Menjadi orang tua tunggal untuk sang anak, membaut Nisha harus bisa membagi waktu antara mengurus perusahaan dan mengurus Alsha, anaknya yang saat ini sudah menginjak usia lima tahun.
Tidaklah mudah mengarungi waktu selama Enam tahun lamanya tanpa sosok Alexander disampingnya. Dari mulai hamil dan kini sang anak telah berusia lima tahu. Entah kemana perginya Alexander seakan pria itu tertelan oleh bumi. Hilang tak berjejak. Dan selama kepergian Alexander, Nisha pun turun tangan untuk meneruskan untuk mengelola perusahaan yang baru saja dirintis oleh suaminya.
Banyak rintangan yang datang silih berganti. Jatuh dan bangun mengarungi perjuangan Nisha selama mengelola perusahaan peninggalan suaminya.
"Mama ... " seru Alsha yang baru saja muncul dari balik pintu dan diikuti oleh seorang pengasuhnya.
Nisha memang tidak membatasi Alsha untuk datang ke perusahaan, karena di ruangannya Nisha juga telah menyiapkan ruangan khusus untuk sang anak.
"Tumben cepat pulangnya?" tanya Nisha yang kini langsung meninggalkan pekerjaan demi menyambut kedatangan Alsha.
"Ibu gurunya ada rapat, Ma. Mama enggak ada rapat?" tanya Alsha yang sudah terbiasa melihat mamanya sering rapat.
"Ada. Tapi masih lama, karena mama rapatnya setelah jam makan siang nanti," jelas Nisha.
"Ma ... kata ibu guru, lusa ada kegiatan anak dan orang tua di sekolah. Mama bisa datang kan?" Alsha bertanya pada mamanya dan berharap jika sang mama mempunyai waktu untuk bisa hadir ke sekolahannya.
Sejenak Nisha terdiam. Dia pun langsung mengecek ponselnya untuk memeriksa agenda untuk besok.
"Tentu. Mama pasti hadir. Kebetulan besok mama tidak ada rapat, jadi mama bisa datang ke sekolahan Alsha," jawab Nisha dengan senyum yang di bibirnya.
Mendengar jawaban dari sang Mama membuat Alsha merasa sangat bahagia karena lusa dia bisa menunjukkan Mamanya yang hebat kepada teman-temannya.
"Nadine, bawa Alsha beristirahat terlebih dahulu karena nanti aku akan membawanya keluar untuk makan siang!" titah Nisha pada Nadine, pengasuh Alsha.
"Baik, Ibu." Nadine segera membawa Alsha untuk masuk ke dalam ruangan khusus yang telah disediakan untuk Alsha.
Sepeninggal Nadine dan juga Alsha, Nisha langsung menghubungi seseorang melalui sambungan teleponnya.
"Kamu atur dengan baik, karena lusa aku harus menghadiri kegiatan di sekolah Alsha."
Setelah mendapatkan jawaban dari lawan bicaranya dari seberang telepon, Nisha langsung mematikan ponselnya. Sebenarnya lusa Nisha mempunyai agenda pertemuan penting dengan salah seorang pengusaha dari luar negeri. Namun, karena Nisha ingin menghadiri kegiatan dari sekolah Alsha, Nisha memutuskan untuk menggantikan dirinya dengan Calline, sekretaris pribadinya.
Saat ini kebahagiaan Alsha adalah prioritas utama untuk Nisha. Apapun akan Nisha lakukan demi kebahagiaan Alsha.
Tokkk .. tokk .. tokk ...
Ketukan pintu mengalihkan pandangan Nisha yang awalnya menatap pada layar komputer kini beralih ke arah pintu.
"Masuk!" serunya.
Sosok yang tak lain adalah Danar langsung masuk kedalam ruangan Nisha. Rasa yang Danar miliki untuk Nisha belum pudar sekalipun dia tahu jika Nisha adalah istri dari kakak tertuanya yang saat ini entah berada dimana. Bahkan Danar juga tidak tahu apakah saat ini Alexander masih hidup atau sudah meninggal.
