NovelToon NovelToon

Second Chance

Salam kenal

Cuaca yang cerah dan suhu udara yang hangat, menandakan telah berakhirnya musim dingin di belahan utara Jepang. Seluruh kota tengah bersiap menyambut datangnya musim semi.

Kota Biei menjadi salah satu kota yang menyambut peralihan musim tersebut. Kota dengan sejuta pesona alam yang menakjubkan, dimana bukit-bukit dipenuhi beraneka ragam bunga yang berwarna-warni.

Disana, tinggal seorang gadis asing berkulit kuning langsat dengan pipi yang chubby. Ia sedang menikmati udara segar seraya memandangi hamparan ladang yang masih gundul dari teras tempatnya tinggal. Ia begitu antusias menyambut datangnya musim semi di awal tahun ini.

Namanya Alya, gadis periang dan ramah asal Indonesia yang bekerja sebagai perawat pribadi di Jepang. Ia merawat seorang wanita lansia berusia 86 tahun bernama Watanabe Asami, warga asli Jepang, yang tinggal di dekat jalur Patch Work Road, tepatnya di distrik Omura, kota Biei, Prefektur Hokkaido, Jepang.

Sudah setahun Alya bekerja merawat Nenek Asami. Menyiapkan makanan untuknya, menyuapinya, mengajaknya berkeliling taman, memandikannya, menidurkannya, membantunya berpakaian, begitu lah pekerjaannya sehari-hari.

Sebagai seorang lulusan perawat, Alya begitu telaten merawat Nenek Asami. Tak pernah sekalipun ia memperlihat kan wajah kesalnya atau pun mengeluh tentang pekerjaannya, meski harus bekerja sejak pagi hingga malam setiap harinya.

Selain pekerjaan utamanya, Alya juga suka melakukan pekerjaan sampingan. Terkadang ia membantu Bibi Akiko di dapur, atau pun ke ladang membantu petani menanam benih. Semua ia kerjakan dengan sepenuh hati.

Karena itu, Nenek Asami begitu sayang padanya. Ia memperlakukan Alya layaknya cucu kandungnya sendiri. Terlebih ia hanya memiliki seorang cucu yang yang tinggal jauh di Tokyo bersama Ibunya.

...****************...

Seperti biasa, aktifitas pagi Alya dimulai sejak subuh dengan membuat sarapan pagi untuk Nenek Asami. Selesai memasak, ia langsung ke kamar Nenek Asami untuk membangunkan beliau, dan mengajaknya berjalan-jalan di sekitar rumah.

Pagi ini, Alya berencana mengajak Nenek Asami beraktifitas di luar ruangan. Ia bosan hanya mengajak Nenek Asami berkeliling di dalam rumah setelah tiga bulan tertahan akibat cuaca dingin yang cukup ekstrem di sepanjang musim dingin.

Setelah suhu udara terasa cukup hangat, Alya membawa Nenek Asami keluar menggunakan walker. Mereka berkeliling di sekitar ladang bunga milik Nenek Asami yang berada di depan rumah untuk menikmati udara segar di awal musim semi.

Mereka sangat senang bisa menghabiskan waktu di ladang. Terlebih saat mereka berinteraksi dengan para petani yang mulai sibuk di ladang milik Nenek Asami.

Puas berkeliling, Alya mengajak Nenek Asami kembali ke rumah. Setelah membantunya duduk di kursi goyang yang ada di teras rumah, ia bergegas ke dapur dan menyiapkan sarapan untuk majikannya itu.

"Waktunya sarapan, Nek!" Alya muncul dari balik pintu dengan senyum cerahnya. Ia membawa mangkok berisi bubur dan segelas air di kedua tangannya.

Nenek Asami langsung menoleh. Ia tersenyum lebar ke arah Alya, memperlihatkan deretan gigi palsunya yang rapi. "Hari ini kau masak apa, Alya chan?" Nenek Asami mencoba mengintip ke dalam mangkoknya saat Alya menarik kursi dan duduk tepat di hadapannya.

Alya mengalihkan pandangannya pada mangkok yang dipegangnya dan menunjuk satu persatu lauk yang tertata rapi di atas bubur.

"Hmm... Aku memasak bubur yang dicampur tuna, pakcoy dan jamur. Apa Nenek suka?" Tanya Alya, penasaran dengan jawaban Nenek Asami.

"Tentu saja Nenek suka! Apapun yang Alya chan masak, Nenek pasti suka. Apa lagi kalau Alya menambahkan sedikit garam," jawab Nenek Asami dengan wajah polosnya.

Alya menggigit bibirnya, berusaha menahan tawa. Tapi ia tak sanggup saat melihat wajah menggemaskan Nenek Asami. Tawanya pun pecah dan membuat Nenek Asami ikut tertawa bersamanya

...****************...

Usai menyuapi Nenek Asami, Alya lanjut memandikannya dan membantunya berpakaian. Setelah selesai, ia membantu Nenek Asami duduk di sofa yang berada di dalam kamar. Kemudian melanjutkan pekerjaannya merapikan kamar Nenek Asami.

Saat Alya tengah asyik menata bantal, tiba-tiba ponsel Nenek Asami berdering. Nenek Asami segera menjawab panggilan tersebut dan menyapa sang penelpon dengan nada lembut. Dari obrolan mereka, terdengar jelas jika Nenek Asami begitu bersemangat menerima panggilan telepon dari orang itu.

Alya yang sejak tadi sibuk dengan pekerjaannya, tak sengaja mendengar percakapan Nenek Asami dengan sang penelepon. Ia mendengar Nenek Asami berkata akan meminta tolong pada perawatnya untuk menjemput sang penelepon yang ternyata sudah tiba di bandara.

"Alya chan, apa Nenek bisa meminta bantuanmu?" Nenek Asami bertanya pada Alya begitu panggilan teleponnya berakhir.

Alya yang sudah tahu jika Nenek Asami akan meminta bantuannya, langsung menghentikan kegiatannya dan berbalik. "Bantuan apa Nek?"

"Tolong jemput cucu Nenek di bandara Asahikawa. Dia sudah tiba sejak tadi. Dasar anak itu! Dia tidak bilang kalau mau datang!" Nada bicara Nenek Asami terdengar agak kesal, namun raut wajahnya berkata sebaliknya.

"Tentu saja, Nek! Kalau begitu, Alya akan meminta tolong pada bibi Akiko untuk menemani nenek selagi Alya ke bandara."

