...New Life Begin With Trouble...
......##......
"Nona Dea apa anda yakin akan menerima pernikahan ini!?" Protes Amira seorang pelayan nona muda di Capel bangsawan Eldrich.
Spoush.. spoush!
Beberapa semprot parfum seharum bunga menyeruak di ruangan sederhana tuan putri keluarga Eldrich. Gadis cantik berusia 27 tahun yang sudah tepat waktunya untuk menikah terlihat begitu menggemaskan dengan gaun putih berenda yang membalut tubuhnya.
"Aku setuju!" Ucap Dealora Eldrich.
Dea adalah putri bungsu yang lahir dari istri kedua tuan besar Eldrich yang telah meninggal dunia begitu melahirkannya. Itu sebabnya, Dea disebut sebagai anak pembawa sial oleh keluarganya karena kelahirannya diikuti kematian sang Ibu.
Dia memiliki saudara seibu, kakak perempuannya sangat disayangi oleh ayahnya dan kakak-kakak seayahnya sedangkan dia bahkan mungkin tak dianggap ada di rumah itu.
"Dea.. apa kau benar benar setuju!? Kakak gak setuju, kita bilang pada Papa kalau kau mau bebas!!" Protes seorang pria yang terhubung dengannya melalui panggilan video.
Dea tersenyum manis, sangat lembut sampai tak seorang pun tahu apa yang disembunyikan gadis itu selama ini.
"Kak Albert, tenang saja, lanjutkan studimu di sana, aku baik-baik saja," ucap Dea sambil tersenyum manis.
"Huh...terserah padamu!!"
" Kakak tidak bisa datang karena pernikahanmu sangat mendadak, lagi pula kenapa kakakmu menolak!? Harusnya kan dia yang menikahi pria menyeramkan itu, kalau ada kakak di sana, mereka pasti tidak akan berani menindasmu!" Kesal Albert, anak ketiga tuan Eldrich dari istri pertamanya yang telah meninggal.
"Justru kalau kakak di sini, mereka tidak akan bisa melakukan rencana mereka, sudahlah jangan terlalu khawatir," ucap Dea.
"Sudah ya kak, tenang saja. Dea akan baik-baik saja," ucap gadis itu sambil mengakhiri panggilan video.
Gadis itu bersiap, mendandani dirinya sendiri untuk pernikahan yang tidak pernah dia inginkan.
"Aku sudah siap!" Ucap Dea sambil tersenyum lembut.
Amira, satu satunya pelayan yang ditempatkan di sisi Dea hanya menunduk sedih atas keadaan yang diterima oleh nona mudanya.
Gadis itu memiliki empat saudara. Seorang kakak perempuan seibu dengannya, dua orang kakak laki-laki seayah dan seorang kakak tiri perempuan.
Mereka semua dirawat dengan baik oleh tuan Eldrich, bahkan kamar mereka jauh lebih besar dibandingkan kamar kecil milik Dea.
Gadis itu tentu saja iri dengan saudara-saudara nya yang lain. Berkali kali dia mencoba mendapatkan perhatian ayahnya, tetapi tak sekalipun pria itu meliriknya.
"Nona, pernikahan ini seharusnya milik nona keempat, kenapa anda mau mengorbankan masa muda anda nona?" Amira menggenggam tangan gadis itu dengan lembut.
Air mata Amira tak berhenti mengalir sejak diberitahukan kalau sang nona muda akan menikahi pria paling menyeramkan dari keluarga Maureer, dia terus menangis.
"Nona hanya digunakan sebagai alat transaksi bisnis, ini tidak pantas nona, sebaiknya kita protes pada tuan besar!!" Ucap Amira sambil menarik tangan nona muda yang dia layani.
Dea menahan tangan gadis pelayan itu. Selama tinggal di kediaman Eldrich, hanya Amira dan Albert yang menganggapnya sebagai manusia. Sisanya hanya menyalahkan dia atas apa yang terjadi pada Ibu kandungnya yang telah berpulang.
"Amira, aku tahu kamu dan kak Albert yang paling perhatian padaku di rumah ini," ucap Dea sambil menatap kedua netra Amira.
"Tapi aku harus mengambil kesempatan ini untuk keluar dari rumah ini, Papa membenciku demikian saudaraku dan semua yang ada di rumah ini, jika menikahi orang pilihan mereka membuat mereka senang, maka aku tak masalah disebut sebagai gadis bodoh dan naif,"tutur Dea.
