Bab 1
Afif Abizar memiliki arti suci berbudi luhur, tambang emas yang menyebarkan. Terlahir dari pasangan Azhar Riswan dan Anjani Anggraini.
Kehadiran Afif Abizar yang mereka panggil dengan sebutan Afif menambah kebahagiaan di antara mereka. Sesuai dengan arti nama Abizar tambang emas yang menyebarkan, membuat kehidupan ekonomi pasangan itu semakin baik dan meningkat.
Perusahaan Azhar menjadi perusahaan terbesar di negaranya. Bahkan, perusahaannya sudah berkembang pesat dengan mempunyai beberapa cabang di luar daerah, sampai melebarkan sayap ke negara lain.
Begitu juga dengan Anjani, pekerjaannya di bidang desainer juga sangat berkembang, dan terkenal sampai ke mancanegara. Namun, karena kesibukan mereka mengumpulkan harta kekayaan, membuat mereka melupakan sosok Afif Abizar buah hati dari cinta mereka.
Waktu terus berlalu, sampai Afif duduk di kelas enam. Saat ini mereka sedang berada di meja makan untuk sarapan.
"Pah, Mah, jangan lupa hari ini ada acara di sekolah Afif" ucap Afif sambil memasukkan sepotong roti yang di olesi selai coklat. Tentu saja roti yang di makannya buatan dari sang Bibi, yang selama ini merawatnya.
Azhar dan Anjani saling tatap.
"Hari ini Mamah ada tamu dari luar negri, dan Mamah yang harus menemuinya," tegas Anjani sambil melirik jam branded di pergelangan tangannya.
Azhar menghela napas, sambil meletakkan sendok dan garpunya.
"Hari ini Papah juga ada meeting," tegas Azhar, sambil menyesap jus orangenya.
Anjani menarik napas kasar.
"Mang Sardiii ... Bi Rina ....!" Teriak Anjani.
Tampak dua orang setengah baya berlari tergopoh-gopoh, mendekati meja makan dengan napas yang tersengal.
"A-ada apa Nyonya?" Tanya Mang Sardi, sambil mengatur napasnya.
"Seperti biasa, kalian hari ini ke sekolah Afif!" Tegas Anjani sambil membuka tasnya, dan mengambil lima lembar uang ratusan dari dompetnya. Akan tetapi, belum sampai Anjani memberikan uangnya kepada Mang Sardi, tiba-tiba....
Brak....
Afif menggebrak meja sambil berdiri, dengan wajah memerah penuh amarah, membuat mereka semua terkejut.
"Afif, apa yang kamu lakukan?" Bentak Azhar, menatap tajam Afif.
Afif tidak menjawab, dia langsung berlari meninggalkan meja makan.
"Afifff ....!" Teriak Azhar, berniat untuk mengejar Afif.
"Maaf Tuan, biar saya saja yang mengejar Tuan Muda" ucap Bi Rina sambil menunduk.
"Pergilah! ajari anak itu sopan santun,!" perintah Azhar, dengan wajah memerah dan rahang wajah yang mengeras.
Bi Rina mengangguk, dan segera menyusul Afif ke kamarnya.
"Saya permisi Tuan, Nyonya" pamit Mang Sardi, yang di jawab anggukkan oleh Anjani.
"Jangan terlalu keras dengan Afif, dia anak kita satu-satunya," ucap Anjani, menatap tajam Azhar.
"Kamu sebagai ibu tidak becus mendidiknya!" bentak Azhar.
Mendengar perkataan Azhar, Anjani langsung berdiri sambil mensejajarkan tubuhnya dengan Azhar.
"Kalau aku tidak becus sebagai Ibu, bagaimana dengan kamu sebagai Ayahnya?" Anjani ikut membentak sambil menunjuk dada Azhar.
"Dasar wanita keras kepala!" Azhar berkata, sambil berlalu meninggalkan Anjani.
"Dasar Lelaki egois!" ucap Anjani penuh amarah, dan berlalu juga meninggalkan meja makan.