Nenek Asami tersenyum lega dan mengangguk pelan pada Alya. "Baiklah!"

Namun selang beberapa saat, Nenek Asami tiba-tiba teringat sesuatu. "Oh iya, Nenek hampir lupa! Tunggu sebentar ya, Alya chan!"

Nenek Asami bangkit dan berjalan menuju lemari pakaiannya dengan bantuan walker. Ia mengambil sebuah syal berwarna merah dan mengalungkannya ke leher Alya.

"Isao chan akan mengenalimu dengan syal ini. Kau tidak akan kesulitan menemukannya, karena wajahnya agak berbeda dari pemuda jepang biasanya," kata Nenek Asami.

"Nenek tenang saja, Alya pasti mengenalinya. Alya kan sudah sering melihat Watanabe di ruang tamu." Gurau Alya.

Refleks Nenek Asami terkekeh mendengar ucapan Alya. Ia menutup mulutnya, berusaha menahan tawa. "Benar juga! Nenek lupa kalau foto Isao terpajang di ruang tamu. Tentu Alya chan sudah mengenalinya."

"Kalau begitu Alya pergi dulu ya, Nek."

"Iya. Hati-hati di jalan!"

Usai berpamitan, Alya bergegas menemui bibi Akiko dan menitipkan Nenek Asami padanya. Setelah itu, ia mengambil sepeda listrik di garasi dan berangkat ke bandara.

...****************...

Setelah menempuh perjalanan selama dua puluh menit, Alya akhirnya tiba di bandara Asahikawa. Untungnya suhu udara tidak begitu panas, meski matahari cukup terik. Ia memarkirkan sepedanya di lahan parkir yang tersedia dan buru-buru berjalan ke arah gedung bandara yang sudah mulai sepi.

Setibanya di gedung kedatangan, pandangan mata Alya langsung tertuju pada sosok pemuda bertubuh jangkung yang sedang duduk di jarak sepuluh meter dari tempatnya berdiri. Pemuda itu duduk di salah satu deretan kursi tunggu sambil mencondongkan tubuhnya ke depan, menumpukan kedua sikunya di atas koper dan bertopang dagu.

Sebelum menghampiri pemuda itu, Alya mencoba mengamati wajahnya untuk memastikan jika dialah orang yang dimaksud. Tapi bukannya fokus mengamati wajahnya, ia justru terpana saat memandangi wajah pemuda itu. Pipinya bahkan memerah, bersamaan dengan jantungnya yang berdegup kencang.

"Ternyata dia lebih tampan dari yang terlihat di foto!" Gumam Alya.

Wajah blasteran pemuda itu terlihat sempurna. Iris matanya yang berwarna biru cerah, selaras dengan hidungnya yang mancung. Bibirnya tipis dan merona, serasi dengan garis rahangnya yang tegas.

Disaat Alya tengah asyik memandangi wajah tampannya, ekspresi pemuda itu tiba-tiba berubah. Dengan raut kesal, ia membuang tubuhnya pada sandaran kursi. Bibirnya terkatup saat ia melipat kedua tangannya di depan dada. Ujung depan sepatunya bergerak naik turun dengan cepat, menandakan jika dirinya sudah sangat bosan menunggu kedatangan seseorang.

Menyadari kekesalan di raut wajah pemuda itu, Alya pun langsung sadar dari lamunannya. Ia menepuk-nepuk pipinya sambil mengedipkan kedua matanya berulang kali.

Setelah rasa gugupnya mereda, Alya bergegas menghampiri pemuda itu dan berdiri tepat di hadapannya sambil mengulum senyum ramah.

"Permisi, apakah anda Watanabe Isao?"

Pemuda itu lantas menoleh ke arah Alya. Dengan mata yang menyipit, ia memandangi Alya dari ujung kaki, hingga ujung rambut. Alisnya mengkerut, seolah sedang memberi penilaian pada penampilannya.

Untungnya tak butuh waktu lama, hingga akhirnya pemuda itu tersenyum saat menatap syal merah yang melingkar di leher Alya.

"Alya san?!" Pemuda itu balik bertanya.

Alya lalu mengangguk. "Iya."

Pemuda itu segera berdiri dan membungkuk dihadapan Alya.

"Salam kenal! Saya watanabe Isao, cucu Nenek Asami."

...****************...

Di bawah sinar matahari yang terik, Isao tampak asyik mengayuh sepedanya dengan kecepatan sedang menyusuri jalan raya yang cukup lengang. Senyumnya tak berhenti tersungging, saat merasakan angin sepoi-sepoi menerpa tubuhnya.

Dibelakangnya, Alya duduk canggung sembari memeluk koper sedang milik Isao. Ia mengangkat satu tangannya, berusaha menghalau sinar matahari yang menyilaukan matanya.

Sepanjang perjalanan, keduanya tak saling bicara dan hanya fokus menatap ke arah jalan raya. Namun ketenangan itu tak berlangsung lama, karena di tengah jalan Isao tiba-tiba memelankan laju sepedanya dan menepi. Ia berhenti dan memarkirkan sepedanya di pinggir jalan raya.

Alya tampak kebingungan melihat tingkah Isao.Tapi ia ragu bertanya dan hanya menggaruk kepala belakangnya yang tidak gatal.

Dan bukannya memberi penjelasan, Isao justru turun dari sepeda dan meninggalkan Alya seorang diri. Ia berjalan ke arah bukit ladang gandum yang berada tak jauh dari tempat mereka berada saat ini.

"Watanabe san, kau mau kemana?" Teriak Alya yang akhirnya memberanikan diri bertanya begitu menyadari jika Isao meninggalkannya.

Sayangnya, Isao tak menjawab dan terus saja berjalan, tepatnya ke arah dua pohon kembar yang ada di atas bukit tanpa sekalipun menoleh ke belakang.

Khawatir dengan apa yang akan dilakukan Isao, Alya pun memutuskan untuk menyusulnya sambil menenteng koper milik pemuda itu.

Tapi setibanya disana, Alya justru tercengang melihat Isao yang dengan santainya berbaring di atas rerumputan tanpa dialasi apapun. Isao bahkan merenggangkan kedua tangan dan kakinya dengan nyaman, sambil menghela nafas panjang. Seakan sedang berbaring di atas kasur yang empuk.

"Sebaiknya kita bergegas pulang sekarang juga, Watanabe san! Nenek Asami akan khawatir jika kita tidak pulang tepat waktu!" Kata Alya cemas.

