NovelToon NovelToon

RAKA LINGGAR : KETURUNAN PEMBANTAI IBLIS

BAB 1

BAB 1

Disebuah hutan yang tampak gundul karena pepohonan disitu sebagian besar sudah tumbang, bahkan banyak diantara hancur menjadi serpihan kayu kecil kecil.

Tampak juga tanah tanah belubang seperti kawah kawah kecil, debunya pun berhamburan menjadi tanpak seperti kabut yang berwanan kecoklatan. Disitu juga banyak berserakan mayat mayat iblis berbagai wujud, kebanyakan mereka binasa dengan kondisi yang sangat parah, bahkan ada yang benar benar hancur.

Pun ada pula sebagian dari mereka yang masih hidup namun kondisinya sudah sangat tidak berdaya. Ada dua kubu disana, satu dan lainnya sama sekali tak berimbang.

Di satu kubu ada seorang pria 40 tahunan, mengenakan pakaian jaman dahulu yang hanya menutupi bagian perut kebawahnya saja, pakaian ksatria jaman dahulu.

Rambut, kumis dan jenggotnya tidak terlalu panjang, sebagian besar sudah mulai memutih. Di kepalanya melingkat ikat kepala dari kain berwarna hitam, dan dipunggungnya terselip sebuah keris berwarna keemasan. Disamping pria tersebut diapit oleh 2 orang makhluk aneh dikanan dan kirinya, disebelah kanan ada manusia kekar berotot, warna kulitnya biru tua, tingginya hampir 3 meter, namun manusia tersebut ber kepalak burung garuda dengan sorot matanya yang sangat tajam mengintimidasi.

Ditangan kanannya memegang sebuah tombak trisula yang ujungnya mengeluarkan semacam energi listrik berkekuatan tinggi, dan ditangan kirinya memegang perisai dengan motif tulisan tulisan yang entah apa artinya, sepertinya itu tulisan bahasa yang sudah sangat kuno.

Sedangkan disamping kiri pria tersebut berdiri pula seorang bertubuh gempal namun berotot, kulitnya berwarna abu abu tua, kelihatan sangat tebal, meskipun terlihat banyak goresan goresan disana.

Dia berkepala badak dengan cula runcing yang berlumur darah, ditangannya tergenggam 2 pedang yang sama sama berlumuran darah pula.

Sementara di kubu lainnya ribuan iblis dengan berbagai bentuk yang mengerikan. Susah digambarkan betapa mengerikan wujud mereka, di urutan paling belakang ada sesosok iblis yang wujudnya paling berbeda, ukurannya pun hampir dua kali lipat dari iblis iblis lainnya.

Warna kulitnya merah darah, pun sama dengan sorot ketiga matanya yang seolah olah mengeluarkan sinar berwarna merah darah.

Ya, dia bermata tiga, satu diantaranya berada tepat di keningnya. Wajahnya tidak begitu menyeramkan, hampir sama seperti wajah manusia, hanya saja dia memiliki 2 tanduk seperti kerbau, tak memiliki sehelai rambutpun. Yang tampak sangat berbeda adalah tubuh nya, tubuh kekar berwarna merah darah teraebut memiliki sayap yang mirip dengan sayap naga, pun dia memiliki ekor yang serupa ekor naga pula.

Ujung ekornya seperti ujung anak panah, mengkilat merah pekat dan kelihatannya benar benar sangat tajam.

Pria dengan pendamping manusia berkepala garuda dan badak tersebut tampak terengah engah mengatur nafas. Mereka bertiga sudah tiga hari tiga malam bertarung melawan puluhan atau bahkan ratusan ribu pasukan iblis.

Meskipun mereka sudah berhasil membinasakan ribuan, namun sepertinya jumlah mereka masih saja terlalu banyak.

"Tuan, jumlah mereka seperti tidak ada habisnya, bala bantuan pun tak segera datang dan Tuan sudah kehilangan banyak energi, apa tidak sebaiknya kita mundur dulu tuan?" Tanya Guntur Jalamangkara, makhluk berkepala garuda kepada Suryo Buwono.

Bayu Giri, manusia berkepala badak mengangguk pelan menandakan menyetujui pendapat Guntur.

