Matahari pagi menyelinap masuk lewat celah tirai, menyilaukan mata gadis cantik yang baru saja terjaga. Gadis itu mengerjab beberpa kali untuk menyesuaikan cahaya yang menerpa wajahnya, sebelum akhirnya kesadarannya kembali kedunia nyata.
Mata gadis bernama Kana itu terbelak menyadari ruangan yang asing baginya. Pandangan gadis itu menyapu sekeliling ruangan, dan itu bukan lah kamarnya.
"Hah.. apa yang terjadi?" Guman Kana dalam hati. Jantung gadis itu memompa dengan cepat, begitu menyadari tubuhnya hanya berbalut selimut tebal yang membingkai ranjang besar itu.
Dia terpekik shyok, begitu meraba tubuhnya sendiri yang tidak memakai sehelai benang pun. Sekujur tubuhnya tiba-tiba merinding, mengingat kejadian panas semalam.
Tubuhnya semakin gemetar, manakala mendapati keberadaan seorang pria bertubuh kekar tidur disampingnya dengan posisi telungkup menghadap kearahnya, wajah tampan itu terlelap damai dengan bertelanjang dada.
"Oh, shitt..!! Apa yang sudah aku lakukan?" Jeri Kana dalam hati. Kana mengacak-acak rambut frustasi. Manik mata gadis cantik itu memindai lantai yang berserakan bajunya dan baju pria asing itu.
Dengan perlahan Kana menyibak selimut lalu turun dari ranjang. gadis itu meringis merasakan perih dan nyeri diarea intinya. dengan perlahan ia memunguti semua pakaian yang tergeletak diatas lantai, ia berdoa dalam hati agar pergerakan yang dilakukan tidak sampai menyebabkan pria itu terbangun.
"Awww.." gadis itu mendesis merasakan sakit yang luar biasa dibagian bawah perutnya. Ia menghembuskan nafas panjang sambil berjalan perlahan.
Mata Kana meneliti mencari hand-bag yang semalam dia bawa. Saat hendak mengambil tas tersebut tiba-tiba ponsel Kana bergetar, membuat gadis itu panik dan segera mengambil ponselnya didalam tas.
Layar ponsel itu berkelip, menampilkan nama Aylin, salah satu sahabatnya. Kana langsung menekan tombol merah untuk menolak panggilan dan mematikan ponselnya. Pikiran gadis itu ambyar, satu yang dia pikirkan sekarang, ingin cepat keluar dari kamar yang entah milik siapa.
Gadis itu tertatih berjalan keluar dari kamar hotel, kemudian menuju basmant dimana mobilnya berada.
Sampai didalam mobil Kana menangis membentur-benturkan kepalanya pada stir mobil, dia merasa kesal, marah, dan kecewa pada dirinya sendiri, karna tidak bisa menjaga kepercayaan orang tuanya. Apa jadinya jika mama dan papanya sampai tahu, apa yang terjadi pada dia semalam.
Kejadian na'as itu bermula saat Dara salah satu sahabat Kana membuat acara party disalah satu hotel berbintang, untuk melepas kepergian Mitha ke New york.
"Hey gengs, gimana acara nanti malam, jadi kan?" Tanya Dara digrup ponsel yang mereka buat sedari masih duduk dibangku SMA, dan kini mereka baru saja menyelsaikan study disalah satu perguruan tinggi di Jakarta.
Meski berbeda jurusan mereka tetap memilih kampus yang sama. Grup itu terdiri dari lima anggota, Kana, Aylin, Dinda, Kia dan Dara sendiri.
Masing-masing dari mereka akan ada yang melanjutkan study dan ada pula yang akan langsung bekerja. Contohnya Kana, gadis itu akan melanjutkan S2 di NYC tentu saja sebagai pewaris tuggal ia harus mempersiapkan diri, sebelum menggantikan ayahnya. Contoh lainnya Aylin yang akan tetap melanjutkan study nya di kampus mereka. Sedangkan Kia sendiri akan menempuh study nya didjogja kampung halaman sang ibu. Hanya Kana sendiri lah yang akan melanjutkan study nya di luar negri, sudah pasti akan sangat lama bagi mereka bisa berkumpul kembali.