Sementara di dalam kamar, tampak Bi Rina yang duduk di tepi ranjang, di samping Afif yang sedang terisak sambil menyembunyikan wajahnya di antara kedua lutut yang di tekuk dengan kedua tangannya di atas lutut. Tampak punggungnya yang berguncang dan terdengar isakan yang memilukan.
"Tuan Muda" panggil Bi Rina mengusap lembut punggung Afif.
Afif mengangkat wajahnya, menatap sendu Bi Rina.
"Semua orang menganggap jika kehidupanku sangat sempurna, akan tetapi mereka tidak mengetahui betapa tersiksanya aku bi," ucap Afif dengan suara parau.
Bi Rina berusaha tersenyum, walaupun hatinya sangat pilu melihat keadaan Afif, melihatnya mengingatkan dia dengan anak lelakinya yang sudah tiada.
"Tidak semua orang harus mengetahui kesedihan kita," ucap Bi Rina mencoba menguatkan Afif.
"Masalah yang Tuan Muda hadapi sekarang adalah pembelajaran hidup, lelaki tidak boleh cengeng harus kuat, karena Lelaki adalah calon pemimpin," ucap Bi Rina lagi, sambil menangkup wajah Afif dan menghapus air matanya.
"Jangan pernah berharap dengan orang lain , karena tidak semua orang peduli kepada kita, hanya kita yang bisa menyemangati dan merubah hidup kita sendiri" Bi Rina kembali berkata, sambil membelai dan mencium lembut puncak kepala Afif.
Afif terdiam tidak menjawab, dia hanya membenamkan wajahnya di pelukan hangat Bi Rina
***********"***
Fatimah Assyifa Khairunnisa mengandung arti wanita sebagai alat penawar adalah sebaik-baiknya wanita. Anak bungsu dari Ulama besar yang bernama Haji Maulana Yusuf di salah satu pesantren ternama di kotanya, dan ibunya yang bernama Zahira Kulsum, yang lebih di kenal dengan Umi Zahira.
Fatimah kecil yang periang dengan wajah cantik dan imutnya mampu menghipnotis setiap orang yang menatapnya. Belajar dan mengaji adalah kegiatannya dari balita, sehingga dia tumbuh menjadi seorang gadis cerdas, cantik dan soleha. Dan karena kecerdasannya dia pun mendapat beasiswa untuk kuliah di Universitas Al Azhar yang berada di Kairo.
**************
Waktu terus berlalu, sampai akhirnya Fatimah di nyatakan lulus sebagai Mahasiswi terbaik dengan IP tertinggi.
Hari ini adalah kepulangan Fatimah ke tanah air. Saat menapakkan kakinya di Bandara, dengan perasaan bahagia dan senyum yang selalu menghiasi wajahnya, Fatimah yang di dampingi kedua kakak laki-lakinya di sambut hangat oleh oleh Abi, Umi, dan kakak perempuannya yang bernama Salma.
Fatimah langsung menyalami dan menghambur ke pelukan mereka.
"Assalamualaikum Abi, Umi, Kak Salma" ucap Fatimah dengan senyum bahagia.
"Alhamdulilah, anak Abi akhirnya pulang juga ke tanah air," goda Haji Maulana, sambil mengelus lembut kepala Fatimah yang terbungkus jilbab coklat senada dengan gamis yang di gunakannya.
"Ish Abi, Fatimah ke Kairo itu untuk menuntut ilmu" jawab Fatimah, sambil mengerucutkan bibirnya.
"Sudah Abi, jangan menggoda Fatimah terus, ayo kita pulang! Umi sudah masak banyak makanan kesukaanmu" Umi Zahira berkata sambil memeluk lengan Fatimah.
"Terimakasih Umiku yang cantik," sebuah kecupan mendarat di pipi Umi Zahira.
Senyumpun merekah di bibir mereka semua, dengan langkah penuh kebahagiaan mereka meninggalkan Bandara.
Di dalam mobil, mereka saling berbagi cerita dan kerinduan, gelak tawa menghiasai obrolan mereka, sampai tiba-tiba....
Cittt....
Terdengar suara berdecit, akibat gesekan yang keras dari ban mobil yang menyentuh aspal, karena rem yang mendadak berhenti. Keluarga Fatimah terkejut dengan apa yang terjadi.