"Tidak, kita selesaikan saat ini juga. Aku tidak akan memaksa kalian untuk pertempuran penghabisan kali ini" jawaban Suryo Buwono sangat tegas, dan tak tersirat sedikitpun ketakutan disitu.

"Anda tidak pernah berubah Tuan, sangat keras kepala seperti saat pertama kali kami menemukanmu" Giri Bayu menggeleng pelan. "Tapi kami tidak akan meninggalkanmu, tidak akan pernah Tuan, kita akan bertarung!!!"

Bayu giri kembali menghunuskan dua pedang saktinya. Melihat sahabatnya mengangkat kembali pedangnya, Guntur pun langsung mengangkat  tombak trisula kedewataan tinggi tinggi sambil berteriak lantang

"majulah semua wahai iblis rendahan....!!!!"

Suryo Buwono memejamkan matanya, mulutnya komat kamit merapal mantra yang entah apa bunyinya dan entah pula apa artinya, kemudian matanya terbuka, dia mengepalkan kedua tangannya. Seketika itu tubuhnya memancarkan aura keemasan yang menyilaukan. Tak hanya itu, warna rambutnya pun berubah menjadi warna emas, pun demikian dengan sorot matanya.

Di ujung kepalan tangannya aura keemasan tersebut memanjang dan meruncing laksana pedang.

Yaa, itulah ajian PEDANG KHAYANGAN ¡!

****

Sementara itu di sebuah ruangan di istana kerajaan, Sri Baginda Wijaya Kusuma yang merupakan raja dari kerajaan tersebut didampingi putrinya Raden Ayu Sekar Kusuma  menampakkan rona wajah cemas dan khawatir.

Mereka berdua menunggu penasihat spiritualnya atau lebih tepat disebut penyihir kerajaan sedang komat kamit di depan bejana tembaga yang berisi air yang berasal dari tujuh mata air dan lengkap dengan sesajen beraneka rupa di sekitarnya.

Selang beberapa saat, Nini Sayuti si penyihir berhenti merapalkan mantra kemudian membuka matanya. Tak sabar menunggu, sri paduka bertanya

"Tunjukkan padaku nini" titah sang raja.

"Baik yang mulia" Sayuti mulai menyibakkan bunga bunga yang ada dipermukaan bejana kemudian tampaklah keadaan dimana Suryo Buwono sedang bertempur dengan para iblis iblis itu.

Raut wajah sang raja tampak sedikit lega karena Suryo Buwono masih sanggup bertahan disana, namun kekhawatiran kembali muncul setelahnya.

"Dimana bala bantuan yang kukirimkan ke medan tempur Sayuti?" Wijaya kusuma bertanya dengan suara serak yang sedikit bergetar.

"Mohon maaf baginda, mereka semua tidak dapat hamba temukan, mungkin mereka disesatkan oleh para iblis itu" jawab Sayuti dengan tetap menundukkan kepalanya. Raden Ayu Sekar seketika menunduk dan menitikkan air matanya.

"Ayahanda, tak bisakan panjenengan mengirimkan lagi pasukan tambahan kesana? Jika para iblis yang memenangkan pertempuran ini, maka kerajaan dan seluruh rakyatnya akan binasa" Sekar bertanya dengan semakin deras air matanya.

"Seandainya aku bisa nduk, hampir semua prajurit terbaik kita sudah kukirim kesana" Disela sela keheningan nini Sayuti berucap ragu

"Ampun baginda, masih ada satu harapan lagi, kita memohon bantuan pasukan dari kerajaan nis-nas"

(Nis-nas \= makhluk separuh manusia separuh binatang)

"Akupun berpikir demikian, namun hanya Guntur dan Bayu Giri yang punya akses kesana, kalau mereka tidak menghendaki memanggil bantuan, maka itu tidak akan pernah terjadi"

Sri Baginda menghela nafas panjang. Nini Sayuti tampak pucat dengan keringat mengucur deras, dan tiba tiba bejana tembaganya tidak lagi menampilkan pertempuran Suryo dan para iblis. Menerawang di alam dunia lain memang menghabiskan energi Sayuti, bahkan Sayuti hampir pingsan karena kehabisan energinya.

