NovelToon NovelToon

Second Life : My Past Is My Future That'S Why I Become A Ninja

Chapter 1

Inilah hidup ku, seorang pekerja honorer di sebuah perusahaan gelap (black company) dengan gaji yang kecil. Namaku Yashiro Masamune, nama yang indah bukan, seperti nama pedang legendaris dan samurai terkenal, usia ku 40 tahun, dengan seorang istri bernama Yashiro Touka berusia 35 tahun dan dua orang anak, seorang anak laki laki berumur 17 tahun bernama Yashiro Takeru dan seorang anak perempuan berumur 16 tahun Yashiro Hinako. Aku bagun pagi pagi, bahkan istri ku masih tidur terlelap di sebelah ku. Aku bersiap siap pergi ke kantor dan menyiapkan sarapan untuk anak anak ku, juga makan siang mereka di sekolah. Istri ku sama sekali tidak membantu ku, karena dia tidak bisa bangun pagi dengan alasan capek. Memang terus terang saja, penghasilan istri ku jauh melebihi ku, dia suka tugas ke luar kota dan kadang tidak pernah pulang. Beberapa kali aku memergoki nya dengan pria lain di cafe, pub bahkan mereka masuk ke hotel yang aku sendiri tidak tahu mereka berbuat apa, bukan tidak tahu, tapi aku tidak mau tahu. Tapi karena aku menginginkan anak anak ku memiliki orang tua yang utuh, tidak seperti diriku. Jadi aku menahan nya dengan sekuat tenaga walau membuat ku sesak.

Setelah sarapan tersedia dan bento pun siap, aku membangunkan anak anak ku untuk bersiap siap ke sekolah. Beruntung nya sekolah mereka dekat dengan rumah ku, jadi mereka bisa berjalan kaki untuk pergi dan pulang. Aku sangat sayang kedua anak ku, mereka adalah harta ku yang sangat berlimpah di sepanjang hidup ku ini. Setelah mereka bangun dan bersiap siap, kita bertiga berkumpul di meja makan, setelah mengucapkan salam, kita pun makan bersama.

“Otosan, aku butuh uang untuk kegiatan club menari ku...boleh ya.” Bujuk Hinako.

Anak perempuan ku memang suka sekali meminta sesuatu yang kadang aku sendiri tidak mengerti, di sini lah letak kesalahan ku, aku tidak pernah bertanya padanya, semuanya aku turuti dan menelan mentah mentah permintaan nya.

“Perlu berapa Hina chan ?” Tanya ku pada anak ku.

“Hmmm berapa ya, mungkin 50.000 yen saja, boleh ya ?” Jawab nya.

Tentu saja aku kaget, buat apa anak yang baru kelas dua sma meminta uang sebanyak itu, akhirnya aku bertanya,

“Untuk apa uang sebanyak itu, apa kegiatan club di sekolah mu membutuhkan uang sebanyak itu ?” Tanya ku.

Tiba tiba pintu kamar ku di buka, istri ku bangun dengan kondisi acak acak kan dan langsung berjalan ke kamar mandi. Mendengar pertanyaan ku, tiba tiba Hinako langsung berlari menyusul istri ku yang berada di kamar mandi. Anak laki laki ku, Takeru menggebrak meja dan langsung berdiri membawa piring dan mangkuk yang masih ada makanan nya kedapur.

“Sudah selesai, aku pergi.....” Setelah menaruh piring dan mangkuk nya di dapur, dia langsung berjalan menuju pintu dan memakai sepatu nya. Tanpa pamit lagi dan membawa bento nya, dia keluar dengan membanting pintu. Aku tidak mengerti kenapa sikap nya seperti itu. Setiap aku ajak bicara selalu menghindar dan tertutup kepada ku, seakan akan dia membenci diriku. Tak lama kemudian istri ku keluar dari kamar mandi. Tanpa basa basi lagi dia langsung menghampiri ku dan menggebrak meja di depan ku, sampai piring ku lompat dari meja.

“Heh otosan, kenapa kamu tidak kasih saja uang nya, dia kan perlu...” Ujar nya sambil menunjuk Hinako di belakang nya.

“Tapi uang sebanyak itu untuk apa, kita sendiri juga kekurangan uang kan..” Balas ku memberi pengertian pada istri ku yang terlihat sekali baru bangun tidur walau sudah ke kamar mandi.

“Hah...aku tidak pernah merasa kekurangan uang kok, makanya cari kerja yang bener seperti laki laki lain, jadinya semua terpenuhi...menuruti kemauan anak saja tidak bisa.” Sindiran pedas istri ku benar benar masuk ke dalam hati ku dan membuat ku sebal melihat wajah nya yang sombong. Tapi karena aku tidak mau memulai hari ku dengan marah dan ribut, akhirnya aku berdiri dan mentransfer sejumlah uang yang anak ku minta walau tangan ku terasa sangat berat.

“Sudah otosan transfer, Hina chan.” Ujar ku kepada anak ku yang langsung mengecek smartphone nya. Wajah nya seketika ceria melihat jumlah uang yang ada di rekening nya. Dia langsung menunjukkan nya pada istri ku dan membuatnya tersenyum, sayang nya senyum nya bukan untuk ku. Anak ku langsung naik ke atas, masuk ke kamar nya dan keluar memakai jaket sambil membawa tas. Tanpa pamit dan menghabiskan makanan nya, dia langsung keluar, memakai sepatu nya dan menutup pintu nya. Hati ku sakit, karena makan siang yang kusiap kan untuk kedua anak ku menjadi sia sia, bahkan aku melihat di depan mata kepala ku sendiri, istri ku memakan bekal yang kusiapkan untuk anak anak ku dengan alasan supaya tidak mubazir.

“Katanya punya uang sendiri, makan saja nebeng.” Pikir ku dengan geram, tapi aku membuang jauh jauh pikiran itu dan bersyukur masih ada yang memakan sesuatu yang kusiapkan. Aku berdiri dan menaruh semua piring dan mangkuk ku di dapur kemudian mencuci nya. Setelah itu aku pergi tanpa pamit kepada istri ku, karena ketika aku mau pamit dia malah membuang wajah nya sambil makan bento buatan ku. Aku keluar dengan perasaan yang remuk, tapi melihat hari yang cerah dan suasana ramai di depan rumah ku, aku berjalan tegak menuju stasiun tanpa memikirkan apa apa.

Di stasiun, karena sedikit terlambat naik kereta akibat kejadian pagi di rumah, aku terpaksa berdesak desakan di kereta. Di depan ku ada anak sekolah perempuan yang terlihat sangat ketakutan dan risih, karena penasaran aku melihat kebelakang nya, ternyata ada seorang pria paruh baya yang gemuk sedang memasukkan tangan ke dalam rok nya yang terbilang mini itu. Jiwa pahlawan ku muncul, aku mendorong pria paruh baya itu dan menggesernya. Akhirnya aku yang berdiri di belakang siswi itu untuk menjaganya, sebab seperti nya pria paruh baya yang kira kira seumuran dengan ku tidak senang dirinya di geser oleh ku. Pria itu pergi ke gerbong sebelah yang lebih kosong dari gerbong yang kunaiki. Setelah ku pikir aman, aku berniat bergeser kembali ke tempat ku semula.