Isao yang sejak tadi nampak acuh, lantas duduk dan menoleh ke arah Alya yang saat itu sedang berdiri di sampingnya sambil menenteng koper.

"Kau tidak perlu cemas, Alya san! Nenek sudah tahu jika aku akan kesini sebelum menemuinya. Jadi duduklah dengan nyaman. Nikmati pemandangan indah ladang gandum dari atas sini sambil menungguku selesai beristirahat, oke?!"

Isao melempar senyum sembari menepuk-nepuk rumput disampingnya. Setelah itu ia kembali berbaring dan memejamkan matanya, seakan tak peduli dengan apapun tanggapan Alya atas pernyataannya barusan.

Alya hanya bisa terperangah melihat reaksi Isao. Terlebih saat pemuda itu mengulum senyum ketika wajahnya diterpa hembusan angin. Bahkan saat cahaya matahari menyinari kelopak matanya melalui celah dedaunan, ia tak terusik sama sekali.

Alya tak habis pikir dengan apa yang ada dipikirannya. Tapi satu hal yang ia tahu, Isao tak akan beranjak meski durinya memelas.

Karena itu, Alya memilih untuk duduk dan meletakkan koper Isao di sampingnya. Ia menekuk kedua kakinya dan memeluknya sambil memandangi hamparan ladang gandum hijau yang tumbuh subur di hadapannya.

...****************...

Setelah puas beristirahat, Isao akhirnya membuka mata. Ia bangkit dan duduk tepat disamping Alya yang sejak tadi hanya duduk sembari memandangi hamparan ladang gandum hijau di depannya.

Isao sempat melirik ke arah Alya sebentar, sebelum akhirnya ia ikut memandangi hamparan ladang gandum hijau di hadapannya.

"Pemandangannya indah bukan?" Tanya Isao tanpa mengalihkan pandangannya. Matanya berbinar memandangi daun gandum yang bergerak karena tiupan angin.

"Iya," jawab Alya sambil menghela nafas, Tampak jika dirinya cukup enggan menjawab pertanyaan Isao.

Mendengar jawaban Alya yang singkat, Isao lantas menyunggingkan senyum, seolah sedang menertawakan hal lucu dalam pikirannya.

"Apa kau bosan?"

Alya memanyunkan bibirnya. Ia menoleh ke arah Isao, berencana untuk protes.Tapi dirinya justru terpaku, saat matanya tak sengaja menangkap gurat kelelahan di wajah Isao yang terlihat begitu jelas jika dilihat dari jarak sedekat ini.

'Apa dia sakit?' pikir Alya

"Kau baik-baik saja?" Tanya Isao sambil menoleh ke arah Alya karena tak juga mendapat jawaban.

Melihat Isao yang tiba-tiba melihatnya, Alya pun refleks memalingkan wajahnya ke arah ladang gandum yang ada dihadapannya. Ia takut Isao menyadari keterkejutannya.

"Iya, aku baik-baik saja." Alya menjawab dengan canggung.

"Apa kita pulang sekarang?" Tanya Isao lagi.

Alya hanya mengangguk tanpa mengatakan apapun.

Isao pun berdiri dan mengulurkan tangannya untuk membantu Alya. "Biar ku bantu."

Alya mencoba menolak dengan isyarat, tapi Isao tak kunjung memindahkan tangannya. Mau tidak mau Alya meraih tangan Isao dan berdiri.

Setelah berdiri, keduanya segera membersihkan celana masing-masing dari rumput kering yang menempel. Mereka menuruni bukit dan berjalan menuju ke tempat sepeda mereka terparkir.

Isao naik ke sepeda lebih dulu, disusul Alya yang kemudian mengatur posisi agar dirinya bisa duduk dengan nyaman sambil memeluk koper Isao.

"Aku akan mengayuh sepeda ini dengan cepat, jadi peganganlah dengan erat! Jika perlu, peluk pinggangku kuat-kuat agar kau tidak terjungkal kebelakang. Mengerti?!" Isao memperingatkan

Alya tersentak mendengar arahan Isao. Meski begitu, ia tetap berusaha melakukan seperti yang diperintahkan pemuda itu.

Dengan ragu Alya mengarahkan kedua tangannya ke pinggang Isao dan meremas ujung kemejanya dengan erat tanpa menyentuh tubuhnya.

"Aku sudah siap!"

Setelah mendengar aba-aba dari Alya, Isao pun mulai mengayuh sepedanya. Dan sesuai peringatannya saat itu, ia benar-benar mengayuhnya dengan kecepatan tinggi. Bahkan kemeja putih polosnya ikut berkibar karena tiupan angin yang begitu kencang.

Alya di belakang, tak henti berteriak meminta Isao memelankan laju sepedanya. Ia bahkan tak sadar telah memeluk pinggang Isao dengan erat saking takutnya.

Isao sempat tersentak saat Alya memeluknya, namun dirinya tak begitu menghiraukannya dan terus mengayuh sepedanya hingga melaju dengan kencang.

Dia menangis sepanjang malam

Setelah melalui perjalanan yang cukup menegangkan, Isao dan Alya akhirnya tiba di rumah Nenek Asami dengan selamat.

Usai memarkirkan sepedanya di garasi, Isao segera berlari menuju rumah sang Nenek, sementara Alya berjalan dengan santai menuju villa sembari menenteng koper Isao yang sejak tadi dipegangnya.

Setibanya di kamar utama villa, Alya bertemu dengan Bibi Akiko, asisten rumah tangga yang bekerja di rumah Nenek Asami.Wanita paruh baya itu terlihat sibuk merapikan kamar utama yang akan ditempati Isao selama berada di Biei.

"Apa Bibi Akiko butuh bantuan?" Tanya Alya setelah meletakkan koper Isao di depan lemari.

"Tidak perlu. Pekerjaan Bibi sudah hampir selesai." Tolak Bibi Akiko dengan lembut.

"Daripada membantu pekerjaan Bibi, lebih baik Alya chan segera pulang ke rumah.Jam makan siang Nenek Asami sudah lewat beberapa menit yang lalu." Lanjut Bibi Akiko, mengingatkan.

Mendengar hal tersebut, Alya tersentak kaget.Dia bergegas melirik jam tangannya untuk memastikan ucapan Bibi Akiko.Dan benar saja, jam telah menunjukkan pukul satu siang lewat lima belas menit.

"Astaga!Waktu makan siang Nenek Asami sudah lewat!" Alya mengangkat tangan dan menepuk jidatnya dengan keras.Dia membelalak, menatap Bibi Akiko.

