NovelToon NovelToon

Pujaan Hati Ketua Geng Motor

Dirgantara Barata

"Ya Allah, jam berapa ini? Aku harus cepat-cepat sahur," ucap Salwa yang langsung beranjak turun dari dipan yang berada di kamar kosnya.

Saat itu jam menunjukkan pukul 03.30 WIB, Salwa baru saja terbangun dari tidurnya. Hampir saja, dia kesiangan bangun sahur. Padahal, sudah berkali-kali alarm di ponselnya berbunyi membangunkan dirinya. Salwa baru tertidur pukul 01.30 WIB, setelah dia menyelesaikan tugas akuntansinya.

"Makan pecel lele di ujung jalan aja deh."

Salwa langsung memakai jilbab bergo dan juga cardigan, kemudian bergegas keluar dari kamarnya. Dia terpaksa keluar sendiri, karena kedua sahabat terdekatnya sedang datang bulan. Salwa adalah sosok wanita yang mandiri dan berani. Dia juga sangat pintar, sehingga bisa berkuliah melalui jalur beasiswa.

Salwa tampak berjalan kaki menyusuri jalan. Kosan itu letaknya tak jauh dari kampusnya, berada di sebuah perumahan. Salwa harus melewati sebuah jalan yang cukup sepi, untuk sampai ke warung pecel lele itu. Selama ini selalu aman, sehingga dia berani untuk keluar malam.

"Brengsek! Aku benci hidupku! Kenapa aku harus lahir ke dunia ini, jika tak ada artinya untuk kalian? Kata kalian, aku adalah anak yang sangat kalian inginkan? Lantas, kenapa hadirku tak pernah kau anggap? Kalian selalu berpikir, kalau aku butuh fasilitas mewah dari kalian. Makanya, kalian selalu sibuk bekerja. Tapi, kalian salah! Lebih baik aku kehilangan semuanya, daripada aku tak mendapatkan kasih sayang kalian!" Dirga tampak berteriak-teriak. Kondisinya saat itu, sedang mabuk parah.

Dia selalu berbuat onar, hanya demi mendapatkan perhatian dari kedua orang tuanya. Namun sayangnya, semua itu tak mampu mengubah kedua orang tuanya. Dia tak pernah mendapatkan kehangatan dari kedua orang tuanya.

Kesadarannya berkurang, hingga akhirnya dia tergeletak di jalan. Awalnya, kondisi Dirga masih cukup stabil. Meskipun dia sudah mulai mabuk. Dia masih mampu menunggang kuda besinya. Setelah meninggalkan basecamp tempat dia berkumpul dengan para anggota geng motor The Winner, Dirga melajukan motornya menuju tempat biasa dia melepaskan perasaan hatinya. Tempat itu memang cukup sepi, di kala malam hari.

"Astaghfirullah, itu cowok mati atau kenapa ya? Kenapa tidur di jalan begitu. Dari motornya sih, cowok itu bukan orang biasa. Duh, gimana ya? Gue samperin gak ya? Huh, jadi bingung gue. Sudahlah cuekin aja. Takutnya malah orang jahat." Salwa bermonolog.

Namun, baru beberapa langkah berjalan. Salwa justru menghentikan langkahnya kembali, dan justru menengok ke arah cowok itu. Ada perasaan tak tega di hatinya, dia takut kalau cowok itu tergeletak di jalan karena terkena serangan jantung.

Salwa menjadi teringat kejadian yang menimpa sang ayah, yang meninggal di jalan. Saat perjalanan pulang dari bekerja. Orang-orang telat menolongnya, hingga akhirnya sang ayah tak dapat diselamatkan nyawanya. Jiwa kemanusiaan Salwa terpanggil.

Dia langsung menghampiri Dirga yang tergeletak tak sadarkan diri, semua itu karena pengaruh minuman alko*hol dan juga gan*ja yang Dirga konsumsi. Dia tertidur begitu saja, tak sadar kalau dia masih di jalan.

