NovelToon NovelToon

Because Of You

01. Lanjut lagi.

Alangka baiknya para readers membaca ****** "*** And You For Us" sebelum membaca ini, karena Novel "Because Of You" adalah lanjutan dari Novel tersebut.

...~•Happy Reading•~...

Flashback.

^^^~°°~ Pada suatu malam, Darel yang seorang leader boyband dari Korea Selatan bertemu dengan Dara seorang proggramer dari Indonesia yang sedang menemui temannya bernama Manche di cafe hotel milik Darel. Pada pertemuan tersebut, terjadi accident diantara mereka, karena Darel telah dikerjai oleh teman wanita yang ingin tidur dengannya.^^^

^^^Rencana wanita tersebut tidak terlaksana, karena Darel menyadari kondisi tubuhnya tiba-tiba tidak baik, sehingga segera kembali ke kamarnya sebelum terjadi hal yang tidak diinginkan. Sehingga bisa merusak reputasi dan nama baiknya, dan hal yang sama bisa berimbas pada Melo, boyband yang dipimpinnya.^^^

^^^Saat kembali ke kamar, Darel bertemu di lift dengan Dara yang baru selesai bertemu dengan temannya, Manche. Melihat kondisi Darel yang tidak sehat, Dara berusaha menolong Darel yang tidak bisa mengendalikan dirinya dilift agar tidak diketahui para media dan jadi pusat pemberitaan.^^^

^^^Dara dengan senang hati mau menolong dan berani melakukannya, karena mengenal Darel sebagai idol yang diidolakannya, 'bias'nya dari boyband 'Melo'. Sehingga tanpa ragu menopangnya kembali ke kamar.^^^

^^^Dari pertemuan tersebut, dan kondisi Darel sudah terpengaruh obat yang diberikan teman wanita sesama penyanyi yang bernama Lanna, membuat Darel melampiaskan ha*sratnya kepada Dara yang polos. Tanpa curiga terhadap Darel yang dikagumi, baik hati dan idolanya.^^^

^^^Pertemuan yang singkat dan tidak diduga itu membuat Dara hamil dan melahirkan anak kembar bernama Efraim dan Efrima. Darel tidak mengetahui kehamilan Dara, karena selain hidup di negara yang berbeda, Dara tidak pernah menghubungi atau memberitahukannya. Walaupun Darel berusaha mencarinya dengan berbagai cara, dia tidak bisa mengetahui keberadaan Dara.^^^

^^^Setelah hidup terpisah bertahun-tahun, Darel tidak berhenti berharap. Dia tetap percaya, suatu saat akan bertemu dengan Dara yang telah merebut hatinya.^^^

^^^Sepuluh tahun kemudian, tanpa diduga Darel bertemu dengan putranya yang sedang ikut festival musik di Korea Selatan. Putranya yang bernama Efraim memiliki kemampuan yang sama seperti Darel. Bisa bernyanyi dan bermain alat musik, terutama piano. Dari pertemuan tersebut, Darel bisa menemui Dara yang sengaja menyembunyikan anak-anak darinya dan juga juga dirinya atas bantuan putra mereka, Efraim~°°~^^^

Flash Off

Setelah Darel melakukan konferensi pers untuk memberitahukan status pernikahan dan juga memperkenalkan istri dan kedua anaknya, publik Korea selatan terbelah. Ada yang bisa menerima, ada juga yang bersikap sinis kepada Darel yang merahasiakan status pernikahanya kepada publik. Kembali pihak-pihak yang tidak suka dengan kesuksesan Darel, mulai memanaskan situasi.

Banyak artis dan penyanyi yang menaruh hati kepada Darel, jadi kecewa dan patah hati. Begitu juga dengan para karyawan wanita yang bekerja di perusahaan dimana Darel sebagai pimpinan. Mereka yang sudah berusaha menarik perhatian Darel menjadi kecewa dan putus asa, melihat cara Darel memperlakukan istrinya.