"Jadi dong, detik-detik terakhir ni," balas Aylin.
"Jadiin lah," Disusul balasan dari Kia.
"Gass gengs, have fun.." Dinda ikut menyaut.
"Gue ikut kalian aja deh," Timpal Kana.
"Uhh, iya dong ayang, kan ini acara buat kamu.. jadi sudah pasti kamu harus ikut," Dara mengistruksi.
Kana hanya membalas emoticon tertawa.
Pukul tujuh malam sekumpulan gadis cantik itu sudah berada disalah hotel bintang lima Jakarta, tanpa disadari jika Hotel tersebut masih dibawah naungan Widjaya group yang berarti masih milik orang tua Kana.
Hotel itu menyediakan banyak fasilitas, salah satunya Bar, Bar disini terkesan mewah dan tidak seperti diskotik atau klub malam, mungkin karna sebagian ruangan itu didesain hanya untuk bersantai atau rileks usai penat melakuakn atifitas seharian.
Malam ini Dara sebagai sang komando. Dari mulai menyiapakan kejutan, lokasi bahkan semua acara Dara lah yang menyiapkan.
"Ayo gengs kita rayakan kesuksesan kita yang telah menyelsaikan study pertama dan merayakan keberangkatan Kana ke New york," seru Dara.
"Cresss.." Seru para gadis itu.
Mereka semua mengangkat gelas masing-masing, tidak ada yang memesan alkohol, karna mereka sadar bukan orang yang biasa mengonsumi minuman beralkohol.
Lama mereka berbincang-bincang tidak jelas, suasana begitu ramai dan banyak orang berjoget, Aylin yang memang sangat suka keramaian seperti ini mengajak mereka berjoget, namun diantara mereka tidak ada yang mau, membuat Aylin urung naik keatas panggung. Jadilah meraka memutuskan bermain truth or dear. Bagi siapa saja yang tidak bisa menjawap jujur maka harus siap menerima tantangan dari teman-temannya.
Aylin mulai memutar botol diatas meja bar, dan... botol pertama mengarah pada Kia.
"Yess Kia, truth or dare?" tanya mereka semua kompak.
"Truth dong," jawab Kia percaya diri.
"Kapan kamu melakukan ML yang pertama?" Tanya Dinda tanpa filter.
"Gila pertanyaan lo, gue masih ting-ting kali," Jawap Kia tak terima dengan pertanyaan Dinda. Membuat Dinda tertawa terbahak.
"Ya udah woles aja dong Kia, gue kan cuma pengen tau aja, siapa tau lo bohong?" Ledek Dinda. Seketika mereka semua tertawa melihat ekspresi Kia yang kesal.
"Oke lagi," botol diputar oleh Kia dan kali ini mengarah pada Dinda.
"Yeyyy, jadi giman Din, truth or dare?" Tanya mereka kompak.
"Truth deh," ujar Dinda.
Kia yang masih kesal dan ingin membalas bertanya pada Dinda sontak mengajukan pertanyaan yang sama.
"Udah berapa kali lo ML atau ciuman sama pacar lo?" Balas Kia.
"Berapa ya?" Dinda mengetukan jarinya dipelipis seraya berfikir. "Gak inget lah gue," jelas gadis itu.
Diantara mereka berlima hanya Kana lah yang kalem dan tidak banyak tingkah, meski dia dari golongan keluarga kaya raya. Bahkan Kana sendiri yang belum pernah berpacaran, padahal banyak sekali laki-laki yang mengejar nya.
"Wahhh, udah gak terhitung dong!" sorak mereka kompak. Membuat mereka semua tertawa, dan Dinda hanya menanggapi dengan mengedikan bahunya.
Aylin kembali memutar botolnya. Pelan-pelan putaran semakin pelan dan se..t Botol berhenti ke arah Kana.
"Yeyyy.. Kana.." pekik Dara antusias.
"Truth or dare Kana Dhanijaya?" Seru Dara.
"Truth dong," jawab Kana yakin.
"Kana kenapa lo nggak mau pacaran?" Tanya Dara.