Bibi Akiko lantas terkekeh melihat ekspresi panik Alya.

"Pulanglah ke rumah dan siapkan makan siang untuk Nenek Asami."

Tanpa sempat membalas ucapan Bibi Akiko, Alya segera berlari ke rumah Nenek Asami.

...****************...

Siang berlalu dengan cepat dan tak terasa malam telah tiba. Di ruang makan, seluruh anggota rumah sedang bersantap malam.Tak ada obrolan, mereka hanya fokus pada makanan masing-masing.

"Terima kasih atas makan malamnya," ucap Nenek Asami, mengakhiri perjamuan makan malam mereka yang baru saja selesai.

Alya, Bibi Akiko dan Isao kompak membalas ucapan Nenek Asami dan dengan gerakan cepat, mereka mengerjakan tugas masing-masing.

Selagi Alya dan Bibi Akiko sibuk membereskan peralatan makan mereka, Isao berjalan menghampiri sang Nenek dan menuntun beliau ke kamar untuk beristirahat.

Sejak kedatangannya siang tadi, Isao tak sekalipun beranjak dari sisi Nenek Asami.Dia dengan setia mendampingi sang Nenek dan membantunya melakukan aktivitas sehari-hari sesuai arahan yang Alya berikan.

Karena itu, pekerjaan Alya jadi lebih ringan dari biasanya.Dia hanya perlu memantau keduanya dari kejauhan, berjaga-jaga jika sewaktu-waktu Nenek Asami membutuhkannya.

Sayangnya, seharian ini Nenek Asami tak sekali pun mencari Alya dan hanya sibuk menertawakan lelucon Isao yang tidak dia pahami.

Sempat terbersit rasa cemburu di hati Alya, karena Nenek Asami hanya berfokus pada Isao sejak kedatangannya.Dia merasa ada yang hilang dari dirinya, karena tak harus melakukan pekerjaan sehari-harinya.

Namun Alya sadar, tidak seharusnya dia bersikap seperti itu, mengingat Isao adalah cucu satu-satunya yang Nenek Asami miliki dan sudah beberapa tahun ini tak beliau jumpai

...****************...

Malam semakin larut, keadaan di sekitar rumah Nenek Asami pun perlahan mulai hening.Alya sedang asyik duduk di kursi sembari memainkan ponselnya, saat Isao keluar dari kamar Nenek Asami.Dia segera menoleh kearah Isao yang terlihat sedang memberi isyarat kepadanya dengan jari telunjuknya, meminta agar dirinya tidak mengeluarkan suara keras yang dapat membangunkan sang Nenek.

"Nenek sudah tidur.Kau bisa istirahat sekarang." Perintah Isao sambil berbisik.

"Kalau begitu saya ke kamar dulu.Terima kasih atas bantuannya," ucap Alya yang juga ikut berbisik sambil membungkukkan badannya.

Setelahnya, tak ada lagi obrolan diantara mereka.Keduanya berpisah dan kembali ke kamar masing-masing.

...****************...

Alya baru saja selesai membaca novel yang telah ia baca berulang kali, sejak kedatangannya di Jepang.Setiap malam, dia selalu menyempatkan diri membaca beberapa bab dari salah satu novel yang dia bawa dari Indonesia untuk membantunya tidur.

Sejak meninggalkan Indonesia, tidur Alya tak begitu nyenyak, lantaran selalu teringat dengan kedua orang tuanya di Solo.Terlebih keadaan Ayahnya yang tak stabil usai divonis mengidap kanker paru-paru stadium satu beberapa tahun yang lalu.

Meski telah menjalani serangkaian operasi dan kemoterapi, namun Ayahnya tak dapat kembali aktif bekerja seperti dulu lagi.Dia harus pensiun dini sebagai tenaga pendidik, akibat penyakit yang dideritanya, sementara Ibunya yang hanya sebagai Ibu rumah tangga biasa, harus merawat Ayahnya seorang diri.

Alya hanya memiliki satu orang kakak laki-laki yang bernama Arya.Namun sama seperti dirinya, sang kakak pun tak dapat membantu Ibunya merawat sang Ayah, lantaran pekerjaannya yang sebagai seorang dosen di salah satu Universitas negeri di kota Makassar, mengharuskannya untuk tinggal jauh dari kedua orang tuanya.

Sejujurnya Alya sangat berat meninggalkan kedua orang tuanya dalam kondisi seperti itu.Namun demi membantu sang kakak meringankan biaya hidup orang tua dan membantu biaya pengobatan sang Ayah, Alya pun terpaksa merantau jauh ke luar negeri.

Meski begitu, Alya tetap bersyukur mendapatkan kesempatan bekerja di luar negeri.Dia jadi memiliki pengalaman bekerja di tempat asing, dengan kebudayaan dan iklim yang sangat jauh berbeda dengan tempat tinggalnya.

Terlebih dirinya mendapat majikan yang sangat baik dan lingkungan tempat tinggal yang sangat nyaman.Karena itulah Alya dapat bertahan, meski harus tinggal berjauhan dari kedua orang tuanya.

...****************...

Alya tengah bersiap-siap mematikan lampu tidur, saat dirinya tak sengaja mendengar suara aneh dari luar kamarnya.Samar-samar, Alya mendengar suara seorang pria sedang menangis dari arah jendela kamarnya, yang kebetulan berhadapan langsung dengan balkon kamar utama di Vila sebelah.

Karena penasaran dengan suara itu, Alya pun memberanikan diri berjalan ke arah jendela kamarnya.Ia menyingkap sedikit tirai gorden kamarnya, mencoba mengintip keluar.

Namun tak lama kemudian, raut wajah Alya mendadak pucat saat dirinya tak sengaja melihat kejadian tak terduga dari seberang kamarnya.Dia pun berusaha menenangkan dirinya sambil mengusap matanya.Setelah itu, dia memicingkan kedua matanya untuk memastikan jika yang dilihatnya barusan bukanlah halusinasi.

"Apa aku tidak salah lihat?"

Pandangan mata Alya tengah tertuju ke arah balkon villa yang terhubung langsung ke kamar utama yang kini ditempati Isao.Karena dinding dan pintu kamar nya terbuat dari kaca, Alya pun dapat melihat seisi kamar dengan jelas.

Apalagi malam itu, Isao membiarkan tirai yang seharusnya menjadi penyekat dalam keadaan terbuka lebar.Bahkan pintu yang menghubungkan kamarnya dengan balkon, dibiarkan terbuka dengan lampu kamar yang masih menyala.