Publik Korea Selatan yang hanya mengetahui Darel sebagai member boyband Melo, jadi terkejut saat mengetahui Darel bukan saja mantan leader boyband Melo, tetapi juga adalah putra pemilik Jion Company. Publik tidak berani bersikap secara prontal atau mengucapkan kata-kata kasar atau menghujat apa yang dilakukan Darel. Pada umumnya publik sangat mengenal dan menghormati Pak Darpha, Papa Darel sebagai pebisnis yang baik hati dan dermawan.

Begitu juga dengan publik di Indonesia. Setelah melihat konferensi pers yang diadakan Darel dan jadi tranding. Ada yang gembira, tetapi banyak yang tidak terima, terutama para Melons. Mereka tidak rela, Darel menikah dengan Dara. Wanita dari kalangan biasa dan hanya seorang proggramer di perusahan IT yang tidak terlalu besar.

Karyawan kantor dimana Dara bekerja juga terbelah, ada yang berkata sinis, karena iri hati. Ada yang merasa tidak enak hati bahkan malu, karena telah menyindir Dara dengan kata-kata kasar dan tidak pantas saat mengetahui dirinya sedang hamil, tapi belum menikah.

Tetapi ada juga yang senang, terutama di ruang proggramer dimana Dara bekerja. Mereka semua berkumpul dan tertawa senang sambil bersyukur, karena tidak berkata kasar atau berpikiran negatif kepada Dara saat mengetahui tentang kehamilannya dan belum menikah. Mereka makin menggumi dan sayang kepada Dara yang tidak mengumbar sesuatu yang benar untuk menyelamatkan nama baiknya. Dia menyimpan dan menanggungnya sendiri, tanpa mengeluh.

Menyadari situasi yang tidak baik akibat konferensi pers yang dilakukannya, Darel meminta Mikha untuk menyiapkan makan siang dipindahkan ke restoran hotel. Padahal Mikha sudah mengatur, agar mereka sekeluarga makan siang di Relka Restaurant, Mall mereka.

Mikha mengangguk mengerti, karena sudah melihat reaksi publik setelah konferensi pers Darel jadi viral dan dibicarakan dimana-mana. "Kalau begitu, kau tunggu di ruangan private yang ditempati tadi. Aku akan hubungi manager restoran, agar bisa mengaturnya dengan cepat." Mikha berkata serius, lalu mengeluarkan ponselnya.

"Kalian berempat jangan kemana-mana, supaya kita bisa makan siang tanpa banyak gangguan." Mikha mengingatkan Darel, karena sekarang bukan dia saja yang jadi pusat perhatian, tetapi juga istri dan kedua anak kembarnya.

"Jangan lama-lama atau mau siapkan menu khusus untuk acara ini. Nanti di rumah saja kita lakukan itu. Kau lihat Efri, dia bisa tidur saat makan nanti." Darel berkata cepat kepada Mikha, karena melihat putrinya sudah mulai mengantuk dan Dara sedang berusaha berbicara dengan kedua anaknya, agar tetap terjaga. Mikha mengangguk mengerti, lalu berbicara dengan asistennya untuk mengaturnya.

Tidak lama kemudian, mereka dibawa ke restoran hotel dikawal oleh security hotel yang diperintahkan Mikha. Setelah berada di bagian restoran yang diperuntukan untuk mereka sekeluarga, Darel menarik nafas lega. Mereka bisa lolos dengan mulus ke restoran hotel, melihat para wartawan mulai berdatangan di lobby hotel untuk mencari informasi tentang Darel dan pernikahannya.

Saat menunggu para pelayan restoran menyajikan menu yang dipesan Mikha, Darel memiringkan kepalanya ke arah Dara di samping kirinya. "Kau mau ke kamar tempat kita pertama kali bertemu?" Tanya Darel pelan sambil memandang Dara dan memainkan kedua alisnya.

Kandara mendorong pelan bahu Darel dengan wajah yang mulai memerah, karena mengerti ucapan Darel. Dia belum bisa kembali ke kamar dimana pertama bertemu dengan Darel. Melihat sikap Darel dan Dara yang sedang merasa jenga, Bu Richel menegur Darel yang terus mengganggu Dara.

