata barusan masuk ke gendang telinga.

"Kok gue baru dengar ada buku kayak gitu di sini. Biasanya yang ada di sini hanya buku-buku tentang pelajaran ataupun buku cerita-cerita kuno. Gak pernah gue dengar cerita pembunuhan kayak yang lo bilang." Gelenyar aneh satu demi satu menghampiri, hal berbau darah, kriminalitas tidak pernah di dengar sebelumnya, Clara susah percaya jika kisah-kisah tragis akan ada di perpustakaan sekolah.

"Gue baru nemu buku ini di sini, alasan dia ada di sini gue gak tau. Karena gue penasaran ya udah gue baca aja. Dan ternyata isinya beginian." Sanggah Angkasa.

Dalam diam Clara mengerti, otak membayangkan hal mengerikan apa yang teringkas dalam buku di pegang kuat oleh Angkasa."Nanti kalau lo udah selesai baca, pinjamkan ke gue. Gue mau baca juga."

Acungan jempol mengarah tanda setuju. Dengan penuh khidmat Angkasa membaca buku mengandung misteri dan kriminalitas.

...TBC...

...Ig: makhluk_angkas4...

...Tiktok: Makhlukangkas4...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!