"mas Reyhan.. ada apa? Kenapa kau terlihat panik?" tanya Melati dengan menggendong bocah kecil berusia dua tahun sembari berjalan ke arah suaminya
"sayang, aku harus pergi, ibu memintaku datang kesana" jawab Reyhan srmbari memasukkan ponsel ke dalam saku celananya
"tapi mas? bukankah mas baru saja sampai di rumah? mas saja belum mandi? mas bahkan belum makan apapun kan?"
"iya sayang, tapi ini soal ibu, ibu baru saja terpeleset di kamar mandi. Aku tak mungkin membiarkan ibu kesepian dan merasa terabaikan. Kamu tahu sendiri kan kalau ayah sudah tidak ada? Ibu pasti merasa kesepian tinggal dirumah sendirian"
Ya, ibu Sarah memang seorang wanita yang sangat di manja oleh suaminya sejak masih muda.
Ibu mertua dari Melati itu memang tidak pernah melakukan aktifitas apapun termasuk pekerjaan rumah tangga. Karena semuanya di lakukan oleh ayah Reyhan.
Dan kini, setelah ayah Reyhan meninggal dunia, ibu Sarah menjadi sangat kacau dan terbengkalai.
Karena ia sudah terbiasa menggantungkan hidupnya pada sang suami. Maka mau tak mau, Reyhanlah yang saat ini harus menggantikan tugas sang ayah untuk menjaga dan merawat ibunya.
"iya mas, tapi setidaknya isilah sedikit perut mas. Sebentar saja, cicipilah masakan yang sudah aku buat untukmu mas"
"sayang.. sudah tak ada waktu untuk itu, ibu sangat membutuhkanku saat ini. Aku pergi ya" Ucap Reyhan sembari mencium pucuk kepala sang istri
"oh ya, jangan lupa kunci semua pintunya, karena aku tidak pulang malam ini" sambung Reyhan kemudian berlalu menghilang di balik pintu
Sementara Melati, ia hanya bisa memandang kepergian suaminya dengan buliran air mata yang tiba tiba saja jatuh berlinang membasahi pipi mulusnya.
Namun sesegera mungkin Melati menghapus air mata itu dengan cepat. Ia hanya dapat menghela nafas berat dan menghembuskannya secara kasar.
Aku tak boleh egois, aku harus bisa menerima keputusan mas Reyhan.
Harusnya aku senang kan kalau mas Reyhan begitu berbakti pada ibunya? Itu berarti mas Reyhan benar benar laki laki yang sangat baik
Oh Tuhan..
Maafkan aku yang sempat berburuk sangka pada suami dan ibu mertuaku
Dengan perasaan yang tak menentu, akhirnya, mau tak mau Melati harus menerima keputusan Reyhan yang lagi lagi harus menginap di rumah ibunya.
Dan sebisa mungkin, Melati menggeleng pelan, ia terus mengusir pikiran pikiran aneh yang terus berdatangan memenuhi otaknya.
Dengan perlahan, ia menuntun langkah beratnya untuk menutup dan mengunci semua pintu dan jendela seperti apa yang di amanahkan Reyhan tadi.
Setelah selesai, Melati membawa putanya yang sudah tertidur untuk masuk ke dalam kamar.
Sembari memandangi wajah imut sang putra kecil, Melati lagi lagi meneteskan air matanya saat mengelus pipi gembul bocah dua tahun yang sudah terlelap damai tersebut.
Ya, padahal putranya juga sedang sakit. Bahkan sejak tadi, putranya itu terus menanyakan keberadaan sang ayah. Mungkin anaknya sedang ingin bermanja dengan sang ayah.
Tapi apa yang terjadi?
Bukannya sedikit melipur hati putanya, Reyhan malah tetap menomer satukan ibunya. begitu pikir Melati.
...***...
Sedangkan di sudut ruang yang berbeda, Reyhan tengah duduk dan memijit kaki ibu yang telah melahirkannya.
"Rey.."
"iya bu"
"kenapa kau tak tinggal disini saja menemani ibu? Kau tau kan ibu ini sudah tua dan sering sakit sakitan? apa kau tega membiarkan ibu sendirian di rumah ini?"
"tidak bisa bu.. aku ini sudah menikah. Dan aku juga sudah memiliki seorang anak. Ibu tau kan anakku itu masih sangat kecil? dia pasti sangat membutuhkanku"
"ibu juga membutuhkanmu Rey.. Kau itu anak laki laki ibu satu satunya. Anak yang paling ibu banggakan"
"tapi ibu juga masih punya Hanna. Dia juga anak ibu. Kenapa ibu tidak meminta Hanna untuk merawat ibu juga?"