Tapi laki laki tadi kembali bersama dengan petugas dan mengatakan kalau aku melecehkan siswi di depan ku, sontak siswi itu menoleh dan melihat ku yang terlihat kurus, pendek dan bungkuk di tambah berkacamata. Siswi itu terlihat takut dan jijik melihat ku, dia langsung berlari ke pria yang sebenarnya melecehkan nya tadi, petugas langsung menangkap ku dan menurunkan ku di stasiun berikutnya yang padahal tempat ku turun masih dua stasiun lagi. Pandangan seluruh penumpang yang berada di dalam kereta sangat menyakitkan, seakan akan memandang ku sebagai pria mesum yang tidak tahu diri.

Akhirnya dengan langkah panjang aku berjalan keluar stasiun dan menyetop taksi untuk mengejar waktu menuju kantor ku. Sesampai nya di kantor, aku sudah terlambat selama 30 menit. Bos ku langsung memanggil ku ke kantornya,

“Yashiro san, ini sudah ke berapa kali kamu terlambat, aaah sebenar nya aku tidak mau mengambil keputusan ini, tapi dewan direksi sudah memutuskan. Mohon maaf Yashiro san, mulai hari ini kamu tidak berkerja di sini lagi. Silahkan bereskan meja mu sebab pengganti mu sudah ada. Terima kasih atas kontribusi mu selama ini, ambilah, ini gaji terakhirmu dan pesangon mu.” Ujar bos ku sambil menyerahkan dua lembar cek yang merupakan gaji ku dan pesangon ku.

“Bos, aku mohon, beri aku kesempatan lagi, aku punya anak dua orang, aku mohon bos.” Ujar ku memohon pada bos ku untuk mencoba peruntungan ku sambil berlutut dan menyembah di depan meja, tapi,

“Maaf Yashiro san, kalau secara pribadi aku bersedia menerima mu kembali, tapi ini sudah keputusan dewan direksi, memang sangat di sayangkan, tapi mau tidak mau harus di terima, aku yakin Yashiro san pasti berjaya di tempat lain.” Begitulah jawaban bos ku untuk mematahkan semangat ku. Akhirnya dengan langkah yang gontai dan tubuh yang limbung, aku keluar dari ruangan bos ku dan berjalan ke meja ku yang ternyata sudah rapi, aku hanya tinggal mengangkat dan membawa nya saja. Aku keluar berjalan ke lift dengan melewati pandangan rekan rekan kerja ku yang sinis dan mengejek.

“Aku harus bilang apa ke Touka, dia pasti marah besar dengan kejadian ini, aku juga harus bilang apa ke anak anak.” Pikirku dalam hati sambil turun ke bawah menggunakan lift. Ketika sampai ke bawah, tiba tiba pundak ku di tepuk. Aku menoleh dan melihat seorang wanita cantik yang merupakan junior ku di kantor, nama nya adalah Kawaii Rinne.

“Senpai, maaf, ini semua gara gara aku.” Ujar Rinne chan kepada ku. Mendengar ucapan nya tentu saja aku menjadi bingung, apa yang sebenarnya terjadi.

“Gara gara kamu Rinne chan ? memang kamu berbuat apa ?” Tanya ku kepada nya. Rinne langsung menunduk dan menarik tangan ku untuk keluar dari gedung. Dia mengajak ku ke sebuah cafe di belakang kantor ku yang letak nya agak tersembunyi dan sepi. Tentu saja aku tidak bisa membayangkan, seorang wanita cantik menarik aku yang payah ini ke cafe remang remang. Ketika sudah di dalam dan setelah memesan minuman, barulah dia bercerita, jadi alasan ku di pecat karena seorang dewan direksi yang merupakan ‘om senang (sugar daddy)’ Rinne, cemburu melihat ku dekat dengan Rinne. Padahal aku sendiri baru mengetahui nya dan aku juga tidak punya niat apa apa terhadap Rinne walau dia cantik dan baru berusia 22 tahun. Hubungan ku dengan Rinne hanya sebatas senior dan junior di tempat kerja.

Mendengar Rinne bercerita hati ku sangat tidak kuat dan sakit, hanya karena alasan itu, hidup ku hancur, aku berdiri dan keluar dari cafe setelah membayar minuman ku. Aku benar benar benci pada Rinne yang mengatakan hal itu dengan santai tanpa merasakan apa yang aku rasakan dan memohon maaf dengan enteng nya. Aku melangkahkan kaki menjauh dari kantor ku, berjalan tanpa arah sambil membawa kotak berisi barang barang ku. Langkah ku mengantarkan ku ke sebuah taman yang kosong, aku duduk di sebuah kursi taman yang terletak di ujung dan menghela nafas.

“Apa yang terjadi dengan hidup ku ini, aku salah dimana ?” Tanya ku di dalam batin. Selagi merenung sambil menengadahkan kepala ke atas, ada pasangan yang lewat sepertinya sedang jogging, tapi wangi parfum wanita nya sangat ku kenal, aku menoleh dan melihat istriku sedang berjogging di taman, tapi kenapa dia berjogging di taman yang jauh dari rumah pikirku, aku berdiri dan hati ku bagai di tusuk ribuan jarum melihat seorang laki laki muda di sebelah nya yang berlari sambil memegang bokong nya. Aku duduk kembali, menunggu mereka berputar sekali lagi sambil bersiap siap sebab kemarahan dan sakit hati ku sudah memuncak. Ketika mereka datang aku berdiri dan berjalan di depan keduanya.

“Touka...siapa dia ?” Tanya ku menunjuk laki laki di sebelah nya.

Aneh nya istri ku tidak menjawab nya, dia malam membuang wajah nya ke samping, kemudian laki laki yang ada di sebelah nya mendekati ku.

“Touka sayang, kamu kenal orang ini ?” Tanya laki laki itu.

“Wah tidak, aku baru pernah melihat nya...lagipula, dia tidak kelihatan sama sekali di mataku selama ini.” Jawab istri ku ketus.

“A..apa ? kamu....kamu bilang tidak kenal aku ? Aku tidak kelihtan ? padahal tadi pagi saja kamu masih makan bento untuk anak anak mu, kejam sekali kamu.” Ujar ku marah.

“Eh...Touka sayang, kamu punya anak ?” Tanya laki laki itu.

“Ah...kan memang aku sudah bilang aku punya anak, tapi jelas bukan dari laki laki ini, kamu mengerti kan ?” Tanya istri ku yang berkeringat sambil bermesraan dengan laki laki itu.

“Oh kalau begitu dia tidak penting, ayo sayang kita jalan lagi.” Laki laki itu langsung melingkarkan tangannya di pinggang istri ku.

Kepala ku sudah panas, akhirnya aku menarik tangan istri ku dan berjalan sambil menarik nya.

“Hey lepaskan, atau aku teriak...sayang tolong.” Teriak istri ku yang kurang ajar itu.