Kana terdiam, seraya memikirkan alasan yang tepat. "Hemm... nggak ada sih, gua pengen fokus ke pendidikan dulu aja," jelas Kana. Membuat keempat sahabatnya memberikan tepuk tangan.
Tanpa mereka sadari, salah satu dari mereka tersenyum menyeringai, entah apa yang membuatnya tersenyum seperti itu. Namun tidak ada yng menyadari perubahan ekspresinya.
Hari semakin larut, dan suasana permainan mereka semakin seru.
Botol kembali diputar oleh kia, dan berhenti tepat didepan Dara. Membuat mereka semua terpekik girang, karna sedari tadi menunggu Dara yang dapat giliran.
"Oke deh Ra.. apa yang paling sering buat lo kesel?" Aylin berseru.
"Teman yang gak pernah mikirin perasaan temannya," Jawab Dara.
"Aduhh, ambigu banget sih jawaban lo Ra," sahut teman lainnya.
"Karna jawaban lo ambigu, lo harus terima tantangan. Teriak sekencengnya nama cowok yang lo suka," Dinda memerintah.
"Hahaaa... ga ada kali cwok yang gue suka.. dah deh gue pesen wine aja giman?" Dara memberi usul.
"Gila lo, emang lo berani?" Tanya Kia tidak percaya.
"Udah tenang aja," Dara berlalu menuju meja Bartender untuk memesan satu botol wine, Tak lama pesanan nya datang.
Gadis itu menengguk satu gelas wine, dan kembali lagi memulai permainan. Sebenarnya Dara sudah terbiasa mengonsumi minuman beralkohol seperti ini. Jadi aman saja untuknya.
Sialnya setelah Dara lagi-lagi botol berhenti didepan Dara. Karna banyak hal yang dia tidak bisa jawab akhirnya dia mengikuti jejak Dara meminum Wine.
Bagi Kana yang tidak biasa meminun Wine, bukan tidak biasa tapi tidak pernah malahan, menghabiskan satu gelas berukuran kecil saja sudah membuat gadis itu kliyengan dan kepalanya pusing. Apa lagi ini dia sudah meminum 4 gelas wine. Sudah pasti kepalanya terasa mau copot.
Sementara ditempat yang berbeda, tepat nya disebuah ruang meeting, Revan merasa kesal dengan clien yang membatalkan janji secara sepihak. Pria tampan itu memutuskan masuk kedalam bar yang ada diarea hotel.
Revan duduk didepan meja bartender, pria itu memesan satu gelas sampanye pada sang bartander.
Pandangan Revan mengedar kesekitar bar, terlihat suasana bar itu begitu ramai, banyak orang berjoget, bernyanyi dan masih banyak lagi, ada pula yang sedang merayakan ulang tahun. Tatapan Revan berheti pada sekumpulan wanita yang sedang mengadakan ladies night, pandangan nya tertuju pada seorang wanita yang mengenakan dres putih dengan ramput dikucir kuda, rerlihat begitu cantik dan menawan dari yang lain.
"Sampanye nya bro," Sang bartander meletakan satu gelas Sampanye didepan Revan.
Revan menoleh. "Trimakasih," timpalnya, Pandangan Revan kembali tertuju pada sekumpulan wanita itu, lebih tepatnya wanita yang mengenakan gaun putih dan tengah tersenyum.
"Manis," Revan berguman, namun masih dapat didengar oleh sang bartander yang ada dihadapannya.
Sang bartender menatap heran kepada pria tampan didepannya. Lalu mengikuti arah pandangan laki-laki itu. "Mau booking bro?" Tanya sang bartander tanpa basa-basi.
Revan terkejut dengan pertanyaan sang bartender, pria tampan itu terdiam beberapa saat. "Apa mereka jual diri?" Tanya Revan pada akhirnya.
"Tadi salah satu dari mereka datang kesini meminta Wine, lalu memberitahukan jika salah satu dari mereka sedang membutuhkan uang, dan ingin menjual diri," Jelas sang bartender, membuat Revan bertambah kaget.
"Tapi dilihat dari penampilan mereka, sepertinya gadis-gadis dari kalangan berada," Seloroh Revan yang masih tak percaya.
