NovelToon NovelToon

Karena Uang Seratus Ribu

Diusir

Di sebuah gedung, salah satu universitas di daerah kota.

"Saya tidak mentoleransi siapa pun yang tidur di kelas saya. Jadi, akan lebih baik jika Anda keluar sekarang juga. Saya tidak mungkin menghukum orang yang sudah dewasa dengan hukuman konyol seperti saat Anda masih SMA."

Azea hanya bisa menghela napas ketika untuk kesekian kalinya "diusir" oleh dosennya. Sial sekali, dia tak sadar sudah tertidur di kelas hari ini. Dan sialnya juga, hari ini adalah jadwal dosen killer itu mengajar. Jadilah sekarang seperti ini nasibnya. Azea jelas tidak mau melawan atau membela diri. Dia tahu kalau apa yang dilakukan amat salah dan dosen itu juga tidak akan memaafkannya. Jadi, tanpa bersuara sama sekali, dia keluar dari kelas dan terpaksa harus melewatkan mata kuliah hari ini.

Azea menarik napas dalam dan memutuskan untuk pergi ke kantin saja daripada tidak ada yang bisa dia lakukan di sini. Setidaknya sedikit makanan dan juga minuman bisa membuatnya merasa lebih baik. Sebenarnya dia sudah cukup lelah untuk masuk kuliah hari ini. Mungkin terlalu bodoh karena sudah memaksakan diri.

Pekerjaan paruh waktu yang dia lakukan ternyata cukup membuatnya kesulitan untuk memanajemen waktu sendiri. Seandainya ini bukan untuk ibu dan juga adiknya, mungkin dia tidak akan terlalu memaksakan diri untuk bekerja. Mungkin juga dia akan memilih pekerjaan yang jauh lebih ringan dan dengan upah yang mungkin lebih sedikit daripada pekerjaannya sekarang.

Namun, tentu saja Azea tidak akan tega melihat ibu dan juga adik-adiknya harus menahan lapar setiap hari karena finansial mereka yang kurang. Dia juga tidak mau melihat ibunya terus menerus sakit-sakitan. Obat harus selalu tersedia di rumah.

"Kok, di sini. Tadinya aku kira kamu ada di kelas."

Azea tersentak karena suara itu. Dia langsung menoleh ketika orang itu menepuk pundaknya. Orang yang kini beralih duduk tepat di hadapannya. Itu salah satu teman Azea, panggil saja dia dengan sebutan Jessica.

"Oh, kukira tadi siapa. Yah, sebenarnya aku memang ada kelas hari ini, tapi aku diusir oleh dosennya." Aze berkata dengan raut wajah letih.

Jessica mengerutkan kening mendengar jawaban sahabatnya itu. Sedangkan Azea hanya tertawa pahit. Dia tahu kalau orang yang paling memahami dirinya di kampus ini hanyalah Jessica. Mungkin hampir semua orang memang selalu menekankan bahwa tidak boleh ada kasta dalam setiap pergaulan atau sosialisasi, namun nyatanya Azea merasa memiliki tempat yang sangat berbeda di kampus ini. Kampusnya tidak terlalu mewah atau juga dikhususkan untuk anak dari keluarga berada, akan tetapi pandangan setiap mahasiswa di kampus ini hampir selalu mengarah pada sistem kasta yang pada akhirnya membuat Azea merasa diasingkan.

"Diusir? Diusir gara-gara apa?" tanya Jessica sambil melihat buku menu yang ada di sana.

"Aku ketiduran di kelas."

Jessica menghela napas pendek mendengar jawaban singkat dari Azea. Dia mengerti mengapa hal itu terjadi. Bahkan sebenarnya ini juga bukan pertama kali Azea tertidur di kelas. Dia pernah tertidur beberapa kali, namun bedanya jika dosen yang mengajar kebetulan baik, maka Azea tidak akan diusir dari sana. Mungkin hari ini nasibnya kurang beruntung.

"Seharusnya kalau kamu capek, kamu nggak perlu masuk kelas hari ini."

Azea hanya tersenyum. Itu solusi yang sudah terlalu umum baginya. Sebelum Jessica, tentu saja dia sendiri juga sudah memikirkan solusi itu. Dan sangat tidak mungkin apabila dia harus melakukannya.