Laki laki itu langsung mengejar ku dan melayangkan pukulan nya ke wajah ku. Aku terpental seperti kapas dan tersungkur jatuh, wajar saja, aku yang kerempeng ini bukan tandingan laki laki yang berbadan seperti model kekar. Tanpa memperdulikan ku, keduanya kembali berlari dan bermesraan, istri ku sempat menoleh melihat ku tapi dengan tatapan yang kosong seperti dia tidak merasakan apapun. Aku berdiri dan tidak ingin di sana lebih lama lagi, barang ku tinggal di kursi dan aku berlari keluar dari taman entah menuju kemana. Ketika aku berada di jembatan, smartphone ku berbunyi, langsung saja aku mengangkat nya dan melihat sekolah anak ku yang perempuan menelpon ku.

“Halo....” Sapa ku di telepon.

“Halo, benar ini papa nya Hinako chan ?” Balas suara wanita di telepon.

“Iya benar, ada apa ya ?” Tanya ku penasaran, sebab jarang jarang aku mendapat telepon dari sekolah anakku.

“Begini, kami dari sekolah mau tanya, apa Hinako chan ada masalah ? sebab sudah seminggu dia tidak datang ke sekolah.” Jawab wanita di telepon yang terlihat cemas.

“Apa ? dia setiap pagi pamit untuk pergi padaku dan bilang kalau pulang terlambat karena kegiatan club.” Balas ku, karena memang seperti itulah yang sebenarnya.

“Oh begitu, tapi dia tidak datang ke sekolah selama seminggu ini dan club nya juga sudah di bubarkan karena kekurangan anggota, anda bisa datang kesini besok untuk bicara ?” Tanya wanita itu.

“Baiklah, saya akan datang besok pagi, maaf ini dengan siapa ?” Tanya ku dengan perasaan yang hancur dan tidak menentu.

“Aku wali kelasnya Sawada.....mohon kehadiran nya besok ya pak, terima kasih, selamat siang.” Telepon di tutup. Pikiran ku melayang layang, setiap hari Hinako pergi ke sekolah dan minta uang padaku dengan jumlah yang paling besar tadi pagi. Karena aku penasaran apa yang terjadi sebenarnya, aku mencoba menelpon Hinako dan berjalan mencarinya. Setelah beberapa lama, akhirnya Hinako membalas pesan ku, dia bilang dia ada di sekolah dan sedang menunggu sensei pembimbing untuk memulai kegiatan club. Aku tahu sekali kalau dia berbohong, dengan kesal aku menelpon nya, ternyata Hinako mengangkat nya, tapi yang aku dengar bukan lah suaranya.

“Gimana Hi chan, enak posisi ini ?” Tanya seorang pria.

“Enak senpai...ah...enak sekali, sedikit lebih keras senpai...ah..ah.” Jawab Hinako di telepon.

Seperti nya tanpa sengaja dia menekan telepon nya dan menjawab panggilan ku, tanpa berbicara lagi, aku menutup telepon nya. Hati ku hancur, sepertinya Hinako sedang berada di suatu tempat dan melakukan hal yang tidak senonoh. Yang paling menyakitkan, dia tidak pergi ke sekolah selama seminggu dan membohongiku. Aku berjalan gontai tanpa arah tujuan, kepala ku terasa berat, hati ku terasa sakit dan jiwaku rasanya sudah lelah menahan semua ini. Tanpa terasa, hari sudah malam, aku sampai di depan rumah ku yang gelap jika di lihat dari luar. Aku membuka pintu rumah dan masuk ke dalam.

“Aku pulang.” Tidak ada satu orang pun yang datang menyambutku, aku teringat ketika Takeru dan Hinako sewaktu berumur 5 dan 4 tahun, mereka pasti berlari melompat minta ku peluk ketika aku baru pulang dari kantor dan Touka keluar mengenakan celemek seperti baru selesai masak dan membawakan tas ku ke dalam. Aku terduduk di depan pintu, air mata ku deras bercucuran tak terbendung lagi, aku meringkuk, mendekap lutut ku dan terus menangis. Aku benar benar menyesali sikap ku yang pengecut dan penakut, kalau saja aku tidak selalu menerima apa yang terjadi, kalau saja aku sedikit berargumen, kalau saja aku berani sedikit mengambil resiko, semua ini tidak akan terjadi.

Ketika sedang merenung dan menangis, smartphone ku kembali berbunyi, kali ini smartphone Takeru yang berbunyi, dia menelpon menggunakan video, aku langsung mengangkatnya.

“Yo, ossan....apa kabar ?” Tanya pria di telepon yang wajah nya tidak aku kenal. Aku kaget karena bukan anak ku yang menelpon.

“Siapa ini ? mana Takeru kun ?” Tanya ku kepada pria di telepon itu.

“Ossan...ossan....lihat....ini anak mu kan ?” Tanya pria itu sambil membalik telepon nya dan memperlihatkan Tekeru yang sudah babak belur dan kedua tangannya sedang di pegangi oleh dua orang berbadan kekar.

“Kenapa Takeru kun...kamu kenapa ?” Teriak ku dengan panik dan suara yang gemetar.

“Tenang ossan, dia berani sekali mencuri uang geng kami yang berjumlah hampir 1 juta yen, gimana nih ossan ? bisa kamu mengganti nya ? kami minta 1 juta yen malam ini juga cash dan Takeru kami lepaskan.” Ujar pria itu.

“Hahaha....otosan tidak akan membayar mu, dia tidak pernah perhatian padaku, dia selalu mementingkan okasan dan adik perempuan ku.....cuih.” Takeru menantang pria itu.

Seorang pria menampar wajah nya dan menyuruh nya diam, aku menutup mulut ku melihat kejadian itu. Pria itu mendekat dan menjambak rambut Takeru kemudian memperlihatkan wajah nya yang sudah babak belur di hadapan ku.

“Takeru kun, otosan akan membayarnya...beri otosan waktu...” Jawab ku pasrah, walau sebenarnya aku bingung, dimana aku harus mendapatkan uang sebanyak itu sedangkan diriku baru saja di pecat.

“Maaf ossan...harus malam ini dan barusan bos menelpon kawan saya di luar, jadi terpaksa nih ossan, jangan dendam ya....”

Pria itu mengeluarkan pistol dan langsung menembak kepala Takeru, kemudian menghabiskan sisa pelurunya ke badannya.

“Tidak....tidak....tidak.........” Teriak ku. Tapi telepon langsung di matikan, setelah dia menembak Takeru, aku langsung lari keluar rumah dan menuju kantor polisi terdekat untuk melaporkan kejadian barusan, tapi langkah ku terhenti karena aku tertabrak oleh mobil yang kebetulan lewat di jalan depan rumah ku.

Chapter 2

Aku tergeletak di jalan penuh darah, nafas ku tersengal sengal dan seluruh tubuh ku terasa nyeri yang teramat sangat. Aku tidak mungkin selamat pikir ku, badan ku mulai dingin dan aku sudah tidak bisa mengangkat tangan ku. Di saat aku sekarat, aku merenungi hidupku, salah dimana aku, kenapa semua menjadi begini, sudah berapa lama aku di kerjai istri dan anak anak ku, semuanya terlintas di benak ku. Tapi bukannya sedih,

“Hahahahaha......terima kasih, hidupku sangat menyenangkan, saking senang nya aku sampai tidak bisa tertawa hahahaha....kalau saja, kalau saja aku bisa mengulang semuanya.”