Karena itulah Alya dapat melihat apa yang sedang terjadi di dalam sana.Dia melihat Isao yang sedang duduk ditepi tempat tidur, sedang meremas rambutnya dengan kuat.Yang lebih membuatnya terkejut, dia melihat Isao tengah menangis tersedu-sedu seraya memandangi sesuatu yang berada di atas meja rias yang ada di hadapannya.

Sayangnya, pandangan Alya terhalang oleh lemari pakaian, hingga dia tak dapat mengetahui benda apa yang sedang dipandangi Isao saat itu.

"Apa yang terjadi?Bukannya seharian ini dia baik-baik saja?" Gumam Alya

Melihat kejadian itu, Alya pun jadi penasaran dengan apa yang terjadi pada Isao.Dia bahkan tak mengalihkan pandangannya sedikitpun, hingga Isao kelelahan dan membaringkan kepalanya di tepi kasur, sebelum akhirnya tertidur.

Setelah memastikan tak ada lagi yang terjadi, Alya berbalik dan melangkah pelan menuju tempat tidurnya.Dia berbaring, memandangi langit-langit kamarnya, memikirkan apa yang sebenarnya terjadi hingga menyebabkan Isao begitu terluka.Saking kuatnya rasa penasaran Alya, hingga membuatnya tak sadar sudah terlelap sambil memikirkan Isao.

...****************...

Alarm ponsel Alya tiba-tiba berdering, memaksanya untuk bangun dan memulai aktifitasnya seperti biasa.Usai menunaikan ibadah subuh, Alya berjalan ke arah jendela kamarnya, untuk menyingkap tirai gorden dan membuka bingkai jendela kamarnya lebar-lebar.

Sebelum memulai aktifitasnya, Alya terlebih dahulu menikmati udara segar yang masuk melalui jendela kamarnya.Ia mencondongkan tubuhnya ke luar jendela, lalu menghirup udara dalam-dalam dan menghembuskannya dengan pelan sambil tersenyum.

Puas menikmati udara segar dari luar kamarnya, Alya pun bergegas ke dapur untuk menyiapkan sarapan Nenek Asami.

Namun setibanya di dapur, Alya justru dikejutkan oleh kehadiran Isao yang saat itu sedang berdiri di depan kitchen set sambil memasak sesuatu.

Seakan merasakan kehadiran Alya, Isao pun spontan menoleh dan tersenyum ke arahnya lalu kembali fokus dengan apa yang dia kerjakan.

"Selamat pagi Alya san." Sapa Isao dengan ramah.

Alya tak langsung menjawab.Ia terdiam cukup lama.Matanya menatap lekat punggung Isao yang sedang membelakanginya.

"Selamat pagi." Jawab Alya.

"Apa yang kau lakukan, Watanabe san?" Alya penasaran dengan apa yang tengah dikerjakan Isao.Dia berjalan dengan pelan ke arahnya.

"Aku sedang memasak bubur kesukaan Nenek Asami."

Sontak Alya berhenti melangkah.Matanya membulat menatap Isao."Kenapa?!"

Menyadari nada keberatan pada pertanyaan yang Alya lontarkan, Isao pun mengecilkan api kompor dan berbalik menatapnya.

"Karena aku suka memasak sarapan untuk Nenek." Jawab Isao enteng, membuat Alya kehabisan kata-kata

"Setidaknya, selama aku ada disini, aku akan membantumu merawat Nenek.Dengan begitu, kau bisa sedikit lebih santai," sambung Isao, lalu kembali berbalik untuk melihat masakannya.

Namun bukannya senang dengan tawaran Isao, Alya justru terlihat kesal.Seolah pria itu akan merebut pekerjaannya.Dia pun menghampiri Isao dengan wajah cemberut seraya menatapnya dengan tatapan sinis.

"Jika kau mengambil alih semua pekerjaanku, lalu apa yang aku kerjakan?Aku tidak ingin dibayar tanpa bekerja!"

Isao tak langsung menanggapi protes yang dilayangkan Alya dan hanya fokus pada masakannya.Setelah memastikan masakannya matang, Isao segera mematikan kompor, lalu berbalik menatap Alya sambil tersenyum sumringah.

"Anggap saja aku membayar hutang budi karena menjemputku di bandara.Dengan begitu kau tidak akan merasa terbebani dengan apa yang akan aku lakukan.Setuju?!"

Alya terdiam, tak menanggapi usulan Isao.Dia bingung, namun bukan karena ucapan yang baru saja Isao lontarkan, melainkan dia bingung karena ekspresi yang diperlihatkan Isao saat ini, sangat berbeda dengan ekspresi yang dia lihat semalam.

'Bukannya semalam dia menangis tersedu-sedu seperti anak kecil?kenapa sekarang dia malah terlihat sangat ceria?'

"Alya san!!!".

Isao menepuk pundak Alya, hingga membuatnya terperanjat kaget.Dia tak sadar jika sedari tadi dirinya menatap wajah Isao lekat-lekat.Alya pun segera menundukkan kepalanya, malu begitu menyadari apa yang baru saja dia lakukan.

"Maaf!" Jawab Alya gagap.Dia segera berbalik badan dan berjalan dengan cepat ke kamar Nenek Asami.Dia meninggalkan Isao sendirian dengan wajah kebingungan melihat ekspresinya yang salah tingkah.

...****************...

Alya berjalan dengan cepat menuju kamar Nenek Asami.Wajahnya memerah, lantaran malu karena Isao memergokinya sedang memandangi wajahnya.

Untungnya saat masuk ke kamar, Nenek Asami sudah bangun dan berusaha bangkit dari tempat tidur.Dia pun segera menghampiri Nenek Asami dan membantunya duduk di tepi kasur.

"Ada apa Alya chan?Kenapa wajahmu merah begitu?" Tanya Nenek Asami khawatir, sembari memandangi kedua pipi Alya.

Refleks Alya jadi salah tingkah mendengar pertanyaan Nenek Asami, seolah dia baru saja kedapatan telah melakukan hal yang memalukan.

"Tidak apa-apa Nek!Alya hanya kedinginan!Itu sebabnya wajah Alya memerah." Jawab Alya asal sembari menepuk pelan kedua pipinya.

"Kedinginan?Apa penghangat ruangan di kamarmu rusak?" Tanya Nenek Asami sekali lagi dengan wajah khawatir.

"Bukan begitu Nek!Tadi....Alya...tidak sengaja memutar kran air dingin saat membasuh wajah." Alya memutar kedua bola matanya, berusaha mencari alasan agar Nenek Asami tidak semakin panik.

