Matahari senja perlahan memudar, menyambut datangnya langit malam kota Jakarta.Lalu lintas disepanjang jalan tol nampak lengang saat sebuah sedan BMW melintas dengan kecepatan sedang.Kedua penumpangnya nampak sedang sibuk dengan kepentingan masing-masing, sementara sang sopir tak sekalipun melepas pandangannya pada ruas jalan tol yang mereka lalui.
Mereka tak saling menyapa satu sama lain, hingga pria berkacamata yang duduk di kursi belakang, mengalihkan pandangannya kearah pria yang duduk disamping kiri sopir.
"Bagaimana dengan rumah yang akan saya tempati?Apa hari ini sudah siap?"
"Sudah Pak Ethan.Lingkungan sekitarnya cukup aman, bangunannya luas, ada ruang perpustakaan yang sudah kami ubah menjadi ruang kerja untuk Bapak gunakan.Dan yang paling utama, jaraknya dekat dari Hotel.Bapak hanya membutuhkan waktu sepuluh menit dengan mobil untuk tiba di sana",jawab pria yang duduk disamping sopir seraya mengutak atik ipad miliknya
"Kalau begitu kita kesana sekarang."
"Baik Pak"
Perbincangan mereka pun terhenti.Pria yang duduk didepan segera meletakkan ipad ke pangkuannya dan mulai sibuk mencari alamat yang akan dituju pada layar GPS, tanpa berbicara sedikit pun.
Sementara pria dibelakang, segera menutup laptopnya dan bersandar pada kursi mobil dengan wajah yang lelah.Dia melepaskan kacamata yang dikenakannya, lalu memijat pangkal hidungnya.Setelah merasa lebih baik, dia mengalihkan pandangannya keluar jendela mobil yang sudah terbuka sejak tadi.Perlahan ia memejamkan matanya yang sendu dan menikmati hembusan angin yang bertiup dari luar.Lelah yang telah dipikulnya berhari-hari, seakan menghilang terbawa angin sore itu......
Namanya Ethan Haryadi Halim,sulung dari dua bersaudara.Anak dari Pak Hartono Halim,pendiri Group Halim,yang bergerak di bidang perhotelan,resort dan taman hiburan.Tiga bulan yang lalu,Pak Hartono meninggal secara tiba-tiba,membuat Ethan harus mengambil alih jabatan Ayahnya,sebagai Komisaris Utama dan pemilik saham terbesar Group Halim.....
...****************...
Sedan BMW milik Ethan,berhenti tepat di depan sebuah rumah kosong, disalah satu kompleks perumahan elit.Sang sopir melirik ke arah kaca spion mobil dan memandangi Ethan yang sedang tertidur dengan lelap.Tak berani mengganggu istirahat sang majikan, ia memberi isyarat pada Deni, asisten Ethan yang duduk disampingnya, untuk membangunkan atasannya yang tertidur di kursi belakang.
Deni yang sedari tadi asyik menatap layar ipad nya, baru tersadar saat rekannya memberi isyarat.
"Pak Ethan, kita sudah sampai", ucap Deni lembut, berusaha membangunkan atasannya.
Dengan pelan, Ethan membuka mata dan memakai kembali kacamatanya.Dia melirik kearah jam tangannya, sudah pukul tujuh malam.
"Kita sudah sampai?", Ethan memastikan sekali lagi
"Sudah pak.Barang-barang anda sudah dirapikan.Anda sudah bisa menempatinya malam ini jika anda mau",ucap Deni yang masih saja sibuk dengan ipadnya
Tanpa memberi jawaban, Ethan segera turun dari mobil.Ia merapikan jasnya yang sedikit kusut, lalu berjalan ke arah rumah kosong yang ada di hadapannya.Ketika Ethan membuka pintu utama, aroma segar pengharum ruangan langsung menyeruak dari dalam.Rumah itu baru saja selesai dibersihkan oleh jasa cleaning service hotel yang dikirim asistennya, Deni.
Setelah cukup puas memeriksa seluruh ruangan dilantai satu, Ethan segera menuju lantai dua.Ia berjalan menuju ruang perpustakaan yang telah diubah menjadi ruang kerja sesuai permintaannya.
Ethan membuka pintu perlahan dan memandangi ruang kerjanya itu dari luar.Dia tak menghidupkan lampu dan sengaja membiarkan pintu terbuka, agar cahaya dari luar bisa sedikit menerangi ruangan tersebut.