Aku histeris, tertawa seperti orang gila, pandangan mataku sudah gelap, aku tidak bisa melihat. Aku pasrah dan terpejam, aku sudah tidak bisa lagi membuka mata,

“Selamat tinggal dunia...” Aku meninggal dengan tangisan menyusul anak ku.

Tenyata seperti ini yang namanya kematian, kita terasa mengambang tak menentu dengan mata terpejam. Entah berapa aku merasakan diriku terombang ambing kesana kesini dengan tujuan tidak jelas, sama seperti hidupku sebelum nya. Di saat saat hening inilah, aku mengulang seluruh kehidupan ku di benak ku. Aku melihat diriku sendiri seperti menonton film kualitas rendah karena aktor nya jelek, yaitu aku. Ternyata benar, semua yang aku alami terjadi karena sifatku dan diriku sendiri, aku terlalu cuek, pengecut, selalu mencari jalan aman, tidak berani maju dan lain sebagainya.

Ketika menyadarinya, aku menjadi benci pada diriku sendiri, tapi apa penyebab nya, rupanya ada, aku pernah jatuh cinta. Odasiga Ayame, siswi pindahan pada waktu aku kelas dua sma, hanya dia yang mau bicara dengan ku saat di kelas walau duduk berjauhan, setiap hari selalu bersama karena kita berdua adalah anggota club yang sama yaitu club literature dan kita berdua tidak punya teman. Tapi cinta ku pupus, karena Ayame chan meninggal secara tragis, keluarganya di bantai oleh pesaing nya, ya benar, Ayame chan berasal dari keluarga yakuza, dia hidup di dunia yang keras, jauh berbeda dengan ku yang selalu hidup di alam damai. Andai saja saat itu aku punya kekuatan, mungkin aku bisa menyelamatkan nya, tapi semua sudah terlambat, aku hanya berharap aku bisa bertemu nya di alam kematian. Atau seperti itu pikiran ku. Tapi ternyata semua berbeda.

***

“Masa kun, bangun Masa kun.”

Suara lembut seorang wanita memanggil ku, aku tidak ingat suara siapa itu, tapi suara itu terasa hangat. Karena aku tidak bangun bangun, sebuah tangan lembut, halus dan hangat memegang tubuh ku dan mulai mengguncang guncang tubuh ku.

“Bangun Masa kun, kamu mau sekolah tidak.”

Sekolah ? aku sekolah ? di surga ada sekolah ? apa maksudnya ? karena penasaran, aku membuka mata. Ternyata yang mengguncang tubuh ku dan membangunkan ku adalah mama ku yang sudah meninggal. Eh, sudah meninggal ? kenapa dia ada di depan ku, sepertinya benar ini surga.

“Ayo, kamu sudah bangun barusan, kenapa terpejam lagi. Bangun Masa kun, kalau tidak di tinggal papa loh.”

Hah, papa ? benarkah papa masih hidup ? aku mau bertemu papa. Mata ku langsung terbuka lebar dan aku duduk di tempat tidur. Aku mengucek mataku dan melihat tanganku. Loh, kenapa tangan ku jadi kecil, aku melihat sekeliling dan aku melihat kamar ku sewaktu papa dan mama ku masih tinggal di apartemen. Aku menoleh dan melihat diri ku di cermin yang ada di lemari ku. Hah, aku jadi kecil waduh, memang kalau di surga seperti ini ya, pikirku. Aku turun dari tempat tidur dan keluar dari kamar, ruangan di depan kamar ku sangat sumpek, dengan sebuah televisi tabung menyala dan aku melihat papa ku sedang membaca surat kabar sambil duduk di meja dengan dandanan kantornya.

“Pa..pa....”

Tanpa sadar air mataku mengalir deras dan aku menangis tersedu sedu. Melihat diriku menangis, papa ku langsung menaruh surat kabarnya dan menghampiriku, dia langsung mengangkatku dan menggendong ku.

“Kenapa kamu, mimpi buruk ya, papa di sini, tenang ya....” Ujar papaku sambil mengelus punggung ku.

“Iya, papa, aku habis mimpi buruk.” Ujar ku.

Papa ku tersenyum, senyuman yang sudah lama sekali tidak aku lihat dan membuatku kangen. Mama ku yang lagi memasak juga menghampiri ku, papa langsung memeluk kita berdua. Ketika di peluk, tanpa sengaja aku melihat tanggal di jam tangan papa. Aku menangis sekencang kencang nya, karena tanggal itu bertuliskan 29 July 1991, hari dimana papaku meninggal karena kecelakaan lalu lintas. Setelah melepaskan pelukan nya, papa langsung melihat jam tangannya.

“Wah sudah jam segini, papa pergi dulu ya Masa, nanti papa belikan mainan kalau papa libur.”

Aku melihat kantung di bawah mata papaku, dia lembur, sama seperti ku waktu berkerja di perusahaan yang memecatku itu. Tanpa ragu lagi, aku memeluk erat kaki papa ku dengan harapan dia tidak pergi. Mamaku sepertinya menyadari nya, dia langsung meminta papa ku naik kereta saja dan jangan membawa mobil. Papa sempat berdebat dengan mama sebentar, tapi karena papa selalu kalah kalau berdebat dengan mama, akhirnya dia menaruh kunci mobil nya dan pergi berjalan kaki. Mama bersiap siap untuk mengantar aku ke sekolah lalu pergi ke kantor. Singkat cerita, aku sudah berada di sekolah, seperti biasa, aku pendiam di sekolah, aku tidak berteman dan juga tidak di rundung, aku biasa biasa saja, tidak menonjol dan juga tidak tenggelam.

Hari itu aku yakin tidak ada yang menelpon pihak sekolah dan menyuruhku pulang karena papa kecelakaan di rumah sakit, tapi ternyata aku salah. Seorang sensei masuk ke kelas ku dan berbicara dengan sensei pembimbing ku. Di kehidupan lalu, sensei itu menyampaikan kalau papa ku kecelakaan dan aku akan di jemput mama. Tapi kali ini lain dan jauh lebih mengerikan, sensei itu mengatakan papa terjebak di tengah tengah perang antar geng dan mama kecelakaan dengan mobil meledak karena dia yang menggunakan mobil untuk mengantar ku sekolah. Tubuh ku langsung lemas, dalam satu hari aku kehilangan kedua orang tua ku. Aku menyesal karena menghentikan papa tadi pagi, paling tidak mama selamat dan menjemputku, tapi kali ini lain.

Aku terduduk lemas, kehidupan kedua apanya, aku malah di tinggal pergi kedua orang tua ku di saat aku berumur 8 tahun. Teman teman sekelas menghiburku dan menangis bersama dengan ku, para sensei juga menghampiri ku dan langsung memeluk ku, aku tidak di suruh keluar dan tetap harus berada di kelas. Tapi namanya kehidupan kedua, hal yang tidak terduga terjadi, seorang pria tua yang besar tinggi berjanggut dan memakai yukata datang ke sekolah ku. Dia berbicara dengan sensei di kelas ku, aku melihat sensei menunjuk ku. Pria itu menoleh dan langsung menghampiri ku, dia berlutu di hadapan ku yang duduk di kursi dan langsung memeluk ku.