"Aku bekerja bukan hanya satu atau dua hari, namun sebanyak enam hari. Jika menurutmu lebih baik aku tidak masuk kelas apabila kelelahan, maka mungkin aku akan terlalu sering tidak masuk kelas, karena aku kelelahan hampir setiap hari."

Jessica sampai ikut berpikir. Jelas sebagai teman dan juga sesama perempuan, dia selalu punya hasrat untuk menolong dan berempati atas apa yang membuatnya merasa kasihan, apalagi jika melihat bagaimana kehidupan temannya ini. Seandainya saja bisa, dia ingin sekali memberikan pekerjaan yang jauh lebih ringan untuk Azea. Namun sayangnya, dia sendiri bahkan belum lulus kuliah, bagaimana mungkin akan membuka pekerjaan bagi orang lain.

"Kamu yang sabar, ya. Kalau saja aku punya orang terdekat yang bisa ngasih pekerjaan buat kamu, mungkin udah dari dulu aku lakuin," kata Jessica.

Azea hanya bisa tersenyum. Dia tahu kalau Jessica selalu saja ingin melakukan sesuatu yang terbaik untuknya. Jessica adalah orang yang mudah sekali kasihan pada orang lain, terlebih lagi orang itu adalah sahabatnya sendiri. Azea sangat memahaminya, namun juga tidak mau terlalu merepotkan Jessica dalam hal ini.

"Sudahlah, kau hanya perlu percaya kalau aku bisa mengatasi semua ini sendirian. Aku tahu kenapa kau berkata seperti itu. Aku mungkin juga akan melakukan hal yang sama apabila kita bertukar posisi. Setelah ini aku yakin masih ada banyak lowongan kerja di luar sana yang barangkali pekerjaannya lebih ringan daripada pekerjaanku sekarang."

Jessica mengerutkan kening, sedikit tidak mengerti dan mencoba untuk memahami perkataan sahabatnya itu.

"Maksudmu, kau berniat berhenti dari pekerjaanmu yang sekarang?" tanya Jessica.

Azea langsung menggeleng. Jelas dia tidak akan berhenti bekerja dalam keadaan seperti ini. Kondisi kesehatan ibunya sangat bergantung pada penghasilannya saat ini.

"Lebih tepatnya, hanya tersisa beberapa hari dari sekarang karena kontrak kerjaku akan segera berakhir," jelas Azea.

Jessica cukup terkejut mendengar hal itu. Tidak berpikir demikian sebelumnya. "Itu artinya kau akan mencari pekerjaan baru segera setelah kau meninggalkan pekerjaan lamamu? Apa bosmu sama sekali tidak memperpanjang kontrak kerja itu? Bukankah kau juga tidak memiliki banyak masalah di tempat kerjamu yang sekarang? Aku yakin pasti bosmu menyukaimu."

Azea tersenyum sambil menggeleng. Jelas masalahnya tidaklah sesederhana itu. Jelas juga dia sangat menginginkan apabila bosnya bisa memperpanjang kontak kerja mereka, namun biar bagaimanapun dia tidak bisa mengendalikan pikiran orang lain agar bisa mengabulkan apa yang dia inginkan.

"Alasan untuk memperpanjang kontrak kerja tentu saja tidak sesederhana itu, Jessica. Aku yakin bos pasti sudah punya kandidat yang lebih baik daripada aku. Mungkin sudah ada yang melamar di posisi yang aku tempati sekarang."

Yah, memang seperti inilah kehidupan dari seorang gadis yang bernama lengkap Azea Celestin Zior. Gadis biasa yang sekarang menjadi tulang punggung keluarga karena ayahnya yang sudah meninggal sejak adik bungsunya lahir. Sedangkan ibunya juga tidak bisa berbuat banyak karena mulai sakit-sakitan sejak mengalami kecelakaan setelah pulang dari rumah sakit.

Bisa dibilang, untuk saat ini hanya dialah harapan bagi ibu dan juga adik-adiknya di rumah. Hanya dialah harapan di rumah itu dan juga penyambung hidup keluarga. Terkadang memang sangat berat bagi Azea, namun biar bagaimanapun semua ini dia lakukan hanya untuk ibu dan juga adiknya. Dia bisa mengorbankan dirinya sendiri, namun tak bisa mengorbankan tiga orang yang dia sayangi.