Namun bukannya mengangguk, Nenek Asami justru tertawa terbahak-bahak mendengar alasan Alya yang dirasa lucu olehnya.Dia sampai memukul pelan punggung Alya, karena tak dapat menahan tawa.

"Padahal Nenek lebih tua darimu, tapi malah kau yang pikun.Dasar Alya chan!"

Belum reda tawa Nenek Asami, tiba-tiba Isao muncul tanpa mengetuk pintu.

"Kalian sedang menertawakan apa?Sepertinya sangat seru?" Tanya Isao seraya duduk di sofa yang berada di samping tempat tidur Nenek Asami.

"Nenek kira Alya chan sedang sakit.Ternyata dia lupa menyalakan kran air hangat dan langsung membasuh wajah.Karena itu wajahnya jadi memerah seperti kepiting rebus!" Cerita Nenek Asami begitu tawanya reda.

Namun bukannya ikut tertawa, Isao justru mengernyitkan alisnya.Dia menoleh ke arah Alya dengan tatapan heran, seolah sedang meragukan cerita sang Nenek.

Melihat tatapan aneh Isao, Alya pun berusaha mengalihkan pembicaraan. "Bagaimana kalau sekarang Nenek ke kamar mandi untuk membasuh wajah.Nanti Nenek jalan pagi ditemani Watanabe, jadi Alya bisa merapikan kamar Nenek lebih cepat!"

Tanpa pikir panjang, Isao segera berdiri dan berjalan menghampiri Nenek Asami. "Alya san benar, Nek!Sebaiknya kita pergi jalan-jalan agar dia bisa menyelesaikan pekerjaannya lebih cepat"

Nenek Asami mengangguk setuju dan segera ke kamar mandi dengan dibantu Isao.

...****************...

Alya tengah mengamati Nenek Asami dan Isao yang sedang berkeliling di ladang bunga di depan rumah.Nampak jika keduanya sangat bahagia bisa menghabiskan waktu bersama.Dia pun ikut senang melihat keakraban yang terjalin diantara keduanya.

Nenek Asami juga terlihat lebih segar sejak kedatangan Isao, seakan kedatangan cucunya itu mampu menghidupkan kembali suasana rumahnya yang sepi.

Melihat keduanya yang sedang dalam perjalanan pulang ke rumah, Alya pun bergegas ke dapur dan menyiapkan sarapan untuk Nenek Asami.Sekembalinya di teras, Isao dan Nenek Asami juga sudah tiba di sana.

Setelah membantu Nenek Asami duduk di kursi goyangnya, Alya segera menyodorkan mangkok berisi bubur dan sebuah tumbler pada Isao, yang sudah lebih dulu duduk di tempat biasanya dia duduk untuk menyuapi Nenek Asami.

Dengan lembut Isao menyuapi sang Nenek seraya mengajaknya bercerita, hingga buburnya habis tak bersisa.Dari caranya berinteraksi dengan sang Nenek, tampak dengan sangat jelas jika Isao begitu menyayanginya.

Selesai sarapan, Nenek Asami melanjutkan aktifitas sehari-harinya.Dia mandi pagi, lalu berpakaian dengan di bantu Alya.Kemudian Nenek Asami kembali ke teras untuk merajut sembari memantau ladang bunga dan perkebunannya yang mulai digarap oleh para petani.

Alya pun sibuk menyiapkan benang wol yang akan digunakan Nenek Asami merajut, sementara Isao memilih pergi ke ladang untuk memantau para petani yang tengah sibuk menggemburkan tanah.

...****************...

Alya baru saja menutup buku yang dia baca dan bersiap untuk tidur, saat lagi-lagi dirinya mendengar suara tangisan seorang pria seperti malam sebelumnya.

Seakan yakin jika suara itu berasal dari kamar Isao, Alya pun kembali mengintipnya melalui jendela.Dan sesuai dugaannya, dia lagi-lagi mendapati Isao sedang menangis di waktu dan tempat yang sama.

Melihat hal tersebut, rasa penasaran pun mulai memenuhi pikiran Alya.Dia ingin tahu, masalah apa yang sebenarnya sedang Isao alami, hingga dia terluka sedalam itu dan memilih untuk menangis diam-diam di malam hari.Selain itu, dia juga penasaran dengan benda misterius yang selalu pemuda itu pandangi saat sedang meratapi kesedihannya.

Dan karena rasa penasaran itulah, Alya terpikirkan sebuah ide untuk mengungkap apa yang sebenarnya terjadi.Dengan begitu, dia dapat tidur dengan nyenyak tanpa memikirkan tentang Isao lagi.

Awal kebencian Isao

Hari ini Isao bangun lebih pagi dan memasak bubur di dapur.Sama seperti sebelumnya, ia lagi-lagi memperlihatkan ekspresi ceria di hadapan Alya, seolah tak pernah terjadi apa-apa dengannya.

Meski begitu, ekspresi palsu yang ditampakkan Isao tak mampu menyembunyikan kondisi wajahnya yang sembab.Karena itu, Alya semakin yakin menjalankan rencana yang sudah ia persiapkan nanti malam.

'Pokoknya malam ini rencanaku harus berhasil!', pikir Alya.Ia melirik jam tangannya, tak sabar menunggu waktu dimana Isao mulai meratap.

Tepat pukul sebelas malam, suara tangisan dari arah villa kembali terdengar.Alya mengintip untuk memastikan jika pemilik suara itu adalah Isao.Dan sesuai dugaannya, ia melihat Isao sedang bersandar di tepi ranjang sambil berlinang air mata.

Alya bergegas keluar kamar, memastikan keadaan di dalam rumah.Yakin jika seluruh ruangan telah sepi, Alya pun mengendap-endap keluar agar langkahnya tak terdengar oleh penghuni rumah.

Setibanya di luar rumah, Alya segera berjalan menuju taman yang terletak diantara rumah dan villa.Ia memutar kran air yang terhubung ke selang irigasi, yang biasa digunakan untuk menyiram tanaman dan rumput di sekitar taman.

Dengan cepat air menyembur keluar dan membasahi seluruh taman.Setelah beberapa saat menunggu, Alya pun berlari ke arah ujung selang dan mencoba menghentikan air yang membasahi seluruh taman.

"Wah .....sepertinya kran air di taman rusak!" Alya berteriak cukup keras sambil menoleh kearah kamar Isao, berpura-pura seolah tak sengaja mengarahkan pandangannya kesana.

