NovelToon NovelToon

Pesona Babysitter

Awal Jumpa

Malam kian larut, Sella masih sibuk menggendong bayi mungil itu. Hari ini dia agak rewel mungkin masa pertumbuhan membuat badan mungil itu harus beradaptasi dengan tubuhnya sendiri.

Nanny yang menjaga Dio juga sibuk membuat air susu yang baru, dari tadi susu yang disuguhkan pada Dio hanya sedikit yang ia sedot, nanny terpaksa berulang-ulang membuat susu baru.

"Sayang sebaiknya kamu tidur, biar aku yang menidurkan Dio," ungkapku agar Sella mau beristirahat. Ternyata merawat bayi tidak semudah yang kami bayangkan, teori-teori di buku panduan yang kami baca tidak semudah untuk di praktekkan. Sella mengangguk, lalu aku meraih Dio dari gendongan Sella. Dengan langkah kaki pendek Sella menuju kamar kami, posisi kamar kami berhadapan dengan kamar Dio.

Bayi ini tidur ditemani sang nanny, sesekali Sella yang menemaninya atau membawa bayi itu ke kamar kami.

Paginya aku sempatkan untuk membawa Dio ke dokter. Keadaan Dio sebenarnya baik baik saja, dia tidak perlu di beri obat obatan, tetapi cukup dengan ASI. Kerewelan anak berusia di bawah empat bulan ke bawah memang sering terjadi di tengah malam, yang aku pahami dari penjelasan si Dokter.

Dengan anjuran bi Inah, asisten di rumah yang sudah aku anggap seperti ibu sendiri. Kami mengangkat nanny baru buat Dio yang sekaligus bisa memberi Dio ASI.

"Nanny yang lama tetap dipekerjakan ke bagian lain, nanny yang baru sudah mulai bekerja hari ini." Jawab Sella saat aku menanyakan soal nanny untuk Dio.

Tidak lama setelah perbincanganku dengan Sella melalui handphone. Aku lansung begegas keluar dari kantor untuk pulang. Sepanjang perjalanan, aku membayangkan raut tampan Dio, kehadiran seorang anak angkat saja membuat hatiku mengembang. Apalagi kelak, ketika kami diberi kesempatan oleh tuhan untuk memiliki sendiri anak dari benih-benih cintaku dengan Sella.

Setiba di rumah, aku lansung menuju kamar Dio. Pintu kamar itu aku buka dengan lebar, ada sosok lain terbaring di ranjang bersama Dio. Dengan rasa penasaran aku menghampiri untuk lebih dekat.

"Oh shit," umpatku. Tidak sengaja aku melihat nanny Dio sedang memberi ASI buat Dio.

Posisi tubuhnya yang miring, sedaritadi ternyata dia sedang menyusui Dio. Aku melupakan bahwa hari ini Dio mempunyai nanny baru untuk menjaga dan menyusuinya, padahal tak lama yang lalu Sella sudah memberitahukan padaku. Saat aku masuk ke kamar ini, aku malah penasaran apa yang dilakukan sang nanny terbaring di atas ranjang.

Dia sedikit terkejut, tapi dengan cepat dia lalu tersenyum. "Saya Nanny baru buat Dio" ujarnya, lalu dengan cepat ia menutupi asetnya dengan kain yang berada dekatnya.

Nanny itu masih terlihat seperti bocah bagiku, menurutku umurnya kira-kira 15-17 tahun.

Bocah menyusui bocah, batinku merasa lucu sembari menahan senyum.

Lalu aku mengangguk padanya dan keluar menjauh dari kamar.

Apa yang kau pikirkan, batinku. Bayangan nanny itu berkeliaran di otak, menimbulkan suatu reaksi dalam diriku. Kepala mulai merasa pening, ada hasrat yang terbesit menjadikan bayangan itu makin berkeliaran.

Membangkitkan sesuatu yang bangkit pada saat yang tidak tepat. Aku mengumpat diri sendiri karena malu dan kecewa.

Sejak kejadian itu, aku jadi sering menghindari Dio, tepatnya, aku menjaga jarak dari nanny-nya Dio. Hanya saat berada di tangan Sella aku mau bermain dengan bayi tampan dan menggemaskan itu.

Hadirnya Dio membuat suatu penyemangat bagiku, rumah ini yang biasa sepi kini mulai ramai. Sella kini lebih banyak di rumah, membuat aku tambah senang, saat-saat pulang kini tak hanya pelayan yang menjamu, ada orang yang ku cintai dan sosok bayi yang mulai aku sayangi.