Ethan melangkahkan kaki perlahan memasuki ruang kerjanya.Ia mengitari meja yang berada ditengah ruangan, seraya menatap satu persatu buku-bukunya yang sudah tersusun rapi di rak buku.Dihirupnya aroma khas buku tua yang sangat ia sukai.Entah mengapa, Ethan seakan mendapat ketenangan setiap kali melakukannya dalam suasana ruangan yang hening dan gelap.
Diwaktu yang bersamaan, tiba-tiba terdengar lantunan piano memainkan instrumen karya Chopin,Waltz in A Minor.Entah dari mana asalnya,namun alunan musik itu mengalihkan perhatian Ethan.Dia berdiri mematung.Perlahan, dadanya terasa sesak seolah ada yang mencekiknya.Tanpa sadar,air matanya menetes.Ethan tiba-tiba teringat seseorang yang sering memainkan instrumen itu
Pak Hartono, Ayah Ethan sangat senang memainkan piano di waktu senggangnya.Ia sering memainkan instrumen karya chopin, Waltz in A minor, terutama saat berkumpul bersama keluarganya.
Seketika kenangan di masa lalu pun terlintas dipikirannya.Ethan dan adiknya yang sedang asyik bermain bersama, sedang sang Ibu dengan setia duduk disamping Ayahnya yang bermain piano.Dengan perasaan bahagia, mereka menggerakkan tubuh mengikuti alunan melodi yang dimainkan Ayahnya.Kenangan itu sudah sangat lampau,namun mampu membuat hati Ethan bergetar tiap kali mengingatnya
Dalam hati kecilnya,Ethan sebenarnya masih belum siap menggantikan posisi Ayahnya.Namun sebagai calon pewaris, dia harus menduduki jabatan yang telah Ayahnya wariskan padanya.Ia pun berusaha beradaptasi dan menyelesaikan pekerjaan Ayahnya yang tertunda, karena tak ingin mengecewakan Beliau yang sudah bersusah payah membangun perusahaannya hingga sesukses sekarang ini.Terkadang dia merasa lelah dan ingin melarikan diri dari segala rutinitas yang seakan tak ada habisnya.Namun Ethan bertahan demi tanggung jawab dan nasib orang yang bekerja dengannya
Setelah mampu mengendalikan diri, Ethan mencari asal suara piano itu.Dia menarik tirai dan membuka jendela.Instrumen itu terdengar jelas dari arah rumah yang berada tepat didepan rumahnya.
Tampak seorang wanita sedang duduk membelakangi Ethan.Dia terlihat sibuk memainkan piano di satu-satunya ruangan yang diterangi cahaya lampu.Ethan sangat penasaran ingin melihat wajahnya,namun tak sekalipun wanita itu menoleh kebelakang.Hanya nampak rambut ikalnya yang hitam dan tergerai.
Saking penasarannya hingga tanpa sadar, Ethan terus berdiri di tempatnya tanpa sekalipun mengalihkan pandangannya.Bahkan angin yang bertiup cukup kencang, tak juga membuatnya ingin beranjak.Dia memejamkan matanya, menikmati instrumen yang dimainkan wanita itu dengan raut wajah penuh kesedihan.
Ethan kembali teringat saat-saat dimana dia berkumpul dan bercengkrama dengan keluarganya.Masa itu sudah tak bisa di ulang kembali setelah kepergian Ayahnya
"Pak Ethan, apakah anda akan tinggal disini atau kembali ke apartemen?", tiba-tiba suara Deni menghentikan lamunannya
Ethan menoleh ke arah Deni sambil tersenyum, "Aku akan tinggal disini mulai hari ini"
...****************...
Ethan baru saja terbangun dan menyadari jika dia berada di tempat yang baru.Semalam untuk pertama kalinya sejak ayahnya meninggal, Ethan tidur dengan sangat nyenyak.Dia melirik ke arah jam yang berada di atas nakas, disamping tempat tidurnya.Sudah pukul lima subuh.Setelah membersihkan diri,Ethan bersiap untuk lari pagi.
Dia baru saja keluar pagar,ketika teringat satu hal,dia tak tahu menahu tentang lingkungan barunya.Ethan menoleh ke kanan dan kiri, untuk melihat situasi sekitar rumahnya.
