Ramainya gedung itu di penuhi suara tepuk tangan yang sangat meriah, terilihat seorang gadis berparas cantik yang menjadi sorotan media, ia berjalan menuju podium untuk menyampaikan pidatonya.
Senyumnya yang manis membuat semua orang menghentikan tepuk tangan.
"Bismillahirohmanirohim, perkenalkan nama saya Pamela Deviana dari jurusan kedokteran angkatan 14 sebagai dokter bedah umum. Saya ucapkan terimakasih kepada pimpinan Yayasan Hanusi, kepada direktur Yayasan Hanusi dan semua pengurus Yayasan Hanusi sekaligus tamu undangan yang hadiri. Tak kenal maka tak sayang, masih di dalam kesempatan yang bahagia ini, kami telah menyelesaikan pendidikan kami selama 7 tahun belajar dan mengabdi kepada masyarakat sampai akhirnya kami di nyatakan lulus dengan nilai yang sangat memuaskan, semoga kedepannya kami bisa menjadi pribadi yang baik yang mempu membawa profesi kamu sebagai contoh yang baik. Sekian pidato dari saya, terimakasih."
Suara lembut itu terucap dari bibir imut Pamela.
Sorakan tepuk tangan pun terdengar nyaring, membuat banyak orang bergunjing tentangnya.
"Dia sangat keren, aku dengar orang tuanya tidak datang karena dia selalu menyusahkan saja. Apa dia separah itu."
Guncingan itu terdengar nyari di telinga Pamela, tetapi Pemale orang yang tidak pernah mendengarkan perkataan orang di sekitarnya, karena itu hanya akan menyakitinya.
Berjalan keluar dari gedung seorang diri tanpa di temani oleh keluarganya, tak membuat Pamela bersedih, justru dia malah sibuk memainkan ponselnya.
"Pamela!" panggil Adil.
Pamela menoleh ke arah sumber suara.
"Adil. Ada apa?" tanya Pamela.
"Aku melihat mu sendirian di sini, sedangkan yang lainnya berkumpul dengan keluarganya, mending kamu gabung dengan ku saja," ucap Adil.
Pamela pun tersenyum menatap Adil.
"Aku sudah terbiasa sendirian, orang tua ku terlalu sibuk dengan pekerjaannya sehingaa dia lupa jika hari ini aku wisuda," kata Pamela.
"Sudah jangan membuat ku bersedih, ku dengar kau mendapat rekomendasi dari rumah sakit pusat rujukan, wah itu sangat keren sekali," ucap Adil.
"Aku sih biasa saja, tapi sepertinya rumah sakit itu sangat kekurangan dokter, jadi mereka merekrutku," jawab Pamela.
Foto lempar toga pun akhirnya terlaksana, mereka saling berjabat tangan sambil mengucapkan selamat. Dan semua orang mulai meninggalkan gedung itu, hanya Pamela tersisa seorang diri.
Orang tua Pamela adalah orang yang cukup sukses dan dari keluarga yang terpandang, tetapi mereka sangat penggila kerja, tidak ada satu pun orang tuanya yang mendukung keinginan Pamela menjadi seorang dokter, yang orang tuanya inginkan adalah seorang pembisnis untuk melanjutkan proyek yang sudah di bangun ayahnya.
Hari-hari Pamela pun selalu di kelilingi suster yang menjaganya setiap waktu, sampai akhirnya ia tumbuh dewasa menjadi gadis cantik yang berprestasi, saat itu Pamela memutuskan untuk pergi meninggalkan rumah tanpa meminta bantuan dari orang tuanya.
Dengan jeri payahnya, Pamela mampu mendapat beasiswa di Yayasan Hanusi, ia sengaja mengambil jurusan kedokteran karena cita-citanya yang ingin menyelamatkan banyak jiwa.
"Jangan melamun nanti raga mu bisa ikut melayang," ucap pak satpam.