***

Allina

Hidup tidak semudah yang aku pikirkan. Ada tuntutan yang harus di penuhi. Kini aku bukan lagi seorang anak remaja, yang biasa hari-harinya disibukkan dengan belajar, bermain, atau nongkrong bersama teman sebayaku.

Kehidupan dunia remaja yang tak bisa lepas dengan dunia hiburan, telah membuat diriku rusak, meninggalkan jejak seorang bayi tak berdosa hadir ke dunia ini. Untuk memenuhi kebutuhannya aku butuh pekerjaan, dan di sinilah aku sekarang. Ini adalah tempat kerja kedua, sebelumnya aku bekerja di tempat kakaknya bu Sella.

Setelah beberapa bulan aku bekerja menjadi babysitter Dio, aku mulai menyayangi bayi ini. Ada rasa begitu mengikat, tidak ingin jauh dari Dio.

Semua gerak-gerik dan celotehanya, membuat hidup berasa lebih semangat. Sedikit demi sedikit luka hidupku mulai memudar, aku jadi sering tertawa dan tersenyum melihat sosok malaikat kecil yang ada di hadapanku.

Di lain pihak ada rasa sesal di dalam relung hatiku, seharusnya kini aku bersama dengan bayiku sendiri, bermain dan tertawa bersama. Kadang itulah yang membuat aku sesekali menangis diam-diam.

"Bi, saya ingin membawa Dio untuk keluar kota beberapa hari. Bagaimana menurut Bibi, apa Dio akan tenang jika dia hanya diberi susu formula saja?" Tanya bu Sella

Keluarga bu Sella merencanakan untuk berpergian ke luar kota, dia akan serta membawa Dio bersama mereka. Sedikit ada rasa tidak setuju, tetapi, aku siapa? Aku hanya seorang nanny yang bertugas menjaga dan memberikan Asi.

Aku bukan Ibunya, tekanku, ketika aku berniat mau mengutarakan pendapatku.

Bi Inah yang sedang sibuk mempersiapkan sarapan di meja makan menoleh dan tersenyum menanggapi pertanyaan bu Sella. Sedangkan aku sibuk menyuapi Dio dengan bubur bayinya.

"Pasti dia akan tenang Non, Dio hanya bergantung Alin pada saat mau tidur saja" jawab bi Inah meyakinkan bu Sella. Ya, hanya bi Inah yang memanggil bu Sella dengan kata nona, mungkin sudah begitu lama bi Inah bekerja di rumah ini, di lihat bagaimana cara dirinya memanggil bu Sella.

***

Usia Dio, kini sudah menginjak lebih dari enam bulan. Dia sudah mulai belajar makanan pendamping dan susu formula, meski begitu Asi tetap menjadi prioritas utama untuk kebutuhan Dio. Bu Sella dan suaminya sudah sepakat agar Dio tetap di beri ASI sampai usianya dua tahun.

Saat bu Sella di rumah, Dio memang lebih sering menghabiskan waktunya bersama orang tua angkatnya. Dio sangat dimanjakan oleh keduanya, mereka begitu tulus menyayangi Dio. Tetapi jika anak itu mulai bosan ia akan merengek mencari-cari sosok diriku dan menggapai-gapai ingin diraih, setelah itu ia bergelayut manja dalam rangkulanku.

Kadang aku merasa karena kedekatanku dengan Dio, tuan Vano tidak menyukai keberadaanku. Dia sering menjauh jika aku berada di sekitar Dio, kecuali ada bu Sella di samping kami. Pandangan matanya begitu tajam dan dingin menatapku. Aku suka merinding saat tatapan mata kami bertemu, aku akan menanggapi dengan menunduk atau membuang muka.

Bukan hanya tatapannya saja yang tajam, kalimatnya juga kadang sering menusuk menyakiti diriku. Apalagi semenjak aku ketangkap basah oleh matanya sendiri, aku yang sedang menyusui DIo dalam keadaan setengah tertidur. Sedangkan Dio yang berada disampingku asyik bermain di atas ranjang, ia begitu marah dan cukup kasar membentakku.

Panti Asuhan

"Allin, tolong ambilkan printer portable saya di kamar! Dio letakkan saja di Baby Bouncer ya!" perintah bu Sella yang masih berkutat di layar laptopnya, dia hanya melirikku sebentar untuk memastikan Dio sudah berada ditempat yang tepat.