"Darel, belum cukup tadi di ruang konferensi pers, kau membuat kami semua merona dengan ucapan dan sikapmu itu? Sekarang kau sedang lakukan apa lagi pada Dara, sampai wajahnya sudah seperti itu?" Mommy Darel bertanya karena melihat gelagat ada rasa tidak enak dan malu di wajah Dara yang sudah merona.

"Mommy akan senang, kalau tau hasil pembicaraan kami. Doakan saja, Dara mau acc permintaanku." Darel berkata ke arah Mommy nya dengan wajah tersenyum. Mikha hanya bisa menggelengkan kepala, karena mengetahui apa yang dikatakan Darel kepada Dara. Semua yang terjadi puluhan tahun lalu kembali teringat di ingatannya.

"Dara, biarkan saja mereka semua pulang ke rumah, kita ke kamarku di sini. Mungkin saja akan lahir sikembar lagi, jika kita bermalam di sini." Darel berharap mereka bisa mengulang apa yang terjadi dengan mereka sepuluh tahun lalu di kamar yang sama, dalam kondisi yang baik dan normal sebagai suami istri yang sah.

...~•••~...

...~●○♥︎○●~...

02. Mengenang.

...~•Happy Reading•~...

Wajah Kandara makin memerah saat mendengar apa yang dikatakan Darel. Dia hendak mendorong lagi bahu Darel, tapi sedang diperhatikan oleh mertuanya. Kandara berusaha menahan diri dan terselamatkan dengan pelayan yang mendatangi meja mereka untuk menyajikan menu yang dipesan Mikha untuk santap siang mereka.

Tanpa disadari Darel, semua yang dilakukannya kepada Kandara diperhatikan oleh kedua orang tuanya. Terutama Bu Richel yang mulai mengerti arti ucapan putranya, Darel. Sehingga selesai makan dan sambil menikmati dessert, Bu Richel melihat ke arah Mikha dan memberikan isyarat agar Mikha melihatnya.

"Mikha... Melihat situasi di luar, alangkah baiknya sementara ini kita tidak pulang ke rumah. Tolong siapin kamar, agar kita bisa istirahat di sini sampai situasi di luar lebih baik untuk kita pulang." Bu Richel berkata setelah berbicara dengan Pak Darpha, suaminya. Pak Darpha setuju dengan ide istrinya, karena mengerti maksudnya setelah melihat Darel dan Kandara.

Ketika mendengar apa yang dikatakan Bu Richel kepada Mikha, Darel memandang Mommy nya dengan wajah tersenyum dan berucap tanpa suara, hanya gerakan bibir. "I love you, Mom." Bu Richel tersenyum senang, lalu menyenggol suaminya. Bu Richel cepat membaca situasi dan mengerti yang diminta Darel, karena ingat kejadian sepuluh tahun lalu di hotel tersebut.

Pada saat hendak melamar Kandara, Darel telah menceritakan semua kepada orang tuanya, agar mereka bisa merestui Kandara menjadi istrinya. Oleh sebab itu, Bu Richel sangat mengerti permintaan Darel. Beliau percaya, ada rencana Darel dibalik permintaannya.

Sehingga beliau mendukung permintaan putranya dengan cara yang diminta kepada Mikha. Mereka semua akan tinggal di hotel, seakan para pencari berita atau media yang ada di lobby hotel bisa mengganggu dan mengahalangi mereka. Padahal kalau Darel mau, semua security hotel dan Mall bisa mengamankan mereka untuk keluar dari hotel.

"Baik, Mom... Mikha akan hubungi manager hotel dan asisten." Mikha mengerti maksud permintaan Bu Richel. Dia segera menghubungi asistennya untuk datang ke restoran untuk mengatur sesuai keinginan Darel.