"Ada apa?" tanya Nisha yang merasa terkejut dengan kedatangan Danar yang secara tiba-tiba.
"Aku mendapatkan kabar dari Alsha jika lusa di sekolahnya akan mengadakan kegiatan orang tua dengan anak. Alsha memintaku untuk hadir dalam acara itu, sebagai pengganti papanya," jelas Danar secara langsung.
Nisha langsung membuang nafas kasarnya. Sudah berulang kali Nisha mengatakan kepada Alsha untuk tidak terus menerus meminta bantuan pada Danar yang berada di ibukota, karena Danar juga mempunyai kesibukan sendiri.
"Astaghfirullahaladzim, Alsha. Anak itu bener-bener tidak bisa menurut!" Lagi-lagi Nisha membuang nafas kasarnya.
"Danar, maafkan anak Alsha yang selalu merepotkanmu," ucapannya pada Danar.
"Tidak apa-apa. Dengan senang hati aku akan membantu jika memang diperlukan oleh Alsha. Bagaimanapun dia tetaplah keponakanku," ujar Danar.
Nisha merasa tidak enak hati terus-menerus mengandalkan Danar. Bahkan untuk segera sampai saat dibutuhkan, Danar memilih untuk menaiki jet pribadinya.
"Danar, terima kasih karena selalu ada untuk Alsha. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi pada Alsha jika tidak ada kamu."
Danar tersenyum kecil. Sebenarnya ingin sekali Danar mengungkapkan isi hatinya kepada Nisha, tetapi dia sadar siapa Nisha. Danar pun juga telah berjanji kepada Alexander jika dia akan selalu menjaga Nisha hingga dia kembali.
...*BERSAMBUNG*...
Yang masih menginginkan cerita ini terus up, mohon bantuannya dan dukungan dari kalian semua. Author enggak minta lebih. Cukup Like dan komen di setiap bab itu saja sudah sangat mendukung Novel ini dan rasanya sudah lebih dari cukup. Terima kasih untuk kalian yang masih menunggu cerita ini 💜
Dengan berat hati Nisha menyerahkan pertemuannya dengan Mr. Xander pada Calline, karena dia harus hadir ke sekolahan Alsha. Padahal ini adalah pertemuan perdananya dengan pengusaha dari luar negeri, tetapi demi sang anak Nisha menyerahkan semuanya pada sekertarisnya.
"Call, aku serahkan semuanya padamu. Semoga pertemuan pertama ini bisa berjalan dengan lancar," ucap Nisha pada Calline saat dia singgah ke kantor terlebih dahulu.
"Siap, Bu. Doakan semuanya berjalan dengan lancar. Jujur saya sangat takut untuk bertemu dengan Mr. Xander ini, Bu. Saya banyak mendengar jika Mr. Xander ini adalah orang yang sangat arogant. Saya takut tidak bisa meyakinkannya untuk bergabung di perusahaan kita." Calline merasa takut jika dia gagal untuk meyakinkan pria yang bernama Xander itu.
"Kamu tidak usah takut. Aku percaya kamu bisa menangani semua dengan baik. Maaf jika aku telah merepotkanmu."
"Ibu tidak usah merasa bersalah karena ini sudah menjadi tugas dan kewajiban saya. Saya hanya minta doa sama ibu agar semuanya berjalan dengan lancar."
Nisha pun mengulum senyum di bibirnya. "Aku selalu mendoakan yang terbaik untukmu. Calline, selamat berjuang. Aku yakin kamu bisa meyakinkan Mr. Xander."
Setelah memberikan semangat untuk Calline, Nisha pun langsung meninggalkan kantor. Tidak mudah bagi seorang Nisha untuk membagi waktunya sebagai seorang ibu sekaligus menjadi seorang CEO.