"Aku justru senang pak, jika ikut melayang bersama hembusan angin yang selalu datang di kala mendapat pergerakan bumi," sahut Pamela.
"Selamat ya ndok, kau sangat hebat. Andai anak ku masih hidup, pasti dia sudah sebesar kamu," ucap pak satpam
Sebut saja pak Abdul, seorang penjaga keamanan, yang sudah mengabdi cukup lama di kampus tempat Pamela kuliah.
"Memangnya, anak bapak kemana?" tanya Pamela.
"Dia menjadi korban pemerkosaan di gedung kosong dekat dengan kampus ini, sampai akhirnya menghembuskan napas terakhirnya, karena saat itu dokter telat menangani anak saya, mungkin memang sudah menjadi takdir dari anak saya, minta doanya aja ya ndok," jelas Pak Abdul.
Merasa terharu dengan cerita anak semata wayangnya pak Abdul, membuat Pamela berusaha untuk menghiburnya.
"Demi pak Abdul, aku akan menjadi anak yang terbaik, dan bisa menjaga diri ku dengan baik," ucap Pamela.
Senyumnya membuat pak Abdul langsung ikut tersenyum.
Hari sudah sore, Pamela memutuskan untuk pulang dengan menggunakan sepeda andalannya, ia terus menggoes sepeda itu melewati keramaian kota disambut nyala lampu jalan yang mulai menerangi jalanan.
Terlihat seorang wanita berpenampilan gelamor, berjalan dengan cepat menuju salah satu ruangan.
"Sayang. Apa aku dengar kabar gembira, Pamela hari ini wisuda. Dia dinyatakan lulus dengan nilai tertinggi, aku baru menyadarinya saat asisten ku memberi tahu Pamela sedang berpidato di acara wisudanya," ucap Sherin.
Sherin adalah, ibunda Pamela. Wanita itu di kenal karena memiliki perusahaan tas brand international. Wajar jika penampilannya sangat gelamor dan suka traveling, terkesania tidak memperdulikan anaknya sendiri saat sedang asik berlibur.
"Benarkah, aku terlalu sibuk untuk datang menemuinya. Dia anak yang keras kepala, jadi aku sedang menghukumnya," ucap Bramasta.
Bramasta seorang CEO yang bergerak di bidang kecantikan, perusahaannya mampu bersaing dengan penjuru negara. Membuatnya terlihat sangat sibuk dan jarang pulang.
"Sampai kapan kau akan seperti ini? Dia putri pertama kita, kau sangat tega sekali melakukan semua ini," ucap Sherin.
"Sampai dia sadar jika dia harus mengikuti jejak ayahnya," sahut Bramasta.
Pamela yang terus menggoes sepeda sampai didepan kosnya, ia meletakan sepedanya di dekat pagar pintu masuk.
Terasa lelah, ia merebahkan tubuhnya. Sama halnya dengan Luis yang baru saja merebahkan tubuhnya di atas sofa. terlihat keringat membasahi seluruh tubuhnya membuatnya terlihat sangat seksi.
Luis Poilis, pemuda tampan yang terkenal sangat kejam terhadap lawannya. Pria yang terkenal arogan dan mempunyai daya pikat yang sangat kuat, membuatnya mampu menaklukan wanita mana saja yang di inginkan.
Memiliki kekayaan yang sangat fantastis membuatnya mampu membeli apapun dengan uangnya.
"Basuh lah keringat mu dengan ini," ucap Asisten Jemi memberikan handuk kepadan Luis.
"Sepertinya kau harus menemui pimpinan Bara, untuk menyelesaikan masalah yang kemarin tuan," ucap Jemi.
"Atur pertemuan ku dengannya nanti pukul 8 malam, di tempat biasa," ucap Luis.
"Baik tuan," ucap Jemi.