Di waktu yang bersamaan, muncul seseorang dari rumah depan.Secara spontan, Ethan menoleh ke arahnya dan melihat seorang wanita dengan rambut ikal hitam yang tergerai,sedang berdiri tepat di depannya
'Dia wanita yang semalam',batinnya.
Ethan nampak terpesona melihat wajahnya yang manis.Mata bertudung,hidung yang mancung serta kulit kuning langsat ditambah bibir bawah yang tebal terlihat sangat seksi, menjadi perpaduan yang sempurna pada wajah wanita itu.
Ethan hanya berdiri terpaku,sambil menatap kearah si wanita.Namun pandangan mereka secara tak sengaja saling bertemu.
Merasa sedang diawasi, wanita itu terus memandangi Ethan, seolah sedang memikirkan sesuatu tentangnya.Ethan pun terlihat canggung dan coba mengalihkan pandangannya.
"Tetangga baru ya?"tanya wanita itu pada Ethan.
"Iya, saya baru saja pindah tadi malam"
Wanita itu terus memandang ke arah Ethan,dia seakan tahu Ethan sedang kebingungan
"Ada yang bisa saya bantu?"
"Saya ingin lari pagi, tapi bingung mau kearah mana",jawab Ethan
Dia mengangguk-anggukan kepalanya,seolah paham yang dibutuhkan Ethan.
"Saya Ethan",Ethan memperkenalkan diri terlebih dahulu
"Saya Lily",ujarnya sambil menundukkan kepalanya
"Jika anda keluar dari blok ini, anda cukup belok kanan lalu lurus saja, sampai melewati tiga blok.Nanti akan terlihat taman bermain dan lapangan bola disebelah kiri jalan.Disana juga ada gedung olahraga dan tempat untuk nge-gym.", ucapnya dengan lembut
"Terima kasih bantuannya",Ethan menundukkan badannya
"Sama-sama, semoga anda betah tinggal disini"
Lily tersenyum ke arah Ethan.Lesung pipi di pipi kirinya tiba-tiba muncul saat ia tersenyum, membuat wajahnya makin terlihat manis.
Tak lama kemudian, sebuah mobil muncul dari balik pagar rumah Lily.Dia permisi untuk pergi lebih dulu,lalu naik ke atas mobil dan meninggalkan Ethan sendiri.
'Lily,nama yang cantik',Ethan berbisik dalam hati.
Diapun kembali fokus dan berjalan kearah yang ditunjukkan Lily padanya.
Sedari tadi Lily mengamati handphonenya dengan perasaan gelisah.Sudah dua hari sejak keberangkatan suaminya, Adam ke Malaysia dan belum ada kabar apapun darinya.
Lily terlihat murung dan tak bersemangat karena cemas memikirkan keadaan Adam.Dicobanya untuk menghubungi nomor telepon Adam sekali lagi, namun yang terdengar hanya suara operator telepon.
Lily menarik nafas panjang dan menghembuskannya perlahan,mencoba menenangkan dirinya yang sedang gusar.Dia berjalan kearah piano yang berada di ruang tengah lantai dua rumahnya.Saat merasa sedih, Lily selalu memainkan piano agar pikirannya menjadi lebih tenang.
Kali ini dia ingin memainkan instrumen karya Chopin,Waltz in A Minor.Tuts demi tuts dia tekan dengan lincahnya.Dia sangat menghayati permainan pianonya.Saat memainkan instrumen karya Chopin ini,dia selalu teringat pada Adam.Rasanya dia ingin kembali ke masa saat dia dan Adam masih sering menghabiskan waktu bersama.
...****************...
Lily Putri Adiguna,merupakan anak tunggal dari Professor Adiguna Perwira,seorang Dosen dan Wakil Rektor di Fakultas Hukum Universitas Indonesia.Ibunya seorang Kepala Sekolah di salah satu SMA internasional di Jakarta.Walaupun anak tunggal, namun Lily anak yang mandiri,lembut dan sangat perhatian.Dia juga sangat suka memasak.