"tidak mungkin bisa Rey.. adikmu itu sudah menikah dan memiliki seorang bayi, dia pasti akan sangat kerepotan"
"kalau memang ibu tidak mau merepotkan anak anak ibu, harusnya ibu itu mau pas kami menyewa jasa seorang perawat untuk menjaga dan merawat ibu"
"ibu tidak mau di jaga sama perawat Rey!"
"iya, tapi kenapa bu? kenapa ibu tidak mau dijaga sama perawat?"
"sudahlah Rey! jangan sibuk mencari alasan. Kalau kau memang tak mau merawat ibu, bilang saja terus terang dari sekarang!" gertak sang ibu dengan memalingkan wajahnya
"ibu, kenapa ibu berbicara seperti itu? Apa ibu tau? putra kecilku saat ini juga sedang sakit, dia juga membutuhkanku, tapi aku tetap meninggalkannya demi menemani ibu. Apa itu masih tak menunjukkan kalau aku sangat menyayangi ibu?"
Mendengar ungkapan dari Reyhan yang rela meninggalkan anak dan istrinya malam ini demi dirinya, tentu membuat kebahagiaan tersendiri bagi ibu Sarah.
Ia pun langsung bangkit, dalam posisi setengah duduk, ibu Sarah pun langsung memeluk erat tubuh anaknya. Begitupun dengan Reyhan, ia juga membalas pelukan hangat dari ibunya tersebut.
Dan tak berapa lama kemudian, Sang ibu pun sudah terlelap damai.
Melihat sang ibu yang sudah tertidur nyenyak, Reyhan pun memilih masuk ke dalam kamarnya dulu. Kamar dimana ia tidak pernah tiduri lagi setelah menikah dengan Melati.
Reyhan membanting tubuh lelahnya diatas ranjang besar nan empuk. Matanya menatap langit langit kamar. Namun pikirannya justru melayang entah kemana.
Melati..
Gumam Reyhan sembari membayangkan wajah cantik istrinya. Istri kecil yang selalu bersabar dan selalu menurut apapun yang ia katakan.
Ya, Reyhan tak pernah membayangkan jika ia akan mencintai gadis itu. Gadis yang menjadi teman sekelas anaknya dulu.
Bukan teman, lebih tepatnya adalah partner bertengkar. Karena dulu, setiap berada disekolah, Melati dan putrinya sering sekali terlibat pertengkaran dalam hal apapun. Bahkan keduanya sering dipanggil pihak BP karena ulah mereka.
Dulu, Reyhan memanglah tidak menyukai Melati sama sekali. Mungkin juga bisa dikatakan lebih membenci bocah itu.
Namun karena seringnya bertemu dengan musuh anaknya itu, dan seringnya Melati mengrjar cintanya, lama kelamaan benih benih cinta pun mulai tumbuh dihati Reyhan.
Dan akhirnya, Reyhan pun memutuskan menikahi Melati walau awalnya penuh perdebatan dan kontroversi dengan sang putri.
...***...
Sementara Melati yang baru saja memejamkan matanya tiba tiba harus terbangun kembali saat ia mendengar ada seseorang yang mengetuk pintunya malam ini.
Dengan lunglai, Melati melangkahkan kakinya untuk melihat siapa yang tengah bertamu malam begini. Karena ia yakin bahwa yang ada dibalik pintu itu bukanlah suaminya.
"Reyna?"
"hai mama tiri"
.
.
.
"Reyna?"
"hai mama tiri" sahut Reyna sembari melangkah masuk melewati tubuh Melati yang masih diam membeku
"Reyna? kenapa kau kesini? oh, mm.. Maksutku, mengapa kau malam malam datang kemari? apa papa kamu sudah tau?" tanya Melati setelah menutup pintu kembali seperti semula
"memangnya kenapa? ini rumah papaku, jadi aku berhak kesini kapanpun kan? apa ada larangan?"
"tidak ada, aku hanya bertanya. Ya sudah kalau kau mau bermalam disini, tapi kau sudah tau kan kalau papamu tidak ada dirumah malam ini?" ungkap Melati sembari berlalu menuju kamar
"hey mama tiri, tunggu!"
"ada apa?"
"aku baru saja sampai, aku sangat lelah dan sangat lapar. bisakah kau buatkan makanan untukku?"
"apa? makanan?"