Jemi adalah asisten pribadi sekaligus teman Luis, ia cukup lama menjadi asisten pribadinya. Membuatnya sangat memahami sifat bosnya yang kadang menyeramkan dan kadang seperti anak kecil yang menyebalkan.
Semua itu sudah menjadi hal biasa buat Jemi, ia menjadi tebal telinga saat kekesalan Luis mulai datang tanpa di undang.
"Sangat lelah, tapi aku harus memeriksa Rumah Sakit Utama Medika," ucap Pamela.
Pamela membuka leptopnya, ia memeriksa semua informasi Rumah Sakit Utama Medika. Cukup puas dengan perjalanan karir Rumah sakit itu, Pamela pun menutup leptopnya dan langsung membersihkan tubuhnya yang terasa sangat lengket.
Kebiasaan Pamela suka bersenandung di dalam kamar mandi, kadang ia bernyanyi lagu sedih sampai menangis kadang bahagia sampai suara kodoknya keluar, itu tidak membuatnya merasa malu. Ia tetap percaya diri.
"Aku lapar, cari makan ah," gumam Pamela keluar dari kosnya dan berjalan kaki mencari makanan di dekat jembatan yang ramai di kunjungi banyak orang, karena banyak yang berjualan dan sebagai tempat rekreasi.
"Bu, mau ramennya 1 porsi pake ceker ya 3," pinta Pamela.
BERSAMBUNG.
Selesai mandi, Pamela merasa sangat lapar. Perutnya terus berbunyi membuatnya harus memberi makan untuk cacing-cacing kesayangannya.
Pamela keluar dari kosnya berjalan kaki menuju kedai langganannya yang tidak jauh dari tempat kosnya, di sana banyak penjual beragam makanan. Karena dekat dengan tempat rekreasi, membuat tempat itu ramai di datangi pengunjung jika malam hari.
"Bu, ramenya 1 porsi pake cekernya 3 ya," pinta Pamela membuat Bu Darsih pemilik kedai sudah tidak heran lagi dengan Pamela yang sudah di anggap seperti anak sendiri.
"Baru nongol kamu, kemana aja?" tanya Bu Darsih.
"Biasa bu, lagi sibuk sama tugas kampus. Wah kedai selalu ramai ya bu," ucap Pamela.
Bu Darsih hanya tersenyum, sambil memberikan semangkuk ramen yang di penuhi ceker, membuat Pamela langsung menyantai ramen itu.
Saat ia sedang menikmati ramen sampai hampir titik suapan terakhir, terdengar suara tabrakan yang menggema di telinganya. Semua orang yang ada di kedai itu terlihat sangat panik dan langsung melihat suara itu berasal.
"Ada tabrak lari!"
Triakan seseorang membuat Pamela tidak sempat menikmati suapan terakhir yang sangat ia tunggu. Tidak tahan mendengar gumanan banyak orang membuat Pamela akhirnya mendekati kerumunan orang.
"Permisi," ucap Pamela.
Pamela melihat seorang perempuan tergeletak dengan penturan di kepalanya membuatnya langsung mendekay dan memeriksa denyut nadi dan pernapasannya.
Merasa ada yang tidak normal dengan pernapasannya, Pamela langsung memeriksa bagian perut wanita itu. Terlihat ada beberapa memar akibat benturan yang sangat keras.
'Ada memer di perut bagian kanan? Kemungkinan ini ada pembengkak organ Abdomen (perut),' batin Pamela.
"Panggil ambulan, cepat!" seru Pamela.
"Apa kau seorang dokter?" tanya salah satu orang yang ikut berkerumun.
Pamela menganggukan kepalanya, dan orang itu langsung menelpon ambulan.
"Ambulan akan datang 5 menit lagi," ucap orang itu.
Tidak lama mobil ambulan pun datang dengan suara yang membuatnya menjadi ciri khas.
Petugas ambulan itu turun dan segera membawa korban tabrak lagi dengan brangkarnya.