Sedangkan sang suami, Adam Soebardjo Sasono, memiliki latar belakang keluarga perwira TNI.Ayahnya bernama Mayjen Atmojo Tri Sasono, seorang Jenderal TNI AD bintang tiga.Dia bungsu dari 3 bersaudara.Kedua kakak laki-lakinya mengikuti jejak ayahnya menjadi perwira.Hanya Adam yang tidak mengikuti jejak Ayahnya karena terkendala fisik.Bentuk kakinya yang datar menyebabkan dia tak bisa lolos seleksi kesehatan.
Walaupun Ayah Adam tak menampakkan kekecewaannya, namun Adam bisa merasakan perlakuan Ayahnya yang berbeda, antara dia dan kedua kakaknya.Karena itu pula, Adam berambisi untuk membuktikan pada Ayahnya bahwa dia bisa sukses melampaui kedua kakaknya, meski tanpa mengikuti jejak Ayahnya.
Lily dan Adam pertama kali bertemu sebagai mahasiswa baru di Fakultas Ilmu Bisnis dan Manajemen.Saat ospek, mereka di juluki sebagai pasangan ideal oleh para seniornya,karena keduanya merupakan mahasiswa dengan visual yang paling tampan dan cantik di angkatannya saat itu.Namun kisah cinta mereka belum dimulai saat awal pertemuan mereka itu.
Awalnya Adam tak pernah menggubris, ketika teman-temannya terus menjodohkan dia dengan Lily.Dari penilaian Adam sepintas tentang Lily, dia seorang anak manja yang hanya mengutamakan penampilan saja.
Namun pemikiran Adam berubah, saat melihat Lily mempresentasikan tugas mandiri yang diberikan dosen padanya.Aura yang dipancarkan Lily saat itu membuat Adam terkesima.Adam semakin terkesan,saat dia merasa tersaingi dengan nilai Lily yang hampir sama,bahkan terkadang melampaui nilainya.
Saat itulah Adam berusaha untuk mendekati Lily.Namun ternyata,Lily tipe wanita yang sangat sulit untuk di dekati.Adam sempat ingin menyerah dengan perasaannya.Namun takdir membawa Adam semakin dekat dengannya.Adam mendapat tugas kelompok dan Lily menjadi partnernya.Selama mengerjakan tugas,Adam akhirnya paham, cara untuk memenangkan hati Lily.
Dan benar saja!Begitu tugas kelompok usai, hubungan mereka tetap berlanjut.Mereka kian sering bertemu dan menghabiskan waktu bersama,membahas tugas dan materi yang diberikan oleh dosen.Lily pun mulai nyaman di dekat Adam.Menurutnya,sangat jarang pria yang ingin mendekatinya hanya untuk membahas tugas kuliah dan materi dari dosen.Kebanyakan dari mereka mendekati Lily hanya untuk menyatakan perasaannya.
Saat itulah keduanya saling jatuh cinta dan memutuskan untuk berpacaran beberapa bulan setelahnya.Hubungan keduanya bertahan hingga mereka sama-sama meraih gelar master.
Setelah lulus kuliah, Adam diterima di sebuah perusahaan asing,yang memiliki kantor cabang di Jakarta dan menjabat sebagai kepala manajer.Sementara Lily memutuskan untuk mempelajari hobinya memasak dan masuk ke sekolah juru masak di Perancis selama satu tahun.
Setelah satu tahun lebih menjalani hubungan jarak jauh, akhirnya Adam memutuskan untuk melamar Lily di sebuah kapal, saat mereka liburan bersama di Labuan Bajo.
...****************...
Usia pernikahan mereka kini telah menginjak tiga setengah tahun.Tiga tahun pernikahan, mereka selalu tampak harmonis.Bahkan tak pernah sekalipun mereka bertengkar mengenai hal-hal kecil, karena keduanya memiliki sifat dan pikiran yang sejalan.
Hal inilah yang membuat rekan dan keluarganya merasa iri melihat keharmonisan mereka.Apalagi saat Lily memutuskan untuk tak bekerja dan sepenuhnya menjadi istri yang melayani suaminya di rumah.
Namun malam ini untuk pertama kalinya sejak menikah, Lily merasakan keresahan dalam hatinya.Adam mulai memperlihatkan perubahan yang sangat drastis.
Sejak dia menjabat sebagai Direktur Perencanaan dan Pengembangan enam bulan lalu, Adam seolah terobsesi untuk terus meningkatkan karirnya.Adam jadi jarang pulang ke rumah.Dia juga sering keluar negeri untuk dinas dan jarang memberi kabar tentang keadaannya pada Lily.