"Mas, Masnya bangun dong!" Salwa mencoba membangunkan. Dirga tak juga terbangun dari tidurnya, dan justru malah mendengkur.

Salwa tampak bingung, apa yang harus dia lakukan. Dia sampai melupakan tujuan awalnya untuk membeli makan sahur. Entah kenapa, melihat wajah Dirga. Salwa teringat ayahnya.

Salwa berteriak meminta pertolongan. Suasana jalanan di daerah situ memang sepi. Namun, dia tetap tak putus asa. Wajahnya terlihat panik. Hingga akhirnya dia terpikir untuk menghubungi penjaga kosan tempat dia kosan. Salwa langsung mengambil ponselnya dari saku celananya. Dia langsung mencari nomor ponsel Mang Acep.

"Assalamualaikum, Wa. Aya naon, Wa?" Tanya mang Acep, mengawali pembicaraan.

Awalnya, Mang Acep sempat bingung saat menerima panggilan telepon dari Salwa. Sekitar 20 menit yang lalu Salwa pamit untuk membeli makan untuk sahur, dan sampai sekarang tak kunjung pulang. Saat ini dia justru mendapatkan telepon dari Salwa.

"Mang, tolongin Salwa dong! Mamang bisa ke sini gak sekarang tolongin Salwa? Kalau bisa berdua mang. Ada anak yang nongkrong di situ gak? Darurat banget ini Mang! Please!" Ujar Salwa, sedikit memaksa.

"Sini mana? Emangnya, kamu di mana Wa? Masih di tempat pecel lele ujung jalan? Kamu baik-baik aja kan?" Sahut Mang Acep.

Hubungan Salwa dengan sang penjaga kosan memang dekat. Mang Acep banyak membantu Salwa, selama Salwa kos di tempat itu. Saat ini Salwa sudah duduk di bangku kuliah semester lima. Salwa anak pertama dari dua bersaudara.

Saat ini, sang adik duduk di bangku SMA. Ayahnya sudah meninggal, saat dia duduk di bangku kuliah semester dua. Sang bunda saat ini berjualan lauk matang di kampungnya, untuk menghidupi kedua anaknya. Dia juga suka menerima catering dan juga pesanan kue.

Salwa langsung menjelaskan kepada mang Acep kalau dia baik-baik saja, tetapi dia harus menolong seorang cowok yang tergeletak di jalan. Salwa meminta Mang Acep datang ke sana bersama tenaga bantuan lainnya, karena dia ingin mengantarkan Dirga pulang ke rumahnya, dan dia meminta Mang Acep membawa motor Dirga ke kosannya.

Mang Acep langsung melajukan motornya bersama Roni, menuju Salwa berada. Tak butuh waktu lama, mereka sudah sampai. Wajah Salwa sudah terlihat pucat, keringat bercucuran membasahi wajahnya.

"Gimana ceritanya sih, Wa? Kok bisa-bisanya kamu jadi berurusan sama laki-laki ini sih? Tadi kan kamu bilang mau cari makanan, kenapa jadi ngurusin laki-laki mabuk begini sih? Udah diemin aja dia di sini! Ngapain juga kamu nolong dia! Gak ada untungnya! Buat masalah iya. Udah ayo mendingan kamu pulang aja sama mamang. Untung aja dia gak ngapa-ngapain kamu. Coba kalau dia bangun, langsung perko*sa kamu. Hati-hati sama laki-laki mabuk!" Ujar Mang Acep. Dia mencoba menasehati Salwa.

Salwa tampak terdiam. Dia tampak bingung. Memang, ada benarnya juga apa yang diucapkan Mang Acep. Tapi, saat melihat Dirga tergeletak. Hatinya merasa terpanggil untuk menolongnya.

"Gak apa-apa, mang. Salwa gak tega ninggalin dia di jalan. Takut ada orang yang berniat jahat. Motornya takut di curi penjahat," sahut Salwa.