Terkadang saat lelah rasanya Nisha ingin menyerah, tetapi dia mengingat kembali perjuangan Alexander untuk menghidupkan lagi perusahaan yang sempat mati. Nisha masih berharap jika suaminya suatu saat akan kembali pulang. Dan dia tidak ingin membuat suaminya merasa kecewa karena perusahaan yang sempat dipertaruhkan hancur begitu saja.
Rasa lelah sering kali menghampiri Nisha, tetapi setelah melihat wajah sang anak yang sangat menyerupai suaminya, rasa lelah dan lebihnya hilang begitu saja.
Dering ponsel membuat Nisha langsung mengambil ponsel yang berada di saku blazernya. Terlihat dengan jelas nama Danar mengambang di layar ponselnya. Nisha yang tengah menyetir mobil langsung mengurangi laju kecepatannya untuk mengangkat panggilan dari Danar. Sudah yakin jika Danar menelepon dirinya karena desakan Alsha.
Dan saat Nisha baru saja menggeser tombol yang berwarna hijau di ponselnya, seketika suara Alsha dari seberang telepon sudah sangat berisik untuk memprotes mengapa Mamanya belum sampai di sekolahan juga padahal sebentar lagi acara itu akan segera dimulai.
"Halo Mama. Mama dimana? Mengapa Mama belum sampai di sekolah Alsha. Sebentar lagi acaranya akan dimulai. Mama beneran bisa datang ke sekolah Alsha kan? Atau saat ini mama sedang ada rapat?"
Nisha hanya menghela nafas kasarnya saat mendengar suara dari seberang telepon. Dia langsung memberikan jawaban untuk sang anak jika saat ini masih berada di jalan dan terjebak macet.
"Alsha, maafkan mama yang tidak bisa datang tepat waktu. Mama sedang terjebak macet di jalan. Tapi Alsha tenang saja sebentar lagi mama juga sampai ke Alsha."
"Baiklah. Alsha akan tunggu mama!" Dan ... panggilan pun akhirnya berakhir tanpa ada kata lain.
Nisha hanya bisa membuang nafas kasarnya, terlebih saat melihat kepadatan mobil di jalanan. Entah apa yang sedang terjadi di depan sana sehingga jalanan mengalami kemacetan yang tak seperti biasanya.
"Ya Allah jika seperti ini kapan bisa sampai ke sekolah Alsha?" Nisha sudah merasa gelisah karena sebentar lagi acara akan segera dimulai dan dia belum bisa keluar dari kemacetan di jalanan.
Berbagi pikiran bercampur menjadi satu dalam kepala Nisha hingga membuatnya tak bisa fokus mengemudikan mobilnya. Sudah hampir dua kali dia hendak bersenggolan dengan penggunaan jalan lainnya yang menggunakan sepeda motor. Untuk saja tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkannya. Dan saat Nisha baru saja bernafas tiba-tiba ... BRAAKKK ....
Mata Nisha mendelik dengan sangat lebarqna kala mobilnya menabrak ekor mobil yang ada didepannya. Dadanya naik turun dengan keringat yang sudah mengucur deras deras. Tubuhnya pun langsung bergemetar saat pemilik mobil itu keluar untuk melihat apa yang telah terjadi.
Terlihat pria berseragam hitam dengan kacamata yang bertengger di batang hidungnya tengah melihat-lihat ekor mobil yang telah penyot.
"Astaghfirullahaladzim ... " Nisha menutup mulutnya saat melihat wajah pria yang terlihat menyeramkan itu berjalan kearah mobile.
Dua ketukan pada kaca jendela mobil Nisha telah membuat tubuh Nisha lemas tak berdaya. Tapi, Nisha harus bertanggung jawab atas apa yang telah terjadi, karena ini memang adalah salahnya.