"ya, apa kau tak dengar? aku sangat lapar dan ingin makan"
"oh okey, tunggu sebentar, aku akan ambilkan makanan untukmu" Melati mengeluarkan makanan dari dalam kulkas dan menghangatkan kembali makanan yang tadi tak tersentuh oleh suaminya.
"makanan sisa?" Reyna mengerutkan dahinya menatap beberapa piring yang ada di hadapannya
"ini bukan makanan sisa, papa mu saja tak sempat memakan makanan ini karena harus kembali lagi kerumah nenek. aku hanya menghangatkan kembali makanan ini Reyna"
"tapi aku tetap tidak mau memakannya. Buatkan aku makanan lain!"
"hah?"
"apa kau tak dengar? aku mau makanan yang lain!"
dasar bocah ini! enak sekali menyuruhku! untung aku cinta sama ayahnya, kalau tidak, mungkin sudah aku jambak **rambut**nya yang seperti buntut kuda itu!
"kenapa malah bengong?" gertak Reyna
"oh, oke, baiklah, akan aku buatkan sesuatu untukmu" Melati bergegas ke dapur dan membuat satu porsi besar nasi goreng dan telur mata sapi.
Sebenarnya Melati merasa heran akan putri tirinya itu, karena sejak awal ia menjadi istri Reyhan, Reyna tak pernah sekalipun mau mencicipi masakannya.
Tapi malam ini? Reyna sendiri yang memintanya? apa mungkin ini akan menjadi awal yang baik bagi hubungan antara dirinya dan Reyna? Ah, semoga saja.. begitu pikir Melati.
"silahkan"
"nasi goreng?"
"ya, hanya ini yang bisa aku buat karena bahan masakan di kulkas sudah habis"
"hh.. ya sudahlah" Reyna lantas melahap dengan cepat nasi goreng yang ada didepannya.
"kenapa kau melihatku seperti itu?" tanya Reyna yang baru sadar ternyata sejak tadi Melati masih duduk dan menatap lekat ke arahnya
"tidak papa, aku hanya heran saja, ternyata kau itu makannya banyak juga"
"apa maksutmu?"
"makanan buatanku terlalu enak ya?"
"siapa bilang? kau itu terlalu PD"
"tentu saja aku sangat PD, buktinya? kau menghabiskan makanan itu tanpa sisa"
"apasih? gak mutu banget deh!" Reyna meninggalkan meja makan masuk ke dalam kamarnya.
Sedangkan Melati, ia pun ikut masuk ke dalam kamarnya. Namun saat ia belum melangkahkan kakinya, tiba tiba saja suara ketukan pintu kembali terdengar.
Siapa lagi yang datang bertamu tengah malam begini?
Melati segera membukakan pintu. Dan alangkah terkejutnya ia saat melihat siapa yang saat ini ada diluar pintu tersebut.
"mas Reyhan?"
"sayang.. kenapa kau malah bengong di tengah pintu? ayo masuk"
Reyhan segera merangkul sang istri ke dalam dan tak lupa mengunci pintu kembali.
"mas.. kenapa mas pulang?"
"kenapa memangnya kalau aku pulang? bukankah kau suka kalau aku di rumah?"
"iya sih mas.. tapi kan tadi? bukankah mas bilang mau menginap di rumah ibu? kalau mas pulang, lalu ibu dirumah dengan siapa?"
"tenanglah sayang, tadi kebetulan Hanna dan suaminya datang dan katanya mereka akan menginap hingga beberapa hari disana. Jadi dari pada aku bengong sendiri di dalam kamar sana, mending aku pulang dan tidur nyaman memeluk istriku, ya kan?" ucap Reyhan sembari memeluk Melati dari belakang dan mengecup ceruk leher putih istrinya
"ih.. mas.. geli tau"
Reyhan tak menghiraukan ucapan Melati, ia malah asik melanjutkan aksinya di ruang tengah hingga aksinya tersebut terhenti saat ada sebuah suara deheman yang terdengar dari belakang
"Reyna? kamu disini? tanya Reyhan sembari membenarkan piyama Melati yang sembat terbuka kancing atasnya
"ya, dan kalau saja aku tau papa akan pulang malam ini, aku tak akan menginap disini dan melihat aksi menggelikan barusan" gerutu Reyna sembari berlalu
Disaat Melati masih tersipu malu dengan wajah meronanya, Reyhan justru tak mengambil pusing ucapan putrinya. Ia malah membopong tubuh kecil Melati ala bridal style dan membawanya masuk ke dalam kamar mereka
Karena melihat sang putra kecil masih asik terlelap dalam mimpinya, Reyhan pun lantas membuka semua baju yang ia kenakan tanpa menyisakan sehelai benangpun.