"Ya udah deh! Suka-suka kamu aja! Mamang sih hanya ingin ingetin kamu aja, Wa! Ya udah, kalau gitu kita tolong dia! Ini bocah nakal, Wa. Anak-anak borju yang suka pada ngetrack. Lihat aja dari penampilannya, urakan begitu. Model geng motor gitu," ucap Mang Acep, dan Salwa hanya menganggukkan kepalanya.

Alangkah terkejutnya Salwa, saat Mang Acep membuka helm yang dikenakan Dirga. Ternyata, cowok yang dia tolong itu Dirgantara Batara. Teman satu jurusannya. Jurusan akuntansi. Tapi sebenarnya, Dirga dan Salwa beda angkatan. Dirga adalah kakak kelasnya, tetapi tak lulus-lulus. Bahkan terancam di DO. Dia masih bertahan, karena uang yang diberikan lebih dari sang papi.

Dirga tak ingin kuliah jurusan itu, tetapi sang papi terus memaksanya. Dia ingin sang anak menjadi seorang akuntan publik. Padahal Dirga ingin kuliah di kampus seni, dia ingin menjadi seorang pelukis. Dirga memiliki kemampuan melukis, sejak dulu dia ingin menjadi seorang pelukis yang hebat. Tetapi, sang papi menentangnya.

Dewi Penolong

"Eh, dia malah bengong. Jangan bilang kamu jatuh cinta sama dia, Wa! Jauh-jauh deh kamu, dari laki-laki model beginian. Nanti yang ada kamu dipermainkan sama dia!" Tegur Mang Acep membuat Salwa tersadar.

"Ih, mamang! Aneh-aneh aja! Cowok model begini mah, gak masuk kriteria Salwa. Meskipun tajir melintir. Tenang aja, mang! Salwa juga udah paham. Salwa itu bengong, karena dia ternyata teman satu jurusan sama Salwa di kampus. Ini orang selalu bikin onar di kampus, Salwa juga sebel banget sama dia. Sombongnya minta ampun. Tapi ... ya udahlah! Ayo kita tolong aja, mang! Tadi kan udah niat nolong, masa berubah pikiran sih. Nanti, mamang tolong bawain motornya ya ke kosan! Salwa mau antar dia ke rumahnya. Eh tunggu mang, ponselnya bunyi ini. Semoga aja orang tuanya, biar mereka jemput dia," ucap Salwa.

Salwa langsung mengambil ponsel Dirga dari tas kecil yang Dirga kenakan. Benar saja, yang menghubungi Dirga adalah nomor telepon papinya. Salwa langsung menerima panggilan telepon itu.

"Di mana kamu? Ini udah mau jam 05.00 pagi. Bukannya pulang. Mau pulang jam berapa kamu?" bentak sang papi. Bahkan sampai Salwa tersentak kaget.

Dia baru mendengar orang semarah itu. Salwa terlahir dari keluarga yang harmonis dan penuh kasih sayang. Kehidupan Salwa dengan Dirga bertolak belakang. Dari segi finansial, kehidupan Salwa sangat sederhana. Tetapi, kedua orang tuanya mampu mendidik Salwa dan juga Kahfi menjadi anak yang sholeh dan sholeha, dan juga cerdas.

Salwa dan Kahfi selalu mendapatkan beasiswa pendidikan untuk terus bersekolah. Salwa tak pernah kekurangan kasih sayang dari kedua orang tuanya. Maka dari itu, dia begitu terpukul saat tahu sang ayah sudah pergi meninggalkan dirinya untuk selamanya.

Tugas dia sekarang yaitu, membahagiakan sang bunda yang kini berjuang menjadi tulang punggung keluarganya. Dia ingin menjadi orang yang sukses, yang mampu mengubah kehidupan bunda dan adiknya. Oleh karena itu, Salwa selalu kuliah sungguh-sungguh. Tak mau melewatkan kesempatan emas yang di percayakan untuknya.

