Mata ku masih melihat ke ponsel ku saat aku memutar berbagai video random yang muncul di reels sosial media ku.
Sesekali aku melirik ke arah jam dinding yang masih terpajang jelas berada di ruang tengah yang sedang aku huni sekarang.
"Dia masih belum pulang? Tapi kenapa ga ada bilang mau pulang terlambat?"
Aku bergumam, tentu aku merasa risau. Sebagai seorang istri yang menunggu suami nya yang bahkan belum memberi kabar walaupun sudah lewat satu dini hari.
Tak lama kemudian aku mendengar suara pin pintu apart yang aku tinggali berbunyi dan tentu siapa lagi jika bukan Rayvan.
Ivander Rayvan pria yang ku nikahi 9 tahun yang lalu ketika aku masih berumur 21 tahun.
Aku berdiri, mencoba menyambut nya karna memang sudah kebiasaan ku untuk selalu menunggu dan kemudian melihat nya lebih dulu sebelum aku tertidur.
Karna dia adalah ketenangan untuk ku.
"Kamu kenapa lama banget pul-"
Aku terdiam sejenak, tak ada perkataan apapun lagi saat pertanyaan ku terputus begitu melihat nya datang dengan seseorang di belakang nya.
"Dia siapa?" tanya ku sembari menelisik melihat ke arah gadis yang tampak berlindung di balik tubuh kekar suami ku.
Rayvan diam sejenak, tak mengatakan apapun namun memperhatikan wajah ku. Tentu aku semakin penasaran!
"Dia akan tinggal dengan kita mulai sekarang,"
Aku mengerutkan dahi ku, menatap dengan bingung melihat ke arah pria yang mengatakan akan membuat sekarang gadis tinggal dengan keluarga nya.
"Kamu belum jawab pertanyaan ku barusan, aku tanya sekali lagi, dia siapa?" aku masih bingung dan menatap nya penuh heran.
"Istri ku, bukan- maksud ku dia juga akan jadi istri ku."
"Jadi aku harap kamu bisa terima dia, mungkin ini akan sulit untuk sementara tapi aku yakin kamu akan bisa mengerti."
Deg!
Jantung ku terasa berhenti sejenak untuk beberapa saat, aku tidak tau lagi ekspresi apa yang ku keluarkan dan bagaimana mimik wajah ku saat.
Aku terpaku, kalimat yang dia lontarkan membuat aku tidak bisa berkata apapun. Lidah ku membeku sesaat dengan suara yang tertahan di tenggorokan ku.
"Kamu ini kenapa? Malam-malam malah bercanda yang aneh?" tanya ku dengan suara yang gemetar saat darah di tubuh ku terasa mengalir lewat dengan cepat.
"Liv? Aku yakin kamu pasti bisa kok, kamu akan suka dia nanti. Dia bisa temani kamu juga kan?"
Lagi-lagi suami ku mengatakan kata-kata yang semakin sulit untuk aku terima.
Suka?
Dengan siapa? Gadis yang berada di belakang suami ku sembari menyembunyikan wajah dan tubuh nya?
Aku memundur, tanpa sadar aku mencoba menepis tangan suami yang sangat ku cintai itu.
Aku menggelengkan kepala ku dan tanpa sadar tersenyum seperti menganggap sedang mendengar lelucon yang aneh di malam hari.
"Aku seperti nya kurang tidur, aku ke kamar dulu." ucap ku yang langsung berbalik dan tak mengatakan apapun pada suami ku.
Tubuh ku tentu gemetar mendengar nya, darah ku seperti mendidih namun aku lebih terkejut lagi.
Maksud nya apa?
Dia punya wanita lain? Selain aku?
Rey tidak mengatakan apapun, aku tau dia terus melihat ku sampai aku masuk ke kamar dan menutup pintu.
Aku tidak tau apa yang terjadi di luar, apa yang dia bicarakan pada gadis yang tampak masih muda itu.
Deg!
Deg!
Deg!
Dari pada memikirkan apa yang dia bicarakan aku lebih terkejut dengan apa yang baru ku dengar.
Bruk!
Kaki ku terasa lemas, aku bahkan tidak sanggup untuk berjalan dan duduk di pinggir ranjang ku lebih dulu.
Rasa nya seperti ada yang meluap dari perut ku dan kemudian mengembang lalu menguap di dalam dada ku.
Perasaan yang begitu sesak dan membuat ku kesulitan bernapas untuk sesaat, air mata ku luruh tanpa ku sadari.
Tangisan yang ku tahan agar suara ku tak keluar membuat ku menutup mulut ku dengan rapat dengan kedua tangan yang masih gemetar itu.
Aku tidak tau lagi sudah berapa banyak air mata yang ku keluarkan atau waktu yang sudah ku habiskan untuk tangisan yang bahkan tak akan di dengarkan ini.
....
Rasa hangat seperti menyelimuti ku, aku tak ingat apapun lagi. Silau yang membuat ku terganggu hingga akhirnya ku buka mata ku secara perlahan.
Aku berada di atas ranjang ku, tertidur entah sejak kapan dan bahkan aku tak ingat apa aku naik sendiri ke sini.
Tidak ada siapapun di samping ku, tak ada bekas tidur suami ku karna bantal yang berada di sebelah ku tak hangat sama sekali.
Nyutt...
Rasa sesak itu datang lagi, mungkin mata ku bengkak saat ini namun aku tak begitu memikirkan nya.
Aku bangun, perlahan mendekat ke arah pintu, namun...
Klek!
Pintu kamar ku terbuka lebih dulu, aku diam sejenak menatap ke arah pria yang tinggi dan tampan dengan tubuh yang kekar itu.