Kandara sontak melihat ke arah Darel, saat mendengar permintaan Bu Richel. Darel memiringkan kepalanya ke arah Kandara lalu berbisik. "Ikuti saja kata Mommy." Darel berkata sambil mengusap tangan Kandara yang ada dipangkuannya.

"Bagaimana dengan anak-anak? Mereka belum pernah jauh dariku, terutama Efri." Kandara berkata pelan sambil menunduk, agar tidak menjadi perhatian mertuanya.

"Ada Mikha dan Oma. Percayakan saja pada Mikha. Dia akan atur, agar mereka tidak jauh dari kita." Darel berkata pelan sambil terus memegang tangan Kandara untuk menenangkannya.

Kandara mengangguk pelan, agar tidak panjang berargumen dengan Darel. Dia yakin, semua argumennya tidak berguna, apa lagi Darel sudah didukung oleh kedua orang tuanya.

Melihat anggukan Kandara, Darel memberikan isyarat kepada Mikha untuk lakukan secepatnya, karena kedua anaknya sudah diam. Pertanda mereka sudah mengantuk dan sebentar lagi akan tertidur.

Tidak lama kemudian, asisten Mikha masuk mendekati mereka untuk berbicara dengan Mikha. "Sebentar, aku mau bicara dengan asisten Mikha juga." Darel berkata kepada Kandara sambil menepuk tangannya, saat melihat asisten Mikha masuk ruangan dan Mikha berdiri untuk berbicara dengannya.

"Mikha, tolong katakan pada manager, jangan tempatkan tamu lagi di lantai yang sama dengan kamar kita. Tamu yang sudah menginap, biarkan saja, tidak usah dipindah. Kita tidak akan lama di sini. Ada yang perlu aku pastikan dengan Dara, sebelum kami berpisah." Darel berkata pelan sebelum Mikha berbicara dengan asistennya.

"Iyaa, kita hanya pakai dua kamar. Aku akan atur, agar yang dekat kamarmu dipindahkan ke kamar yang lain, jika sudah terisi. Mommy dan Daddy bisa agak jauh darimu, lebih dekat ke kamarku." Mikha sudah pikirkan apa yang diinginkan Darel, sehingga sudah meminta asistennya untuk mengecek penghuni selantai dengan kamar mereka.

"Baik... Aku percayakan padamu dan usahakan agar cepat, atau kau akan menggedong Efri ke kamarnya." Darel berkata sambil menunjuk Efrima dengan wajahnya. Putrinya sudah sangat mengantuk, dan bisa tertidur di kursi. Kandara sudah berpindah tempat duduk di tengah putra dan putrinya untuk menjelaskan rencana Darel. Efrima hanya mengangguk tanpa berkomentar, karena sudah sangat mengantuk.

Tidak lama kemudian, manager hotel masuk ke restoran bersama security untuk mengantar mereka ke kamarnya. "Mikha, bawa Oma, Efri dan Efra dulu. Nanti kami menyusul bersama Mommy dan Deddy." Darel berkata cepat, lalu mengambil kartu akses kamar kedua orang tuanya dari tangan manager. Sedangkan Mikha mengambil kartu akses untuk Mama Kandara dan kedua anaknya.

Semua bisa berjalan tanpa gangguan, karena security sudah mengamankan jalan menuju lift khusus yang akan digunakan. Setelah tiba di kamar, Mikha mempersilahkan Mama Kandara istirahat. "Bu Selvine, istirahat dulu, nanti dihubungi Dara setelah mereka tiba di kamar." Mikha berkata pelan, karena melihat Bu Selvine hanya diam dan mengikuti tanpa bertanya.

~•••~ ~•••~ ~•••~

Di sisi yang lain ; Darel dan Kandara sudah tiba di kamar Darel dengan mulus, tanpa gangguan yang berarti, karena Mikha meminta secutity membatasi jarak terdekat untuk para media yang mau mendekati Darel. Ketika hendak masuk ke dalam kamar, Kandara tertegun sejenak dan ragu untuk melangkah. Hal itu membuat Darel harus menggenggam tangannya dengan erat agar bisa masuk ke kamar bersamanya.