"Maaf pak, saya Salwa. Saya menemukan anak bapak tergeletak di jalan. Ini gimana ya, pak? Saya antar dia ke rumah atau bapak ke ...."

Ucapan Salwa belum selesai. Papi Adrian langsung memotong ucapan Salwa. Dia mengatakan, kalau dirinya sibuk. Tak sempat mengurus anak yang selalu membuat masalah untuknya. Papi Adrian menyuruh Salwa mengantarkan Dirga ke rumahnya dengan taksi online. Untuk ongkosnya, Papi Adrian akan mentransfernya. Dia meminta nomor rekening Salwa.

"Makanya, Dir. Lo itu jangan selalu membuat masalah! Bapak lo aja, males ngurusin lo. Jadi, gue deh yang ketiban pulung. Gara-gara nolong lo, gue jadi gak sahur sama sholat subuh. Lo ya, yang nanti nanggung dosa gue!" Salwa terus bicara dalam hati, sambil terus memandang wajah Dirga. Seakan dia berbicara sama Dirga.

"Harusnya, lo itu bersyukur Dir! Lo memiliki segalanya. Gak seperti gue. Gue udah gak punya bokap, dan gue harus berjuang keras untuk tetap bisa kuliah. Mimpi apa gue semalam, kenapa gue jadi ngurusin lo begini ya? Padahal, gue males banget melihat gaya lo yang urakan. Seperti orang yang gak punya tata krama. Belum lagi sombongnya, bikin gue emosi," ucap Salwa lagi. Saat ini Salwa sedang dalam perjalanan menuju rumah Dirga, dengan menggunakan taksi online.

Dirga berbuat rusuh di dalam mobil. Mulutnya terus mengumpat papinya. Sebelum dia pergi semalam. Dirga sempat bertengkar dengan papinya, membuat dia semakin kacau. Dia mencoba protes dengan papinya, tetapi dia justru mendapat rasa kecewa.

"Ternyata, dia balik sikap lo selama ini. Tersimpan rasa kecewa lo terhadap papi dan mami lo. Ternyata, kehidupan uang berduit seperti ini ya? Semua selalu di nilai dengan uang. Bahkan kebahagiaan anaknya sendiri saja, di ukur oleh uang. Semoga orang tua lo bisa memahami keinginan lo, dan lo bisa menunjukkan jadi anak yang baik. Agar orang tua lo bisa bangga sama lo," ucap Salwa.

Lagi-lagi, kedua orang tua Dirga bertengkar. Rumah tangga kedua orang tua Dirga tidak harmonis. Keduanya sama-sama egois, tak mau kalah. Bahkan mereka, lebih memikirkan pekerjaan mereka, dibandingkan anak semata wayangnya.

"Urus anakmu itu! Selalu saja berbuat onar. Aku sibuk! Ada meeting di kantor. Aku gak ada waktu urus anakmu," ucap Papi Adrian.

"Apa, kamu bilang anakku? Dirga anak kita berdua, bukan anakku saja! Dia itu anak kamu juga! Kamu kan yang punya perusahaan, bebas dong untuk berbuat apapun. Gak seperti aku, yang bekerja di perusahaan orang. Hari ini bos aku ada pertemuan dengan klien. Aku harus urus berkas-berkasnya," sahut Mami Poppy.

Taksi online yang membawa Dirga dan Salwa, akhirnya sampai di rumah Dirga. Sebuah rumah yang mewah, berlantai dua. Jelas terlihat, kalau Dirga adalah seorang kaya raya.

"Pak, maaf! Sebentar ya! Saya coba turun dulu, mau menekan bel rumahnya. Biar orang di rumahnya keluar," ucap Salwa sopan.

Salwa langsung turun dari mobil taksi online itu. Gara-gara mengurus Dirga, urusan dia menjadi kacau. Dia harus mengurus Dirga secepatnya, karena jam 08.00 pagi ini dia ada kuliah. Dia tak ingin bolos, hanya demi Dirga.