Kembali ke medan pertempuran, Raja iblis yang berwarna merah darah tertawa menggelegar mendengar teriakan Guntur Jalamangkara. Seketika langit memerah darah, dan para prajurit iblis seperti mendapat kekuatan baru. "BUNUH MEREKA BERTIGA....!!!!"

Para iblis berlarian dengan masing masing senjata ditangan mereka, mereka tampak sangat bersemangat sekali untuk membinasakan Suryo Buwono dan dua orang pendampingnya.

"Terima kasih kalian berdua masih bertahan berjuang bersamaku, mari kita tuntaskan" suara Suryo Buwono terdengar tegas berwibawa dan tanpa keraguan sedikitpun, Guntur dan Bayu Giri tersenyum namun tetap terlihat garang.

"BINASALAH KALIAN IBLIS....!!!!" Teriakan Suryo menggelegar.

BAB 2

Bayu Giri dan Guntur Jalamangkara pun mengeluarkan aura yang meledak ledak, senjata ditangan mereka sama sama mengeluarkan cahaya yang sangat menyilaukan dimata para iblis.

"Mari Tuan, kita bersenang senang dengan iblis iblis jahanam itu!" teriak Bayu Giri dengan semangat membaranya.

"Aku bosan melarang kalian memanggilku Tuan, panggil aku Suryo dan mari kita musnahkan mereka!" Para iblis berlari mengepung mereka bertiga, kini Suryo, Guntur dan Giri berada di tengah tengah para iblis yang semakin mempersempit lingkaran.

Kepalan tangan Suryo dilepaskan, dia meluruskan semua jarinya, seketika itu juga aura keemasan semakin memanjang sekitar 1 meter, dan sekarang cahaya atau sinar aura tersebut benar benar menyerupai pedang dengan cahaya keemasan yang sangat menyilaukan.

Mereka bertiga saling memunggungi, dan tanpa aba aba dari siapapun mereka masing masing menebaskan senjata kedewataan mereka kepada iblis iblis yang mendekat.

"Whuussss.... sreeettt..... sreeeetttt....."

Tebasan demi tebasan ajian pedang khayangan dengan sangat mudah mencingcang iblis iblis yang menyerang. Pun sama halnya tombak trisula dan pedang dari kedua makhluk nis-nas tersebut dalam sekejap dapat memusnahkan ribuan iblis iblis yang menyerang membabi buta tanpa strategi berarti.

Iblis iblis dibarisan depan memang tergolong yang berkemampuan atau kesaktiannya jauh dibawah mereka bertiga. Memang itulah tujuan si raja iblis, dengan kelicikannya mengorbankan anak buahnya hanya untuk menguras energi mereka bertiga. Mereka bertiga bukannya tidak tahu, mereka sengaja sedikit mengeluarkan kesaktian mereka untuk menjatuhkan mental iblis iblis lainnya.

"SLAAASSSHHH........"

Tiba tiba dua larik sinar mirip laser barwarna biru pekat keluar dari kedua mata Guntur Jalamangkara, dengan gerakan kepala memutar sinar tersebut mampu menumbangkan ratusan bahkan ribuan iblis iblis rendahan itu. Formasi kepungan hancur berantakan, iblis iblis terpotong oleh sinar dari mata Guntur. Para iblis yang selamat dari sinar tersebut segera berhamburan berlarian mundur. Baru beberapa meter mereka mundur, mereka ditembaki oleh bola bola api berwarna merah darah.

"Dhuaaaarrrr....dhuaaarrr......!!!!!"

Raja iblis murka dengan para anak buahnya yang memilih mundur.

"IBLIS PENGECUT..... AKU TAK BUTUH KALIAN!!!!"

Caci raja iblis dengan tetap menembakkan bola bola api yang keluar dari telapak tangannya.

Tak bisa dipungkiri, Suryo dan kedua pendampingnya ngeri juga melihat bagaimana dahsyatnya kekuatan tembakan bola bola api tersebut yang ditembakkan tanpa jeda. Suasana kembali hening, iblis iblis yang masih hidup semua bungkam melihat kemarahan rajanya. Debu debu berterbangan seperti kabut akibat tembakan bola api yang menghantam tanah.