Mencari Pekerjaan

Azea harus kembali memutar otak hari ini. Tidak, untuk hari ini dia tidak kekurangan uang sama sekali. Uang yang ada dalam tabungannya masih cukup untuk kebutuhan makan mereka dan juga kebutuhan obat untuk ibunya, namun dia yakin bahwa hal itu tentu saja tidak akan bertahan lama. Pada akhirnya uang itu akan habis dan dia harus mencari lagi.

Masalahnya di sini adalah bahwa ini adalah hari terakhir dia bekerja di restoran mini itu. Masa kontraknya sudah habis, dan hingga saat ini dia belum menemukan pekerjaan pengganti apabila dia sudah berhenti bekerja di restoran mini itu. Dia juga tidak mendapat perpanjangan kontrak dari bosnya. Mau tidak mau hari ini dia harus memutar otak untuk mencari pekerjaan baru segera setelah dia menyelesaikan tugas terakhirnya hari ini.

"Aku dengar kalau ini adalah hari terakhir kau bekerja di restoran itu, ya. Kamu udah melamar kerja di tempat lain?" tanya Jessica lewat telepon. Azea sendiri saat ini sudah berada di restoran mini itu dan sedang membersihkan meja sambil berbicara dengan Jessica lewat telepon.

"Ya, begitulah. Sebenarnya aku sudah mencari sejak kemarin, entah itu lewat surat kabar atau juga aplikasi elektronik. Aku sudah menemukan beberapa di antaranya dan sedang mengirim berkas ke sana."

Jessica yang mendengar itu jelas langsung berdoa agar Azea bisa diterima, meski hanya di satu tempat. Setidaknya pemasukan Azea akan tetap ada setelah ini.

"Belum ada panggilan untuk wawancara kerja hingga sekarang?" tanya Jessica. Azea tersenyum miris karena memang hingga saat ini dari semua yang dia lakukan tak ada satu tempat pun yang menghubunginya untuk wawancara kerja. Dia berusaha berpikir positif bahwa barangkali ada banyak pelamar lainnya sehingga tempat yang membutuhkan para pekerja itu juga masih menyeleksi dan belum tiba gilirannya.

"Yah, untuk saat ini memang belum ada karena hanya ada beberapa tempat yang kudatangi. Sebenarnya masih ada tempat kerja dalam list-ku yang bahkan aku sendiri juga belum mengirimkan berkas ke sana. Jadi kalaupun di beberapa tempat ini aku tidak diterima, aku mungkin bisa mencoba tempat yang lainnya."

"Baiklah, kuharap kau bisa segera mendapat pekerjaan lagi setelah ini. Dan kalau bisa, jangan mengambil pekerjaan yang terlalu berat apalagi sampai mengganggu waktu kuliah."

Azea tersenyum. "Yah, tentu saja. Terima kasih atas semuanya Jessica. Kalau kau melihat ada lowongan kerja lagi, mungkin kau bisa merekomendasikannya padaku. Lebih banyak akan jauh lebih baik."

Sambungan telepon itu pun terputus setelah Jessica mengucapkan pamit. Azea kembali fokus pada pekerjaannya. Entah kenapa biar bagaimanapun dia berusaha berpikir positif bahwa nanti dia akan mendapatkan pekerjaan yang baru, selalu saja ada rasa khawatir yang timbul dalam hati paling kecilnya. Dalam situasi semacam ini itulah hal paling seram yang tidak akan pernah dia harapkan sama sekali. Kehilangan pekerjaan dan tidak ada pemasukan sama sekali.

Hari ini Azea sangat susah payah untuk fokus pada pekerjaannya. Meski begitu, dia berhasil melakukan pekerjaan terakhirnya dengan sempurna. Tidak ada masalah yang terjadi hari ini, walaupun hanya masalah kecil.

Rasanya Azea ingin sekali mengucapkan ucapan perpisahan kepada rekan kerjanya yang lain. Rasanya harapan itu sudah pupus, harapan agar kontrak kerjanya diperpanjang. Mungkin memang bosnya memiliki kandidat lain yang barangkali memang lebih baik daripada dirinya. Jika tidak, maka sudah pasti bosnya akan mempertahankan posisinya di restoran ini.