"Aku bisa bebas, hidup tenang bahkan tak perlu khawatir soal jodoh," ucap Dea sambil tersenyum manis.
"Tapi nona, anda akan menikahi pria terburuk abad ini!!" Ucap Amira.
"Meskipun dia seorang Presdir hebat, dia tetaplah orang yang buruk, suka main wanita, kejam, buruk rupa, rumornya dia sudah menikah tiga kali dan semua istrinya meninggal dunia, dan tersisa seorang istri yang katanya juga sangat kejam, saya tak bisa membiarkan nona menikah dengan pria seperti itu!!" Ucap Amira dengan wajah khawatir.
"Amira, itu hanya rumor," Dea mengusap kepala gadis itu sambil tersenyum. Sejujurnya dia pun takut menghadapi penampilan calon suaminya yang belum pernah dia temui.
Tetapi beratasnamakan kebebasan, dia memilih pernikahan yang calon suaminya sendiri tidak dia ketahui.
"Nona, ini yang membuat saya semakin takut, nona terlalu polos, kenapa harus nona? Ini tidak adil nona!" ucap Amira sambil menangis.
Dea hanya tersenyum.
Dia pun tahu kalau dirinya tak menginginkan pernikahan ini. Namun tak ada salahnya mencoba, siapa yang tahu masa depan?
Gadis itu tumbuh dengan pikiran positif. Dia berharap ini adalah awal yang sempurna bagi kehidupan yang dia inginkan.
"Jangan jadi gadis naif nona, anda selalu ditipu dan selalu tersenyum seperti orang bodoh saat ditindas!" Ucap Amira.
" Melawanlah nona, memberontak lah, anda juga punya hak yang sama di rumah ini!!" Ucap Amira lagi dengan penuh kesungguhan.
Pelayan itu tidak tega menyaksikan Dea, gadis yang tumbuh besar bersamanya disiksa dan dipermalukan oleh seisi rumah.
Posisi Dea di rumah itu sama sekali tidak dianggap. Padahal dia adalah nona kelima di rumah itu.
"Sudahlah, jika kita membalas kejahatan dengan kejahatan maka yang kita dapat hanya dendam yang lebih besar," tutur gadis berhati besar itu.
"Sebaliknya, jika kita balas kejahatan dengan kebaikan, maka sama saja kita menaruh bara api di atas kepala mereka Amira,"
"Jangan terlalu dipikirkan, hanya sebuah pernikahan," ucap Dea.
Amira mendengus kesal menatap nona mudanya.
"Jangan terlalu dipikirkan apanya, tangan ada sejak tadi sudah gemetaran, dasar nona pembohong!!" Ketus gadis pelayan itu.
Dea hanya tersenyum kikuk sambil melirik Amira, berusaha dengan tenang menyembunyikan risalah hatinya.
"Nona kelima, sudah saatnya!" Seorang pelayan memanggilnya dari luar.
"Huffhhh.. hah!!" Dea menghirup nafas dalam-dalam dan menghembusnya dengan berat.
" Ayo Amira!" Ucap gadis itu sambil tersenyum dengan lembut.
Amira berwajah kecut, tak rela nona kesayangannya dinikahkan dengan pria asing dengan segala rumor jahat yang mengelilinginya.
"Tapi nona...." Amira menahan tangan gadis itu lagi.
"Sudahlah, ayo Amira," ucap Dea dengan senyuman manis yang sanggup meluluhkan hati keras seorang Amira.
" Haaahh... Nona, semoga keberuntungan memberkahi nona selalu, semoga hidup nona bahagia!" Ucap Amira sambil menangis sedih.
Dea hanya tersenyum lagi mendengar ucapan Amira yang tidak bisa dipastikan akan terjadi.
"Amin, semoga saja..." Gumam gadis baik itu.
Dea dan Amira berjalan keluar dari ruangan kamar Dea yang terletak di bagian paling ujung rumah utama keluarga Eldrich.
Para pelayan berbisik-bisik tentang dia, bergunjing tentang diri Dea yang dianggap pembawa sial. Bahkan ketika Dea akan keluar dari rumah itu pun, dia masih direndahkan.
" Hah... Dasar pembawa sial, syukurlah kau keluar dari rumah ini. Maka tidak akan membawa sial bagi nona keempat!!" Ketus seorang pelayan yang melayani di kamar nona keempat, kakak perempuan yang lahir dari rahim yang sama dengan Dea.