"Kita butuh bantuan kanda, mereka terlalu banyak, energi kita terbatas" ucap Bayu Giri pada Guntur.

"Aku sudah memintanya, namun Paduka Raja tidak memberi jawaban apapun, kamu juga tahu kan, kita sudah melanggar aturan kerajaan nis-nas" manusia garuda itu menjawab dengan intonasi datar.

"Maafkan aku sahabatku, demi membantuku kalian rela melanggar aturan kerajaan kalian" sahut Suryo dengan nada menyesalnya.

"Demi langit dan bumi, aku tak akan menyalahkan kalian jika kalian ingin kembali ke kerajaan nis-nas, kalian sudah memberiku terlalu banyak" lanjut suryo.

"Tidak tuanku, kami berdua sudah memutuskan, dan kami berdua akan menuntaskan!" Bayu Giri menyela dengan intonasi agak meninggi, sementara Guntur si manusia garuda mengangguk yakin akan keputusan mereka saat ini.

Sementara itu di istana kerajaan, tampak Sri Paduka Wijaya Kusuma mondar mandir didepan singgasananya dengan raut wajah yang sangat cemas. Di usianya yang sudah senja, beliau tidak lagi bisa berbuat apa apa untuk membantu perjuangan Suryo Buwono. Di tengah kekalutan pikirannya, sang raja tanpa sengaja berucap lirih "bertahanlah anakku...."

Sontak Sekar terkejut dengan perkataan ayahandanya, pun beberapa abdi dalem dan pengawal khusus yang berada di ruangan tersebut.

"Ampun sri Paduka, mohon maaf kelancangan putrimu ini, apa maksud perkataan panjenengan barusan?"

Meskipun sebenarnya Sekar tak punya nyali bertanya dalam kondisi seperti ini, namun rasa penasarannya mengalahkan ketakutannya.

Wijaya kusuma tersentak mendengar pertanyaan putrinya, namun seketika itu juga dia menyadari kecerobohannya. Misal beliau tidak mau bercerita pun, tak akan ada satupun orang yang berani memaksa. Meskipun usia beliau sudah terbilang sepuh, fisiknya sudah lemah, dan kesaktian yang tidak seberapa, namun beliau begitu dicintai rakyatnya, tentu saja karena beliau selalu mengutamakan kepentingan rakyatnya. Dan satu lagi, beliau dijaga oleh jin jin berilmu tinggi suruhan dari Suryo Buwono. Wijaya Kusuma menghentikan aktifitas mondar mandirnya, kemudian duduk di singgasananya, sementara Raden Ayu Sekar masih tetap bersimpuh disamping singgasana ayahnya.

"Duduklah putriku, akan aku ceritakan siapa sebenarnya Suryo Buwono kepadamu" titah sang raja.

"Sendiko dhawuh sinuwun" Sekar kemudian bangkit lalu duduk di kursi sebelah nya.

Wijaya Kusuma menarik nafas dalam dalam kemudian menghembuskannya kasar. "Suryo Buwono sebenernya adalah kakakmu nduk, dia putraku, kalian beda ibu" ingatan Wijaya Kusuma langsung menerawang jauh mereka ulang kejadian puluhan tahun silam dikepalanya.

"Dari ketiga istri panjenengan bukankah cuma  Kanjeng Ibu Roro Supadmi yang bisa memiliki keturunan, dan itu aku ayahanda" tanya Sekar makin bingung. Tidak hanya Sekar yang menyimak cerita dari sang raja, para pengawal khusus dan abdi dalem yang ada di ruangan tersebut pun dengan seksama menguping cerita tersebut. Meskipun ada juga beberapa abdi dalem senior yang sudah mengetahui cerita tersebut, namun mereka benar benar bungkam karena mereka sadar, itu bukan urusan mereka, paduka raja dan pihak istana sudah terlalu baik bagi mereka. Jadi bungkam adalah pilihan paling bijaksana.