"Ada apa Ham?" Tanya Haji Maulana, kepada putra sulungnya yang bertugas menyetir mobil
"Itu Abi, ada motor yang tiba-tiba nyalip" ucap kakak sulung Fatimah, yang bernama Ilham sambil menunjuk ke arah lelaki muda berambut gondrong, dengan sebuah motor gede dalam posisi jatuh di atas aspal.
Lelaki muda berambut gondrong itu langsung berdiri sambil membuka helmnya, terlihat wajahnya yang penuh amarah.
"Hai, turun loe semua!" Ucap Lelaki gondrong itu sambil menggebrak kencang bagian depan mobil.
Arman kakak lelaki kedua dari Fatimah pun langsung melepaskan safety belt nya, dan segera membuka pintu. Tentu saja membuat mereka panik, karena mereka sangat mengetahui bagaimana emosi Arman. Mereka semua segera turun menyusul Arman.
"Eh, yang sopan dong! Main gebrak mobil orang sembarangan aja!" ucap Arman tak kalah sengit.
"Gil* loe ya,! sudah jelas loe yang salah, tuh loe lihat motor kesayangan gue! loe lihat nie luka-luka di wajah sama badan gue!" teriak lelaki berambut gondrong itu, sambil menunjuk ke arah motornya yang tergeletak di jalan raya, luka di wajah, lengan dan kakinya.
"Jalur kami sudah benar, kamu yang main nyalip sembarangan,!" ucap Arman tak mau kalah.
Tiba-tiba lelaki berambut gondrong itu mencengkeram kemeja Arman, yang membuat Umi Zahira dan Salma menjerit ketakutan dan saling berpelukan. Sedangkan Fatimah menatap lekat lelaki itu.
"Hai mas, jangan kasar dong,!" ucap Ilham, menarik tangan lelaki berambut gondrong itu dari kerah kemeja Arman.
"Loe berdua mau main keroyokan? Gue ga takut,!" teriak lelaki gondrong yang terus mencengkeram kuat kemeja Arman, dan menatap tajam Ilham.
Haji Maulana menggelengkan kepalanya sambil mengucap istighfar.
"Anak muda, bisa tolong lepaskan tanganmu dulu? Kita bisa membicarakan ini baik-baik" suara yang penuh wibawa membuat Lelaki itu terdiam dan menatap segan ke arah haji Maulana, dan langsung melepaskan tangannya dari kerah kemeja Arman.
Arman mendorong kasar lelaki berambut gondrong itu, karena dorongan yang tiba-tiba membuat lelaki itu kehilangan keseimbangannya, sehingga terhuyung ke belakang dan....
Bug....
Aduh....
Mereka semua kaget, karena tubuh Lelaki gondrong itu menabrak Fatimah yang saat itu berniat untuk melihat keadaan motor kepunyaan lelaki itu.
"Astaghfirullah Fatimah,!" seru Umi Zahira dan Salma bersamaan.
Mereka langsung menghampiri Fatimah yang tubuhnya tertindih belakang tubuh lelaki berambut gondrong itu.
"Kurang ajar!" Arman langsung menarik lelaki berambut gondrong itu dan menghajarnya. Namun, lelaki itu tidak tinggal diam. Dia langsung mambalas pukulan Arman, sehingga adu jotos pun tidak bisa di hindari.
Umi Zahira dan Salma membantu Fatimah. Haji Maulana dan Ilham berusaha melerai perkelahian antara lelaki berambut gondrong dan Arman, sampai akhirnya....
Bug....
***********
Siapakah lelaki muda berambut gondrong itu?
Apakah ini awal pertemuan Fatimah dan Afif?
Alhamdulillah ini novel kelimaku, semoga ceritanya bisa menghibur kalian🥰
Jujur novel terinspirasi dari wajahnya Abidzar Al Ghifari, putra dari mendiang Ustadz Jefri Al Buchori. Semoga novel ini menarik untuk kalian baca🤗.
Afif Abidzar
Fatimah Assyifa Khorunissa
Bab 2
Bug....
Suara pukulan dua arah membuat tubuh haji Maulana tersungkur dan terlihat lebam di kedua pipinya, bahkan ada darah yang keluar dari sudut bibirnya.