"Aku rasa dia mengalami pembengkakan abdomen di bagian kanan, kemungkinan itu hati nya. Napasnya terdengar lebih cepat, aku takut dia akan mengalami syok," jelas Pamela.
"Baiklah, terima kasih atas informasinya," ucap petugas ambulance.
Mobil itu telah membawa korban kecelakaan dengan kecepatan yang tinggi, ia mengganti suara siline menjadi suara yang lebih nyaring. Menandakan bahwa ambulan sedang membawa pasien darurat.
Pamela pun ikut mengantar korban kecelakaan itu, sampai di rumah sakit. Pamela segera membantu petugas ambulan mendorong brangkar masuk ke dalam UGD, ia berlari masuk ke dalam dan langsung di sambut oleh dokter yang sedang berjaga malam.
"Apa yang terjadi pada pasien ini?" tanya Anton sebagai dokter magang tahun ke 2 do rumah sakit itu.
"Pasien kecelakaan, dengan benturan yang sangat hebat di bagian perutnya. Kemungkinan terjadi pembengkak di bagian abdomen (perut), sebelah kanan, napasnya terdengar lebih cepat, tekanan darah 90/60 mmhg, deyut nadi 98, pasien hampir mengalami syok," jelas Pamela.
"Baiklah, suster! Persiapkan perlatan infus dan pembersih luka," perinta Dokter Anton.
"Kenapa kau yang menginfusnya? Pasien ini butuh USG bagian perut," ucap Pamela.
"Kau ini siapa? Seorang dokter? Beraninya menyuruhku? Sudah diam kau!" seru Anton.
Melihat Anton yang tidak pandai memasang infus pada pasien membuat Pamela sangat kesal.
"Jika kau dokter, harusnya kau bisa hanya memasang infus yang suster pun bisa lakukan," celetuk Pamela.
"Siapkan jarum No.26, vena pasien sangat kecil. Kita harus menggunakan yang sesuai dengan vena pasien," ucap Pamela.
Anton masih berusaha menusuk tangan pasien dengan jarumnya, sampai mengakibatkan bengkak atau odema, melihat hal itu. Pamela langsung memegang tangan Anton dan menatapnya dengan tajam.
"Hentikan tindakan mu, itu hanya akan menyakiti pasien. Jika kau tidak bisa biar aku saja yang melakukannya," ucap Pamela.
"Siapa kau? Beraninya kau mengusirku, kau bukan dokter di sini jadi pergi lah!" seru Anton.
"Jangan berisik! Panggil saja senior mu sekarang, jika aku tidak boleh melakukan tindakan ini," ucap Pamela.
Sudah 5 menit Pamela menunggu Anton sedang menghubungi dokter senior yang berjaga malam, tetapi mereka tidak ada yang mengangkat telponnya, ada perawat yang mengatakan bahwa dokter Jhoni sedang menangani operasi cito.
Terlalu lama menunggu, pasien pun akhirnya mengalami gagal jantung, Pamela pun dengan cekatan langsung memeriksa tanda-tanda vital pasien dan melakukan Resusitasi jantung paru, Anton yang melihat Pamela menangani pasiennya, hanya terdiam.
"Hei kau! Kenapa diam! Bantu aku, kau periksa denyutnya setiap 60 detik," ucap Pamela.
'Sialan ini perempuan, beraninya dia mengajariku. Dasar sok pinter, kau mempermalukanku di depan banyak orang, awas kau ya,' batin Anton.
Dan akhirnya pasien pun bisa terselamatkan, Pamela yang di penuhi keringat, langsung terduduk mengatur napasnya agar lebih tenang.
"Kau akan mendapat pelanggaran karena menangani pasien di rumah sakit yang kau sendiri bukan petugas di rumah sakit ini," ucap Anton.
Pamela menatap Anton dengan tatapan yang sangat kesal.