" Ka.. kau beraninya kau!!!" Ucap Amira dengan kesal.
Dea menatap perempuan itu dengan tatapan dingin, dia mengeraskan rahangnya dan hanya berdiam, menarik nafas pelan lalu berjalan melewati mereka.
" Ayo Amira," ucap Dea dengan elegan.
Semua pelayan di buat tercengang dengan sikap Dea. Tak ada yang tahu seperti apa sebenarnya kepribadian gadis itu. Mereka semua selalu berpikir kalau Dea adalah perempuan muda yang bodoh dan naif.
" Tcihh... Dasar sampah, saat kau lahir nyonya kedua malah meninggal, dasar pembawa sial, jangan lagi kau kotori rumah ini dengan aura sialmu itu!!!"' ejek para pelayan dengan sarkas.
Mereka bergunjing terus tentang Dea. Di saat yang sama seorang pria bertubuh tegap dan tinggi dengan pakaian adat tradisional China berjalan diantara mereka.
"Apa pekerjaan pelayan di rumah ini hanya untuk bergunjing tentang nona rumah!? " Ucap pria berambut sebahu ikal yang dikuncir setengah itu sambil melirik sinis ke arah para pelayan.
" A.. ayo pergi!!!"
.
.
.
Like, vote dan komen
...New Life Begin With Trouble...
...##...
Pria tampan berbalut pakaian tradisional negeri bambu dengan wajah tampan keturunan Tionghoa itu berjalan dengan langkah besar melewati ruangan-ruangan di kediaman Eldrich yang sangat luas dan megah.
"Tuan, apa anda yakin menikah dengan putri bungsu keluarga ini? Posisinya sama sekali tidak akan membantu anda," terang pria tampan yang keram disapa Sekretaris Lin itu.
"...."
"Tapi tuan!?"
"...."
"Baiklah!"
Dia mengakhiri panggilan telepon kepada tuan yang dia layani.
Menghela nafas berat setelah mendengar seluruh cerita tentang nona kelima kediaman Eldrich yang keberadaannya tidak dianggap bahkan disebut naif dan bodoh karena mau ditindas oleh seisi rumah itu.
Pria itu berjalan dengan tegap, wajahnya yang dingin, tatapan matanya yang tajam membuatnya auranya sangat mencekam bahkan terasa menusuk sampai ke tulang tulang.
"Reputasi gadis itu sangat buruk, apa yang membuat tuan muda keempat menerima penukaran pengantin ini? Bahkan dia jauh berbeda dengan nona keempat yang seharusnya dinikahkan dengan tuan muda, sesuai dengan kesepakatan bisnis!? ini aneh!" pikir sekretaris Lin heran.
Sementara itu, Dea telah tiba di halaman utama. Rumah keluarga Eldrich. Pernikahannya telah didaftarkan, gadis itu kini akan dihantarkan ke kediaman keluarga suami yang telah meminangnya tanpa tahu siapa suaminya.
Pernikahan dilakukan dengan memberi penghormatan secara terpisah. Sungguh keji dan kejam, bahkan Dea harus melakukan semuanya sendirian. Ayah dan saudara-saudara nya sama sekali tidak peduli dengannya.
"Kau akan pergi dari rumah ini, menikahi seseorang yang harus kunikahi, tapi kau adalah adik yang berbakti Dea, " ucap Gita Eldrich kakak perempuan seibu Dea yang juga sangat membenci gadis itu.
Dia tersenyum sinis ke arah Dea, betapa senang hatinya saat sang ayah setuju dengan keinginannya menolak pernikahan dengan pria yang tidak dia kenali itu.
"Sudahlah adik keempat, dia tidak pantas menerima rasa terima kasihmu, gadis ini hanya seorang pembawa sial," ucap Pria tampan yang merupakan anak tertua di rumah itu, Alexander Eldrich.
Gita tersenyum sinis sambil tertawa kecil di depan Dea yang baru selesai memberikan penghormatan di hadapan pemimpin pernikahan terpisahnya.
"Kak, jangan terlalu membencinya, dia bisa mati nanti!!" Ucap Gita sambil tertawa.