"Abi...."
Teriak mereka semua, dan langsung menghampiri tubuh haji Maulana yang masih dalam keadaan tersungkur, kecuali lelaki berambut gondrong itu. Dia hanya diam mematung, dengan tatapan nanar ke arah mereka.
"Abi, kita harus ke rumah sakit,!" Seru Fatimah dengan wajah panik.
"Abi, maafkan Arman," Arman berkata dengan penuh penyesalan.
"Sudah Arman,! ayo kita bawa Abi ke rumah sakit!" Seru Ilham.
"Umi tenang, jangan menangis! Abi akan baik-baik saja" Salma memeluk tubuh Umi Zahira yang mulai terisak, sambil mencoba menenangkannya.
Mereka bergegas membawa tubuh haji Maulana masuk ke dalam mobil, terlihat dia memejamkan mata sambil memegangi wajahnya yang lebam. Mereka kini tidak menghiraukan kehadiran lelaki berambut gondrong itu.
Netra lelaki berambut gondrong dan Fatimah bertemu, saat Fatimah memapah Abinya masuk ke dalam mobil. Entah kenapa, sebuah perasaan berbeda menjalar di hati lelaki itu, tatapan teduh Fatimah membuat jantungnya berdetak lebih kencang, sesuatu yang tidak pernah di rasakannya. Sedangkan Fatimah langsung menundukkan wajahnya.
Salma juga segera membawa tubuh Umi Zahira masuk ke dalam mobil, Ilham dengan cepat menyusul masuk. Sedangkan Arman menatap tajam lelaki itu, dan melangkah mendekatinya.
"Dengar! Urusan kita belum selesai!" hardik Arman, sambil mendorong dada Lelaki itu.
"Arman, ayo cepat!" Panggil Ilham, yang sudah menyalakan mesin mobil.
Arman kembali menatap tajam ke arah lelaki itu. Entah kenapa, lelaki berambut gondrong itu yang baru saja terlihat beringas, kini hanya terdiam seperti kehilangan tanduknya. Dia hanya menatap nanar ke arah mobil yang kini sudah berlalu dari hadapannya.
"Siapa wanita itu? Ada apa dengan jantung gue?" Lelaki gondrong itu bertanya sendiri, sambil memegang dadanya. Dengan menghela napas, dia melangkah mendekati motor gedenya yang posisinya masih tergeletak di jalan.
Ketika dia mulai menaiki motornya, tiba-tiba terdengar getaran ponsel di saku celananya. Dia segera mengambil ponselnya. Melihat nama yang terpampang di layar ponselnya, sebuah senyum langsung terulas di bibir tipisnya. Dia pun segera menggeser tombol hijau itu.
"Halo, ada apa Bi?" Sapa lelaki itu dengan suara yang sangat lembut, seolah-olah dia melupakan kejadian yang baru saja membuat emosinya meledak.
"Maaf, Tuan Muda sedang ada di mana?" jawab wanita di seberang sana.
"Tadi aku mau ke kampus, tetapi sepertinya tidak jadi,! ada apa Bi?" lelaki itu sangat paham, pasti ada sesuatu yang penting jika sang bibi menelponnya.
"Maaf, apa Tuan Muda uda bisa pulang sekarang?"
Lelaki itu menarik napasnya kasar mendengar permintaan sang bibi.
"Aku akan segera pulang!"
"Baiklah, Tuan Muda uda hati-hati di jalan"
"Iya Bi, terimakasih"
Lelaki itu mematikan ponselnya.
"Pasti mereka sudah kembali!" ucap lelaki itu sambil mengusap kasar wajahnya, dan dengan kecepatan tinggi dan knalpot yang bising, motor gede itu pun melaju membelah jalan raya.
*******************
"Tuan Muda, kenapa?" Tanya wanita setengah baya dengan wajah cemas, melihat wajah, tangan dan kaki lelaki berambut gondrong itu yang terlihat banyak luka.
"Biasa Bi" jawab lelaki itu santai, sambil tersenyum.
"Apa tubuhmu terbuat dari baja, sampai setiap hari pekerjaanmu hanya berkelahi?" Suara yang terdengar berat, menggema ke seluruh ruangan yang sangat luas dan mewah.