Setelah berada di dalam kamar, Darel langsung memeluknya untuk menenangkannya. "Inilah yang membuatku mau mengajakmu ke tempat ini, agar kau bisa melupakan semua hal buruk yang pernah terjadi diantara kita. Sekarang kita telah bersama dengan kedua anak kita." Darel berkata tanpa melepaskan pelukannya. Dia sedang merasakan detak jantung Kandara yang tidak teratur. Darel berusaha agar Kandara bisa melaskan dirinya dari trauma yang diakibatkan olehnya.

Kemudian Darel membawa Kandara untuk duduk di sofa yang ada di kamar, tanpa melepaskan tangannya dari tangan Kandara. "Kau sudah ceritakan sedikit tentangmu, saat aku di Indonesia. Aku juga ingin kau tau sedikit tentang tempat ini setelah kau meninggalkanku pagi itu." Darel berkata pelan sambil mengusap tangan Kandara yang ada dalam genggamannya.

"Aku baru pernah melakukan hal yang tidak bermoral seperti itu. Membuat semua kebanggaan diriku runtuh seketika. Aku tidak perlu mengatakan, mengapa bisa aku lakukan hal seperti itu. Ketika membaca pesanmu, aku yakin kau mengerti, kenapa semua itu bisa terjadi. Tetapi hatiku tidak bisa menerimanya, rasa bersalah terus mengikutiku saat mengingatmu." Darel ingin agar Kandara mengetahui keadaannya setelah berpisah dengannya, dia tidak baik-baik saja.

"Setelah mengetahui kau tidak menuntutku untuk apa yang aku lakukan, Mikha pernah memintaku pindah dari kamar ini ke kamar yang lain, agar bisa melupakan semua hal buruk yang aku lakukan. Tetapi aku tidak mengikuti sarannya. Ada banyak kisahku di tempat ini." Darel mengingat masa-masa dia mencari Kandara dengan rasa bersalah di hati.

Kandara hanya diam mendengar sambil menenangkan hatinya agar tidak memangis. "Kamar ini sangat berarti untukku, karena aku memilikinya, setelah membangun hotel ini bersama Mikha. Tempat pengungsianku dari singar bingar dan tempat istirahat setelah sibuk bersama Melo."

"Terakhir, hal buruk pun terjadi di kamar ini bersamamu. Ketika berada di kamar ini, aku menyadari keterbatasanku sebagai manusia. Jika kamar ini bisa berbicara, dia akan menceritakan berapa banyak doa dan harapan yang kupanjatkan pada-Nya." Darel berkata sambil mengingat setiap saat dia berlutut di tepi tempat tidur untuk berdoa.

...~•••~...

...~●○♡○●~...

03. Mengenang 2

...~•Happy Reading•~...

Kandara hanya diam menunduk, tanpa berani menatap Darel yang sedang menatapnya dengan perasaan cemas dan rasa bersalah terhadap apa yang dialami Kandara. Dia yakin Kandara telah memaafkannya, tetapi apa yang dialaminya masih membekas. Oleh sebab itu, Darel sengaja membawa dia ke tempat dimana peristiwa itu terjadi untuk memastikannya. Agar kelak mereka bisa hidup bersama dengan lebih baik.

"Kau tidak mau melihatku atau mengatakan sesuatu padaku?" Tanya Darel sambil terus mengelus tangan Kandara yang mulai menghangat dalam genggamannya.

Kandara masih terus menunduk, karena sangat terharu. Kehangatan tangan Darel yang menggenggam tangannya, semua hal yang didengar dan diterima dari Darel bisa membuatnya menangis. Jika dia mau berkata sesuatu, hanya tangisan yang keluar dari mulutnya. Sehingga dia hanya bisa diam untuk menahan gejolak hatinya.