"Lakukan lah sesuka hatimu, jika pasien ini mati. Justru malah kau yang akan mendapat masalah besar, karena tidak profesional dalam menjalankan tugas, kau bisa masuk undang-undang medis. Jadi berhati-hati lah jika kau ingin bertindak," jelas Pamela.
Dokter Jhoni yang baru saja selesai mengoprasi pasiennya berjalan ke arah UGD yang cukup menegangkan.
"Wah dia keren sekali, aku baru pertama kali melihat seorang wanita menangani pasien sekeren dia," ucap salah satu perawat yang berjaga.
Suara itu di dengar oleh Jhoni, karena merasa penasaran, ia langsung masuk ke dalam UGD, melihat Anton dan Pamela saling menatap dengan sengit.
"Siapa yang menyelamatkan pasien ini?" tanya Jhoni.
"Saya dok," jawab Pamela.
Jhoni memeriksa tanda-tanda vital pasien dan langsung menatap ke arah Pemela dan Anton.
"Ikut aku." ajak Jhoni.
"Suster hubungi aku jika tanda vital pasien menurun," pesan Jhon.
"Siap dok," sahut perawat.
Pamela dan Anton berjalan mengikuti Jhoni masuk ke dalam ruangan.
"Kenapa kau malah tidak bisa menangani pasien dengan ruptur abdomen! Kau kan yang berjaga di UGD! Kenapa kau membiarkan orang lain mengambil ahli tugas mu!" seru Jhoni menatap tajam Anton.
Belom sempat Anton menjawab, Pamela langsung menyauti Jhoni.
"Maafkan saya dok, saya lancang dalam mengambil tindakan. Saya sangat panik ketika melihat pasien mengalami gagal jantung, sekali lagi maafkan saya," ucap Pamela.
Jhoni menatap lekat Pamela yang terlihat sangat natural menggunakan switer dan celana kolor, membuatnya memperhatikan penampilan Pamela dari ujung rambut sampai ujung kaki.
"Siapa namamu?" tanya Jhoni.
"Pamela dok," jawab Pamela.
"Ku dengar kau murid doktor Zen, kau besok akan interview di rumah sakit ini bukan?" ucap Jhon.
Pamela menganggukan kepalanya, membuat Anton terkejut bukan main. Melihat perempuan di depannya adalah seorang dokter yang akan magang di rumah sakit.
'Jadi wanita sok jagoan ini seorang dokter, liat saja nanti. Akan aku buat kau menderita,' batin Anton.
BERSAMBUNG....
Mohon tinggalkan jejak yang teman yang budiman, selamat membaca.
"Ku dengar kau akan interview di rumah sakit ini besok pagi bukan," ucap Dokter Jhoni.
"Bagai mana dokter bisa tahu?" tanya Pamela.
'Oh, jadi wanita sok jagoan ini seorang dokter. Awas kau ya, akan ku beri pelajarian agar kau tidak semena-mena terhadap ku,' batin Anton.
Jhoni tersenyum dan meninggalkan mereka berdua di dalam ruangannya, merasa penasaran dengn Jhoni, Pamela pun mengikuti langkahnya.
"Apa dokter besok yang akan menginterview saya?" tanya Pamela.
Langkah kaki Jhoni pun terhenti, dan menoleh ke arah Pamela.
"Persiapkan dirimu untuk besok, karena akan ada senior yang lebih dari ku," pesan Jhoni.
Pamela terdiam ketika mendengar penuturan yang keluar dari bibir manis Dokter Jhoni, senyumnya mampu membuatnya terdiam mematung tidak berdaya.
"Wah, dia dokter idamanku, cara memperlakukanku sangatlah keren. Aku rasa dia menjadi idola di rumah sakit ini," gumam Pamela.
Pamela pun memutuskan untuk pulang dari rumah sakit itu, dengan rasa lelah membuatnya berjalan sambil memperhatikan rumah sakit yang sangat megah.