Aku mengikuti perintah bu Sella untuk meletakkan Dio di Baby Bouncer yang berupa tempat duduk yang bisa di atur posisi sandarannya serta dapat di ayun-ayun. Setelah itu aku berlalu pergi menuju kamar mengambil barang yang bu Sella perintahkan.

Aku ketuk pintu kamar, tetapi tidak ada sahutan dari dalam.

Ini sabtu sore, biasanya tuan Vano berolahraga di halaman belakang, batinku.

Lalu aku beranikan diri membuka pintu dan mengintai sekitar ruangan sebelum melangkah masuk.

Sesampai di dalam kamar dengan segera aku mengambil printer portable yang tergeletak di atas meja kerja bu Sella. Belum sampai tanganku meraih alat itu, terdengar suara pintu terbuka degan cepat aku raih alat itu dan berbalik badan.

Mataku membola melihat sosok jangkung yang keluar dari pintu kamar mandi, hanya berbalut selembar handuk menutupi tubuh bawahnya. Jantungku seketika berdetak dengan kencang karena ketakutan. Matanya di seberang sana juga ikut membola melihat kehadiranku.

"Ma-maaf Tuan, a-aku hanya ingin mengambil printer portable perintah Bu Sella" jawab ku gagap sambil berlari kecil menyebrangi ruangan itu menuju pintu keluar.

Sebelum sampai di depan pintu, tubuhku di tarik dengan kuat menubruk sesuatu yang keras dan hangat. Beberapa saat kami terpaku sejenak. Wajahku yang tetap menempel di dadanya menghantarkan aliran asing yang tak aku kenal, seketika menyadarkan diriku tentang posisi kami yang terlalu dekat.

Aku mencoba mundur ke belakang tetapi tanganku masih ia pegang dengan erat. Lalu aku dorong tubuhnya dengan kuat. Dorongan tanganku hanya mampu membuat dia bergerak sedikit.

"Jangan sentuh tubuhku dengan tanganmu" sentaknya.

Belum selesai dengan keterkejutan diriku melihat sosoknya, dia sudah berujar dingin. Wajahku menengadah dengan mata membola menantangnya dengan tajam. Sebaliknya dia juga menatap mataku dengan tajam, dengan wajah sedikit menunduk.

"Jangan sentuh tubuhku dengan tanganmu, jika dengan yang lain boleh begitu, dasar pria tua mesum," batinku kesal.

"Anda tidak salah, Tuan. Lihat tangan Anda yang menyentuhku," elakku seraya mencibir kata-katanya. Dengan cepat pula ia melepaskan pergelangan tanganku.

"Apa yang kau ambil?" tanyanya sambil memandang ke arah tanganku.

"Aku tidak mengambil apa-apa. Aku hanya mengambil printer portable yang di perintah Bu Sella," jawabku dengan yakin.

"Kau mengambil barangku," cecarnya.

Seketika aku lansung memperhatikan benda yang berada di tanganku, baru aku sadari ternyata sebuah powerbank yang sedari tadi aku raih dari atas meja.

Ukuran printer portable dengan powerbank yang sama membuat aku sedaritadi mengganggap yang kuraih adalah printer portable.

"Maaf, Tuan," sembari tersenyum malu.

"Kau begitu ceroboh, mengambil barang saja kau bisa salah. Bagaimana selama ini kau bisa mengurus Dio," ucapnya begitu meremehkanku.

"A-aku benar tidak sengaja mengambil barangmu, Tuan. Itu juga salahmu yang tiba-tiba keluar dari kamar mandi."

"Hmm, kau menyalahkanku?" tanyanya sambil memperpendek jarak antara kami. "Apa kau sengaja ingin menggodaku mengingat kau masuk ke kamar ini tanpa permisi?" selidiknya.

Percaya diri sekali pria tua ini, dia mungkin seumuran dengan ayahku, batinku.

"Aku tidak tertarik dengan pria tua, Tuan."

"Kau ini ...." Geramnya, belum sempat ia melanjuti kalimat, dengan cepat aku menyela.

"Aku tadi sudah mengetuk pintu tetapi Anda tidak menyauti Tuan. Dan aku pikir Anda sedang berolahraga di luar, Bu Sella juga tidak mengingatkan aku tentang Anda yang berada disini ," ucapku sambil berlalu melewatinya dan menukar benda elektronik itu.