Sambil mengendalikan diri, dia menyadari suatu hal yang baru d8sadarinya ketika hendak melangkah masuk ke kamar hotel bersama Darel. Dia mengira telah melupakan semua hal buruk yang pernah terjadi di kamar ini bersama Darel. Tetapi di alam bawa sadarnya, masih menyimpan trauma masa lalu dengan kejadian di kamar Darel. Hal itu membuat dia sangat sedih dan merasa bersalah terhadap Darel. Dia tidak menyangka hal itu masih ada, sedangkan di rumah mereka bisa bersama dengan baik.

Melihat Kandara tetap diam menunduk, Darel berdiri tanpa melepaskan tangannya dari tangan Kandara. Mengetahui Darel yang tiba-tiba berdiri, sontak Kandara menengada dan melihat Darel. "Sudah cukup di sini. Aku tidak tahan melihatmu seperti ini. Mari kita temui anak-anak." Darel berkata pelan, karena melihat mata Kandara yang sudah tergenang dan sedang menahan tangis.

Darel berharap, dengan mengatakan tentang anak-anak, bisa mengalihkan apa yang berkecamuk di hati Kandara. Dia tidak ingin Kandara terus bersedih, ketika mengingat pertemuan mereka. Kandara ikut berdiri, lalu melepaskan tangannya dari genggaman Darel. Kemudian dia melinggkar tangannya ke bahu Darel dan memeluknya. "Maafkan aku." Tangis Kandara pecah di bahu Darel.

"Dara, aku tau, mungkin sulit untuk melupakannya. Tapi bisakah kau melihat dari sudut yang lain, bahwa pertemuan kita adalah anugrah Tuhan untuk masa depan kita? Sebagaimana yang aku katakan tadi di konferensi pers. Tuhan telah merubah rencana jahat seseorang padaku menjadi kebaikan untuk kita." Darel berkata pelan, sambil mengelus punggung Kandara untuk meredakan tangisannya. Darel melakukannya beberapa saat untuk menenangkan Kandara.

Kandara mengangguk di bahu Darel sambil terus memeluknya. Dia menyadari, apa yang dikatakan Darel adalah benar. Pertemuan mereka adalah anugrah Tuhan, terutama baginya. Seorang yang bukan siapa-siapa, tidak memiliki kelebihan apa-apa, dari keluarga biasa-biasa saja, bisa bertemu dan bahkan telah menjadi istri seorang Darel Key. Member boyband idolanya dan juga 'biasnya'.

Dengan pemikiran itu, Kandara menenangkan hatinya dengan bersyukur untuk apa yang diterimanya. Kemudian dia melepaskan pelukannya dan menghapus air matanya dengan punggung tangannya. "Aku mau minum." Kandara berkata dengan wajah memerah, lalu berjalan ke tempat Darel meletakan air mineral.

Seperti yang dikatakan Darel, semua yang ada dalam kamar masih sama, tidak berubah. Sebagaimana malam itu dia menuangkan air untuk Darel, dia melakukannya lagi dan meminumnya. Darel hanya melihatnya dari jauh, untuk memastikan kondisi Kandara. Dia tahu, malam itu Kandara menuangkan air untuk minum. Karena saat dia hendak minum keesokan harinya, ada gelas yang sudah dipakai untuk minum.

Ketika melihat Kandara bisa minum dengan baik dan tenang, Darel berjalan mendekatinya. "Aku tidak pindahkan tempat itu. Kau tidak ingat, ada sesuatu di bawah gelas itu?" Tanya Darel dengan wajah tersenyum.

"Jangan bicarakan itu lagi. Hanya itu yang terpikirkan malam itu, karena ponselku mati dan juga kamarmu sangat bersih. Tidak ada apa pun yang bisa dipakai untuk katakan sesuatu padamu." Kandara berkata pelan. Sikap Darel yang hangat dan santai dalam membicarakan hal yang terjadi malam itu, mulai menularinya.

"Kalau kau mau lihat kertasnya, aku masih menyimpannya." Darel berkata santai, tapi tiba-tiba dia tidak melanjutkan ucapannya dan berharap Kandara tidak menyetujui permintaannya. Dia baru teringat, kertas pesan Kandara disimpan jadi satu dengan kertas pesan Efraim saat pertama bertemu dengannya.