" Kalian berdua sangat menikmati hiburan ini ya, hahaha... Bagaimana tidak? Adik kita si pembawa sial ini ternyata ada juga yang mau menikah dengannya! " Ucap Clara Eldrich, anak kedua tuan Eldrich.
Mereka semua merendahkan gadis itu. Dea hanya terdiam, rasanya sangat sakit terutama ketika melihat sang ayah yang hanya diam saja ketika melihatnya dihina dan direndahkan saudara-saudara yang lain.
"Mohon berikat berkat kakak kakak sekalian, Dea tidak akan kembali ke rumah ini kecuali seijin suami Dea, terimakasih untuk semua waktu yang telah dilalui bersama," ucap gadis itu sambil membungkuk hormat penuh keanggunan.
Dia menunjukkan sifat bangsawan yang sebenarnya. Dirinya begitu elegan tetapi semua itu hanya dipandang sebelah mata oleh keluarganya.
"Tcihh... Baiklah baik," Clara berdiri di depan gadis itu.
"Semoga pernikahanmu dipenuhi air mata, dan semoga suamimu tidak cepat mati di samping pembawa sial seperti dirimu hahahahhaha....." Ucapnya sambil tertawa cekikikan di depan mereka semua.
" hahahhaha... Kak Clara, apa itu benar benar sebuah berkat atau kutuk!? Hahahah kau tegas sekali!!!" Ucap Gita sambil tertawa cekikikan.
Sama halnya dengan Alexander, dia juga menertawakan Dea bahkan seluruh pelayan dan semua orang yang ada di kediaman itu. Paman Bibi, sepupu hanya datang ke acara itu untuk mempermalukan dan merendahkan Dea.
" Nona...." Bisik Amira sambil menggenggam tangan gadis itu.
Dea hanya tersenyum getir.
"Terimakasih atas berkatnya kakak kakak sekalian!" Ucap Dea sambil membungkuk hormat seperti orang bodoh di depan mereka semua.
Gadis itu direndahkan, dijadikan bahan tertawaan, bahkan pernikahan yang seharusnya disaksikan dua keluarga malah dilakukan secara terpisah. Dia bahkan tidak mengenal pria yang kini me jadi suaminya, sungguh miris nasib gadis itu.
Dea berjalan menghadap sang ayah yang duduk di kursi utama, hanya memandangnya sinis sambil menggendong cucu dari anak pertamanya.
"Pa.. Dea meminta ber.." belum selesai gadis itu berbicara, tuan besar Eldrich langsung berdiri dan mengangkat tangannya pertanda Dea harus diam.
Semua yang ada di sana juga terdiam melihat apa yang dilakukan tuan Eldrich.
"Kenapa kalian belum juga membawanya!?" Teriak tuan Eldrich dengan angkuh.
Pria bertubuh tegap, dengan kumis tebal di atas bibirnya, matanya tajam seperti elang, rambutnya berwarna abu-abu,mungkin usianya sudah tua tetapi kharismanya tak ada yang bisa mengalahkan.
Dea terdiam, dia mengepalkan kedua tangannya sambil tertunduk. Apa yang dia harapkan dari sang ayah hanyalah sebuah kalimat nasihat maka dia akan dengan senang hati keluar dari rumah itu, melupakan semua perbuatan mereka pada dirinya.
"Bahkan sampai akhir pun, Papa tidak mau berbicara padaku, baiklah, kalian yang memilih jalan ini, jangan salahkan aku tidak peduli dengan kalian," batin gadis itu.
"Cepat bawa dia!! Merepotkan!!" Teriak tuan Eldrich dengan wajah murka.
"nyonya Muda, silahkan ikut saya!" Suara Sekretaris Lin terdengar. Melihat perawakannya yang tegap dan berkharisma, semua orang seolah menahan nafas mereka dan berdiri tegap menatap pria berpakaian tradisional China itu
"Tuan Lin, maaf atas ketidaknyamanan ini!" Ucap Alexander sambil memberi hormat.
Sekretaris Lin termasuk orang yang ditakuti. Pria itu sangat aneh dan tidak bisa ditebak.
"Silahkan ikut saya nyonya," ucap Sekretaris Lin pada Dea tanpa peduli dengan sambutan Alexander.
Gadis itu menatap keluarga nya sejenak, hanya menatap mereka sambil menahan air mata nya yang akan segera keluar.
Tak seorang pun dari mereka yang menyayangkan kepergian Dea. Yang dia terima di hari pernikahannya bukanlah berkat melainkan kutukan dan umpatan.