"Ini saya kembalikan barang milik Anda, Tuan" tekanku.

***

Vano

Pria tua? Aku tercenung mengingat ucapannya, sedari tadi aku memperhatikan sosok diriku di balik cermin, mencari-cari garis wajah keriput tetapi tidak aku temukan.

Dibalik cermin tubuhku terlihat begitu kekar, tak jauh kalah bagusnya dengan artis-artis korea apalagi ketampanan diriku

Mereka kalah jauh! batinku sembari menyeringai percaya diri.

Bagaimana dia bisa bekerja mengasuh Dio? Jika dia seceroboh itu! Dan mulutnya begitu lancang membalas ucapanku. Jika bukan karena Dio, aku pasti akan memberhentikan gadis bar-bar itu.

Sebenarnya aku sudah pernah mengutarakan keinginanku untuk memberhentikan gadis ini kepada Sella. Akan tetapi penjelasan Sella tentang bagaimana susahnya mencari Ibu susu sekaligus menjaga Dio itu sangat sulit, ini seperti jodoh-jodohan, jelasnya.

Membuat aku berhenti mempermasalahkan tentang sikap nanny-nya Dio.

Kata jodoh, mengingatkan diriku dengan ibu panti.

"Sekarang, bayi ini berjodoh dengan kalian. Perlakukanlah dia kelak dengan baik, meski bayi ini bukan anak kandung kalian, dan semoga kalian juga cepat diberikan keturunan." Nasihat ibu panti saat kami hendak pergi meninggalkan panti.

Flasback

Panti Asuhan

Hari di mana kami putuskan untuk mengadopsi seorang bayi mungil dari panti asuhan. Padahal tidak ada rencana kami untuk mengadopsi bayi, tetapi istriku tiba tiba tertarik melihat bayi mungil itu.

Sorot mata istriku, Sella.

Begitu berbinar melihat sosok bayi mungil menggapai-gapai pipinya, mulutnya dengan gemas menggigit lembut tangan kecil itu.

Dengan senang hati, aku mengurus semua berkas-berkas untuk mengambil ahli menjadi orangtua angkat.

Sudah lima tahun pernikahan kami yang belum juga mendatangkan keturunan, meski begitu rasa sayangku tidak berkurang sama sekali buat Sella.

Kami sudah saling mengenal semenjak SMA, dia adalah teman sekelasku. Dari dulu aku yang selalu mengagumi sosok Sella yang pintar, sopan dan lemah lembut. Bagiku tidak ada kekurangan sosok Sella, ia baik dan sempurna. Aku merasa bersalah karena tidak mampu menghadirkan benih cinta kami dalam rahim Sella. Meski Dokter sudah mengatakan kami berdua dalam keadaan subur tidak ada yang bermasalah.

Aku sudah beberapa kali mencoba mengusulkan kepada Sella untuk kami melakukan proses bayi tabung, tetapi Sella belum tertarik untuk mencoba cara itu.

"Sayang, menurutmu siapa nama yang cocok untuk anak kita?" pertanyaan Sella membuyarkan lamunanku.

Anak kita, ada rasa haru dalam hatiku mendengarnya. Tetapi dengan cepat pula rasa itu menjadi rasa kecewa karena pada kenyataan bayi mungil itu bukanlah anak kandung kami. Ya, setidaknya anak itu sekarang sudah menjadi anak kami.

"Aku tidak pandai memberi nama, sebaiknya kamu yang memberi namanya" jawabku sambil menggaruk tengkukku.

Niat kami awalnya akan mengadopsi anak di atas lima tahun, jadi aku tidak pernah untuk menyiapkan nama bagi calon anak kami. Biasanya anak panti sudah memiliki nama yang diberikan orang tuanya atau oleh pihak panti, mungkin karena anak ini baru berada di panti, jadi pihak panti belum menyiapkan nama untuk anak ini.

Sebenarnya aku agak keberatan saat Sella menginginkan bayi itu, karena aku tidak mau Sella kerepotan untuk mengurusnya.

Meski aku sudah menyediakan Babysitter untuk calon anak kami.

"Gimana kalo Dio Pamungkas?"

Warna matanya mengingatkan Sella pada seseorang, tidak semestinya dia memberikan nama itu. Nama itu meluncur begitu saja saat Sella melihat bola mata bayi ini.