Yang lebih mengejutkan, sikap Adam juga mulai berubah.Dia lebih mudah tersinggung dan tersulut emosi, saat Lily menanyakan hal yang membuatnya tidak nyaman.Padahal selama tiga tahun pernikahan, Adam tak pernah sekalipun berkata kasar padanya.Hal itulah yang membuat Lily semakin bingung, mengapa Adam menjadi orang yang sangat asing baginya?
Selain Adam, Lily juga mendapat tekanan dari keluarga besar Adam.Setiap kali mereka ke pertemuan keluarga, Paman dan Bibi Adam terus saja menyinggung perihal kehamilan pada Lily.
Bahkan Ibu Adam terus saja mengarang alasan, mengapa mereka berdua menunda kehamilan, tiap kali kerabatnya bertanya.Tampak raut kekecewaan dari wajah Ibu mertuanya itu tiap kali mengarang alasan, karena beliau pun tidak tahu alasan sebenarnya, mengapa Adam dan Lily masih saja menunda memiliki anak.
Sempat Ibunya curiga jika salah satu dari mereka ada yang mandul.Namun Lily menunjukkan hasil pemeriksaan dari dokter kandungan yang menyatakan jika keduanya subur.
Lily bukannya tidak ingin, namun Adam terus saja memintanya untuk menunda kehamilan demi kariernya.Dan Lily tak berani menyampaikan hal itu pada Ibu mertuanya,karena tak ingin Adam disalahkan atas keputusannya.
Setelah beberapa tahun tidak membahasnya,Lily mencoba membicarakannya dengan Adam, perihal kehamilan yang semakin sering jadi perbincangan diantara keluarga Adam.Namun reaksi Adam terlihat seolah tidak peduli dengan omongan keluarganya
"Lain kali kamu alihkan saja dengan topik yang lain.Aku tidak bisa jika pikiranku terbagi,antara anak dan pekerjaan.Kamu juga tahu, jabatan ini merupakan impianku sedari dulu dan aku baru saja menjalaninya selama dua bulan.Aku merasa kasihan padamu dan calon bayi kita, jika aku lebih mengutamakan pekerjaan dibanding kalian", ucap Adam tegas saat itu
"Aku harap kamu bisa bersabar sampai jabatanku stabil, baru kita memikirkan tentang anak",lanjutnya
Sejak saat itu, Adam tak sekalipun ingin membahas perihal anak lagi.Lily juga tak ingin memaksa Adam.Dia mencoba berfikir positif dan membenarkan alasan Adam.
Namun setelah obrolan itu, Adam seolah makin menjauhi Lily.Dia hanya berbicara seperlunya pada Lily, bahkan menghindari kontak fisik dengannya, jika Lily lupa mengkonsumsi pil KB.Karena itu pulalah Lily semakin tertekan dan kesepian di rumahnya sendiri.
...****************...
Tanpa sadar,air mata Lily jatuh tepat diatas tuts piano.Dia menghentikan jari-jarinya dan terdiam, mencoba mengendalikan perasaannya.Ia pun beranjak dari kursi.Dengan langkah berat,dia berjalan ke kamarnya untuk tidur.Lily terbangun di tengah malam saat Adam menelponnya tiba-tiba.
"Halo sayang, kamu kemana saja?Kenapa handphonemu tidak aktif dua hari ini?Kenapa kamu tidak memberiku kabar sekalipun?", Lily langsung memborbardir Adam dengan pertanyaan begitu panggilannya tersambung.
"Maaf sayang, aku langsung ke kantor begitu tiba dan kami mengadakan rapat dua hari berturut-turut.Aku bahkan tidak sempat ke hotel untuk istirahat"
Lily terdiam begitu mendapat jawaban dari Adam.Dia jadi tidak tega untuk marah, setelah tahu Adam sangat sibuk, bahkan tak memiliki waktu untuk beristirahat dengan baik"
"Jangan terlalu memaksakan diri.Kalau kamu sakit, semua pekerjaanmu justru akan terbengkalai.Jangan lupa makan dan istirahat yang cukup sesibuk apapun", suara Lily melembut.
"Iya sayang,pasti!Aku tahu kamu sangat khawatir, makanya aku langsung menghubungimu begitu aku luang.Bagaimana keadaan di sana?"