Mendengar teriakan Alya, Isao refleks menoleh ke arahnya.Ia tersentak kaget saat tatapan mereka saling bertemu.Buru-buru Isao mengusap air matanya, mencoba menenangkan dirinya yang gelisah.

Sementara itu, Alya berlari ke arah kamar Isao.Ia berpura-pura panik, seolah mencemaskan keadaan Isao.

"Ada apa, Watanabe san?Apa kau sakit?" kata Alya setibanya di balkon kamar Isao.

Namun bukannya menjawab pertanyaan Alya, Isao justru berlari ke arah balkon.Ia terlihat kalang kabut saat berusaha menutup pintu kaca kamarnya yang dalam kondisi terbuka.Sayang, belum sempat ia menarik gagang pintu kamarnya, Alya sudah lebih dulu merentangkan kedua tangan dan kakinya, lalu dengan gerakan cepat menyelinap masuk ke dalam kamarnya.

Tanpa basa-basi, Alya segera melayangkan pandangannya ke arah meja rias, mencari benda yang membuatnya penasaran dua hari ini.Benda itu tak lain adalah benda yang selalu dipandangi Isao saat ia tengah menangis.

Tapi setelah menemukan benda yang dimaksud, reaksi Alya justru diluar dugaan.Ia tertegun dalam waktu yang cukup lama tanpa berkedip sekalipun.Kedua alisnya terangkat saat ia mencoba membuka matanya lebar-lebar.

Rasanya Alya tak percaya, jika benda yang ditangisi Isao adalah sebuah bingkai berisi foto wanita jepang di dalamnya.Wajahnya sangat cantik dengan senyum yang merekah, seolah sedang tersenyum pada orang yang memandangi fotonya.

"Jadi kau menangisi seorang wanita?" Alya membelalak, tak percaya.

Namun Isao tak bersuara dan hanya memandangi Alya dengan tatapan geram.Rahangnya bahkan bergetar, tak dapat menahan kekesalannya melihat tindakan Alya yang begitu lancang masuk ke kamarnya.Dia pun berjalan menghampiri Alya, lalu dengan kasar menarik lengan Alya dan menyeretnya keluar.

"Apa yang kau lakukan?!Bukankah tindakanmu barusan sangat tidak sopan?!" Bentak Isao, setelah berhasil membawa Alya keluar.Namun ia tak melepaskan cengkraman tangannya dari lengan Alya.

Alya meringis kesakitan.Ia meronta-ronta, berusaha melepaskan cengkeraman Isao dari lengannya. Tapi tenaganya yang tak sebanding dengan Isao, membuatnya kesulitan melepaskan cengkeramannya.

"Maaf, aku tidak bermaksud bertindak tidak sopan padamu!Aku hanya merasa terganggu tiap kali mendengarmu menangis." Sesal Alya.

Bukannya mencoba maklum dan memahami alasan Alya, Isao justru semakin geram setelah mendengar jawabannya.Ia pun mempererat cengkraman tangannya dan menatap Alya penuh amarah.

"Kau bahkan berani menguping?!" Bentak Isao, sambil mengangkat tangan kanannya.

Sontak Alya kalang kabut, mengira Isao akan melayangkan tamparan padanya.Dia pun menunduk dan menginjak kaki Isao sekuat tenaga.

"Argh!!!"

Isao mengerang kesakitan.Ia melepaskan cengkeramannya dan membungkuk, memegangi kakinya yang sakit.

Alya sempat termangu melihat Isao meringis kesakitan, namun ia segera sadar dan segera kabur dari taman.

"Maafkan aku!!!", kata Alya di tengah usahanya melarikan diri.

"Hei, berhenti!Kau mau kemana?!" Seru Isao.

Namun teriakannya tak di indahkan Alya yang terus berlari hingga sosoknya tak nampak lagi.

"Awas kau!Akan ku balas perbuatanmu!" Gumam Isao kesal.

Di sisi lain, Alya yang baru saja masuk ke kamar, buru-biru mengunci pintunya.Dengan tubuh yang bergetar, ia naik ke atas kasur dan menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut.Ia begitu ketakutan, teringat akan kejadian yang baru saja ia alami.

'Apa memang sifat aslinya seperti itu?Apa sifatnya yang sebelumnya itu palsu?Wah, aku baru saja membangunkan monster yang tertidur!'

...****************...

Alarm ponsel Alya tiba-tiba berdering, menandakan jika sudah waktunya ia bangun.Namun setelah beberapa menit berlalu, Alya tak kunjung menunjukkan tanda-tanda akan beranjak dari tempat tidurnya.

Bukan karena ingin bermalas-malasan, hanya saja Alya trauma dengan kejadian semalam.Hal itu membuatnya sangat takut untuk keluar.Ia khawatir kalau-kalau Isao tiba-tiba muncul di dapur dan menangkapnya.

Tapi, setelah setengah jam berlalu, Alya mulai gelisah karena tak juga menjalankan aktivitasnya seperti biasa.Ia dilanda rasa cemas, memikirkan kewajiban dari pekerjaannya.Bagaimana jika Nenek Asami lapar, sementara dirinya belum menyiapkan apapun.

Tak ingin rasa bersalahnya semakin besar, Alya pun memberanikan diri keluar.Ia membuka pintu dan berjalan pelan ke arah dapur, sambil memantau setiap sudut rumah.Untungnya sosok Isao tak terlihat di mana pun, membuatnya sedikit lega.

'Syukurlah dia tidak datang!', batinnya

Alya pun bergegas ke dapur menyiapkan sarapan dan melupakan sejenak tentang kejadian semalam.

...****************...

Setelah selesai membuat sarapan, Alya bergegas menuju kamar Nenek Asami.Ia bermaksud membangunkan beliau dan mengajaknya berkeliling di ladang.

Namun baru saja pintu dibuka, Alya tiba-tiba dikagetkan dengan kehadiran Isao yang tengah duduk di sofa dengan kaki yang disilangkan.Saking kagetnya, Alya sampai berteriak histeris dan terperanjat dari tempatnya.

"Aaaaa!!!!"

Teriakan Alya berhasil mengejutkan Nenek Asami yang sedang duduk di tepi ranjang.Refleks ia menoleh dan menatap Alya khawatir.

Sementara Isao hanya menunjukkan wajah datarnya.Satu alisnya terangkat, ketika ia mengalihkan pandangannya ke Arah Alya dengan tatapan sinis.