"Assalamu'alaikum," Salwa mengucap salam sambil menekan bel rumah Dirga.

Pintu gerbang rumah Dirga terbuka. Ternyata, dua buah mobil sudah terparkir, dan siap untuk berangkat. Kedua orang tuanya sudah siap untuk berangkat. Mereka pun akhirnya turun menghampiri Salwa.

"Assalamualaikum," Salwa mengucap salam.

"Waalaikumsalam," jawab kedua orang tua Dirga secara bersamaan.

"Kamu yang menolong Dirga ya? Di mana Dirganya?" Tanya Mami Poppy.

"Iya, bu. Saya menemukan anak ibu tergeletak di jalan, saat saya ingin membeli makan untuk sahur. Sepertinya, anak ibu mabuk. Sejak tadi terus meracau, tak jelas. Apa sebelum dia pergi, dia sempat bertengkar dengan bapak? Soalnya, dari tadi dia terus meracau marah sama bapak," jelas Salwa.

"Dasar anak kurang ajar! Tak tahu di untung! Sudahlah, kamu urus saja anakmu! Lebih baik aku berangkat bekerja. Bikin pusing saja, anakmu itu!" Ucap Papi Adrian ketus. Dengan sombongnya, dia pergi meninggalkan sang istri dan juga Salwa.

"Maafkan Dirga ya, sayang! Dia sudah menyusahkan kamu. Oh iya, nama kamu siapa?" Ujar Mami Poppy.

"Salwa, bu. Iya, bu gak apa-apa. Kalau begitu, saya pamit ya bu. Soalnya saya ada kuliah jam 08.00 pagi ini. Saya harus segera pulang. Nanti, kalau Dirga bangun. Dia langsung aja ambil motornya di kosan pelangi di dekat kampus Pelita Bangsa. Saya nanti titipkan ke penjaga kosan namanya Mang Acep," sahur Salwa.

"Pelita Bangsa? Kamu kuliah di sana? Jurusan apa? Semester berapa? Sama seperti Dirga," ucap Mami Poppy.

"Iya. Kami memang satu jurusan. Sepertinya, Dirga bermasalah ya, bu? Dia itu sebenarnya dua tahun di atas saya, tetapi sekarang dia satu kelas dengan saya," sahut Salwa.

"Iya, ceritanya panjang. Tapi, Ibu harus segera berangkat kerja. Kamu pun kan mau kuliah. Next time kita mengobrol ya! Ibu butuh kamu. Apa ibu boleh minta nomor telepon kamu?" Ujar Mami Poppy

Salwa sempat terdiam, dia merasa bingung karena sebenarnya dia tak ingin berurusan dengan Dirga lagi. Dia tak ingin mempunya masalah, karena ulah Dirga. Tapi, Mami Poppy memaksa. Hingga akhirnya Salwa terpaksa memberikan nomor teleponnya.

Salwa pamit pulang. Sebelum dia pulang, Mami Poppy memberikan sebuah amplop putih untuknya. Salwa langsung membukanya, dan dia langsung mengembalikan sisa uang itu kepada Mami Poppy. Mami Poppy memberikan uang lebih kepadanya. Dirga sudah di gotong dari mobil, dan di bawa masuk ke kamarnya.

"Maaf, saya tidak bisa menerima kelebihannya! Saya hanya mengambil yang menjadi hak saya," ucap Salwa.

"Tak apa-apa, Salwa. Uang itu, sebagai ucapan terima kasih ibu kepada kamu karena kamu sudah menolong Dirga," sahut Mami Poppy.

Rasa Kecewa Dirga

"Ibu mohon, terima uang itu! Kamu memang wanita yang baik, semoga Dirga bisa dekat dengan kamu," ucap Mami Poppy dan Salwa tetap menolaknya, karena dia tak ingin berhutang apapun dengan orang tua Dirga. Dia tak mungkin mau menuruti keinginan maminya Dirga. Salwa tak ingin lagi berurusan dengan Dirga, cukup hari ini saja.