"Boleh" jawabku sambil mengangguk, mungkin Sella sudah jauh hari telah menyiapkan calon nama anak kami, tapi nama itu seperti tidak ada keterikatan dengan nama kami atau makna dari sebuah nama.

Nama Dio Pamungkas begitu familiar ditelingaku, ia aku ingat Ardio Pamungkas artis terkenal yang sering tampil di layar kaca. Pria berwajah badboy, sungguh aku tidak suka dengan sosoknya. Aku sedikit heran, mengapa begitu banyaknya yang memujanya. Sikapnya yang kasar, dan apalagi kata-kata yang keluar dari rongga mulutnya, seperti orang tidak berpendidikan. Fisik yang sempurna sudah cukup menjadi modal untuk menjadi seorang Artis/Aktor di negeri ini. Sangat disayangkan jika merekalah yang menjadi contoh dan pujaan remaja putra-putri sekarang.

.

"Ah, itu cuma nama buat seorang anak angkat yang tak perlu terlalu dipikirkan," gumanku.

"Semoga awal yang baik buat keluarga kalian, katanya, jika kita mengangkat anak akan memudahkan kita untuk memiliki anak, kata orang dulu namanya, pancingan," timpa Ibu panti kepada kami.

Aku lansung tertawa mendengarnya.

"Ikan kali di pancing," jawabku.

Sella hanya mengaminkan ucapan si Ibu panti sambil melototkan matanya padaku.

Aku membalas pelototan dengan menggaruk-garuk kepala, "salah lagi" batinku.

"Mungkin menurut logika anda hal ini terdengar tak masuk akal dan terdengar lucu. Rahasia tuhan memang tidak dapat kita tebak, tetapi dengan berbuat baik seperti yang anda lakukan saat ini. Mengangkat anak-anak tidak beruntung ini ke dalam keluarga anda, memberikan kasih sayang, perhatian dan menyediakan kebutuhan-kebutuhan baik yang terlihat kecil atau pun besar. Tanpa sengaja kita sudah mengetuk pintu pintu dari doa kita agar cepat terkabul," jawab ibu panti dengan bijak.

"Bayi mungil ini, ditinggalkan begitu saja di depan pintu. Tanpa satu pesan untuk kami, tetapi sesungguhnya setiap kejadian di bumi ini pasti mengandung pesan baik yang tersirat ataupun tidak, bagaimana kita menanggapinya. Kadang takdir menarik kita satu sama lain, menemukan jodoh masing-masing, atau membawa kita pada jalan yang asing dalam hidup untuk kita temukan jawabannya."

Dia menambahkan lagi dengan nada lembut.

Aku sadar ada kehati-hatian dalam kalimatnya, agar aku tidak salah menangkap maksudnya.

"Jodoh." senyum Sella memandangi bayi mungil itu.

"Seperti kita, dulu kita orang asing satu sama lain dan kini menjadi sepasang suami-istri." Sambil memandangku dengan teduh

"Iya!" Anggukku. Kami menikah atas perjodohan orang tua kami, yang awalnya aku menolak. Siapa sangka wanita yang di jodohkan padaku adalah sosok yang selama ini aku kagumi sejak sekolah menengah atas.

"Sekarang, bayi ini berjodoh dengan kalian. Perlakukanlah dia kelak dengan baik, meski bayi ini bukan anak kandung kalian. Dan semoga kalian juga cepat diberikan keturunan," nasihat Ibu panti saat kami hendak pergi meninggalkan panti.

Terulang Lagi!

Kehadiran bayi tampan Dio merubah suasana di rumah terasa hangat, setiap tingkahnya menjadi bahan obrolan orang-orang yang berada di sekelilingnya, ia menjadi pusat perhatian.

Kadang tingkahnya yang menggemaskan membuat aku dan Sella heboh membahasnya.

Apalagi saat mulut mungilnya bersuara, "Mam-mam-mmmm" kata pertama yang mampu ia ucapkan.

Tangan kecil itu sudah mampu menunjukan sikapnya dengan mengangkat kedua tangannya yang menandakan ia minta di gendong, atau kadang dia merangkak menghampiri orang- orang berada sekitarnya.

Tingkahnya membuat aku rindu dan penasaran, saat sedang bekerja kadang aku teringat padanya dan aku bertanya-tanya, "Apa saja yang sudah mampu ia lakukan hari ini?", untuk itu aku sengaja pulang secepatnya agar aku bisa lebih banyak berinteraksi dan bermain dengan Dio.