"Terima kasih atas semua yang kau lakukan selama ini untuk restoran kami."

Azea hanya tersenyum setelah bosnya memberikan gaji terakhir sebelum kemudian dia harus meninggalkan restoran itu. Azea menarik napas dalam. Setidaknya tabungannya masih cukup untuk kebutuhan makan mereka sekitar dua minggu. Dia masih punya waktu untuk mencari pekerjaan lain.

Maka di sinilah dia harus memulai kembali. Di sinilah dia harus kembali berjuang untuk mendapatkan pekerjaan. Dalam keadaan seperti ini tentu saja dia tidak punya penghasilan pasif yang bisa diandalkan di saat darurat. Dahulu dia memang mencoba untuk menjual tulisan semacam artikel, novel, cerpen, puisi, atau karya sastra apa pun yang bisa dimuat di sebuah website yang bisa memberinya penghasilan walaupun tidak terlalu banyak. Namun rasanya dia sama sekali tidak punya waktu untuk melakukan hal itu. Dia sudah terlalu sibuk dengan tugas kuliah dan juga pekerjaan paruh waktunya yang sangat menguras tenaga. Jika dia berusaha untuk mendapatkan penghasilan pasif lewat karyanya, mungkin dia tidak akan tidur selama dua puluh empat jam setiap hari. Dan itu jelas akan membunuhnya secara perlahan.

Hari ini Azea mengirim lamaran pekerjaan ke sebuah toko kue di posisi kasir. Dia sangat berharap penuh pada tempat itu karena memang toko kue itu juga tidak terlalu jauh dari rumahnya sendiri. Bahkan mungkin dia bisa berjalan kaki untuk menghemat ongkos kendaraan.

"Tidak berat untuk menjadi kasir di sini. Jam kerjanya juga tidak terlalu banyak karena ada dua kasir yang akan berjaga di pagi hari dan juga sore hari," ucap seorang wanita yang terlihat sudah berumur sambil tersenyum manis padanya dan menyerahkan selembar kertas itu. Selembar kertas yang berisi persyaratan untuk melamar pekerjaan di sana. Azea pun mengangguk sambil tersenyum manis. Dia menyiapkan semua hal seperti yang tertera dalam peraturan di sana.

Namun sayangnya toko kue itu bukanlah keberuntungannya sekalipun dia sangat menginginkan hal itu atau juga sudah memenuhi kualifikasi. Hanya ada satu hal yang membuat dirinya tidak bisa diterima bekerja di sana sebagai kasir, yaitu jam kuliahnya yang berbenturan dengan jam kerjanya nanti.

"Apakah saya sama sekali tidak bisa mengambil jadwal sore saja? Soalnya di pagi hari saya harus masuk kuliah," ucap Azea kepada pemilik toko itu. Dia masih saja berharap dalam hati agar dia mendapat jadwal sore hari di toko kue itu.

"Sayangnya posisi kasir dengan jadwal di sore hari sudah diisi oleh salah satu anak muda yang melamar pekerjaan di sini beberapa minggu yang lalu. Jadwal yang kosong saat ini hanyalah jadwal di pagi hari, dan itulah yang sedang kami cari sekarang."

Azea akhirnya hanya bisa menghela nafas dan pasrah dengan semua itu. Mungkin memang masih ada pekerjaan yang jauh lebih baik untuknya di luar sana. Lagi pula ini baru tempat pertama. Dia masih memiliki beberapa tempat yang sudah dia catat.

"Baiklah, Bu. Kalau begitu, terima kasih atas semuanya."

Azea akhirnya pergi dari toko kue itu dengan perasaan kecewa. Padahal dia sudah sangat berharap bisa mendapatkan pekerjaan hari ini. Pada saat malam hari dia melihat tabungannya yang semakin menipis. Dia harus banyak berhemat. Dia tidak mau kalau sampai terlilit hutang. Akan jauh lebih baik apabila dia sendiri berpuasa dua atau tiga hari, yang penting ibu dan juga adik-adiknya tetap bisa makan rutin. Tidak mendapat makanan rutin selama dua atau tiga hari bukanlah sebuah masalah besar baginya daripada harus berhutang kepada orang lain yang pada akhirnya akan membuatnya semakin merasa pusing apabila hutang itu semakin membengkak.