"mas.. kenapa mas malah membuka semua baju yang mas pakai?"
"sayang.. kenapa kau masih bertanya? harusnya kau itu juga ikut memvuka semua bajumu"
"untuk apa?"
"tentu saja untuk memulai olahraga malam kita"
"sayang.. tapi ini sudah terlalu larut, apap kau tak lelah?"
"tak ada kata lelah untuk hal ini. Justru lelahku akan berkurang saat kita selesai melakukannya"
"masak sih?"
"ayolah sayang.. apa kau tak kasihan pada teranodonku? sudah hampir tiga minggu loh gak masuk ke sarangnya"
"tiga minggu? benarkah?"
"sayang.. jangan berpura pura lupa. Aku sangat tau bahwa kau pun juga menginginkannya bukan?"
Melati hanya menunduk malu. Karena benar saja, sebagai seorang wanita yang masih berusia muda, tentu gairah bercinta Melati masih begitu besar. Dan jujur saja, saat ini dirinya sangat menginginkan sentuhan suaminya kembali.
Melihat Melati yang tak menunduk, Reyhan pun langsung melancarkan aksinya. Ia langsung membawa tubuh Melati ke atas ranjang yang berbeda dari ranjang yang di tempati putranya.
Karena Reyhan sengaja memberi dua ranjang di dalam kamar besarnya agar saat melakukan aktifitas berkuda, pergerakan liarnya tak mengganggu tidur putra kecilnya.
Dan akhirnya, satu malam panas kembali mereka lalui setelah beberapa minggu absen dari kata bercumbu dan bercinta.
"sayang..." lirih Reyhan
"ya"
"boleh aku tanya sesuatu?"
"apa mas?"
"mm..."
"kenapa mas tampak ragu? berbicaralah"
"tapi janji jangan marah ya?"
"iya.. memangnya mas mau tanya apa?"
"bolehkah ibu tinggal disini bersama kita?" tanya Reyhan dengan nada suara super lirih dan hati hati
Deg
.
.
Beberapa hari kemudian
Setelah Hanna dan suaminya kembali pulang, Ibu Sarah benar benar dibawa ke rumah Reyhan dan Melati.
Ya, Semua keputusan telah dipikirkan matang matang oleh Melati. Ia siap menerima dan ikut merawat sang mertua demi meringankan beban suaminya.
"sayang.. aku berangkat kerja dulu ya. Aku titip ibu. Kalau ada sesuatu, cepat hubungi aku"
"iya mas, jangan hawatir, aku akan menjaga dan merawat ibu dengan baik. Mas tenang saja"
"terimakasih sayang" Reyhan mengecup kening sang istri
"Bu.. ibu baik baik di rumah ya, jika ibu menginginkan sesuatu, ibu panggil saja Melati"
"iya"
"aku berangkat ya bu.." pamit Reyhan sembari mengecup punggung tangan sang ibu lalu berlalu di balik pintu
Setelah kepergian sang suami, Melati segera menuntun kursi roda sang ibu untuk bersantai di ruang tengah dan menonton tv. Sementara ia langsung membereskan meja makan bekas sarapan mereka tadi.
Namun baru beberapa piring yang ia sisihkan, tiba tiba saja terdengar suara tangisan anak kecil yang ia yakini adalah suara dari putranya.
Tanpa menghiraukan kegiatannya, Melati langsung berlari ke arah suara tangisan itu. Ia begitu terkejut saat melihat sang putra tengah menangis sembari memegang telinganya.
"sayang.. kau kenapa?" seru Melati sembari memeluk tubuh kecil yang masih bergetar itu
"mama.. cakit ma"
"sakit? sakit kenapa nak? apanya yang sakit?" Melati mengusap seluruh bagian tubuh sang putra
"nenek ma.. nenek jahat, nenek jewel telingaku, hu... hu.. hu" jawab bocah kecil itu dengan tangis sesenggukan
Melati mengerutkan keningnya, ia menatap sang ibu mertua yang ternyata masih berwajah datar tanpa ekspresi apapun
"bu.. apa benar yang Miko katakan?"
"ya" jawab sang ibu singkat
"tapi kenapa ibu menjewernya? apa salah Miko bu?"
"anakmu itu yang nakal. Berlarian tanpa lihat situasi! Apa kau tau? dia itu baru saja menumpahkan coklat hangatku"
Apa? jadi karena coklat hangat ibu tega menjewer telinga anakku?