"Benar katamu nduk, kamu satu satunya Putri ku yang sah, namun ada yang tidak kamu ketahui" Wijaya agak memelankan suaranya. "Apa itu ayahanda? Apakah panjenengan sudi menceritakan padaku? Sahut Sekar.

"Baiklah putriku, kurasa ini saatnya menceritakan semuanya, dan kurasa umurku tidak lah lama lagi" Wijaya Kusuma kembali menghela nafasnya sambil matanya berkaca kaca.

"Dahulu, keinginanku untuk memiliki seorang putra sangatlah besar, sebagai penerus tahtaku, sedangkan kedua ibumu yang lain dinyatakan mandul oleh tabib kerajaan, dan waktu itu Roro Supadmi, ibu kandungmu juga tak kunjung hamil juga. Mungkin itu juga salahku yang terlalu sibuk mengurus kerajaan, waktu untuk ketiga istriku jadi sangat berkurang" Sekar masih sangat memperhatikan cerita dari ayahnya, namun tanpa disadari dia meneteskan air matanya, antara takut sewaktu waktu ayahnya wafat menyusul ketiga permaisurinya, dan tidak siap sama sekali jika nanti tahta raja dilimpahkan kepadanya.

"Dahulu aku jatuh cinta kepada seorang budak, namanya Sri Rahayu" lanjut Wijaya Kusuma dengan rona wajah yang semakin kelihatan sedih dengan penggalan cerita masa lalunya.

"Aku memerdekakan dia dari status budak, dan kemudian aku angkat menjadi abdi dalem, hubungan kami berlangsung cukup lama, dan ketiga istriku juga mengetahuinya. Namun karena perbedaan kasta kami, kakekmu melarangku untuk menjadikan dia permaisuri, akhirnya dia hanya menjadi selir"

"Sri Rahayu adalah wanita yang sangat tahu diri dan tahu terima kasih, dia merasa tidak layak bahkan untuk menjadi sekedar selir sekalipun, berkali kali dia meminta ijinku untuk melepaskan semua kemewahan dan status selirnya, dia ingin kembali kerumah orang tuanya dan merawat mereka, akhirnya aku kabulkan permintaannya, karena dia pun tak kunjung memberiku keturunan"

Sebelum melanjutkan ceritanya Wijaya Kusuma menyuruh abdi dalem untuk mengambilkan air putih. Sebenarnya Wijaya Kusuma butuh jeda beberapa saat untuk mengatur emosinya.

Sekar tampak paham dengan situasi, dia mengelus elus punggung ayahnya.

"kalau panjenengan tidak berkenan, tidak perlu diteruskan ayah" sekar menyarankan dengan penuh kasih sayang kepada ayahnya tersebut.

"Tidak nduk, ini waktu yang paling tepat, kamu harus tau cerita ini, aku baik baik saja nduk, jangan khawatir"

Wijaya Kusuma mengerti betul maksud perkataan Sekar.

"Aku mengijinkan Sri Rahayu pulang dengan syarat dia mengijinkan aku untuk mengirimkan 4 prajurit wanita terbaik untuk melindungi dia dan keluarganya, mereka akan tinggal bersama keluarga Sri Rahayu meskipun tidak satu atap, mereka membangun rumah sederhana disebelah rumah Rahayu"

"Tentu saja kehidupan mereka semua aku yang jamin. Dan secara rutin ke empat prajurit teraebut akan mengabarkan kondisi Sri Rahayu melalui surat yang dibawa burung merpati kerajaan"

"Namun siapa sangka, ke empat prajurit tersebut menghianatiku, mereka tidak memberikan informasi yang sebenarnya kepadaku, ternyata Sri Rahayu saat itu pergi bersama janin dari benihku. Ya, janin di dalam kandungannya adalah Suryo Buwono, putraku"

BAB 3

Wijaya kusuma salah hanya mengirim prajurit wanita, sebab wanita lebih mudah tersentuh emosinya. Itulah yang menyebabkan ke empat prajurit tersebut tidak memberi informasi yang sebenarnya.

Hati mereka luluh atas rengekan Sri Rahayu yang tidak ingin kehamilannya sampai di telinga Wijaya Kusuma, mengingat betapa terang terangannya Ayah wijaya kusuma yang tidak suka akan hubungannya dengan Rahayu.