Lamaran Ke Minimarket

Awalnya Azea memang sempat putus asa dan terpikir ide untuk membangun bisnis sendiri saja dengan uang pinjaman, namun ide itu sirna ketika pada sore harinya dia mendapatkan telepon dari pihak minimarket yang akan melakukan wawancara kerja dengannya. Hasrat yang awalnya padam, kini kembali. Dia merasakan ada sesuatu yang bangkit dari dirinya dan merasa bahwa dia tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan ini.

Maka pergilah Azea hari itu untuk melakukan wawancara kerja. Dia menjawab semuanya dengan lancar, dengan gestur dan gelagat yang tidak bisa membuat siapa pun merasa bahwa dia akan menjadi tipikal karyawan yang berbuat curang. Dari wajah saja sudah bisa ditebak kalau dia perempuan yang baik, apalagi melihat senyum dan juga tingkahnya.

"Terima kasih untuk hari ini. Kami akan mengabari Anda bila sudah membuat keputusan."

Azea tersenyum sambil menyambut uluran tangan dari pria itu. Dia menarik napas diam-diam, entah kenapa merasa jantungnya berdebar dengan keras sepanjang sesi wawancara itu, padahal dia sudah melakukan hal ini berkali-kali setiap kali mencari pekerjaan. Namun entah mengapa untuk yang satu ini dia merasa seperti ada yang berbeda. Memang minimarket ini adalah pilihan terakhirnya atau bisa dikatakan harapan terakhir juga. Mungkin karena itulah dia berdebar, merasa bahwa ini adalah penentu, apakah dia akan menyerah atau tidak.

Sepanjang dia menunggu hasil wawancara itu, dia merasa sangat gelisah bahkan sampai tidak bisa memikirkan hal lain. Jelas di tengah ketegangannya itu dia membutuhkan siapa pun yang bisa membuatnya merasa tenang. Bahkan tanpa pikir panjang lagi dia menelepon Jessica dan mengabarkan tentang hal tersebut.

"Kau mau kita pergi ke cafe? Tenang saja, untuk hari ini aku yang akan traktir."

Azea hanya tersenyum mendengar tawaran Jessica yang saat ini berbicara lewat telepon dengannya. Jelas dia tidak punya pilihan selain menyetujui tawaran dari Jessica. Lagi pula memang sudah sangat lama dia tidak berkunjung ke cafetaria mana pun, selama ini berusaha menahan diri karena memang tidak mau terlalu boros. Ini bisa menjadi kesempatan baginya untuk bersantai sejenak.

"Tentu saja, dengan senang hati."

"Baiklah, aku menunggumu nanti di sana." Jessica menyebutkan alamat cafenya. Azea pun mengingat alamat tersebut, lantas datang ke sana beberapa lama kemudian. Memang benar Jessica lebih dulu sampai daripada dirinya. Hanya dengan merasakan suasana tenang seperti ini sudah cukup membuatnya merasa lebih baik lagi daripada beberapa saat yang lalu.

"Jadi bagaimana dengan pekerjaanmu? Aku yakin kau pasti sudah mendapatkan setidaknya satu pekerjaan saja, bukan?" tanya Jessica tanpa basa-basi. Azea tersenyum kemudian duduk di sana. Jessica memberikan buku menu itu padanya, isyarat agar Azea tidak perlu ragu untuk membeli makanan atau minuman apa pun di sana.

"Yah, aku hanya merasa sangat yakin pada minimarket itu. Baru beberapa saat yang lalu aku pulang setelah wawancara kerja. Kau tahu bahwa beberapa tempat sebelumnya sudah menolakku. Aku tidak terlalu peduli lagi dengan jadwal kerjanya, karena yang paling penting sekarang aku masih bisa mendapatkan pekerjaan. Bukan masalah kalau pun aku harus kerja tengah malam seperti dulu."