"Baik seperti biasa.Tidak hal lain selain aku membantu Bi Darsih mengobrak abrik dapur", ucap Lily sambil tersenyum kecil.
"Setidaknya kamu bisa melakukan hal yang kamu sukai.Aku senang jika kamu bahagia"
Lily tertegun.Kesenangan yang dilakukan Lily memang mampu menyenangkan hatinya, namun tidak membuat Lily lantas bahagia.Bahagia yang dimaksud Adam barusan berbeda dengan bahagia yang Lily pikirkan.
"Oh ya, besok pesawatku tiba jam lima sore, tolong jemput aku ya?!", ucapan Adam seketika menyadarkannya dari lamunan.
"Oke, aku dan Pak Indra akan menjemputmu"
"Kalau begitu aku kembali bekerja.Sampai jumpa besok sayang, i miss you!", pamit Adam lalu memutuskan panggilan teleponnya.
"I miss you too", ucap Lily lirih setelah Adam menutup teleponnya.Ia menghela nafas panjang lalu kembali melanjutkan tidurnya.
...****************...
Keesokan paginya,Lily bersiap-siap ingin ke pasar tradisional untuk membeli bahan-bahan makanan yang akan ia masak untuk Adam.Dia lebih dulu keluar pagar dan menunggu sopirnya yang sedang memanaskan mesin mobil.
Tanpa sengaja Lily bertemu seorang pria tampan berwajah oriental, dengan hidung yang mancung, bibir tipis berwarna merah mudah cerah, serta kulit putih, dengan potongan rambut yang sangat rapi.Tubuhnya tertutupi oleh baju, namun postur tubuhnya yang tegap, seolah bisa terlihat dari balik bajunya.Dia juga terlihat sangat tinggi untuk ukuran pria Indonesia kebanyakan, sekitar 185 cm.
Pria itu berdiri tepat di hadapan Lily.Pandangan mereka bertemu, saat Lily menoleh ke arahnya.Lily merasa aneh, karena dia baru pertama kali melihatnya pagi ini.
'Apa dia orang baru disini ya?',tanya Lily dalam hati.
Pada saat yang bersamaan, pria itu terlihat canggung dan membuang pandangannya ke arah lain.Lily memberanikan diri untuk menyapanya lebih dulu.
"Tetangga baru ya?",tanya Lily mencoba mencairkan suasana
"Iya, saya baru saja pindah tadi malam", jawab pria itu.Dia tampak kebingungan, namun segan untuk bertanya
"Ada yang bisa saya bantu?"
"Saya ingin lari pagi, tapi bingung mau ke arah mana?",ucapnya sedikit ragu
Lily paham maksud dia.Baru saja Lily ingin mengarahkannya ke gedung olahraga perumahan, tiba-tiba pria itu memperkenalkan diri
"Saya Ethan"
"Saya Lily",ucap Lily seraya menundukkan kepalanya
Lily pun menunjukkan arah jalan pada Ethan dan dibalas dengan ucapan terima kasih.
"Sama-sama, semoga anda betah tinggal disini"ucap Lily seraya tersenyum ke arah Ethan
Tiba-tiba mobil Lily muncul.Dia pun pamit dan pergi meninggalkan Ethan sendiri, yang masih berdiri di tempatnya dan terus memandangi mobil Lily hingga tak nampak lagi.
Tepat pukul lima sore, Lily tiba di bandara.Adam sudah mengabarinya begitu pesawat siap lepas landas.Satu persatu penumpang keluar dari gerbang kedatangan.
Lily melambaikan tangan begitu Adam muncul dan mencari dirinya.Ia mencium tangan suaminya dan memeluknya dengan erat saat Adam menghampirinya.Adam terlihat lelah, namun ia berusaha untuk tersenyum pada istrinya.
"Bagaimana pekerjaannya?lancar?",tanya Lily sembari berjalan.
"Lancar", jawab Adam sekedarnya.Dia sibuk mendorong troli yang penuh dengan barang bawaannya.
Tak lama kemudian,handphone Adam berbunyi.Adam memberi isyarat pada Lily untuk menunggu, kemudian dia berbalik sembari berbicara dengan orang yang meneleponnya.Lily dengan sabar menunggu hingga Adam selesai menelpon dan datang menghampirinya.