"Ya sudah, jika kamu tak mau menerimanya. Tolong berikan uang itu kepada orang yang membantu kamu, dan sampaikan permintaan maaf kami kepada mereka karena telah merepotkan kalian," ucap Mami Poppy.

"Baik, bu. Jika seperti ini, saya mau. Saya terima ya, bu. Tadi, ada dua orang yang membantu saya untuk menggotong Dirga ke mobil taksi online, dan juga membawa motor Dirga ke kosan. Nanti, saya akan sampaikan pesan ibu untuk mereka. Baik bu, kalau begitu saya pamit pulang dulu," sahut Salwa. Salwa langsung meninggalkan rumah Dirga, dia memilih untuk menunggu ojek online di luar.

"Kenapa kamu gak tunggu di dalam saja? Tunggu di dalam saja, sampai ojeknya datang! Oh iya, ibu sampe lupa menawarkan kamu minum," ucap Mami Poppy.

"Saya tunggu di luar aja bu, gak apa-apa. Ibu gak perlu repot-repot, saya puasa. Meskipun saya gak sahur, insya Allah saya kuat. Maaf Bu, ojek saya sudah sampai. Saya pamit. Semoga Dirga bisa berubah menjadi anak yang baik," ucap Salwa. Salwa langsung mencium tangan Mami Poppy.

Salwa berjalan keluar dari rumah Dirga. Mami Poppy hanya memandang kepergian Salwa, sampai Salwa benar-benar pergi meninggalkan rumahnya. Ada perasaan bersalah, di benaknya kepada sang anak.

Demi bisa berbicara dengan sang anak, dia memutuskan untuk izin tidak bekerja. Mami Poppy hanya diam, saat sang bos memarahi dirinya karena dia tak masuk bekerja. Padahal, hari ini dia sangat sibuk, dan dia pun sudah siap untuk berangkat. Tetapi, dia tak mempedulikan semua itu.

Mami Poppy langsung memarkirkan mobilnya kembali ke garasi, setelah itu dia langsung masuk ke dalam rumahnya kembali. Dia menyuruh sang ART masak makanan kesukaan anak semata wayangnya. Dirga sangat menyukai ayam balado dan juga sop iga.

Dirga sudah mulai sadar, perlahan dia membuka matanya. Dia tampak memijat-mijat keningnya yang terasa sakit. Saat ini dia sudah duduk di tepi ranjang, dia tampak melihat sekeliling kamarnya.

"Hari ini lo aman lagi, Dir?" Ucap Dirga pada dirinya sendiri. Dia tersenyum kecut.

Selama ini dia mengkonsumsi minuman alkohol dan juga gan*ja untuk menghilangkan rasa penat di otaknya. Dia merasa jenuh dengan hidupnya. Di rumah dia yang besar, dia selalu merasa kesepian. Sejak dia kecil, hanya Bi Yati yang selalu setia menemani dia.

Dulu, saat dia kecil. Saat dia belajar berbicara, sang nenek bertanya dia anak siapa, dan dengan polosnya dia mengatakan anak Bi Yati. Semua orang tertawa yang berada di sana, tetapi tidak dengan sang mami. Dia tampak marah, terlebih sang suami ikut menertawakan dirinya.

Dia tampak bingung, kenapa maminya marah padanya. Bukankah apa yang dia ucapkan benar? Dia hanya anak ART, karena sehari-harinya dia selalu bersama Bi Yati. Lantas di mana sang mami? Maminya lebih senang shopping, arisan, ataupun kongkow dengan teman-teman sosialitanya saat dia libur bekerja. Bagaimana dengan papinya? Papinya lebih senang bermain golf, dan juga sering kali keluar kota untuk mengurus proyeknya.

"Sudah bangun kamu, Nak?" Tanya sang mami yang datang menghampiri sang anak di kamarnya.