"Yahhh, jangan lihat dari penampilan nya bro, gadis-gadis jaman sekarang jika untuk memenuhi gaya hidup, apa saja akan mereka lakukan," Ucap sang bartender, yang sebenarnya juga sedikit tidak percaya.
Revan terdiam, pandangannya masih tertuju kepada sekumpulan wanita yang sepertinya tengah memainkan suatu permainan. Namun entah permainan apa, Revan tidak tau, karna jarak mereka yang lumayan jauh.
"Gimana bro? Kalo lo mau gue panggilin cewek tadi," Tanya sang bartander lagi.
Sontak ucapan sang bartander membuat Revan penasaran, gadis manakah yang ingin menjual diri. "Emang yang mana yang mau jual diri?" Tanya Revan.
"Kata cewek tadi sih, itu cewek yang pake dress putih, yang rambutnya diikat kuda," Sang bartander menunjuk salah satu dari kelima gadis itu, membuat Revan syok.
"Serius?" Tanya Revan masih tak percaya.
"Yes, of course.. kalo emang lo mau gue panggil sekarang."
Revan yang memang sedari tadi memperhatikan gadis itu mengangguk menyetujui tawaran sang bartander.
"Oke, lo tunggu disini ya, gue panggil tu cewek," Sang bartander pergi mengantarkan pesanan, lalu menghampiri salah satu gadis yang sedang meneguk minumannya.
Sang bartender menghampiri salah satu gadis itu, entah apa yang dibisikan sang bartander pada salah satu dari mereka, namun sepertinya bartander itu menyerahkan bil pembayaran kepada gadis itu, karna setelah itu sang bartander memasukan uang yang lumayan banyak kedalam saku nya.
"Wehhh.. kita ditraktir Dara malam ini gengs.." seru Dinda.
Dara hanya menanggapi dengan senyuman. "udah have fun gengs, malam ini kita puas-puasin.. oke," Triak Dara.
"Siapp komandan," Triak yang lainnya.
"Gue, ketoilet bentar ya gengs," pamit Dara.
"Sipp," jawab mereka kompak.
Entah apa yang bartander itu bisakan pada gadis itu. Tak lama sang bartander kembali dan sepertinya memasukan uang ke dalam kantungnya, namun Evan tak melihat dengan jelas apa yang dia masukan, benar uang atau yang lain, Revan tak perduli.
"Udah bro, lo temuin tu cewek deket toilet, urusan gue udah selsai," Sang bartander menginstruksi.
Tanpa banyak bertanya Revan berdiri dari duduknya, lalu berjalan kearah toilet, dari kejauhan Revan bisa melihat, seorang gadis yang tadi berkumpul bersama teman-temannya, sedang berdiri didepan toilet, pandangan gadis itu lurus tertuju pada Revan.
Dara bersandar didinding tembok antara toilet wanita dan pria, pandangannya datar tanpa ekspresi. Menatap pria tampan yang tengah berjalan kearahnya.
"Anda yang mau booking teman saya?" Tanyanya tanpa basa-basi.
Revan mengangguk.
"Apa anda sanggup dengan harganya?" Tanya gadis itu.
"Berapa yang anda minta?" Tanya Revan kemudian.
"500 juta, Kalau anda diel nanti akan saya antar kekamar anda," gadis itu baru saja menyebutkan sejumlah uang yang harus dibayarkan jika ingin menikmati tubuh sahabatny.
Revan yang memang begitu penasaran akan gadis itu menyetujui permintaan wanita didepannya.
"Oke tidak masalah," Bagi Revan uang 500 juta tidak ada apa-apanya, meskipun dia buka CEO sebuah perusahaan atau pejabat dan semacamnya. Namun penghasialnnya cukup untuk menghilangkan rasa penasaran terhadap gadis cantik yang sedari tadi membuat Revan tak berkedip menatapnya.
"Mana ponsel anda?" Gadis didepannya meminta ponsel Revan.
Tanpa banyak bertanya Revan memberikan ponselnya. Lalu gadis itu menuliskan sesuatu diponsel Revan.