“Maaf....”

Hanya kata itu yang di utarakan oleh nya, aku yang bingung melihat di belakang ossan yang sedang memeluk ku, dua orang pengawal berbadan tegap sedang mengawal seorang anak perempuan lucu yang kira kira seumuran dengan ku. Setelah ossan melepaskan pelukan nya, anak itu maju berdiri di hadapan ku sambil tersenyum, tangannya menghapus air mataku, dia memiringkan kepala nya melihat wajah ku dan kembali tersenyum. Kemudian dia memegang tangan ku dan menarik ku turun dari kursi. Aku yang sudah tidak bisa berkata apa apa dan tidak tahu ada kejadian ini di kehidupan sebelum nya, menurut saja di tarik oleh anak perempuan itu. Aku melihat ossan tadi berbicara pada sensei dan sensei menunduk berkali kali di depan ossan yang hanya mengangkat tangan sambil tersenyum.

Sensei langsung menghampiri ku dan memeluk ku dengan banjir air mata, dia berbisik di telinga ku,

“Syukurlah Masamune kun, syukurlah....”

“Syukur sensei ?”

“Jisan mau mengadopsi mu, kami dari pihak sekolah akan mengurus surat surat nya, sekarang kamu ikut jisan ya, ke rumah sakit ya, melihat orang tua mu.”

Aku tidak menjawab dan hanya mengangguk. Anak perempuan itu langsung memeluk ku dengan wajah tanpa ekspresi dan menarik ku keluar kelas bersama dengan pria yang memeluk ku dan kedua pengawal nya. Aku benar benar tidak mengerti, aku tidak tahu perkembangan ini arah nya kemana. Ketika di luar aku kaget, karena melihat mobil hitam panjang terparkir di luar dan di kawal. Pria itu langsung naik ketika di bukakan pintu, kemudian anak perempuan itu juga mengajak ku naik. Apa ini, siapa sebenarnya pria dan anak perempuan ini, tidak mungkin mereka orang biasa kalau bisa naik mobil seperti ini, pikirku. Karena sebenarnya pikiran ku adalah pikiran ossan berumur 40 tahun, tanpa ragu lagi aku bertanya kepada pria di depan ku.

“Jisan siapa ?” Tanya ku sepolos mungkin dan sesedih mungkin.

“Oh maaf, namaku Odasiga Takeuchi dan di sebelah ku ini cucuku Odasiga Ayame.”

Jegeeer, petir langsung menyambar kepala ku, sama sekali aku tidak menyangka, kalau orang di depan ku ini adalah pimpinan clan Odasiga, yaitu Odasiga Takeuchi, nama yang sering ku dengar di masa depan, dan di sebelah nya, Odasiga Ayame, Ayame chan, cinta pertamaku semasa sma. Air mata ku mengalir, tapi bukan karena sedih loh ya, aku sudah terbiasa tanpa mama dan papa, tapi ini jelas air mata bahagia. Melihat ku menangis, jisan langsung berpindah tempat duduk ke sebrang dan memeluk ku, begitu juga Ayame chan.

“Kamu yang tenang ya, jisan akan mengadopsi mu, tidak mungkin jisan menelantarkan anak penyelamat jiwa jisan dan cucu jisan.”

Hah anak penyelamat ? siapa ? aku ? apa maksudnya ? rasa penasaranku memuncak, tapi aku takut ketahuan, jadi aku hanya mengangguk saja. Tapi, karena rasa penasaran ku sudah sangat tidak terbendung, aku pun bertanya,

“Memang apa yang terjadi jisan ?”

Jisan langsung menjelaskan, kalau dirinya yang sedang mengantar Ayame ke sekolah menggunakan mobil di kepung oleh mobil dari keluarga yakuza lain. Jisan di bawa keluar dari mobil bersama Ayame yang di gendong nya oleh para pengawal nya. Ketika sedang lari, papaku keluar stasiun dan sudah di tunggu oleh mama ku karena bento nya ketinggalan. Melihat ada baku tembak di depan mereka, papa yang melihat ada orang tua berlari ke arah nya sambil menggendong anak kecil langsung menarik nya dan menyembunyikan nya di gang, mama menghalangi gang itu dengan mobil. Tapi para pengepung itu mengetahui kalau jisan di tarik oleh papa ke dalam gang, mereka langsung mengepung gang itu dan menembaki jisan, tapi papa menghalangi tembakan nya dan dia lah yang di hujani peluru. Sebelum meninggal dia sempat menyuruh mama pergi dan akhirnya mama pergi sambil menangis kemudian menabrak mobil pengepung itu sampai meledak.

Benar juga, bento papa bukannya ketinggalan, tapi memang di letakkan di mobil karena papa seharusnya pergi naik mobil dan mama jadi mengantarkan bento nya. Aku jadi bingung harus senang atau sedih, di satu sisi aku bangga pada papa dan mama ku, tapi di lain sisi aku sedih kehilangan mereka. Akhirnya kedua sisi itu kalah, karena di masa depan aku akan kehilangan keduanya juga di saat smp. Aku malah berterima kasih dan bersyukur, mungkin dengan begini aku bisa melindungi Ayame chan. Sampai di rumah sakit, aku di ajak menjenguk jenazah papa dan mama yang sudah terbujur kaku, papa di tutupi wajahnya dengan kain dengan tubuh penuh darah, sedangkan mama sudah tidak di kenali lagi karena terbakar dalam ledakan. Aku menangis tersedu sedu sambil memeluk jisan dan kepala ku di elus elus oleh Ayame chan.

“Papa dan mama mu pahlawan kami, jadi tenang saja, aku tidak akan menelantarkan mu.”

Aku hanya mengangguk dan tidak bicara apa apa. Setelah itu, jisan meminta anak buah nya untuk mengumpulkan semua kepala keluarga untuk menghadiri pemakaman papa dan mama. Pemakaman di adakan di rumah duka khusus bagi keluarga dan di hadiri oleh sanak saudara jisan, aku mendadak jadi keluarga yakuza yang saat itu sangat berpengaruh, walau aku tahu bagaimana akhirnya. Setelah jisan meninggal nanti, kira kira 8 tahun dari sekarang, keluarga ini hancur dan Ayame chan sebagai pewaris satu satu nya di bunuh. Seluruh bisnis Odasiga berpindah tangan ke clan Nabeyoshi. Aku harus mencegahnya jangan sampai hal itu terjadi. Aku harus melindungi keluarga ini dan Ayame chan, untuk itu aku harus jadi kuat. Rupanya inilah tujuan nya aku di beri kehidupan kedua. Dengan tekad yang kuat dan pengetahuan ku di masa depan, aku memberanikan diri berbicara kepada jisan setelah selesai pemakaman.

“Jisan, mohon latih aku, aku ingin menjadi kuat dan melindungi jisan, aku harus membalas budi jisan padaku.”

Jisan menoleh dan tersenyum melihat ku. Dia langsung jongkok di depan ku dan mengelus kepalaku, orang yang di katakan bengis dan paling jahat di antara yakuza yang ada di masa depan, jongkok di depan ku dengan wajah ramah yang tersenyum.