"Bi, Sella dimana?" tanyaku saat bi Inah menyambut kedatanganku

"Non Sella lagi keluar Tuan"

"Sejak kapan Bi" tanyaku sedikit heran.

"Dari tadi siang" jawab bi Inah yang sedikit kebingungan, sepengetahuannya Sella tak lupa mengabariku untuk minta izin untuk keluar dari rumah.

"Tumben Sella tidak memberitahuku" batinku

Lalu aku beranjak ke lantai atas, pintu kamar Dio sedikit terbuka, aku coba mengabaikan karena Sella tidak ada dirumah, ku urungkan niatku untuk bermain dengan Dio.

Aku selalu menghindar dari nanny-nya, entahlah aku merasa tidak begitu nyaman dengan sikapku sendiri, seolah olah aku seperti remaja ABG yang suka diam-diam meliriknya.

Ya itu salah. Karena itu, aku menjaga jarak, kadang aku menjadi emosi jika kami harus berdekatan.

Saat langkahku sudah mendekati pintu kamar, terdengar bunyi mainan Dio, tanpa kusadari langkahku sudah ke arah pintu kamar Dio.

Dari celah pintu yang terbuka, dapat kulihat bayi mungil itu sedang asyik menggigit mainan kerincingannya. Senyum ku merekah melihat tingkah bayi mungil itu. Menggerakan tanganku untuk mendorong pintu itu lebih lebar.

"Astaga!" gumanku tiba tiba saat melihat sosok disamping Dio yang terlelap dengan posisi miring, dua buah asetnya menggelantung dengan p*tingnya mencuat.

"Oh, apa apaan gadis ini" geramku sedikit gemetar.

Gadis, ya aku tidak tau bagaimana semestinya menyebutnya, yang aku tau statusnya lajang dan aku tidak mengerti mengapa seorang lajang bisa menyusui seorang bayi, sebenarnya banyak pertanyaan-pertanyaan dalam pikiranku mengenai sosok nanny Dio.

Tetapi semuanya aku tepis, sebaiknya aku tidak tau dan tidak usah peduli.

Sella pasti sudah memastikan semuanya sebelum dia membawa nani Dio masuk ke dalam rumah ini, aku selalu percaya setiap keputusan Sella.

Ada rasa panas , takut, dan marah melihat sosoknya, tapi aku tetap diam berdiri disitu memandanginya di iringi napasku yang terasa berat.

Aku terus mengumpat dalam hati, seharusnya aku tidak melihat ini.

"Oh, tidak"

Aku seperti remaja belia melihat sesuatu baru dari tubuh wanita, aku tertawa kaku, menggeleng.

Aku pria dewasa yang beristri, sudah terlalu sering melihat lebih dari ini, kenapa aku harus gemetar, takut, ini benar konyol.

Aku meremas rambutku, benar benar kacau. Dia mengobrak-abrik hasratku, ini tidak boleh, lawanku.

Sosoknya mulai bergerak, aku mulai panik.

"Apa yang harus kulakukan?" aku tidak bisa berpikir dengan benar, pandanganku masih tidak beralih darinya sampai matanya terbuka.

Matanya membola saat sadar kemana arah mataku, dengan cepat ia menutupi, wajahnya memerah dan menunduk.

"Apa apaan kamu!!" bentakku

Aku menghela napas dan mengalihkan pandanganku ke bayi Dio, aku langkahkan kaki untuk lebih dekat, lalu ku angkat Dio dalam gendonganku.

"Bagaimana bisa kamu tertidur saat menyusui? Apa kamu ga pernah berpikir jika Dio tiba tiba merangkak dan terjatuh dari ranjang ini, atau saat sedang menyusui dia tersedak atau terhimpit oleh badan besarmu itu!"

"Bukan badan besar tapi aset besarmu" batinku sambil membayangkan, bagaimana jika aku yang menjadi Dio.

"oh, shitt" umpatku sambil menggeleng, sekarang bukan hanya mataku yang ternoda, tapi pikiranku juga.

"Maaf Tuan" wajahnya ia tundukan dan bahunya terlihat begetar, mungkin ia mencoba menyembunyikan suara tangisnya.