"Maaf, Pak. Saya tidak sengaja. Tapi bapak tenang saja, saya akan bertanggung jawab dengan kerusakan mobil bapak," ujar Nisha dengan tubuh yang sudah bergemetar.
"Anda tahu tidak mobil yang saya bawa itu bukankah mobil biasa. Mobil itu adalah mobil limited edition. Jika Anda tidak bisa membawa mobil, mending tidak usah menyetir! Dasar, merepotkan orang lain saja!" ketus pria itu.
"Iya, saya minta maaf. Saya benar-benar tidak sengaja, Pak. Silahkan bapak tinggalkan nomor rekening Anda agar saya bisa mengganti rugi atas kerusakan pada mobil anda. Berapapun baiayanya akan saya bayar."
Pria tegap yang terlihat menyeramkan hanya bisa tersenyum sinis pada Nisha. "Kamu pikir bos saya mau menerima ganti rugi yang anda berikan? Anda salah besar. Bahkan jika mau bos saya mampu untuk membeli pulau ini!" terangnya.
Perbincangan antara Nisha dengan pria itu pun memicu sebuah kemacetan lagi dan banyak klakson mobil yang saling bersahutan untuk memberi isyarat agar mobil mereka berdua dipinggirkan jika masih ingin berdebat.
"Sen!" teriak pria dari dalam mobil yang ditabrak oleh Nisha. "Sudahlah, kamu tak perlu repot-repot meminta pertanggungjawaban darinya. Kamu laporkan saja penampakan ini pada pihak yang berwajib!" lanjutnya lagi.
Pria yang mendapatkan perintah dari bosnya langsung mengganti dengan pelan. "Siap, Bos!"
Tentu saja Nisha merasa sangat keberatan dengan tindakan yang diambil oleh pria yang dipanggil Bos. Karena tidak terima, Nisha mencoba untuk mendatangi Bos yang ada didalam mobil itu.
"Tuan ... tolong jangan lakukan ini. Saya akan bertanggung jawab atas kerusakan mobil anda tetapi tolong jangan laporkan saya kepada pihak yang berwajib. Saya benar-benar tidak sengaja, Taun." Nisha mencoba untuk menggedor kaca jendela mobil itu, berharap pria yang ada di dalamnya mengurungkan niatnya.
Dan saat kaca jendela berhasil dibuka, dada Nisha terasa sesak, bahkan tubuhnya terasa lemas lagi. Mata membulat dengan lebar saat melihat siapa pria yang berada di dalam mobil. Bibirnya terasa kelu untuk menyebut nama pria itu.
"Alexander .... " lirih Nisha dengan kedua tangan yang telah menutup mulutnya.
...****...
Nisha tak salah untuk mengenali seseorang. Dan di yakin dengan pria yang dilihatnya tadi adalah Alexander, meskipun pria itu sama sekali tak mengenali dirinya.
Setelah pertemuan dengan pria yang serupa dengan suaminya, pikiran Nisha semakin tak karuan. Jika benar Alexander masih hidup, lalu mengapa dia tidak pulang? Atau Alexander memang telah merencanakan semua ini dengan tujuan ingin membuangnya?
Jika memang seperti itu, lalu mengapa Danar dan Giovanni masih terus membantu dirinya dalam keadaan apapun. Apakah itu juga bagian rencana Alexander?
Sepanjang acara sekolah, Nisha sama sekali tidak fokus hingga terus di protes oleh Alsha karena terus saja gagal dalam menyelesaikan misi dari gurunya.
"Mama kenapa, sih? Dari tadi kita kalah terus. Mama enggak seru!" rajuk Alsha karena timnya selalu kalah.
Danar yang turut dalam acara itu melihat jika saat ini Nisha sedang tidak baik-baik saja. Entah apa yang ada dipikiran istri dari kakak tertuanya itu, tetapi dia yakin jika saat ini Nisha sedang memikirkan sebuah masalah.