"Sudah saya tuliskan nomor ponsel saya, nanti saya akan mengirimkan no rekening, jika anda sudah mentransfer, saya akan bawakan teman saya kekamar anda, anda silahkan kirim nomor kamar anda," Ucap gadis itu sebelum berlalu pergi.
Revan termangu ditempatnya. Masih belum yakin dengan ucapan wanita tadi, Benarkah yang dikatakan gadis itu, Revan serasa tidak percaya, apa lagi gadis itu berlalu pergi begitu saja tanpa memberikan kepastian yang jelas. Revan ragu ingin mentransfer uang nya pada gadis itu, jika nanti ternyata gadis itu penipu bagaimana? bukan masalah uang nya, namun harga diri Revan yang dipertaruhkan, yang benar saja dia tertipu dengan gadis belia seperti itu.
Dengan ragu-ragu Revan mengirimkan pesan kepada wanita tadi, dia meminta wanita itu diantar kekamarnya sekarang juga, barulah Revan akan mentransfer uang yang diminta gadis itu.
Dara kembali dari toilet dengan membawa nampan berisikan Refreshing drinks, lalu meletakan diatas meja, dan membagi-bagikan kepada lima temannya.
"Yukk.. cuss diminum, biar fress tadikan abis minu wine, biar jadi netral lagi," Jelas Dara.
Mendengar penjelasan Dara tanpa ragu mereka semua meminum-minuman itu.
Dara mendesis saat membaca pesan yang Revan kirimkan. "Nggak percayaan banget sih," batin gadis itu menggerutu.
Semakin malam bar itu bertambah ramai, namun kelima gadis cantik itu belum juga beranjak pulang. Mereka masih asik menikmati saat-saat berkumpul seperti ini, karna Kana akan berangkat ke New york dua hari mendatang, akan lama untuk mereka bisa berkumpul lagi. Sedangkan Tia sendiri belum pasti kapan akan berangkat ke djogja.
Kembali mereka berbincang-bincang, memikmati suasan bar itu, pukul dua dini hari mereka memutuskan untuk pulang. Aylin, Dinda dan Kia pulang menggunakan mobil Shena, karna rumah mereka berada dijalur yang sama, sedangkan Dara dan Kana pulang berdua menggunakan mobil Kana.
"Y udah cabut yuk gengs, bisa digorok bokap gue kalo gak pulang-pulang juga," Ucap Aylin yang sudah berdiri, gadis itu sedang merapihkan penampilannya.
"Yuk ahhh, gue bareng Shen," Ucap kia dan Dinda bersamaan.
"Y udah yuk.. kalian berdua gak cabut.?" Tanya Aylin pada Kana dan Dara.
"Cabut dong, ya kali kita mau menginap disini," Jawab Dara. Sedangkan Kana hanya diam saja, dia merasa ada yang aneh pada tubuhnya.
Setelah kepergian ketiga wanita itu, Dara memapah Kana yang sudah dalam keadaan setengah sadar.
"Ra badan gue kok panas gini ya? Rasanya gue pengen apa gitu," ucap Kana, gadis itu sudah mengeluarkan keringat dingin.
Dara tersenyum menyeringai. "Udah tenang aja, ini gue cariin obat buat lo," ucap Dara dengan akal liciknya.
Dara memapah sahabatnya, berjalan menuju lift, dan menekan angka dua belas, dimana kamar laki-laki tadi berada. setelah pintu lift terbuka Dara bergegas keluar, berjalan menuju salah satu kamar yang ada disana.
"Ra, ini kita mau kemana?" Tanya Kana ditengah-tengah kesadarannya. Namun Dara hanya diam tak menyahut, sebenarnya gadis itu juga tengah merasa takut.
Dara mengetuk pintu kamar dilantai dua belas itu dengan tergesa, dia takut ada yang melihatnya membawa Kana kekamar itu, bisa habis dirinya jika sampai ada yang mengetahui rencananya.
Melihat Kana yang sudah seperti cacing kepanasan membuat Dara tersenyum sinis. "Nikmatin malam ini ya Na, seneng-seneng deh lo," Dara berbisik ditelinga Kana, namun Kana yang dalam keadaan tidak sepenuhnya sadar hanya berguman.