**

POV Allin

Mataku perlahan-lahan mencoba untuk membuka, meski rasa kantuk masih berat menyelimutiku, saat aku sadar ada sosok lain dalam ruangan kamar Dio. Mataku membola, sejenak aku terpaku dan saat aku menyadari arah matanya pada bagian asetku, dengan cepat kututupi.

Entah sejak kapan dia ada di situ. Oh tidak, aku merasa malu, seharusnya dia tidak melihat tubuh pribadiku.

"Maaf Tuan" aku menunduk dan tak tahan air mataku mengalir, tubuhku gemetar menahan tangis.

Aku tau, inilah resiko yang aku dapati menjadi ibu susu buat bayi orang lain, kemungkinan- kemungkinan ini sudah kupikirakan saat aku mau menyetujui untuk bekerja di keluarga ini, menjadikan aku Ibu Susu buat bayi mereka.

Aku sedih, pasti. Aku wanita lajang yang belum menikah, meski aku bukan lagi seorang gadis.

Seharusnya aku lebih bisa menjaga diri, tidak membiarkan pria lain menikmati, aku sudah ternoda satu kali tetapi aku tidak ingin lagi itu terjadi walau hanya sekedar pandangan.

"Apa kamu sengaja ingin menggoda orang-orang dalam rumah ini" bentaknya

"Ti-tidak Tuan" jawabku sambil menggeleng-geleng menatapnya.

Air mataku makin deras melihat matanya yang tajam menghujam, apalagi raut wajahnya terlihat jijik melihatku.

"Sebaiknya kau buang jauh-jauh niat burukmu di dalam rumah ini, aku memperkejakanmu untuk menjadi ibu susu dan pengasuh di rumah ini. Jangan besar kepala dan jangan coba-coba merayu para pekerja di rumah ini. Jika kau tidak dapat mengendalikan hasratmu sebaiknya kau pergi dari rumah ini, dan jajakan dirimu di luar sana"

Kata-kata pedas terus ia lontarkan menghancurkan harga diriku, cukup sudah rasa hormatku untuk majikanku yang kurang ajar ini.

"Apa maksud Tuan, jajakan diri?"

"Tuan kira saya pel*c*r. Tuan boleh saja tidak suka dengan saya, tetapi semua yang terjadi bukan kesengajaan. Saya menyusui Dio selalu di kamar, seharusnya Tuan yang harus saya salahkan. Tuan masuk begitu saja. Apa Tuan tidak punya tatakrama masuk kamar orang lain tanpa mengetuk atau mengucapkan kata permisi. Anda membuat saya merasa terhina, mata dan pikiran Anda yang harus disalahkan melihat aset orang lain secara diam-diam"

"Cih, kamar orang lain?, melihat secara diam-diam?, kau pikir mataku dengan sukarela melihat semua itu, kau mengotori mata dan pikiranku" jawabnya, lalu dia beranjak pergi membawa Dio.

"Mengotori mata dan pikirannya, tidak salah itu, yang ada dari tadi dia terlihat menikmati, dia hanya diam dan tampak terkejut saat aku mendapati arah pandangan matanya, dasar pria munafik. Apalagi pikiran kotornya itu, seenaknya saja menduga ku merayu orang-orang dalam rumah ini, dia tidak sadar apa, siapa yang aku goda?. Di dalam rumah ini hanya ada Bi Inah dan pekerja wanita lainnya yang juga sama dengan diriku, mereka miliki aset sendiri, tidak mungkinkan mereka tergoda. Sedangkan pekerja pria lebih banyak berada di luar atau dibelakang, mereka hanya sesekali ada dalam rumah ini, itu juga karena mereka di panggil masuk, untuk ke dapur saja mereka selalu melalui pintu belakang rumah ini. Hanya Dio dan si pria mesum ini yang berkeliaran di dalam rumah ini, dan hanya dia pria yang masuk tanpa permisi ke dalam kamar ini" gumanku

"Pasang kancingmu dengan benar, untuk kali ini aku maafkan" lanjutnya tanpa menoleh dan tetap melangkahkan kakinya ke luar.

catatan : Buat para emak-emak yang sedang menyusui. Tolong! Lebih di perhatikan dan di jaga kedua asetnya, jangan dipertontonkan di sembarang tempat, ada mahluk lain yang akan terganggu dengan tindakan kalian!😅

Gejalanya mereka akan merasa pusing, begetar, tidak mau diam, lirikan mata yang tidak bisa dikontrol, dll.🤭😝

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!