“Baiklah kalau memang itu keinginan mu. Aku senang dengan semangat mu, walau kamu masih kecil, aku menghargainya.”

Jisan berdiri dan berjalan menuju seorang pria yang berpenampilan sangar dan terlihat kejam. Dia berbicara di telinga orang itu sambil melirik ku, tiba tiba saja pria sangar itu langsung mengangguk dan tersenyum. Walau tersenyum tetap saja wajah nya mengerikan. Nama pria itu adalah Higashira Manabu, pria yang akan menjadi tangan kanan ku di masa depan, tapi cerita itu masih lama sekali. Setelah pemakaman, Manabu san langsung mengajak ku pergi setelah berpamitan dengan jisan dan Ayame chan. Aku melihat wajah Ayame chan tampak sedikit sedih melihat ku pergi, tapi aku harus pergi, masa depan mu sekarang ada di tangan ku dan aku tidak boleh gagal.

Chapter 3

Manabu san mengajak ku ke sebuah desa di kaki gunung fuji, aku tidak tahu desa apa itu karena sepertinya tidak ada di peta walau mengandalkan skill ingatan ossan umur 40 tahun ku. Di desa itu ada sekolah juga dan aku di masukkan kesana, tapi sekolah itu bukan sekolah biasa. Semua anak anak di sana di latih menjadi ninja. Bukan ninja seperti di manga atau anime loh ya, yang bisa memecah diri jadi banyak, mengeluarkan bola sinar dari tangan dengan cara tangan di putar putar lalu muncul dan memiliki mata yang bisa menjadikan ilusi jadi nyata. Ninja ini adalah ninja beneran, yang kerjanya menusuk orang dari belakang. Tapi karena perkembangan jaman, ninja di sini menggunakan senjata api dan pakaian anti peluru, mereka juga menggunakan alat alat canggih seperti jam tangan yang keluar laser, sepatu boots untuk terbang, sarung tangan merayap di dinding dan lain sebagainya. Dan aku akan berlatih di sini sambil tetap belajar kurikulum yang ada.

Ketika masuk ke dalam, ternyata muridnya hanya aku dan seorang anak kecil perempuan yang mungkin lebih kecil dari ku bernama Kagenuma Hikari, yang nanti nya akan berperan sangat besar di kehidupan ku di masa depan, lebih tepat nya dia adalah masa depan ku nanti, tapi masih lama. Di mulailah latihan ku bersama Hikari di sekolah yang berada di desa itu. Selain latihan fisik, latihan jurus jurus, latihan gerak, latihan lompat dan pelajaran biasa, ada juga latihan menembak, memakai alat, melempar shuriken atau pisau, menyamar, menyusup dan lainnya. Dan kalau di kira tidak berat, sangat salah besar, aku dan Hikari hampir mati dua kali di sana, pertama ketika ada penyusup masuk, kita berdua harus menghadapi nya. Penyusup nya bukan main main, ninja juga dan jumlah nya tidak sedikit. Itu di saat aku berumur 10 tahun dan Hikari 8 tahun. Kita berdua menang dengan gemilang, tapi sekarat dan dirawat selama 6 bulan. Hampir mati yang kedua di saat aku dan Hikari di lepas di hutan yang tidak tahu ada di mana selama dua minggu. Tanpa makanan, minuman, tenda dan hanya di bekali sebilah pisau saja. Terjadi ketika aku berumur 13 tahun dan Hikari 11 tahun.

Tahun 1998. Setelah mengalami tempaan dan pelatihan seperti neraka, 7 tahun pun berlalu sejak pertama aku datang ke sana. Usiaku sekarang 15 tahun, tinggi ku sudah mencapai 178cm, jauh lebih tinggi dari anak seumuran ku, di kehidupan ku yang lalu, tinggi ku waktu berumur 15 tahun adalah 158cm. Badan ku menjadi mengembang besar, tegap dan penuh bekas luka walaupun kekar. Tugas pertama menanti, yaitu masuk sma bersama dengan Ayame dan aku di terima menggunakan nama Odasiga Masamune. Manabu san menjemputku, setelah berpamitan dengan shisou yang mengajarkan aku macam macam dan berpelukan dengan Hikari, aku masuk ke mobil untuk kembali ke kehidupan. Ketika mobil akan berjalan, Hikari maju dan berteriak,

“Tunggu aku onii chan, aku akan menyusul, jangan mati ya onii chan.” Hikari berteriak dengan mata berlinang walau wajah nya tanpa ekspresi.

“Pasti, aku tunggu ya Hikari chan, cepat datang ya.” Balas ku sambil melambaikan tangan ke Hikari yang juga membalas melambaikan tangan.

Mobil berjalan menuju ke kota kembali, jantung ku berdegup kencang karena aku akan kembali ke kehidupan sosial. Begitu sampai di rumah, Ayame langsung menyambutku, sedangkan jisan sedang terbaring di tempat tidurnya. Aku masuk ke kamar jisan dan berlutut di sebelah tempat tidurnya. Aku memegang tangannya yang sudah semakin tua.

“Kamu sudah kembali, bagus, aku senang melihat mu di sini.” Walau sakit, suaranya masih saja perkasa seperti sewaktu sehat. Memang luar biasa jisan.

“Aku pulang jisan.” Salam pertama ku pada nya.

Jisan tersenyum dan memegang kepala ku dengan tangan nya yang lemah. Dia melihat diriku yang sekarang dan dia terlihat bangga. Aku sangat senang melihat nya. Tangannya yang lemah mengangkat, dia memanggil Ayame yang sedang berdiri di depan pintu. Ayame pun mendekat dan berlutut di sebelah ku. Jisan mengambil tangan ku dan menyatukan nya dengan tangan Ayame.

“Mulai sekarang, kalian harus saling menjaga, kalian bersaudara. Masamune kun, jagalah Ayame chan dan Ayame chan jagalah Masamune kun. Jangan bertengkar, jangan ribut, berbaik baiklah dengan saudara.”

“Baik jisan.” Jawab ku dan Ayame bersamaan.

Jisan terbatuk dan aku memutuskan keluar supaya jisan bisa beristirahat. Jisan mempersilahkan aku dan Ayame keluar. Ketika sudah di luar, tiba tiba tangan ku di tarik oleh Ayame dan aku menoleh padanya.

“Ingat ya, di sekolah besok jangan jauh jauh dariku, kamu pergi selama 7 tahun, aku kesepian.”

Lah kesepian apanya, di kehidupan yang lalu kamu fine fine aja kok, tapi memang sejak pertama aku pergi, dia terlihat murung sih, aku tidak tahu apa arti perkataan nya tapi wajah nya yang cemberut terlihat imut.

“Iya iya tenang saja, aku akan selalu di samping mu ojouchan.” Ledek ku sambil menyentuh hidung nya yang sedang cemberut.

“Enak saja ojouchan, jangan pernah panggil itu di sekolah, ok bocchan.” Ayame membalas meledek ku.

“Wah kamu juga dong. Masa panggil bocchan......” Balas ku.