'Rumah sakit ini sangat keren, ku dengar hanya orang-orang pilihan yang mempu kerja di rumah sakit sebesar ini, ini terdengar sangat keren,' batin Pamela.
Mempercepat waktu, Pamela menaiki taksi agar segera sampai di kosannya. Sampai lah di depan kos, Pamela masuk ke dalam dan langsung membersihkan tangan dan kakinya, ia memutuskan untuk tidur karena sudah larut malam.
Perlahan matanya terpejam saat tidak ada cahaya lampu yang menerangi kamarnya, suara dengkuran itu terdengar sangat keras membuat seseorang sudah tidur dengan pulas.
Sampai akhirnya terdengar suara alarm berbunyi, membuat Pamela terpaksa membuka matanya.
Melihat jam sudah menunjukan pukul 5 pagi, Pamela langsung bangkit dari tidurnya, tidak lupa melaksanakan ibadah dan mandi pagi.
Merasa sudah siap, Pamela keluar dari dalam kosnya.
Pamela berusaha menghirup udara segar pagi hari yang di penuhi embun yang membuat udara itu semakin sejuk.
"Sejuk sekali," ucap Pamela.
"Udara pagi memang sejuk, mempu menenangkan pikiran kita," kata Nenek Marlin.
Pamela menoleh kearah sumber suara, melihat ada seorang wanita lansia yang selalu berasa di dekat kos tempat Pamela tinggal. Ia selalu menemani Pamela di kala sedang sedih, ia berusaha menjadi seorang nenek yang selalu menyayangi cucunya.
"Nenek!" panggil Pamela.
"Kenapa cu, kau sudah rapi, mau kemana?" tanya Marlin.
"Hari ini aku interview di rumah sakit pusat rujukan Utama Medika nek, doain ya nek," ucp Pamela.
"Doa nenek selalu menyertaimu, jaga dirimu baik-baik di sana. Ingat cung, dunia kerja tidak seindah hayalan kita, banyak orang yang iri terhadap prestasi yang kita miliki, karena iri hati itu akan menimbulkan kebencian hingga mampu menciptakan kekerasan dan kecurangan. Kau harus berjanji pada nenek untuk menjaga dirimu baik-baik. Jadilah dokter yang baik budi pekertinya, layani semua pasien yang sedang membutuhkan mu," pesan Nek Marlin.
"Aku terharu, nek," ucap Pamela memeluk Nenek Marlin.
"Sudah sana berangkat, nanti macet dan kau akan terlambat," ucap Marlin.
"Baiklah nek, aku berangkat," ucap Pamela mencium pipi Nenek Marlin.
Terlihat dari sifat manja yang di tunjukan Pamela kepada Nenek Marlin, ia sangat menyayanginya. Bahkan seseorang mengatakan jika Pamela cucunya Marlin. Hal itu di iyakan oleh Pamela, membuat Marlin sangat bahagia karena ia pernah kehilangan sosok cucunya karena tidak mampu melawan penyakit kanker yang di derita.
Pamela masuk ke dalam rumah sakit, untuk menemui wakil direktur yang bernama Arif.
Pamela di suruh menunggu di lantai 2 yang memanv khusus untuk urusan kepegawaian, ia duduk di ruang tunggu, ada 2 dokter muda yang akan di interview bersama pamela.
Pamela melihat suasana UGD yang selalu ramai berdatangan pasien dari penjuru daerah. Dokter yang berjaga pun merasa sangat kualahan, ia terus melihat dari lantai 2.
Hatinya tergerak untuk turun tapi di cegah oleh 2 dokter muda yang sedang bersamanya.
"Kau mau kemana?" tanya Obi.
"Siapa kau? Aku ingin turun," ucap Pamela.
"Kita harus menunggu wakil direktur menemui kita, untuk apa kau turun," kata Obi.
Pamela tersenyum mentapa Obi dan langsung berubah menunjukan wajah seriusnya.