Afif menatap pasangan di hadapannya, terlihat usia mereka yang berbeda sangat jauh, bagaikan seorang ayah dan putrinya.
"Apa seperti ini, caramu menyambut kedatangan kedua orang tuamu?" ucap lelaki setengah baya, dengan tatapan tajam.
"Lalu aku harus apa? menyambut kalian dengan karpet merah!" sentak lelaki berambut gondrong itu dengan tersenyum sinis.
"Afif, apa kamu tidak bisa berbicara sopan sedikit terhadap Papahmu?" Tegas seorang wanita muda yang sangat cantik dan seksi.
Lelaki berambut gondrong yang tak lain adalah Afif Abidzar, menatap tajam ke arah wanita seksi di hadapannya, dengan sorot mata penuh kebencian.
"Apa tujuan kalian ke sini?" Tanya Afif tanpa basa-basi.
"Rina, begini hasil didikanmu, hah? Aku sudah katakan didik anak ini sopan santun!" ucap lelaki setengah baya itu lagi, yang tak lain adalah Azhar, menatap tajam ke arah Rina, asisten rumah rangga sekaligus pengasuh Afif dari bayi.
"Jangan pernah menyalahkan Bi Rina, apa lagi sampai membentaknya!" sergah Afif dengan tatapan nyalang ke arah Azhar.
"Tuan Muda tenanglah, bibi tidak apa-apa" ucap Rina, mengelus lembut punggung Afif.
Azhar mendengus kesal, sorot matanya menatap iri ke arah Rina yang terlihat sangat dekat dengan Afif. Seperti seorang Ibu dengan putranya.
"Sudahlah mas, ingat tujuan kita kesini!" ucap wanita cantik dan seksi yang bernama Sarah dengan suara manja, sambil bergelayut di lengan Azhar. Tentu saja, kelakuan Sarah membuat Afif muak dan menatap jijik ke arah pasangan berbeda generasi itu.
"Aku ingin menjual rumah ini!" perkataan Azhar membuat Afif dan Bi Rina terkejut.
Afif melangkah mendekati Azhar dan Sarah dengan wajah dan mata penuh amarah.
"Apa kamu lupa, jika rumah beserta warisan lain adalah hak aku sebagai pewaris tunggal?" tanya Afif dengan penuh penekanan.
Azhar tertawa mendengar perkataan Afif.
"Kamu memang pewaris tunggal harta kekayaanku, tetapi sampai sekarang kamu belum memenuhi persyaratan itu!" tegas Azhar, menatap tajam putra semata wayangnya. Jauh di lubuk hatinya, dia sangat merindukan Afif, ingin sekali dia memeluk tubuh kekar anak laki-lakinya. Namun, semua tidak mungkin bisa di lakukannya.
"Selesaikan kuliahmu dan segeralah menikah!" Ucap Azhar lagi, membuat panas telinga Afif.
"Jika tahun ini, kamu tidak bisa memenuhi kedua persyaratan itu, aku akan mengambil alih semua harta kekayaan ini, Dan kamu hanya mendapatkan sedikit, itu pun dari harta yang di tinggalkan almarhumah Mamahmu!" tegas Azhar, sambil menggandeng mesra Sarah, dan melangkah pergi meninggalkan Afif.
Wajah Afif merah padam, rahang wajahnya mengeras, sambil mengepal kuat kedua telapak tangannya. Terdengar gemeretak giginya, menahan amarah yang sudah memuncak. Dia menatap tajam punggung Azhar dan Sarah yang menghilang dari ruangan itu.
"Tuan Muda, biar Bibi obati luka-lukanya" ucap Rina, menyadarkan Afif dari kemarahannya.
Afif mengangguk, dia melangkah menuju sofa dan langsung duduk sambil menyadarkan tubuhnya di sandaran sofa.
Bi Rina hanya tersenyum, sambil melangkah mendekat dan duduk di hadapan Afif, dia mulai mengobati luka-luka Afif, sesekali Afif meringis menahan sakit, membuat Bi Rina kembali tersenyum.
"Sebenarnya apa yang terjadi Tuan Muda?"