Darel tidak mau Kandara tahu, Efraim memintanya untuk tes DNA. Darel hanya mengatakan dia tahu Efraim dari kemiripan wajah, sehingga curiga dia adalah putranya. Jadi bukan ada usaha dari Efraim untuk memastikan dirinya adalah ayahnya.

Kandara menggelengkan kepalanya dengan wajah makin merona, mengingat apa yang ditulisnya di kertas tersebut. Melihat Kandara menggelekan kepala, Darel bernafas lega. Dia berpikir untuk membicarakannya kelak setelah mereka telah saling mengenal dan menerima dengan baik.

"Tidak jadi pergi lihat anak-anak?" Tanya Darel saat melihat Kandara masih berdiri dan melihat isi kamar.

"Jangan sekarang. Efri akan ikut pindah ke sini. Nanti Mama sendiri di kamarnya. Tadi dia mengangguk untuk ikut ke kamar bersama Mama, karena sudah mengantuk. Tapi kalau dia tahu kita akan nginap di hotel, dia akan ikut aku." Kandara menjelaskan kebiasaan putrinya jika berada di luar rumah atau sedang bepergian.

"Kalau begitu, biarkan mereka istirahat dulu. Nanti kita temui mereka untuk makan malam. Aku mau mengajakmu ke bagian dari kamar ini yang belum kau injak, tapi sangat berarti untukku." Darel berkata serius, lalu mengambil tangan Kandara dan mengajaknya keluar ke balkon kamarnya.

"Ini tempat favoritku bersama Mikha untuk membicarakan berbagai hal. Kami bisa duduk berjam-jam untuk membicarakan bisnis, masalah pekerjaan, masalah dengan Melo, banyak hal, termasuk masalah kita berdua." Darel berkata setelah duduk di kursi santai yang disediakan dengan bantal-bantal empuk dan mewah.

Kandara mengakui kebenaran kata-kata Darel. Tempatnya sangat nyaman untuk duduk santai sendiri atau bercengkrama dengan seseorang. Apalagi ada sofa panjang yang empuk, sangat nyaman untuk beristirahat.

"Kalau lagi summer atau spring, aku suka berbaring di sini. Tapi kalau sekarang, sudah mulai dingin, gampang masuk angin." Darel berkata seakan mengerti maksud Kandara, karena melihatnya menepuk sofa dan menekannya.

"Tapi kalau kau mau istirahat di sini, boleh. Aku akan ambil selimut untuk kita." Darel langsung berdiri masuk ke kamar, tanpa menunggu persetujuan Kandara. Karena jika mereka akan duduk dalam waktu lama pun, membutuhkan selimut.

"Ini, selimuti badanmu dan letakan kepalamu di sini. Aku akan bercerita padamu." Darel memberikan selimut kepada Kandara, lalu menyelimuti paha dan kakinya. Kemudian menepuk pahanya, agar Kandara meletakan kepala di pahanya. "Di sini aku sering merindukanmu dan juga menciptakan lagu itu untukmu." Darel mulai berkata setelah Kandara meletakan kepalanya seperti yang diminta oleh Darel.

Kandara sontak mengangkat kepalanya dan melihat Darel dengan tertegun. "Jadi benar, lagu itu untukku? Kau pernah menyebut namaku saat nyanyikan lagu itu secara live?" Kandara bertanya dengan serius sambil terus memandang Darel untuk menyakinkannya.

"Iyaaa...! Mengapa? Kau mengetahuinya?" Tanya Darel heran dengan reaksi Kandara yang tiba-tiba mengangkat kepala dan memandangnya dengan wajah yang berbeda.

Kandara mengangguk kuat sambil tersenyum, dia pernah berpikir saat itu Darel menyebut namanya. Tetapi dia menepuk dahinya dengan telapak tangan dan menyebut 'Jangan GR' untuk mengingatkannya, agar sadar diri.

...~•••~...

...~●○♡○●~...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!