Genap sembilan bulan sejak kepergian Sri Rahayu dari istana, dia melahirkan seorang bayi laki laki yang bisa dibilang agak besar dari bayi pada umumnya.

Mungkin hal itulah yang menyebabkan Sri Rahayu berjuang mati matian melahirkan bayi tersebut. Apa daya takdir sudah menggariskan Sri Rahayu meninggal akibat pendarahan hebat yang dialaminya.

Segera salah satu prajurit mengirim surat kepada Wijaya Kusuma yang mengabarkan bahwa Sri Rahayu telah wafat, namun mereka tidak memberi tahu sebab kematiannya, mereka pasti mendapat hukuman berat kalau Raja mengetahui yang sebenarnya.

"Saat itu aku mendapat surat bahwa Sri Rahayu wafat, aku sangat terpukul saat itu, namun aku hanya memendam kesedihan itu sendiri, mengingat ayahku begitu menolak kehadiran Sri Rahayu dilingkaran keluarga istana" Wijaya lanjut bercerita.

Kembali mata Wijaya Kusuma berkaca kaca, dia merasa sangat bersalah tidak mendampingi saat saat terakhir Rahayu.

"Selang beberapa hari ke empat prajurit yang aku utus menjaga Sri Rahayu pulang ke istana dan menghadap ku, mereka datang dan langsung bersimpuh memohon ampunan, aku tahu ada yang tidak beres nduk, firasatku mengatakan demikian"

Tampak kilatan kemarahan bercampur kesedihan dimata Wijaya kusuma.

"Minum dulu ayahanda"

Sekar menyodorkan segelas air putih di dalam gelas tembaga, sekar tahu ayahnya sangat berat menceritakan pengalaman tersebut. Setelah meminum beberapa teguk, Wijaya Kusuma melanjutkan ceritanya.

"Salah satu prajurit mengangkat kepalanya yang sedari tadi dalam posisi bersujud, dia mulai menceritakan semua dari awal"

-FLASH BACK-

"Maafkan kami Paduka Raja, kami gagal menjalankan perintah Paduka Raja, dan kami juga tidak mengabarkan informasi yang sebenarnya, kami siap dihukum apapun Yang Mulia"

Ucap salah satu prajurit dengan terbata bata dan sambil meneteskan air matanya.

"JANGAN BERTELE TELE, KATAKAN APA YANG HARUSNYA AKU KETAHUI!!!" Bentak Wijaya Kusuma.

"Sebenarnya ndoro ayu Sri Rahayu wafat karena melahirkan , dan bayi tersebut adalah putra Yang Mulia Paduka Raja"

prajurit tersebut semakin gemetar meneruskan cerita. Wijaya kusuma mendekati prajurit tersebut dengan amarah yang membuncah, ditariknya rambut prajurit tersebut dengan kasar sehingga muka nya sekarang mendongak hampir behadap hadapan langsung dengan Wijaya.

"Jika apa yang kau katakan adalah sebuah kebohongan, maka kupastikan tubuh kalian ber empat akan kucincang dengan tanganku sendiri!!!"

Wijaya kusuma benar benar hampir kehilangan kendali, emosinya sudah sampai ubun ubun.

"Ampun yang Mulia, kami tidak punya sedikitpun nyali untuk berbohong, bahkan seujung kuku hitam pun kami tidak akan pernah berani, bayi itu sekarang ada di depan istana yang Mulia"

Penyesalan dan rasa sangat ter amat bersalah menyelimuti perasan ke empat prajurit tersebut, makin hebat tremor yang mereka alami.

"Bawa bayi itu kesini, dan segera panggilkan Nini Sayuti kemari!"

Perintah Wijaya Kusuma kepada pengawal khususnya.

"Dan kalian ber empat, sementara kalian masuk sel tahanan menunggu penyelidikan atas kebenaran cerita kalian!!"

Dengan segera lima orang pengawal khusus Raja membawa ke empat prajurit wanita tersebut kedalam sel tahanan khusus wanita.