"Nona muda... Hiks hiks hiks... Saya akan merindukan anda!!" Amira memeluk Dea dengan erat sambil menangis sesenggukan.
Dea membalas pelukannya dan menepuk punggung Amira, satu satunya yang menghargai dan memperhatikannya di rumah itu.
"Sudah, jangan menangis lagi," ucap Dea sambil mengusap air mata Amira.
Dia tersenyum, berusaha menunjukkan bahwa dirinya baik baik saja di depan Amira," tunggu saatnya Amira, aku akan menjemputmu dari tempat ini," batin Dea.
"Aku pergi ya," ucap Dea.
Gadis itu memberikan penghormatan terakhirnya pada keluarga yang hanya tertulis di kertas.
"Cepat sana pergi, dan jangan pernah kembali!!" Ketus Clara.
Tuan besar Eldrich bahkan tak menatap gadis itu. Selama urusan bisnisnya lancar dengan keluarga Maureer, dia akan melakukan apa pun termasuk mengorbankan masa muda Dea.
Baginya Dea bukanlah anaknya, karena gadis itu telah membawa pergi istrinya.
Sekretaris Lin menuntun langkah gadis itu, memasuki mobil sedan hitam yang menunggu mereka di halaman rumah. Hari ini, hidup baru gadis itu akan dimulai kembali.
Setelah puluh tahun, Akhirnya dia keluar dari neraka yang disebut rumah itu.
Paman, Bibi, keluarga Jauh bahkan keluarga pihak Ibunya tak mempedulikan dia. Hanya hidup sebatang kara dan berjuang sendirian.
Dea menatap rumah itu sejenak dari balik jendela mobil " apa aku akan kembali ke rumah ini?" Batin gadis itu.
"Bolehkah kita berangkat nyonya?" Tanya Sekretaris Lin yang sudah duduk di depan di samping supir.
Dea hanya mengangguk, air matanya menetes.
Sama seperti ketika dia lahir, dia tidak membawa apa pun dari rumah itu, dia juga pergi dengan dirinya sendiri. Hanya sebuah tas kecil berisi barang peninggalan sang Ibu juga beberapa potong pakaian miliknya. Bahkan ponselnya tinggal di sana.
Mereka berangkat, keluar dari kediaman bangsawan Eldrich yang penuh kontroversi.
...##...
Sementara itu, di kediaman keluarga besar Maureer.
Sagara Maureer, berdiri menatap ke arah luar jendela kamarnya yang bernuansa hitam. Menatap hamparan bangunan dan hiruk pikuk kota besar sambil menggenggam foto gadis kecil dikepang dua, memeluk boneka besar di depan sebuah Komidi putar.
Foto usang yang dia simpan selama bertahun-tahun adalah foto sosok perempuan yang dia cari selama bertahun-tahun, " akhirnya, saat yang kunantikan tiba!" ucapnya pelan dengan raut wajah dingin dan tatapan datar yang mengerikan.
"Tuan muda, saatnya melakukan upacara pernikahan," suara pelayan terdengar dari luar kamarnya.
Sagara hanya melirik ke belakang tanpa merespon pelayan itu.
Dia berbalik, masih dengan earphone di telinganya, disimpannya foto itu di balik jasnya lalu berjalan dengan gagah menuju pintu keluar.
"Lin, antarkan dia ke mansion Tulip!" ucapnya pada sekretarisnya melalui sambungan telepon.
Sagara berjalan keluar dengan gagah untuk melaksanakan acara pernikahan terpisah yang dia rancang sendiri.
.
.
.
Like, vote dan komen 🤗
Kediaman keluarga Maureer.
Maureer grup adalah salah satu grup terbesar di negara itu dengan berbagai cabang bisnis yang sukses di bawah kepemimpinan tuan besar Maureer beserta keempat putranya yang tak kalah hebat.
Tuan besar Maureer dijuluki sebagai raja bisnis. Bakat itu turun pada anak-anaknya yang menawan.
Bagaikan sebuah kerajaan, anggota Keluarga Maureer memiliki istana mereka masing-masing. Tuan dan nyonya besar Maureer serta Ibu tuan Maureer tinggal di mansion utama, yang dijadikan sebagai tempat berkumpul keluarga.
Keempat putranya memiliki tempat tinggal masing-masing dan terpisah dari kediaman utama keluarga Maureer.