"Tenang, masih ada Uncle. Ayo kita semangat lagi. Cuma menyusun balok aja gampang. Sini biar Uncle yang nyusun." Danar mengambil alih peran Nisha sebagai kapten agar Alsha tidak terkecewakan karena Nisha yang tidak fokus.
"Maaf, Sayang. Mama enggak fokus," lirih Nisha.
"Udah enggak apa-apa. Sekarang ada Uncel. Ayo Uncle jangan sampai jatuh." Alsha langsung bersorak untuk memberikan semangat untuk Danar.
Tawa Alsha adalah kebahagiaan untuk Nisha. Apapun alasan Alexander pergi meninggalkan dirinya, Nisha tidak peduli yang terpenting Alexander tidak mengambil Alsha darinya. Jika itu sampai terjadi entah apa yang akan terjadi pada Nisha. Mungkin Nisha akan menjadi orang gila.
"Hore .... kita menang!" teriak Alsha saat Danar berhasil memenangkan pertandingan menata balok.
Wajah Alsha terlihat sangat bahagia karena akhirnya dia lebih unggul dari teman-teman. Beruntung saja kapten tim segera diambil oleh Danar, jika Nisha yang masih menjadi kapten dan terus-menerus jatuh, mungkin Alsha tidak akan menang.
Ditengah-tengah kebahagiaan yang sedang dirasakan oleh Nisha dan juga Alsha, tiba-tiba ponsel Nisha bergetar. Sebuah nama Calline mengambang di layar. Dengan cepat Nisha langsung mengangkat panggilan itu karena takut terjadi sekretarisnya itu sedang mengalami kesulitan saat menghadapi Mr. Xander yang terkenal dengan arogan itu.
"Halo ... assalamuaikum Calline, ada apa?" Nisha langsung menyapa dengan sebuah pertanyaan.
"Waalaikumsallam salam, Bu. Bu , bagaimana ini Mr, Xander tidak mau melakukan pertemuan jika yang menemui bukan anda sendiri. Saya sudah berusaha untuk memberikan penjelasan, tetapi Mr Xander tidak mau menerima alasan apapun. Jika Ibu tidak datang, Mr. Xander tidak akan berinvestasi di perusahaan kita."
Nisha terdiam untuk sesaat. Matanya terfokus pada wajah Alsha yang terlihat sangat bahagia. Dua pilihan yang sangat berat antara nasib perusahaan dan kebahagiaan anaknya.
"Kamu sampaikan pada Mr. Xander jika aku akan datang tapi mintalah waktu lima belas menit, untuk perjalanan!" Akhirnya dengan berat hati Nisha memutuskan untuk memilih perusahaan, karena saat ini perusahaan sedang membutuhkan seorang investor untuk menyetabilkan pertumbuhan perusahaan.
"Baik, Bu." Panggilan pun terputus langsung terputus.
Dengan langkah gontai, Nisha mendekati Alsha yang saat ini sedang tertawa bersama dengan Danar.
"Danar, bisa aku berbicara sebentar denganmu?" tanya Nisha tiba-tiba.
Danar yang terpanggil langsung menoleh kebelakang. "Mau bicara apa? Sepertinya terlihat serius?"
"Aku nitip Alsha sebentar ya. Aku ada pertemuan yang tidak bisa terwakilkan. Jika pertemuan ini sampai gagal aku takut tidak bisa mengembangkan perusahaan lagi," ucapannya pada Danar.
"Sepertinya investor ini terlalu berpengaruh. Ya sudah kamu pergilah! Biar aku yang menemani Alsha hingga acara selesai. Biar bagaimanapun perusahaan adalah nyawa kamu juga. Jangan sampai karena gagal melakukan pertemuan, kamu bisa menghancurkan jerih yang selama ini telah kamu rintis." Danar berusaha untuk tetap memberikan semangat pada Nisha.
Danar tahu jika Alsha adalah prioritas utama untuk Nisha, tetapi perusahaan juga lebih penting. Pasti akan sangat sulit untuk memilih salah satu diantaranya.