Jessica mengangguk paham. Mau bagaimana lagi, kalau memang hanya itu yang ada, memang lebih baik agar Azea menerimanya saja. Meskipun jadwalnya barangkali sama beratnya seperti pekerjaan Azea yang dulu.

Minimarket yang menjadi harapan terakhir bagi Azea saat ini ternyata memang tidak mengecewakannya, atau barangkali saat ini dia tidak mengecewakan dirinya sendiri. Keputusan untuk terus mencoba jelas bukanlah keputusan yang salah. Seandainya sejak awal dia memutuskan untuk menyerah dan memilih untuk membangun bisnis sendiri dengan catatan harus melalui berbagai macam proses dan waktu yang tidak sebentar, mungkin sekarang dia akan mulai terlilit utang.

Malam itu dia mendapatkan telepon dari seseorang. Telepon yang mengabarkan kabar gembira untuknya.

"Selamat, ya. Anda diterima kerja di minimarket kami. Anda mendapatkan jadwal di malam hari pada pukul lima sore hingga pukul dua belas malam."

Entah Azea harus senang mendengar hal tersebut atau malah sebaliknya. Dia bahagia karena akhirnya dia mendapatkan pekerjaan lagi setelah sekian lama melamar ke sana kemari, namun ketika mendengar bahwa dia mendapatkan jadwal malam apalagi harus pulang setiap jam dua belas malam, dia merasakan ada rasa khawatir dalam hatinya. Ternyata jadwal itu Justru lebih berat daripada pekerjaannya yang dulu. Dia harus pulang larut malam untuk pekerjaan yang satu ini.

"Eh, tengah malam berarti, ya, Pak?" tanya Azea dan hanya di-iyakan oleh orang di seberang sana.

Azea kembali berpikir. Jangan kira kalau dia tidak khawatir apabila dia harus pulang tengah malam sendirian dan itu harus dilakukan hampir setiap hari. Dia tidak punya perlindungan apa pun. Dia tidak punya uang untuk membeli alat yang bisa melindungi dirinya, entah itu alat elektronik atau juga alat sederhana. Paling dia hanya bisa membuatnya di rumah dengan tangannya sendiri, itu pun dia tidak yakin kalau alat itu masih bisa melindunginya. Dia juga sedikit takut apabila seandainya dia membela diri, malah dia yang harus ditangkap polisi karena telah melukai orang lain apalagi sampai membunuh.

Namun Azea kembali berpikir. Sudah tidak ada lagi tempat yang bisa dia datangi setelah ini. Dia sudah tidak punya waktu untuk kembali mencari lowongan pekerjaan yang lain. Jika harus seperti itu, maka cepat atau lambat tabungannya akan habis dan mereka tidak punya apa-apa lagi untuk dimakan atau juga untuk membeli obat ibunya.

Sepertinya Azea memang sudah tidak punya pilihan lain. Dia harus menerima pekerjaan ini dengan segala konsekuensi yang harus dia tanggung sendiri. Dia juga harus terus berjaga-jaga dan juga memikirkan solusi apa yang bisa dia pegang sebelum masalahnya datang.

"Baik, Pak. Terima kasih atas semuanya. Senang bisa bekerja sama dengan Bapak."

Telepon itu akhirnya tertutup. Azea menghela napas panjang. Sekarang bagaimana dia harus memberitahu ibunya tentang ini. Dia tidak yakin kalau ibunya akan mengizinkannya bekerja sampai larut malam.

Namun bukan Azea namanya kalau tidak mencoba lebih dulu. Dia berusaha meyakinkan diri kalau dia bisa melalui hal ini. Dia juga berusaha meyakinkan diri kalau ibunya akan mengizinkannya. Dengan segala macam pertimbangan dan juga bujukan yang dia persiapkan sejak awal, akhirnya ibunya memang mengizinkannya untuk melakukan pekerjaan itu. Karena memang semua ini hanya demi mereka. Semua ini hanya demi kelangsungan hidup mereka dan tidak ada lagi siapa pun yang bisa diandalkan selain Azea.

Azea merasa senang karena akhirnya ibunya mengizinkannya. Setidaknya dengan ini tak ada lagi beban dalam hatinya. Dia mungkin bisa melakukan pekerjaannya dengan lebih ringan dan mudah daripada yang dia pikirkan selama ini.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!