"Sayang, maaf!Sepertinya aku tidak bisa langsung pulang ke rumah.Aku masih ada urusan di kantor",ucap Adam saat menghampirinya usai menelepon
Lily terlihat kecewa.Dia telah menyiapkan makan malam untuk Adam dirumah.Jika Adam tak pulang, siapa yang akan memakannya?
"Apa kamu tidak bisa pulang ke rumah dulu?Mandi dan makan malam lalu balik kekantor?"
"Akan memakan waktu.Belum lagi kalau jalanan macet!Aku bisa terlambat!"
"Mau aku antar ke kantor?"
Adam berfikir sejenak,"tidak perlu.Kamu langsung pulang saja, sekalian bawa koperku.Aku ke kantor naik taxi saja.Oh ya,ada hadiah buat kamu di dalam koper",ucapnya sambil mengecup kening Lily.Ia mengantar Lily sampai ke mobil, lalu mencari taxi begitu Lily sudah pergi.
Lagi-lagi Lily menahan rasa kecewanya.Sesampainya di rumah, dia tak membongkar koper Adam, bahkan hadiah yang dibelikan Adam tak membuatnya penasaran.Lily bukanlah tipe wanita yang bisa membaik dengan hadiah.
Setelah meletakkan koper-koper Adam di ruang ganti, Lily segera beranjak dan menuju meja makan di lantai satu.Wajahnya nampak sedih, melihat semua masakan yang sudah disiapkannya tak disentuh sama sekali.Disaat yang bersamaan, tiba-tiba dia teringat pria yang ditemuinya tadi pagi
'Tetangga baru!',batinnya
Lily bergegas ke dapur dan mengambil beberapa tempat bekal.Dia memasukkan masakannya satu persatu kedalam tempat bekal tersebut dan hanya menyisakan sedikit untuk dia dan bi Darsih makan.
Setelah beres, Lily mengantarkannya langsung ke rumah Ethan.Setelah mendapat izin dari satpam rumah Ethan, Lily bergegas ke pintu utama dan memencet bel rumah.Beberapa detik kemudian, terdengar suara langkah kaki dari dalam rumah yang mendekat dan menarik gagang pintu
"Selamat malam", sapa Lily
Ethan yang membuka pintu nampak terkejut melihat kedatangan Lily, "Malam..."
"Maaf, saya mengganggu anda malam-malam.Saya membuat makan malam cukup banyak, jadi ingin berbagi dengan anda.Saya harap anda tidak keberatan", ucap Lily terbata-bata sambil mengulurkan keranjang berisi tempat bekal.
Dengan senang hati, Ethan menerima makanan pemberian Lily
"Terima kasih", ucap Ethan sambil tersenyum ke arah Lily.
"Kalau begitu saya permisi dulu.Anda bisa mengembalikan tempat bekalnya kapan-kapan", pamit Lily
"Sekali lagi terima kasih.Tempatnya akan segera saya kembalikan begitu selesai di cuci", ucap Ethan yang masih saja tersenyum pada Lily
Namun ia tiba-tiba teringat sesuatu yang mengganjal di telinganya sejak tadi pagi,"panggil saja saya Ethan!Rasanya canggung berbicara terlalu formal"
"Baiklah.Kalau begitu aku permisi dulu, Ethan",ucap Lily dengan canggung.
Lily pun berlalu pergi meninggalkan Ethan yang masih berdiri di depan pintu.Dia segera menutup pintu rumahnya begitu Lily sudah tak nampak lagi.
...****************...
Ethan terlihat senang menenteng keranjang berisi masakan buatan Lily.Dia berjalan ke meja makan dan membongkar isi keranjang pemberian Lily.
Setelah tertata rapi di atas meja, Ethan membuka penutup bekalnya sekaligus.Seketika aroma masakan Lily menyeruak, membuat Ethan tiba-tiba merasa sangat lapar.
Masakannya pun terlihat sangat menggoda selera.Ada rendang, udang saus asam manis, telur balado, sambal tempe, cap cay dan cream soup.
Ethan duduk dan mengambil sendok untuk mencicipi masakan buatan Lily.Ekspresi wajahnya berubah, begitu makanannya masuk ke dalam mulut Ethan.
"Enak", ucapnya pada diri sendiri.