Setelah bertemu dengan laki-laki tadi, Dara kembali dengan membawa minuman yang sudah dia beri obat prangsang untuk Kana. Dara sebenarnya tidak tega, namun rasa sakit hatinya telah membutakan akal dan pikiran gadis itu. Dara dengan tega melakukan hal keji pada sahabatnya sendiri.
Tidak lama pintu kamar itu terbuka, menampilkan pria tampan yang mengenakan kemeja navy dengan lengan digulung hingga siku. Terlihat menawan dan berkarisma, namun sama sekali tidak menarik perhatian Dara.
"Boleh gue masuk?" Tanyanya pada pria tampan itu.
"Silahkan," jawab Revan, pria itu membuka pintu kamar Hotelnya.
Dara memapah Kana dan meletakan sahabatnya diatas sofa yang terdapat didalam kamar hotel itu.
"Sekarang kirim uangnya!" Pinta Dara.
Revan mengambil ponselnya dan mentransfer sejumlah uang yang sudah mereka sepakati. "Hey nona! apa anda yakin dia biasa menjual diri? Saya tidak mau nantinya terkena masalah!" Tanya Revan pada Dara, pria itu masih tidak percaya jika gadis yang dibelinya seorang wanita malam.
"Tenang saja! dia sudah biasa melayani pria hidung belang, tapi memang harus dengan keadaan tidak sadar seperti itu," Kilah Dara.
Setelah Revan mengirmkan uang yang diminta, Dara bergegas meninggalkan kamar Hotel itu, gadis itu tidak ingin berlama-lama disana, bisa saja Kana tersadar dan malah akan menimbulkan masalah untuk nya. Dara pergi meninggalkan Kana begitu saja tanpa rasa bersalah.
Sepeninggalnya Dara, Revan duduk disamping gadis yang sedari tadi ia kagumi itu, meneliti wajahnya yang begitu cantik dan manis, apalagi jika gadis itu tersenyum, Revan masih merasa tidak percaya, gadis yang terlihat polos itu biasa menjajakan tubuhnya.
Lama Revan mengamati Wajah cantik itu, namun tiba-tiba gadis itu membuka mata dan menarik kerah baju Revan, tentu hal itu membuatnya terkejut, gadis itu tanpa aba-aba langsung menyatukan bibir mereka.
Nafas gadis itu terengah, kringat dingin mengalir dari plipisnya, bisa Revan pastikan. Jika gadis itu tengah dalam pengaruh obat-obatan.
"Tuan, tolong saya, tubuh saya panas sekali," ucap gadis itu dengan mata sayu penuh permohonan.
Revan yang baru pertama kali merasakan sentuhan seorang wanita, langsung terbakar gairah, dengan cepat Revan menggendong tubuh gadis itu dan meletakan nya diatas ranjang.
Revan menatap lekat wajah ayu yang saat ini berada dibawah kungkungannya. Gadis itu tiba-tiba saja membuka kancing kemeja Revan, wajah ayu itu terlihat merona, membuat Revan tidak tahan untuk bisa segera menikamti tubuh nya.
Revan kembali menyatukan daging kenyal yang terletak dibawah hidung mereka, mengabsen setiap inci tanpa ada yang terlewat. Tangannya tidak tinggal diam, pria itu menggapai bukit kenyal yang masih terbalut kain penutup. Sontak gadis itu melenguh menikamat setiap sentuhan nya.
Lenguhan yang keluar dari bibir mungil itu, semakin membakar gairah Revan, pria itu terus melakuakan aksinya, mencumbu apa saja yang nampak didepan mata. Keindahan yang begitu menantang jiwa dan raganya, tentu saja Revan tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Dengan sekali gerakan mereka sudah tidak terbalut sehelai benang pun.
Revan terdiam, untuk pertama kalinya ia melihat tubuh seorang wanita tanpa tertutup sehelai benang pun. Pria itu menelan air liurnya. Jiwa kelelakiannya benar meronta. Dengan cepat Revan kembali melancarkan aksinya, membuat tanda bintang disetiap jengkal tubuh molek itu. Menyesap apa saja tanpa ada yang terlewat.