"maaf bu.. tapi kan Miko masih sangat kecil. Dia masih sangat aktif dalam bermain. Jadi dia pasti tak sengaja melakukannya"
"meskipun tak sengaja tetap saja dia itu salah! Dan setiap anak yang melakukan kesalahan itu harus di kasih pelajaran"
"tapi bu__"
"hey! apa kau tau? mendidik anak itu jangan terlalu dimanja! Berikan setiap resiko atas perbuatannya agar dia menjadi orang yang bertanggungjawab kedepannya"
"iya bu" Akhirnya Melati pun memilih diam dan tak lagi membantah petuah sang mertua. Karena percuma saja jika ia menjawab setiap ucapan mertuanya itu, karena pasti akan ada petuah petuah lain yang keluar dari bibir tuanya tersebut.
"ya sudah, cepat buatkan coklat panas lagi untukku. Dan ingat! jangan bawa anakmu itu krmari sebelum aku selesai menonton telenovela kesukaanku"
"baik bu"
Dengan langkah gontai, Melati menggendong sang putra masuk ke dalam. Ia mencoba menenangkan Miko agar berhenti menangis.
Dan setelah Miko berhenti menangis. Melati pun kembali membuatkan coklat panas untuk ibu Sarah.
Helaan nafas berat tak sengaja keluar dari hidungnya. Ia benar benar harus memperluas kesabarannya beberapa hari ini.
Setelah menghadapi Reyna, putri Reyhan yang menyebalkan itu, kini ia harus menghadapi sifat egois ibu Sarah, mertua yang baru sehari ini tinggal bersamanya.
Untung Reyna sudah kembali melanjutkan kuliahnya di kota J, jadi otakku tak akan meledak dengan cepat karena harus menghadapi dua wanita yang suka bersikap semena mena
Seharian berlalu dengan cepat. Tanpa terasa waktu sudah mulai gelap. Melati masih terlihat mondar mandir di depan pintu rumahnya. Ia terus menunggu sang suami pulang. Karena jarang sekali Reyhan pulang sampai petang tanpa memberi kabar apapun kepadanya.
Dan saat ia mencoba menghubungi ponsel suaminya, ternyata panggilan itu tak tersambung sama sekali. Hal itu tentu membuat kehawatiran tersendiri bagi Melati.
Namun tak berselang lama, sebuah mobil hitam telah memasuki pekarangan rumah. Melati tersenyum lebar saat mendapati suaminya tengah sampai dirumah dengan selamat.
"papa..." teriak Miko sembari memeluk erat sang papa
"hey jagoan papa, ayo kita masuk?"
"baik papa" teriak girang dari suara kecilnya
"sayang.. kenapa kau ada diluar?" tanya Reyhan
"aku hawatir mas, ponselmu tak bisa dihubungi?"
"ah iya, aku lupa mengabarimu, ponselku itu mati sejak tadi siang, aku lupa tidak membawa carger sayang.. maaf ya"
"iya mas tak apa, yang penting kamu sudah sampai rumah dengan selamat" "oh ya, itu apa mas?" tanya Melati saat melihat tangan suaminya yang membawa satu kotak makanan di dalam kresek putih
"oh ini.. ini martabak manis sayang"
"martabak asin? kenapa mas belinya martabak asin? kan aku sama Miko sukanya martabak manis?"
Reyhan nampak terdiam. Ia mematung ditempat saat ia baru menyadari bahwa ia ternyata lupa tak membelikan martabak kesukaan istri dan anaknya.
"mas?"
"mm.. maaf sayang, aku beli martabak asin ini untuk ibu"
"oh.. kirain mas beli untukku juga"
"maaf ya sayang.. aku lupa"
"tidak apa apa mas, lagi pula aku dan Miko juga masih kenyang kok. Dan kami juga sedang tak menginginkan makanan itu"
"maaf ya sayang"
"iya mas.. gak papa kok. Ya sudah, mas mandi dulu gih, air panasnya sudah aku siapkan"
"terimakasih sayang, aku ke kamar dulu ya"
Melati hanya tersenyum dan mengangguk sembari mengambil alih Miko dari gendongan suaminya.
Ia hanya menatap punggung sang suami yang berlalu mendahuluinya dengan perasaan yang berkecamuk.
Padahal baru sehari ibu tinggal disini, tapi banyak perhatianmu yang telah tercurah pada ibu. kau bahkan dengan mudahnya melupakan aku dan Miko. Apa salah jika aku cemburu dengan perhatianmu mas?
.
.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!