Ethan segera mengambil sepiring nasi.Dengan lahapnya, dia memakan semua masakan Lily hingga tak bersisa sedikit pun.Ethan nampak terharu, saat menikmati masakan itu.Sudah lama dia tak menikmati masakan rumah seperti ini.Terakhir kali, saat dia masih tinggal bersama orang tua dan adiknya.Dan itu sudah empat belas tahun yang lalu.Setelah dia kuliah diluar negeri, dia lebih sering makan di restoran.
Begitu kembali ke Indonesia pun, dia memutuskan untuk tinggal sendiri di apartemen dan hanya pulang sesekali ke rumah orang tuanya.
Ethan menjadi rindu masa-masa saat tinggal bersama orang tua dan adiknya.Dia menyesal telah menyia-nyiakan kesempatan yang diberikan Tuhan sebelum Ayahnya pergi.Ia nampak tersenyum, namun air matanya menetes seraya menikmati makanan pemberian Lily.
...****************...
Beberapa jam berlalu setelah Lily makan malam ditemani Bi Darsih.Dia tak bisa tidur menunggu kepulangan Adam.Sembari menghilangkan kebosanannya, Lily kembali memainkan pianonya.Dia memainkan instrument karya Liszt, Liebestraum No.3.Baru saja selesai memainkannya, Adam muncul dari arah tangga.
"Kamu belum tidur?",tanya Adam saat mendapati Lily yang sedang duduk di kursi.
"Aku menunggumu pulang",jawabnya
Adam berjalan menghampiri Lily dan mengecup keningnya.Dia melirik kearah jam tangannya.Sudah pukul sebelas malam, "Maaf sayang ,aku pulang larut malam"
"Tidak apa-apa.Kamu sudah makan?"
"Sudah.Tadi aku makan malam dengan rekan kerjaku.Mereka juga lembur hingga larut malam"
Lily lega mendengarnya, karena makanan yang disiapkannya untuk Adam sudah diberikan pada Ethan.
"Kalau begitu masuklah ke kamar dan istirahat.Sebentar lagi aku akan menyusul",ucap Lily sembari menutup tuts pianonya
...****************...
Usai menghabiskan makanan yang diberikan Lily, Ethan bergegas mandi lalu ke ruang kerjanya untuk menyelesaikan tugas kantor.Belum juga selesai, Deni mengiriminya sebuah pesan
Deni : "Saya baru saja mengirim notula rapat tadi siang dan perjanjian kontrak kerjasama dengan kontraktor yang akan mengerjakan proyek pemugaran villa kita di kepulauan seribu.Silahkan cek pesan di email bapak dan pastikan tidak ada yang perlu dikoreksi"
Ethan menghentikan kegiatannya dan segera membuka file yang baru saja dikirim Deni.Disaat tengah menunggu file terbuka, tiba-tiba terdengar lantunan musik piano yang berasal dari rumah Lily.
Seakan sudah menunggu untuk bisa mendengarkan lantunan piano itu lagi, Ethan bergegas menyingkap tirai dan membuka jendela ruang kerjanya.Dia sangat menantikan instrumen apa yang akan dimainkan Lily.Dan kali ini,Lily memainkan Instrumen karya Liszt,liebestraum no.3.
Ethan nampak sangat menikmati tiap melodinya.Instrumen ini seolah mewakili perasaan Ethan saat ini.
Walau tak menyadarinya, namun pikiran Ethan mulai teralihkan pada Lily sejak melihatnya tadi pagi.Bahkan dia sudah jatuh hati padanya, saat mendengar Lily bermain piano tanpa melihat wajahnya.
Selama hidupnya, Ethan tak pernah merasakan jatuh cinta.Itu sebabnya perasaan yang dirasakannya saat ini terasa asing dan membingungkan untuknya.Ethan beranggapan bahwa perasaannya ini hanya sekedar rasa kagum pada Lily.Tak hanya cantik, dia juga anggun, pandai memasak dan bermain piano.Menurutnya, semua pria pasti akan kagum jika mengenal sosok Lily.
Tanpa sadar, Ethan tertidur di kursi saat Lily masih memainkan piano.Dia terbangun begitu alarm di handphonenya berdering dan menunjukkan pukul empat subuh.Dia lupa, belum sempat melihat file yang dikirimkan Deni semalam.Segera ia membasuh wajahnya dan kembali bekerja sebelum pagi menyingsing
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!