...#...
"Sagara akhirnya kau menikah seperti keinginanmu, Papa harap pernikahan ini untuk waktu yang lama," ucap tuan besar Maureer pada putra bungsunya yang sudah menyelesaikan upacara pernikahan nya.
Sagara Maureer, pria berwajah dingin dengan tatapan tajam seperti ular berbisa. Anak bungsu di keluarga Maureer, memiliki karakter dingin dan tidak bisa ditebak.
Dia adalah yang teratas dari semua saudaranya, tetapi dia juga yang terburuk diantara mereka semua.
"Terimakasih tuan besar," ucapnya dengan nada dingin.
Hubungannya tidak terjalin baik dengan keluarganya. Pria tampan berambut ikal, tubuh tinggi dengan dada bidang, garis tubuhnya sangat sempurna, bak panglima perang yang menjaga kedamaian negara.
Alisnya tebal, bibirnya tipis, tampak sangat memikat ditambah dengan bintik hitam di bawah mata kirinya.
Nyonya Maureer menatap putra bungsunya dengan tatapan sendu. Semua berubah sejak pria itu kehilangan sahabat masa kecilnya.
Wanita itu berjalan mendekati Sagara yang masih berdiri tegap di hadapan mereka dengan balutan pakaian pengantin pria. Dia mendekati putranya, hendak memeluknya sekali saja.
"Nak.." panggilnya sambil mengulurkan tangannya ke bahu Sagara. Tetapi pria itu menghindar, melangkah mundur, menjauh dari lbunya.
"Istri saya sudah tiba di kediaman saya, mohon pengertiannya, saya undur diri dari hadapan tuan dan nyonya besar," ucapnya sambil membungkuk hormat.
Nyonya Maureer terdiam, air matanya tertahan di kedua pelupuk matanya. Tidak pernah dia sangka kalau putra yang dia sayangi justru menghindar dari dirinya
"Sagara, apa kau bahkan harus menghindari Ibumu sendiri!!" Suara teriakan menggelegar dari putra sulung keluarga itu membuat semua orang menatap ke arahnya.
Mike Maureer, wajahnya sangat mirip dengan sang Ibu. Dia menatap Sagara dengan tatapan kesal.
"Kenapa kau menghindari Mama!?" Teriak pria itu. Dia tak tahan dengan sikap Sagara yang berubah drastis ini.
"Tenanglah kak, kau tahu bagaimana dia kan!?" Ucap saudara yang lainnya.
Sagara tidak peduli, dia hanya melirik dari ekor matanya lalu melangkah pergi dari hadapan mereka semua tanpa menoleh sedikit pun.
"Sagara kau dengar tidak!!" Pekik Mike yang sudah habis kesabarannya.
"Mike, sudahlah nak, ini salah kami, " ucap tuan Maureer menatap punggung putranya yang kian menjauh dari kehidupan keluarga mereka.
"Sudahlah kak, biarkan dia tenang," ucap yang lain.
"Tetap saja, dia tidak seharusnya bersikap demikian pada Mama, apa kematian mereka itu bahkan lebih berharga dari Ibunya sendiri!!!" Teriaknya lagi.
Sagara yang mendengar itu mengeraskan rahangnya. Kedua tangannya mengepal kuat, dia pergi menjauh dari keluarganya.
"Nak... Sudahlah, " ucap nyonya Maureer sambil menepuk punggung putra sulungnya. Mereka semua hanya bisa pasrah, menatap Sagara yang berubah total setelah dua sosok yang sangat penting baginya meninggal dunia.
Enam belas tahun yang lalu, terjadi kebakaran di gedung perusahaan grup Maureer yang dikelola oleh tuan besar Maureer. Saat itu, usia Sagara masih berusia 14 tahun.
Kebakaran besar terjadi di gedung itu dan melalap habis seperempat bagian bangunan pencakar langit grup besar itu.
Sagara dan kedua sahabatnya terjebak di dalam lift ketika hendak pulang dari perusahaan. Mereka terjebak di ruangan kecil itu, sedangkan api sudah melalap separuh ruangan di mana mereka berada.
Hingga lift itu tidak berfungsi dan ketiganya terjebak di dalam lift dengan asap yang sudah mulai memenuhi ruangan kecil itu.