Afif menarik napas dan mengusap wajahnya kasar.
"Aku habis di tabrak orang Bi" jawab Afif yang membuat Bi Rina terkejut.
"Ya Gusti" ucap Bi Rina kaget, akan tetapi wajah tegangnya berubah menjadi wajah keheranan, karena melihat wajah Tuan Mudanya yang kini sedang senyum-senyum sendiri.
Afif tersadar, saat melihat wajah sang bibi yang keheranan, membuat dia tersenyum malu, sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Bi, aku mau bertanya" ucap Afif ragu-ragu.
"Apa yang mau Tuan Muda tanyakan?" Tanya Bi Rina, dengan wajah keheranan. Baru pertama kali dia melihat kelakuan Tuan Mudanya seperti salah tingkah.
"Pernah tidak Bibi merasakan perasaan yang berbeda saat pertama bertemu dengan seseorang?" Tanya Afif dengan wajah semakin memerah, tetapi bukan karena amarah melainkan karena rasa malu.
Bi Rina mengerutkan keningnya, kemudian tersenyum mengerti maksud dari perkataan Afif.
"Apa Tuan Muda habis bertemu dengan seorang wanita?" Tanya Bi Rina penuh selidik.
Afif kembali salah tingkah, wajahnya menjadi panas. Dia mengangguk sambil menelan kasar salivanya.
Bi Rina kembali tersenyum.
"Sepertinya Tuan Muda sedang merasakan jatuh cinta pada pandangan pertama"
Perkataan Bi Rina membuat Afif tercekat.
"Benarkah ini yang di namakan cinta pada pandangan pertama?" Tanya Afif dalam hati, tiba-tiba wajah dan tatapan teduh Fatimah kembali hadir di pelupuk matanya.
Terdengar tawa Bi Rina yang membuat Afif tersadar dari lamunannya.
"Siapa wanita yang beruntung itu? Kenalkan ke bibi, Tuan" ucap Bi Rina menggoda, membuat Afif semakin malu dan salah tingkah.
Afif tidak menjawab, dengan menahan malu, dia langsung berdiri dan meninggalkan bi Rina, dia bergegas melangkah menuju kamarnya yang terletak di lantai dua. Tampak senyum bahagia menghiasi wajah bi Rina sambil menatap teduh punggung Afif.
***************
Apa yang sebenarnya sudah terjadi dengan Azhar dan Anjani yang merupakan kedua orang tua Afif Abidzar?
Apa yang sedang di sembunyikan Azhar?
Apakah benar, jika Afif sudah jatuh cinta kepada Fatimah pada pandangan pertama?
Ikuti terus kisah cinta mereka di bab-bab berikutnya, yang pastinya semakin seru dengan konflik-konflik yang hadir dalam kisah cinta mereka.
Bab 3
Setelah mandi, Afif langsung merebahkan tubuhnya di atas kasur berukuran king size yang begitu empuk. Saat dia mulai memejamkan mata, terdengar getaran dari ponselnya yang berada di meja kecil tepat di samping tempat tidurnya.
Baru saja Afif menekan tombol hijau, dan belum sempat menyapa, sebuah suara cempreng langsung memekkan telinganya.
"Afiffff ... loe di mana? Anak-Anak sudah pada ngumpul nie,! kita mau membahas tentang balapan besok!"
Mendengar suara cempreng yang tak lain milik dari sahabatnya yang bernama Kiki, membuat Afif tercekat. Dia melupakan janji bersama teman-teman geng motornya.
"Sorry Ki, gue masih di jalan sebentar lagi gue sampai" jawab Afif berbohong, dia langsung menutup ponselnya, tanpa mempedulikan jawaban kiki.
Bergegas dia langsung memakai celana jeansnya, menyambar jaket kulitnya dan secepat kilat keluar dari kamarnya.
"Tuan Muda, mau kemana?" Tanya bi Rina saat berpapasan dengan Afif, yang terlihat setengah berlari.
"Aku berangkat Bi,!" Afif mencium kilat pipi bi Rina, tanpa menjawab pertanyaan sang bibi dan langsung menaiki motor gedenya, suara bising motor pun membelah sepinya malam di rumah mewah itu.