Akhirnya kita berdua bercanda seperti saudara. Padahal dia cinta pertamaku hiks, tapi ya sudah lah, janji ku tetap, dia jadi saudara atau kekasih sama saja bagiku. Keesokan harinya, hari pertama sekolah sma, aku dan Ayame bersekolah di Yosekai private high school, sekolah yang sama saja dengan kehidupan ku yang dulu, bahkan seragam nya pun sama, blazer hitam berlambang, kemeja putih di dalam dan dasi merah, celana nya berwarna putih. Wanita pun sama, hanya bedanya di rok dan dasi yang di ganti pita di ikat kupu kupu. Pagi pagi sekali, aku sudah siap berangkat dan menunggu di depan rumah. Aku berkaca di kaca mobil untuk melihat dandanan ku, rambutku memang kubiarkan berantakan dan aku memakai kacamata, tapi bukan sembarang kacamata, kacamata yang memiliki xray untuk melihat tembus walau hasilnya hitam putih, tujuannya jelas bukan mengintip, melainkan untuk mengecek barang orang lain, kali kali saja membawa bom. Selain xray, kacamata itu juga berfungsi untuk melihat di kegelapan (night vision).

10 menit kemudian, Ayame pun keluar, wow dia tampak seperti dirinya di kehidupan yang dulu, hanya saja kenapa sekarang dada nya sedikit lebih besar dari di kehidupan dulu, apa seragam nya kekecilan atau apa. Aku langsung membuang jauh jauh pikiran itu dan sedikit memuji nya,

“Wah cocok, kamu tampak imut pakai seragam itu.”

“Apa sih...” Tas pun melayang menghantam lengan ku.

Tapi aku melihat nya tersipu walau dia menghantam ku menggunakan tas. Kami berangkat di antar mobil yang di kendarai oleh Manabu san. Aku melihat keluar jendela, suasana kota persis seperti di kehidupan ku yang sebelum nya, apakah nanti di sekolah juga sama suasana nya, aku tidak tahu, yang pasti sekarang aku sudah berbeda dari dulu, walau aku masih sedikit kurang percaya diri. Setelah melalui jalan yang lumayan jauh, akhirnya kami sampai di depan gerbang. Aku dan Ayame turun dari mobil, semua mata memandang melihat aku dan Ayame yang baru turun, kalau di kehidupan sebelum nya, Ayame akan merengek untuk pindah ke apartemen di dekat sekolah, karena seingat ku, dia hanya di antar mobil sekali waktu hari pertama dan berikutnya dia jalan kaki. Aku dan Ayame berjalan masuk ke dalam gerbang, mulai lah terdengar kasak kusuk di antara para siswa dan siswi.

“Wuih...ganteng dan cantik...silau....”

“Mereka siapa ya, sepertinya bukan orang biasa deh.”

“Mereka adik kakak ya, wah kakak nya ganteng dan adik nya cantik.”

“Wow prince dan princess.”

Dan masih banyak kasak kusuk lainnya yang tidak sengaja terdengar oleh ku dan Ayame. Bagiku, ossan umur 40 tahun, hal hal seperti ini tidak berpengaruh, tapi bagi sebelah ku, gadis umur 15 tahun, sangatlah berpengaruh besar, wajah nya merah dan dia ngebut masuk ke gedung padahal belum lihat kelas nya dimana. Akhirnya dengan wajah di tekuk dan merah dia keluar lagi dari gedung dan menarik tangan ku tanpa berbicara apa apa. Akhirnya aku juga masuk tanpa melihat papan pengumuman, waktu kelas 1, aku dan Ayame tidak sekelas, kita berdua saling kenal waktu masuk ke club yang sama. Jadi aku langsung menunjukkan kelas Ayame dan kelas ku yang ada di sebelah nya. Ayame yang sudah masuk kelas dan melihat namanya langsung lari keluar lagi.

“Eh...kok kamu tahu kelas ku di sini ?” Tanya nya dengan wajah curiga.

“Aku baca sekilas papan pengumuman tadi, makanya, siapa suruh main lari saja.” Jurus ngeles no jutsu ku keluar, hasil tempaan bertahun tahun di tempat kerja.

“Uh dasar, ya sudah lah, aku masuk dulu ya, makan siang bareng ya.” Balas nya sambil berbalik.

“Ya.” Jawab ku singkat.

Aku langsung berjalan menuju kelas dengan tangan masuk ke dalam kantung celana. Geh, makhluk itu sudah datang rupanya, yang aku sebut makhluk itu adalah seorang siswi perempuan berkulit coklat, rambut pirang, makan permen karet, memang cantik tapi kelakuan minus sebab dia menaikkan kaki di kursi ku, seperti yang biasa dia lakukan di kehidupan ku yang dulu. Aku masih dan langsung menaruh tas ku di samping meja, kemudian aku menoleh padanya.

“Selamat pagi, maaf tapi aku mau duduk.”

Makhluk itu menoleh dan melihat ku sambil menciptakan balon di mulut nya. Tatapan nya dingin dan tajam, hal inilah yang membuatku benci dengan nya walau dia tidak pernah membully ku. Dia menoleh lagi seakan akan aku bukan siapa siapa dan tidak penting. Kalau dulu biasanya aku menunggu sampai dia puas, kalau sekarang,

“Maaf, aku mau duduk.” Sambil mendekatkan wajah ke depan balon nya, menatap wajah nya dan memegang kursinya sambil tersenyum manis.

Dia langsung menatapku kembali dan menoleh melihat kaki nya. Ternyata tatapan ku ampuh, dia langsung menurunkan kaki nya.

“Silahkan, selamat pagi.” Balas nya.

Akhirnya aku mendengar makhluk ini bicara, selama 1 tahun sewaktu masih di kehidupan sebelah, dia sama sekali tidak pernah bicara padaku, hanya menatap dingin, memandang sinis dan tajam serta meremehkan. Tapi wajar sekali, diri ku yang dulu bongkok, pendek, kurus dan berkacamata tebal, walau tidak terlalu suka membaca manga atau nonton anime, julukan otaku melekat erat dengan ku.

“Terima kasih ya.” Ujar ku sambil membersihkan kursiku.

“Sama sama.” Balas nya sambil tersenyum yang ternyata manis juga ya.

Aku duduk dan membersihkan kacamata ku dengan sapu tangan milik ku yang ku ambil dari kantung, karena tempat duduk ku pas di sebelah jendela, sinar matahari masuk menerpa ku membuat diriku agak sedikit gerah, aku membuka blazer ku dan beberapa kancing kemeja ku, menggulung lengan kemeja ku dan mulai berkipas ria. Selagi menikmati angin sepoi sepoi dari buku ku, ada tatapan intens yang membuat bulu kuduk ku berdiri, aku melirik sedikit, ternyata makhluk itu tanpa malu malu merebahkan kepalanya di meja dan menatap dengan tatapan yang bagaimana gitu.

“Hei, kamu megang daerah mana ?” Tanya nya pada ku.

Hah, daerah ? memang nya kamu pikir aku ini apa. Tapi mari kita tanggapi pertanyaan nya dengan pertanyaan lagi.

“Hmm maksudnya bagaimana ya ?” Tanya ku sambil menoleh dan menyenderkan tubuh ku ke kursi.