"Ada apa, Alya chan?" Tanya Nenek Asami cemas.

"Tidak Nek!Alya hanya kaget melihat Watanabe san." Ucap Alya terbata-bata, sambil mengusap kedua tangannya bergantian dengan cemas.

"Memangnya kenapa jika aku ada disini?Apa aku perlu izin darimu sebelum menemui Nenek?Lagipula kau ini siapa, sampai sibuk mengaturku harus berada dimana?" tanya Isao kasar, sambil melipat kedua tangannya ke dada.

"Isao chan, kenapa kau berbicara seperti itu pada Alya chan?Apa kau tidak lihat dia sedang ketakutan?!Kasihan dia, wajahnya sampai pucat karena kaget. Harusnya kau membantu Nenek menenangkan dia, bukan malah berbicara kasar seperti itu!" Tegur Nenek Asami.

"Untuk apa aku berbicara lembut pada orang yang lancang seperti dia, Nek?Dia orang yang bekerja pada kita!Seharusnya dia tahu menempatkan posisinya sebagai seorang karyawan!" Jawab Isao dengan nada angkuhnya.

Nenek Asami cukup terkejut mendengar jawaban Isao.Ia mengatupkan bibirnya, berusaha menahan amarah karena perkataan cucunya yang terdengar kasar.Ia tak ingin memperkeruh suasana dan akhirnya akan menyakiti Alya karena telah membelanya.

Disisi lain, Alya hanya bisa menunduk pasrah.Ia memejamkan mata, merasa sangat menyesal atas perbuatan yang ia lakukan semalam.Terlebih lagi, dirinya lah yang lebih dulu mencari masalah, dengan masuk ke kamar Isao tanpa izin dan menginjak kakinya agar bisa kabur.Padahal, ia sendiri tak bisa memastikan, apakah Isao memang bermaksud ingin menamparnya atau tidak.

"Sudahlah!Tidak usah berdebat!Nenek mau keluar jalan-jalan pagi.Siapa diantara kalian yang mau menemani Nenek?" Nenek Asami berusaha mencairkan suasana.

Mendengar permintaan Nenek Asami, Alya pun bergegas menghampirinya, bermaksud mengiyakan ajakannya.Namun dengan gerakan cepat, Isao bangkit dan menghalangi jalan Alya dengan menyenggolnya, hingga membuatnya terlempar ke sudut kamar.Untungnya Alya berhasil menahan keseimbangan tubuhnya dan tidak terjatuh ke lantai.

"Aku yang akan mengantar Nenek," ucap Isao sambil menyunggingkan senyum ke arah nenek Asami.Ia meraih tangan Nenek Asami dan membantunya berdiri.

Nenek Asami sempat melirik ke arah Alya dengan tatapan iba.Rasanya ia tidak tega melihat Alya dikasari oleh Isao.Tapi jika tidak segera mengajak Isao keluar, Nenek Asami khawatir Alya akan semakin ditindas.

Alya hanya bisa pasrah menerima perlakuan kasar Isao. Ia sudah menebak jika Isao akan memperlakukannya seperti ini, mengingat yang ia lakukan semalam memang cukup keterlaluan.

...****************...

Setelah Nenek Asami beristirahat siang, Alya bergegas keluar dari kamar beliau.Ia berencana ke dapur untuk mencuci piring bekas makan siang mereka.

Namun baru saja Alya menutup pintu kamar Nenek Asmi, tiba-tiba saja seseorang mencengkeram lengannya dan menyeretnya ke ruang laundry yang berada di ujung koridor.

Alya terperanjat saat Isao menariknya ke ruangan laundry dan menyandarkannya dengan kasar ke dinding.Ia membekap mulut Alya dengan telapak tangannya yang besar, dan memberi isyarat agar tidak membuat keributan.

"Jangan harap setelah kejadian semalam aku akan bersikap baik padamu!Aku benci wanita yang suka ikut campur dengan urusan orang lain!Jika bukan karena Nenek Asami, aku tidak akan berbaik hati padamu!Jadi jaga sikapmu, jangan urusi urusanku, jika tidak ingin ku pulangkan ke kampung halamanmu, mengerti!" Isao berbisik, namun dengan nada mengintimidasi.

Sontak sekujur tubuh Alya bergidik ngeri.Tenggorokannya terasa tercekat saat melihat ekspresi wajah Isao yang sangat berbeda dari yang biasa ia tunjukkan.Matanya melotot, menampakkan iris mata birunya yang bergetar menahan emosi.Sorot matanya yang biasanya lembut, kini terlihat mencekam.

Sejak saat itu, Iris mata biru Isao yang indah tak lagi membuat Alya terpesona.Ia justru gemetar ketakutan, seakan melihat vampir yang siap menghisap darahnya hingga habis.Keringat dingin bahkan mengucur deras di wajahnya, ketika menatap garis wajah Isao yang dengan jelas memperlihatkan kemarahannya.Dengan perasaan takut, Alya pun mengangguk, mengiyakan perintah Isao.

Melihat Alya mengangguk setuju, Isao pun melepaskan bekapan tangannya.Ia mengacungkan telunjuknya ke depan wajah Alya, lalu memperingatkannya sekali lagi

"Kerjakan tugasmu dan bersikaplah seperti biasa, tanpa mencoba mencari perhatian!Jangan karena Nenek bersikap baik padamu, lantas kau berbuat seenaknya padaku!Aku bukan Nenek yang bisa mentoleransi kelakuanmu yang lancang.Sekali lagi kau melakukan hal seperti semalam, aku tidak akan segan-segan memberimu pelajaran!"

Bulu kuduk Alya merinding, mendengar peringatan Isao.Ia memeluk tubuhnya sendiri dan terdiam cukup lama di tempatnya berdiri.Sementara Isao sudah pergi lebih dulu, meninggalkannya seorang diri di ruang laundry.

Tepat setelah kepergian Isao, kaki Alya mendadak lemas dan membuatnya tersungkur ke lantai.Ia masih tak menyangka, jika di balik wajah tampan dan sikap ramahnya terdapat sisi gelap dan menyeramkan di dalam diri Isao.

Memikirkan hal itu, bola mata Alya seketika basah.Untungnya, ia tak sampai meneteskan air matanya.Ia berusaha kuat dan tidak memikirkan kejadian barusan.

Setelah berhasil menenangkan diri, Alya segera bangkit dan melanjutkan aktivitasnya.Ia berusaha bersikap seperti biasa dan tidak mengingat kejadian itu.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!