Sesaat kemudian seorang pengawal membawa seorang bayi merah yang terus saja menangis dari tadi, kemudian seorang abdi dalem senior bergegas mengambil bayi tersebut untuk ditenangkan. Nampak abdi dalem tersebut sudah sangat berpengalaman mengurus bayi, walaupun belum berhenti menangis, namun sudah mereda tangisannya.

"Maaf sinuwun, bayi ini sepertinya sangat haus, makanya nangis terus" ucap si mbok abdi dalem tersebut.

"Carikan secepatnya wanita yang sedang menyusui, dan pastikan anak yang sedang disusui tersebut juga anak laki laki seperti bayi ini, jangan sampai bayi merah ini kenapa kenapa" perintah Wijaya Kusuma.

"Kebetulan anak hamba sedang menyusui anak laki laki sinuwun, apakah panjenengan mengijinkan? Tapi derajat kami hanya abdi dalem"

Si Mbok abdi dalem bertanya dengan sangat sopan namun ada ketakutan juga disana, jika benar itu adalah putra Wijaya Kusuma, apakah layak disusui oleh abdi dalem.

Wijaya Kusuma adalah pria cerdas, dia langsung dapat menangkap arah perkataan si Mbok

"Aku tidak peduli apa pangkat derajatmu mbok, aku hanya beruntung terlahir di keluarga istana kerajaan, jadi jangan buang buang waktu, segera suruh anakmu menyusui bayi ini!"

Wijaya kusuma masih menyisakan kemarahan akibat ke empat prajurit nya tadi, si Mbok abdi dalem pun kena imbasnya mendapat sedikit nada tinggi dari Kusuma.

"Sendiko dhawuh sinuwun, matur sembah nuwun"

si mbok abdi dalem menundukkan badan dan kepalanya sampai hampir bersujud, rasa begitu terharu karena Sang Raja memanusiakan semua orang. Sambil meneteskan air mata terharunya si mbok berpamitan untuk segera menemui anaknya dan menyuruhnya menyusui.

Komplek rumah abdi dalem senior berada di belakang komplek bangunan istana raja, jadi tak butuh waktu lama bagi si bayi untuk segera mendapat asupan ASI.

Setelah beberapa saat, Nini Sayuti datang diantar oleh pengawal raja.

"Hormat saya Paduka Raja, saya siap melaksanakan titah panjenengan" Nini Sayuti, nenek nenek 80 tahunan itu membungkuk dengan hormat.

"Duduklah Nini, aku sangat butuh bantuanmu saat ini"

Wijaya kusuma kemudian menceritakan secara detail kejadian yang baru saja terjadi, tentu saja dengan emosi yang naik turun.

"Apakah kamu punya cara untuk membuktikan bahwa bayi itu adalah anak ku?"

Nini Sayuti diam beberapa saat, dia memejamkan mata, seolah dia sedang berkonsentrasi mengingat ingat sesuatu. Diambilnya sebuah kitab lusuh yang lumayan tebal, sampulnya kitab tersebut berbulu berwarna hitam legam terbuat dari kulit macan kumbang.

Ada beberapa kitab yang dibawa, namun Nini Sayuti mengambil Kitab hitam tersebut. Kitab itu adalah kitab yang sangat jarang dibuka, Nini Sayuti terlihat agak gemetar membuka kitab tersebut. Begitu kitab dibuka perlahan muncul semacam hawa yang tidak enak menyelimuti ruangan besar tersebut.

"Ini kitab terlarang Yang Mulia, semoga disini ada petunjuk"

Halaman demi halaman tampak kosong, hanya kertas berwarna hitam pekat tanpa tulisan apapun.

Sayuti mengambil belati kecil dari pinggangnya, dia menggores ujung jari telunjuk kanannya, darah keluar dari situ. Segera Sayuti menorehkan ujung jarinya kehalaman kosong tersebut, dia seperti menggambar sebuah sigil dengan darah, dengan mantra mantra yang entah bagaimana bunyinya, perlahan halaman tersebut memunculkan tulisan aksara kuno berwarna keemasan.

Hening, tidak ada satupun orang yang bersuara, mereka memperhatikan Nini Sayuti dengan penuh keheranan.