“Ah tidak, aku melihat tubuh mu penuh luka, kupikir kamu suka berkelahi, nama mu siapa ?” Tanya nya lagi untuk menjawab pertanyaan ku.

“Odasiga Masamune, salam kenal Sawatari san.”  Aku menjulurkan tangan ku.

“Eh, kamu kenal aku ? Odasiga ya wow....”

Loh kenapa reaksinya begitu, astaga aku lupa, aku kenal dia kan di kehidupan lama, nah loh, matanya langsung berbinar binar seakan akan mau mengenal ku lebih dekat.

“Tapi kamu benar Sawatari Haruka san kan ?” Tanya ku seakan akan aku salah orang.

“Wah benar, kamu kenal aku darimana ? senang nya di kenal sama bos Odasiga. Mohon kerja sama kedepan nya ya Odasiga kun.” Dia langsung menjabat tangan ku.

“Sama sama Sawatari san.”

Selesai. Tapi kenapa tangan ku tidak di lepasnya, apa mau nya. Dia malah menggeser meja nya dan menempelkannya pada meja ku.

“Anoo Sawatari san ?” Tanya ku bingung.

“Wow badan mu bagus ya, aku suka loh yang seperti ini, sesuai tipe ku.”

Waaaa apa maksudnya ini, aduh tolong, makhluk yang biasanya paling aku hindari sekarang malah menempelkan semuanya ke tubuh ku. Tiba tiba pintu kelas terbuka lagi, para teman sekelas masuk ke dalam kelas membuat makhluk di sebelah ku bergeser kembali. Haaah aku menarik nafas lega, aku selamat pikir ku, tapi jangan jangan aku membangkitkan sesuatu yang tidak perlu.

Datang seorang teman sekelasku yang dulu sama seperti ku dan duduk persis di depan ku, bahan perundungan para yankee dan di panggil otaku, ralat, karena badannya gemuk dan gendut, teman ku itu di panggil Butaku (babi otaku), nama sebenarnya adalah Sekiguchi Jinta. Begitu dia melewati ku, aku tersenyum menyapa nya, tapi dia terlihat takut takut melewati ku dan Haruka di sebelah ku. Ketika dia duduk di depan ku, aku menepuk punggung nya dan menjulurkan tangan ku.

“Nama ku Odasiga Masamune, salam kenal dan mohon kerja sama nya ya.” Sapa ku.

“Aku Sawatari Haruka, mohon kerjasamanya.”

Loh ternyata sebelah ku ikut ikutan, tapi baguslah, semakin cepat semakin bagus, kenapa, karena di masa depan yang jauh nanti, Jinta akan menikah dengan Haruka. Alasannya karena Jinta tanpa sengaja menolong Haruka yang kalah berkelahi dan hampir di perkosa oleh anggota geng waktu kelas 3 nanti, walau dalam perjalanan kelas 1 dan 2 nya, Jinta selalu di rundung Haruka. Sebisa mungkin aku tidak akan mengacaukan nya.

“I..iya, mohon kerja samanya, namaku Sekiguchi Jinta.” Dia ragu ragu ingin menjabat tangan ku.

Langsung saja aku tangkap tangannya dan berjabat tangan dengan nya, di susul oleh Haruka yang ada di sebelah ku. Kemudian dia langsung berbalik dan diam saja.

“Kamu belajar bela diri ?” Tanya Haruka kepada ku tiba tiba.

“Yah hanya untuk jaga diri.” Jawab ku seadanya saja.

Duh, mau apa lagi dia tanya tanya pikir ku. Tidak tahunya dia malah menceritakan kisah kisah pertarungan nya di daerah kanagawa, tempat dia berhasil mengalahkan 10 orang pria sendirian. Aku menanggapinya biasa saja karena memang aku sudah tahu juga ceritanya dari kehidupan masa lalu ku. Aku melirik dan keringat deras membasahi punggung Jinta yang ada di depan ku. Bel pun berbunyi, bagiku bel itu adalah penyelamat ku, Haruka kembali menggeser mejanya dan duduk di tempat nya dengan tenang. Teman sekelas mulai duduk di tempatnya masing masing. Dan seorang sensei masuk ke dalam kelas, wanita asing asal amerika yang waktu di kehidupan lalu dia adalah pembimbing kelas sebelah, bernama Helen Miles. Aku kaget, kenapa dia yang harusnya pembimbing kelas Ayame malah masuk ke kelas ku.

“Berdiri....” Teriak salah seorang murid teladan yang ada di kelas ku.

Semua berdiri dan memberi salam kepada sensei. Helen sensei berdiri di depan kelas dam memberikan sepatah dua patah kata pada kelas, kemudian saat nya perkenalan.

“Ok, sekarang mulai dari yang paling belakang dekat jendela ya, silahkan Odasiga kun.” Ujar sensei dengan bahasa jepang yang bagus dan fasih walau dia orang asing. Dia menatap tajam diriku bagai pisau yang di lemparkan ke musuh.

Tapi hey, kenapa dia bisa tahu nama ku. Hmm misterius, tapi karena baru hari pertama, aku belum tahu apa apa. Aku berdiri dan langsung memperkenalkan diri.

“Perkenalkan namaku Odasiga Masamune, salam kenal dan mohon kerjasamanya.”

Teman teman sekelas langsung ribut dan memberikan pertanyaan demi pertanyaan. Seperti, mau join club apa nanti, apa kesukaan mu, sudah punya pacar atau belum, dan pertanyaan pertanyaan lainnya. Tentu saja selama sekolah baru kali ini aku mengalami nya dan akhirnya aku diam tidak menjawab sambil duduk kembali di tempatku, alasan kedua karena tatapan sensei yang super tajam terus mengarah pada ku. Hanya satu hal yang aku ingat dari sensei itu, ketika keluarga Ayame di bunuh dan Ayame juga ikut terbunuh, Helen sensei keluar dari sekolah dan pulang ke amerika katanya. Apakah dua hal itu berhubungan, aku tidak tahu, di kehidupan sebelum nya aku tidak memperdulikan nya, tapi sekarang lain dan aku malah mulai waspada karena tatapan nya yang sangat tajam dan jelas bukan tatapan orang normal. Tatapan orang yang sama dengan ku, bergerak diam diam dan membunuh tanpa suara. Ya, tatapan matanya adalah tatapan mata seorang pembunuh yang sedang melihat mangsa nya.

Sebisa mungkin, aku bertindak senatural mungkin layak nya anak yang baru masuk sma untuk menghindari kecurigaan. Selesai perkenalan, karena hari pertama, para murid di ajak ke auditorium untuk orientasi siswa angkatan baru. Haruka mengajak ku keluar bersama, tapi aku menolak, bukan karena aku benci dia, tapi karena aku ingin melihat apa yang di lakukan orang yang berdiri di depan papan tulis. Tapi aku terpaksa mengurungkan niat ku, karena Ayame masuk ke kelas ku dan bicara dengan sensei kemudian menghampiri  ku untuk keluar bersama. Akhirnya aku pamit dengan sensei yang mempersilahkan aku dan Ayame pergi. Entah aku harus merasa lega atau justru malah takut, karena aku tidak punya banyak waktu lagi, aku harus menyelamatkan keluarga Odasiga dalam waktu satu tahun ini.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!