"Kau tidak lihat, UGD sangat ramai pasien? Apa aku akan duduk bersantai di sini sambil menunggu wakil direktur datang?" tanya Pamela.
Obi pun melihat ruangan UGD yang dipenuhi banyak pasien yang terus berdatangan. Membuatnya tidak berani mencegah niat Pamela.
"Aku ikut dengan mu," sahut Kiki.
"Ayo kita turun," ajak Pamela.
Dengan cepat Pamela dan Kiki turun ke lantai dasar, membantu dokter yang hanya berjaga satu orang.
"Apa keluhannya?" tanya Pamela yang sedang membasuh tangannya dengan handsanitizer, salah satu perawat yang melihat kembali Pamela, setelah kejadian semalam langsung berbisik kepada temannya.
"Pasien datang dengan keluhan nyeri dada, tekanan darah 180/120mmhg, denyut nadi 99 kali permenit, suhu tubuh 39°c," ucap perawat.
"Baiklah, pasang selang infus, beri cairan 3 tetes permenit, berikan 1 ampul tramadol, setelah 30 menit lakukan ronsen dada. Cepat!" perintah Pamela.
"Dokter, ada pasien di sini!" panggil petugas ambulance.
Pamela mendekat.
"Bagai mana keadaan pasien?" tanya Pamela langsung memeriksa pasien dengan stetoskopnya.
"Terdapat luka tembak di bagian kakinya, tekanan darahnya 90/80mmhg, denyut nadinya 87 kali permenit. Pasien kehilangan banyak darah," ucap petugas ambulan.
"Suster, bawa pasien untuk pindai CT, setelah itu konfirmasih hasilnya ya," perinta Pamela.
Dengan begitu cekatan Pamela membantu sebagian pasien yang terus berdatangan, kehadirannya sangat membantu dokter Varel yang sangat keteteran melayani pasien.
Satu persatu pasien sudah di tangani oleh Pamela dan Kiki, rasa lelahnya pun datang menghampiri tubuhnya.
Saat ia ingin duduk di kursi, tiba-tiba ia teringat jika dia harus menemui wakil direktur. Pamela menatap Kiki, seperti menyampaikan dengan bahasa isyarat, mereka pun akhirnya beranjang untuk naik ke lantai 2.
"Kerja bagus dokter," ucap perawat Nisa.
"Kau sangat bekerja keras hari ini," sahut Pamela dengan senyumannya yang sangat manis.
"Berhenti melangkah!" seru Pak Arif.
Pamela langsung terdiam, menoleh ke arah sumber suara.
"Kau yang bernama Pamela? Kau yang di juluki dokter sok jagoan? Apa itu benar?" tanya Pak Arif.
"Maaf pak sebelumnya, nama saya Pamela, saya akan interview di rumah sakit ini sebagai dokter magang, saat saya berada di lantai 2 untuk menunggu wakil direktur datang. Tidak sengaja saya melihat UGD yang terus di penuhi pasien berdatangan, membuat hati saja tergerak dan turun untuk membantu dokter lain yang berjaga, maaf jika saya lancang pak," jelas Pamela.
Arif yang dari awal menunjukan wajah marahnya, setelah mendengar penjelasan Pamela dan ia melihat secara langgung bagai mana Pamela mengatasi semua pasien, membuatnya langsung tersenyum.
"Selamat kau besok sudah boleh magang di rumah sakit ini," kata Pak Arif.
Pamela terbengong mendengar Pak Arif mengatakan hal itu, menbuatnya langsung memperjelas ucapannya.
"Maksud bapak, saya di terima kerja di rumah sakit ini? Apa bapak bernama Arif?" tanya Pamela.
Arif menganggukan kepalanya menatap Pamela yang terlihat bingung sekaligus senang karena ia akan magang di rumah sakit impiannya.
BERSAMBUNG....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!