"Ya, seperti yang mami lihat. Sampai hari ini aku masih hidup. Entahlah, Tuhan punya rencana apa untukku. Mengapa dia masih saja memberikan kesempatan padaku untuk hidup di dunia ini. Padahal, aku sudah merasa jenuh hidup di dunia ini. Tak ada yang perlu dipertahankan," sahut Dirga ketus.

Dia langsung bangkit meninggalkan sang mami. Dia langsung masuk ke kamar mandi, untuk mencuci muka, dan menggosok gigi. Setelah itu dia keluar kembali dari kamar mandi itu, menghampiri sang mami yang hanya diam membisu. Mami Poppy terasa tertampar dengan ucapan anaknya.

"Kok mami gak kerja? Biasanya, jam segini udah gak di rumah. Sudah sana kerja, gak perlu pikirkan aku! Bukankah pekerjaan mami, lebih berarti dari aku? Aku hanya anak pembuat masalah, yang selalu membuat kalian malu," ucap Dirga. Wajah Dirga sudah mulai terlihat segar.

Dirga langsung mengambil ponselnya dari dalam tasnya, dan memainkan ponselnya. Dia belum sadar, atas apa yang terjadi semalam dengannya. Dia pun belum tahu, kalau motornya berada di kosan Salwa.

"Maafkan Mami, Dir! Selama ini, mami selalu tak mempedulikan kamu. Membuat kamu kurang mendapatkan kasih sayang," ucap Mami Poppy. Dirga tampak tersenyum kecut mendengar penuturan sang mami.

"Tak perlu mami meminta maaf padaku! Mami tak salah. Semua ini salah Tuhan yang memberikan aku kesempatan untuk hidup di dunia, yang akhirnya menjadi masalah untukmu. Lain kali kalau kalian tak siap memiliki anak, jangan memiliki anak! Kasihan, anak yang menjadi korban! Bukan hanya kurang, bahkan aku tak merasakan sedikitpun kasih sayang dari mami," sindir Dirga.

"Sejak aku kecil hingga aku dewasa, hanya Bi Yati yang mempedulikan aku, dan menyayangi aku layaknya seorang ibu. Mami tahu tidak? Sampai-sampai guru-guruku, dan teman-teman ku mengira kalau ibuku adalah Bi Yati. Setiap aku ada acara sekolah, pembagian raport, ataupun rekreasi aku selalu bersama Bi Yati. Bahkan sampai aku kuliah pun. Dia yang menemani aku untuk daftar kuliah. Kalian tahu tidak? Betapa kecewanya aku, saat papi memaksa aku untuk menjadi seorang akuntan publik yang hebat. Padahal, aku tak menyukai itu. Bagi papi, pelukis itu bukan sebuah pekerjaan, dan hanya membuat malu untuk kalian. Sudahlah! Tak ada yang perlu aku bahas lagi. Semua tak akan ada artinya lagi."

Dirga langsung keluar dari kamarnya, meninggalkan sang mami. Dia tampak bingung, saat tak melihat motor dia. Dia langsung menanyakan motornya kepada sang penjaga rumah. Sang penjaga rumah dan Bi Yati menceritakan, kalau dia datang tak sadarkan diri, dibawa oleh seorang wanita yang bernama Salwa dengan menggunakan taksi online.

"Salwa? Salwa siapa? Lantas, kata dia motor saya ke mana?" Tanya Dirga. Dia tampak semakin bingung, karena dia tak mengenal sosok Salwa. Dirga tak tahu, kalau Salwa yang dimaksud adalah teman kelasnya di kampusnya. Bisa dikatakan, musuh bebuyutan dia karena mereka memiliki sifat unik masing-masing.

Dirga tampak memperhatikan tangannya, hanya luka ringan. Hingga akhirnya, dia langsung berlari menghampiri sang mami yang sudah turun dari kamarnya. Dirga langsung menanyakan keberadaan motornya kepada sang mami.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!