Sementara gadis itu terlihat begitu menikmati setiap sentuhan yang Revan berikan. Membuatnya tertantang untuk berbuat semakin jauh.
Revan tidak tahu, mengapa malam ini tubuhnya terasa berbeda, padahal selama ini dia tidak pernah seperti itu. Malam ini ia seolah kehilangan kendali akan dirinya, keindahan yang nampak didepan mata membuatnya tidak lagi bisa mengontrol nafsu yang sudah menggebu.
Revan membuka kain penutup terakhir yang masih tersisa ditubuh mereka. Matanya membola, jakunnya naik turun, manakala melihat inti tubuh seorang wanita, benar-benar keindah yang menggoda iman. Sejenak Revan terdiam, dia ragu untuk melakukan hal lebih, bagaiamanapun ini pertama kali untuknya.
Namun lagi-lagi terdengar lenguhan dari bibir mungil gadis itu. Wanita itu mengeliat tak beraturan, meminta sentuhan lebih akan tubuhnya. Pada akhirnya Revan tidak lagi bisa menahan hasratnya. Pria itu memulai aksi nakal yang selama ini tidak pernah dilakukannya.
Revan memegangi inti tubuhnya, mengarahkan pada inti gadis cantik yang kini ada dibawah kungkungan nya, percobaan pertama gagal, Revan tak pantang menyerah, pria itu kembali melancarkan aksinya, namun sama, percobaan kedua pun gagal, membuat Revan emngguman kesal.
"Apa mungkin wanita malam masih begitu sempit seperti ini?" Grutu Revan, pria itu kembali mencoba memasuki inti tubuh gadis itu, dengan sedikit paksaan akhirnya dia bisa merasakan kenikmatan dunia yang membuat banyak orang terlena.
Revan mendesah, manakala merasakan kenikmatan yang belum pernah dirasakannya. Namun entah mengapa pria itu merasa seperti ada yang mengalir dibagian inti mereka, padahal ia belum memulainya.
Pria itu membuang semua tanda tanya yang ada dalam fikirannya, dan kembali melancarkan aksinya, hingga suara lenguhan saling bersahutan lolos dari bibir kedua anak manusia itu.
Matahari mulai meninggi menuju peraduan. Jam yang tergantung pada dinding kamar itu sudah menunjukan pukul sembilan pagi. Revan menyentuh sisi kasurnya, meraba dengan perlahan, namun tidak bisa menemukan sesuatu yang bisa disentuh.
Mata pria itu langsung terbuka lebar, begitu menyadari hanya dirinya yang berada diatas ranjang itu, dia terjingkat kaget, lalu turun memakai kolornya, dan mencari keberadaan gadis semalam. Namun dia tidak menemukan gadis itu didalam ruangan kamar hotelnya.
Revan kembali kedalam kamar untuk mencari ponselnya, namun dia tidak menemukan ponsel itu dimanapun. Membuat nya kesal sendiri, pria itu mengacak-acak bantal dan selimut yang terdapat diatas ranjang itu, betapa terkejutnya Revan saat melihat bercak merah di atas sprai, ia pun menelit bercak merah itu.
"Gila! aku mnggagahi gadis yang masih segel, Pantes rasanya sempit sekali, bikin nagih lagi. Cewek semalam bilang dia udah biasa jual diri, tapi ini kenapa masih virgin?" Guman Revan yang tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.
"Apa jangan-jangan cewek semalam nipu gue?" Batin Revan.
"Gak mungkin kan cewek biasa jual diri masih segel? atau jangan-jangan dia dijual temannya?" Seketika Revan merasa bersalah. Bagaimana jika dugaan nya benar, apa yang harus dilakukan dia lakukan kedepan nya.
Revan mengehela nafas berat, pria itu segera membersihkan diri dan berlalu pergi menuju reseptionis. guna menanyakan sekumpulan wanita yang semalam mengadakan ledies night.
Revan berharap bisa menemukan gadis itu, bagaiaman pun dia harus bertanggung jawab karena telah menghancurkan masa depan seorang wanita.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!