Sagara dan kedua sahabatnya berteriak meminta tolong, hanya ada celah kecil di bagian atas lifts yang berhenti bekerja itu. Namun sialnya salah satu dari mereka mengalami sesak nafas karena penyakit asmanya kambuh.
Mereka meminta tolong, berteriak histeris dengan kobaran api yang semakin panas bahkan asap sudah memasuki ruangan kecil itu membuat mereka kesulitan bernafas.
Tuan dan Nyonya Maureer yang mendengar teriakan putra mereka berlari ke lift yang akan segera terjatuh. Di tengah kobaran api yang semakin besar, mereka memerintahkan pengawal yang mendampingi mereka untuk menolong Sagara.
Sagara berhasil ditarik keluar dari dalam lift itu. Masih ada waktu untuk menyelamatkan kedua sahabatnya, tapi orangtua Sagara memerintahkan untuk meninggalkan mereka berdua di sana karena melihat situasi tak lagi aman.
Alhasil, Sagara ditarik pergi dari sana sambil menangis dan meronta-ronta ingin menolong kedua sahabatnya. Namun, orangtua Sagara memerintahkan untuk segera keluar dari gedung padahal banyak pengawal di tempat itu, dan masih ada waktu menyelamatkan mereka.
Menyedihkannya, lift itu akhirnya terjatuh ke lantai paling dasar dengan kedua anak itu di dalam lift kecil itu. Keesokan harinya seluruh korban dievakuasi, dan tubuh keduanya dikonfirmasi ditemukan telah hangus dalam kobaran api.
Kejadian itu menjadi luka paling dalam bagi Sagara, berhasil mengubah kepribadiannya dan mengubah seluruh hidupnya. Sejak saat itu, dia selalu menyalahkan dirinya atas apa yang terjadi pada kedua sahabatnya.
Dia yang membawa kedua sahabatnya ke perusahaan ayahnya, membawa mereka bermain di sana, tetapi di saat pertama kali dia membawa sahabatnya justru menjadi pertemuan terakhir dia dengan sahabatnya.
Dia menyalahkan dirinya yang tidak bersikeras menolong mereka. Dia membenci orangtua bahkan saudara-saudara nya.
Sagara hidup dengan luka itu bertahun tahun lamanya. Semuanya dia lakukan sendiri, hidupnya sangat kering, bak ladang tandus yang tak dijamah lagi. Yang dia lakukan hanya kerja, kerja dan kerja bahkan tak peduli dengan kesehatannya.
Sagara sedang menghukum dirinya sendiri, atas apa yang terjadi pada kedua sahabatnya. Dan juga menghukum orang tuanya dengan menyiksa dirinya sendiri.Karena dia tahu, orangtuanya menyayanginya. Cara terbaik baginya untuk membalas dendam adalah dengan membuat sakit hati mereka.
...#...
Sementara itu, Dea mengikuti sekretaris Lin memasuki mansion Tulip, kediaman putra bungsu keluarga Maureer.
Langkah demi langkah penasaran gadis cantik itu mengikuti langkah besar sekretaris Lin yang berjalan di depannya.
Kepalanya menoleh ke sana kemari, menatap tempat yang begitu gersang dan suram tak sesuai dengan namanya, Mansion Tulip.
Dea melirik ke sana kemari, yang dia lihat hanya tanaman hias seperti semak-semak yang sedang dirawat oleh para pekerja taman.
Semuanya berwarna hijau seperti lapangan bola, sejuk tetapi lebih mirip dengan hutan belantara.
"Ini mansion atau hutan? " Gumam gadis itu. Semuanya hijau, tak ada hiasan lain di tempat itu.
"Silahkan ikut saya nona," ucap sekretaris Lin menunjuk sebuah bangsal di sayap kiri yang berhadapan langsung dengan bangsal milik Sagara di sebelah kanan.
Terdapat banyak pelayan di sana, tak ada yang memakai pakaian cerah, tak ada yang memakai riasan, tak ada yang tertawa, tempat itu seperti rumah perkabungan.
"Apa kita sedang berkabung? Kenapa semua orang memakai pakaian gelap?" Bisik gadis itu penasaran.
Sekretaris Lin sama sekali tidak menggubris, gadis itu mengikutinya dengan patuh sambil celingak-celinguk ke sana ke mari memperhatikan kediaman itu.
.
.
.
HEY HEY HEY!!!
JANGAN LUPA DUKUNG AUTHOR YA🤭
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!