Namun berbeda dengan Wijaya Kusuma, tergambar jelas kegusaran dihatinya, antara senang jika benar itu adalah putra kandungnya, bercampur sedih karena ditinggal mati selirnya.

"Ada caranya Yang Mulia!" Nini Sayuti memecah keheningan.

"Di kitab ini tertulis, untuk membuktikan apakah bayi itu adalah darah daging Paduka Raja atau bukan, maka harus dengan darah pula dibuktikan"

"Jelaskan dengan bahasa yang mudah dimengerti Sayuti, aku sudah sangat pusing dengan kejadian ini"

Wijaya kusuma tampak memijit mijit keningnya, emosinya belum stabil saat itu.

"Ampun yang Mulia, saya harus mengambil 7 tetes darah Yang Mulia Raja dan 7 tetes darah bayi itu" jelas nini Sayuti.

"Segera bawa bayi itu kemari, dan segera pula kita buktikan kebenarannya!" Titah Wijaya Kusuma.

Dua orang pengawal bergegas menjemput bayi Sri Rahayu bersama si mbok abdi dalem dan putri si mbok yang menyusuinya. Tak butuh waktu lama mereka datang dan langsung dibawa kehadapan Nini Sayuti.

"Tolong ambilkan dua pisau runcing dan sebuah lilin" perintah Nini Sayuti kepada salah satu pengawal.

Setelah pisau diserahkan, Nini Sayuti membakar ujung kedua pisau tersebut diatas api lilin, tentu saja tujuannya agar pisau tersebut steril. Setelah hawa panas yang tertinggal di pisau tersebut berangsur hilang, dimulailah ritual pembuktian.

"Mohon maaf Paduka, saya harus melukai jari Paduka untuk mengambil tujuh tetes Paduka" pinta Sayuti dengan membungkuk.

"Silahkan Nini" Wijaya menjulurkan telunjuk kanannya.

Ditusuk jari telunjuk Wijaya kemudian diteteskan darahnya tujuh kali diatas permukaan halaman kitab hitam yang tadi muncul tulisan keemasan tersebut. Setelahnya jari si bayi ditusuk dan di teteskan darahnya kehalaman yang sama, tujuh tetes darah.

Si bayi menangis meraung raung karena luka tusukan pisau, buru buru putri si mbok mengambilnya kemudian segera menyusuinya agar si bayi kembali tenang.

"Kalau bayi itu memang darah daging Sri Paduka, maka darah panjenengan dan bayi itu akan menyatu sempurna di kitab ini" jelas Nini Sayuti singkat.

Wijaya Kusuma hanya mengangguk pelan, namun terlihat betapa gelisahnya dia saat ini. Nini sayuti merapalkan mantra mantra dengan setengah berbisik, hawa yang keluar dari kitab tersebut semakin terasa tidak nyaman, bahkan si bayi tiba tiba menangis kencang.

Si mbok segera menarik anaknya untuk membawa si bayi keluar ruangan, agar konsentrasi Sayuti tidak terganggu. Tulisan tulisan aksara kuno dihalaman hitam tersebut mulai bergerak gerak dengan sendirinya saat tetes tetes darah tadi dibacakan mantra oleh sayuti.

Tulisan tulisan bergerak makin cepat, tidak lagi berbentuk tulisan, berpendar menjadi titik titik keemasan berputar tak beraturan seakan menggiring tujuh tetes darah bayi dan tujuh tetes darah Wijaya Kusuma ke tengah halaman.

Nini Sayuti terus merapalkan mantra mantra, kali ini lebih cepat dan makin kelihatan seluruh tubuh nya bergetar mengikuti ritme putaran titik titik keemasan tadi. Nini sayuti merenggangkan tangannya, memberi kode kepada semua untuk agak menjauh dari kitab terlarang itu.

Saat semua titik titik keemasan sudah berhasil menggiring tetes tetes darah tersebut ke tengah, sebuah keanehan terjadi. Darah merah tersebut berubah menjadi warna emas menyilaukan membentuk seperti matahari. Kitab terlarang itu bergetar hebat, terangkat dari lantai, melayang dengan sendirinya dengan tetap memancarkan sinar emas yang sangat menyilaukan.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!