"Danar, terima kasih karena kamu telah mengerti akan keadaan ini."
Danar mengangguk dengan pelan. Apapun yang dilakukan oleh Nisha Danar akan tetap mendukung istri kakak tertuanya itu.
Kini Nisha pun mendekat kearah Alsha untuk memberikan sedikit pengertian. Meskipun rasanya tidak terima jika sang mama pergi meninggalkan acara itu, tetapi Alsha melepaskan Mamanya begitu saja, karena itu adalah pekerjaan sang mama. Jika bukan mamanya lalu siapa lagi.
"Baiklah, Alsha tidak akan mempersalahkan. Tetapi saat tiba waktu liburan, tidak ada alasan mama untuk membatalkannya," ucap Alsha sebelum Nisha meninggalkan acara.
"Terima kasih sayang. Mama sayang kamu. Ya udah mama berangkat ya! Kamu sama Uncel Danar. Nanti kalau mama udah siap, mama akan ajak kamu makan es krim jumbo, oke!"
Alsha yang mendapatkan janji manis dari mamanya pun merasa sangat bahagia.
Nisha harus memburu waktu agar bisa segera sampai ditempat pertemuannya dengan Mr. Xander. Jika tidak mengingat siapa Mr. Xander yang sangat berpengaruh dalam dunia bisnis, Nisha tidak akan melakukan kerjasama dengannya. Namun, saat ini perusahaan sedang membutuhkan seorang investor seperti Mr. Xander.
Setelah sampai disebuah gedung tempat pertemuan, Nisha segera bergegas menuju ruangan dimana Calline dan Mr. Xander berada. Dan pada saat Nisha sampai di depan ruangan yang telah diberitahu oleh Calline, Nisha mengatur napasnya terlebih dahulu.
"Bismillah, semoga Mr. Xander bisa menerima alasanku."
Satu ketukan pintu membuat Nisha langsung masuk begitu saja. Dilihatnya ada beberapa orang yang duduk disebuah meja. Nisha juag melihat Calline duduk dengan tegang karena dia adalah satu-satunya wanita di ruangan itu.
"Maaf semua, saya terlambat," ujar Nisha yang langsung duduk di samping Calline. Namun saat melihat siapa lawan yang ada di depannya, tiba-tiba mata Nisha membulat dengan lebar.
Nisha tidak asing dengan dua orang yang baru saja bertemu dengannya tadi. Dadanya kini berdegup dengan kencang saat melihat sorot mata tajam pria yang ada di depannya saat ini. Sorot mata yang sekian lama menghilang, kini tiba-tiba kembali pulang. Nisha yakin seratus persen jika pria yang ada didepannya adalah Alexander, suaminya.
"Oh, jadi kamu CEO-nya?" tanya Mr. Xander dengan sinis.
"Iya, Tuan. Saya Anisha CEO di perusahaan ALE Group," ucap Nisha.
"Aku tidak bertanya! Tapi sepertinya aku tidak tertarik lagi untuk berinvestasi pada perusahaan. Aku tidak mau bekerja sama dengan orang wanita yang ugal-ugalan seperti kamu!" tegas Mr. Xander.
"Tapi Tuan masalah tadi pagi saya benar-benar minta maaf. Sungguh saya tidak sengaja Tuan!"
"Saya tidak peduli. Sen, ayo kita pergi! Tidak ada gunanya kita investasi pada perusahaan dia!" sinis Mr. Xander yang kemudian memilih untuk pergi.
"Tapi Tuan—" Nisha mencoba untuk mengejar Mr. Xander, tetapi segera dihalangi oleh pria yang bersama dengan Mr. Xander.
"Maaf, Bosku sudah memutuskan tidak mau berinvestasi pada perusahaannya. Jadi tolong hargai keputusannya!" ucap Hansen, tangan kanan Mr. Xander.
...***...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!