Bi Rina hanya bisa menghela napas menatap Afif yang menghilang bersama motor gedenya.
Tak lama, Afif pun sampai di tempat di mana biasa anak-anak muda menghabiskan waktu, sekedar nongkrong-nongkrong menghabiskan malam, terkadang ada balapan dadakan atau yang sudah di rencanakan.
"Hai honey ... !" Teriak seorang wanita yang bertubuh mungil, dengan penampilan seksinya, langsung menghampiri Afif yang baru saja memarkirkan motornya. Tak segan wanita itu langsung memeluk Afif.
"Loe abis berantem atau jatuh?" Tanya wanita itu dengan wajah cemas, sambil memegang kencang pipi Afif.
"Bisa pelan ga sie Ki?" Hardik Afif, sambil sedikit meringis.
"Ga bisa dong Fif! soalnya loe cowok paling ngegemisin buat gue!" jawab wanita yang bernama Kiki, dengan tawa dan gaya yang menggoda, membuat Afif menggelengkan kepalanya.
"Dasar cewek ganjen loe!" ucap Afif, sambil melangkah menemui teman-temannya.
"Honey ... tunggu!" Kiki mengejar Afif, dan bergelayut manja di lengannya.
Afif membiarkan tingkah laku genit Kiki terhadapnya, karena sudah biasa dan mereka sudah bersahabat hampir sepuluh tahun sejak mereka duduk di bangku SMP dan Kiki juga merupakan teman nongkrongnya.
"Hai Bro, tumben loe telat?" Seorang Lelaki berwajah blasteran menyapa Afif, begitu juga dengan teman-teman yang lain.
"Biasa" jawab Afif santai, dan langsung duduk di tengah-tengah mereka, tentu saja dengan Kiki yang sudah duduk di sampingnya, masih dengan mode bergelayut manja.
"Ki, loe kata si Afif burung, di lepas langsung terbang!" ledek salah satu kawan Afif.
"Yeay, loe pada ga tahu, kalau Afif ini barang langka yang harus di jaga,! dan kalian juga harus tahu, kalau dia ini lelaki unik yang mampu menggetarkan hati seorang wanita cantik yang bernama Kiki Ratnadila!" perkataan Kiki yang penuh percaya diri, mengundang gelak tawa dari kawan-kawannya termasuk Afif.
"Hai Ki, kalau loe pengen jadi ceweknya Afif, loe harus bersaing dulu dengan Nabila"
Perkataan salah satu teman Afif, membuat Afif terdiam seketika.Tiba-tiba wajah Nabila terbayang jelas di pelupuk matanya. Wanita cantik dengan tahi lalat yang menghiasi pipinya.
Nabila
Mereka semua saling tatap, melihat perubahan wajah Afif, membuat mereka menatap gemas ke arah kawan mereka yang bernama Anton.
"Sorry bro! jangan di masukin di hati kata-kata si Anton!" ucap lelaki berwajah blasteran yang bernama Reynold, sambil menoyor gemas kepala Anton.
"Gue khan becanda!" ucap Anton, sambil mengusap kepalanya.
"Santai" ucap Afif sambil berusaha tersenyum.
"Oo iya, bagaimana? jadi kita balapan?" Tanya Afif mengalihkan pembicaraan.
"Loe yakin? Gue lihat loe lagi terluka, jawab jujur bro, loe jatuh sendiri atau ....?" tanya Reynold curiga dan penuh selidik.
"Gue jatuh sendiri!"
"Gue ga percaya!" jawab Kiki dengan wajah tegas.
Afif dan yang lain mengerutkan keningnya menatap Kiky, seolah-olah Kiki seorang penjahat yang sedang di interogasi.
"Ga percaya gimana maksud loe?" tanya Afif menatap Kiki yang berada di sampingnya, dengan tangan yang masih menggandeng lengannya.
"Gue ga percaya lha, seorang Afif Abidzar, seorang pengendera motor profesional, berapa kali menang di kejuaraan balap motor yang resmi atau yang liar, masa dengan gampangnya terjatuh!" Perkataan Kiki membuat mereka ingin sekali menjambak gemas rambutnya.
"Loe pikir si Afif Malaikat, kalau jatuh langsung ada yang nangkap!" celetuk Anton kesal.
"Kok loe tahu sie Afif Malaikat? Malaikat perebut hati gue!" ucap Kiki sambil kembali tertawa dan bersandar manja di pundak Afif, membuat semua kawan-kawannya menyurakinya.
"Sudah jangan becanda terus, kalau loe mau ikut balapan, gue hubungi Zaki dan gengnya," ucap Reynold sambil meraih ponselnya.
Afif menjawab dengan anggukan. Sebelum ponsel Reynold terhubung, tiba-tiba sebuah motor ninja berhenti tepat di hadapan mereka dan seorang lelaki berjaket hitam langsung terjatuh bersama motornya.
Semua berteriak dan panik, keadaan di tempat itu pun menjadi ramai. Mereka segera menghampiri lelaki itu, dan menolongnya.
"Ricky, loe kenapa?" tanya Afif cemas. Lelaki yang bernama Ricky itu sudah tidak sadarkan diri, dengan dar*h yang mengucur dari perutnya, akibat luka sobek yang cukup dalam.
"Kita harus segera membawanya ke rumah sakit!" Seru Afif.
"Ki ... cepat cari taksi!" Perintah Afif.
Kiki pun mengangguk, dengan di bantu kawan-kawannya mereka mendapat tumpangan sebuah mobil, yang kebetulan melintas di daerah itu. Tubuh Ricky pun segera di masukkan ke dalam mobil.
"Kalian tolong bawa motor gue ke rumah sakit XX! gue naik mobil bareng Kiki! Anton cepat loe hubungi keluarga Ricky!" perintah Afif, yang langsung masuk ke dalam mobil.
Mereka semua segera menjalankan perintah Afif.
**************
Sekitar setengah jam, mobil pun sampai di rumah sakit XX, tubuh Ricky langsung di bawa ke UGD. Tidak lama berselang, keluarga Ricky pun sampai di rumah sakit, bersama dengan dua orang Polisi. Mereka menginterogasi Afif, Kiki, Anton dan Reynold, dan meminta mereka untuk membuat laporan ke kantor Polisi.
Afif mendengus kesal, karena jika urusan dengan Polisi akan berbuntut panjang, sudah pasti Afif harus menghubungi Azhar, dan dia akan kembali mendengar suara lelaki setengah baya itu terus mengoceh, ujung-ujungnya akan mengancam dan menagih janji terhadapnya.
Akibat kekesalannya, Afif yang berniat ingin ke kamar mandi, untuk membasuh wajahnya, agar pikirannya sedikit tenang, melangkah cepat dan..
Bug...
Afif terkejut karena tubuhnya seperti menabrak sesuatu. Tampak seorang wanita yang sedang berjongkok di lantai, memunguti beberapa obat yang keluar dari kantong plastik yang di bawanya.
Afif tertegun, sepertinya wanita ini tidak asing baginya. Saat wanita itu sudah selesai, dan ketika wanita itu berdiri, jantung Afif langsung berdetak kencang, apa lagi saat netra mereka saling bertemu. Namun, wanita itu langsung menundukkan wajahnya dan bergegas pergi.
"Tunggu!" Teriakan Afif menghentikan langkah wanita itu. Perlahan Afif melangkah mendekatinya.
"A-aku Afif Abidzar" ucap Afif yang tiba-tiba gugup, dengan dada berdebar kencang, sambil mengulurkan tangannya.
"Fatimah" jawab wanita itu sambil berlalu, tanpa membalas uluran tangan Afif, dan melangkah cepat meninggalkan Afif yang masih diam mematung menatapnya.
"Fatimah, nama yang cantik, secantik orangnya" ucap Afif sambil tersenyum dan kembali memegang dadanya, merasakan detak jantung yang sangat cepat, melebihi kecepatan rollercoaster.
******************
Kisah Perjuangan seorang Afif Abidzar untuk mengejar cinta seorang wanita soleha Fatimah Assyifa Khairunnisa, yang akan di hiasai oleh cerita kehidupan, yang bisa menguras emosi dan air mata
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!