Dia menatap ke arah ku, melihat dengan mata sendu nya yang seolah hangat namun aku seperti jengah melihat nya sekarang.
"Kita harus bicara,"
Dia mengatakan nya sembari menutup pintu kamar kami dan kemudian membawa ku masuk lagi.
Aku masih terpaku melihat nya, dia memegang kedua bahu ku dan kemudian membuat ku kembali duduk di pinggir ranjang kami.
Aku mendengar suara nya, suara yang mencoba mengatakan tentang gadis yang dia bawa kemarin malam.
Dia bicara seolah tak peduli sama sekali perasaan ku dan mengatakan seperti dia tak bersalah sama sekali.
Pikiran ku kosong, pembicaraan saat ini sama sekali tak masuk ke dalam kepala ku kecuali kata-kata yang aku mengerti jika selingkuhan nya itu telah hamil hingga membuat nya membawa ke rumah ini agar bisa lebih menjaga nya.
"Kamu gila..." aku berucap lirih di tengah tangisan sendu ku.
"Kamu jangan egois! Dia itu anak ga rewel seperti kamu, dia mandiri! Dia juga ga punya siapa-siapa selain aku, kamu ga kasihan sama dia?"
Mata ku menoleh dengan gemetar ketika mendengar pembelaan yang keluar dari mulut suami ku.
"Aku egois? Terus kamu apa? Hm?" aku bertanya dengan suara yang masih serak, terlalu sulit untuk menerima apa yang terjadi saat ini.
"Kamu minta aku kasihan sama dia? Terus kamu ga kasihan sama aku? Salah aku apa? Kenapa kamu tega?!" aku bertanya sembari menunjuk diri ku sendiri dengan batin yang terluka.
Sudah jelas aku yang di khianati tapi aku yang harus mengerti?
"Aku tuh capek ya lihat kamu seperti ini terus, kamu itu manja! Kamu rewel! Kamu ga bisa apa-apa sendiri! Kamu cerewet! Aku capek! Aku cuma minta kamu untuk ngerti sekali ini aja kamu ga bisa? Anak yang ada di perut dia juga anak kamu kan?"
Aku terdiam, aku tidak lagi bisa mengatakan apapun.
Aku manja?
Aku cerewet? Bukan wanita yang mandiri?
Ya, mungkin saja dia merasa lelah karna aku terus bergantung. Karna aku begitu cerewet yang setiap hari selalu tanya dia ingin pergi kemana dan seberapa lama di luar.
Aku terlalu manja karna hanya dia satu-satu nya tempat bersandar ku, aku yang terlalu membutuhkan nya sampai membuat dia lelah.
"Rey? Keluar, aku lagi ga mau dengar apapun yang kamu bilang." ucap ku dengan lirih yang sekaan lelah untuk mendengar semua yang akan dia katakan.
Suami ku menarik napas nya, "Liv? Livanya? Sayang?"
Suara nya begitu lembut, tapi aku merasa muak, aku menepis tangan nya agar dia tidak menyentuh ku.
"Maaf, aku bukan mau menyalahkan kamu tapi..."
"Lagi pula tidak akan ada yang berubah, aku masih tetap sayang sama kamu sama Kainan juga."
Suara nya semakin melembut namun tak membuat ku hati ku melemah.
"Keluar..."
Aku menjawab dengan satu kata yang sama, tak berteriak ataupun menangis histeris pada nya, suara ku serak seperti akan habis dan aku tak memiliki tenaga untuk mengatakan sesuatu yang lebih seperti memaki nya lebih dulu.
Dia diam sejenak, mungkin dia masih melihat ku menangis tapi pada akhir nya dia pergi.
Aku mendengar suara pintu yang tertutup, tangisan ku kembali keluar.
Rasa nya begitu sakit walaupun tidak ada luka sama sekali di tubuh ku. Aku seperti hancur walaupun raga ku masih utuh.
Apa yang harus ku lakukan sekarang?
Tangisan ku terdengar lirih di kamar yang begitu sunyi, rasa sepi yang begitu menyelimuti ku hingga membuat ku merasa seolah tengah tenggelam di dalam lautan tanpa air.
Pria itu terlihat duduk di kursi makan nya, melihat gadis yang berusia 25 tahun itu menyiapkan roti bakar untuk sarapan nya saat ini.
"Papa? Dia siapa?" suara anak kecil berumur 7 yang tampak menggemaskan itu menatap dengan mata bulat dan pipi yang menggembung itu.
"Dia? Dia nanti jadi mama kamu, kamu panggil dia mama juga ya nanti?" ucap Rayvan yang mengelus kepala putra nya dengan lembut.
Anak kecil itu tak tau apapun, ia menatap sang ayah dengan bingung sembari memiringkan kepala nya.
"Kei, kan udah punya Mama?" ucap nya yang tentu mengingat hanya ada satu ibu nya yang selalu mengurus nya saat ini.
"Berarti sekarang Keinan punya dua Mama! Kan seru!" ucap Rey dengan senyuman nya yang begitu lembut menatap ke arah anak laki-laki nya.
Keinan tersenyum, ia tak tau apapun dan menganggap yang terjadi saat ini bukan lah masalah yang besar.
"Berarti nanti Kei juga bakal punya dua Papa?" tanya nya dengan polos pada sang ayah.
"Kei tetap punya satu Papa tapi sekarang punya dua Mama." jawab Reyvan yang tentu tak ingin putra nya memiliki dua orang ayah.
"Kenapa? Kei bisa punya dua Mama? Kenapa ga bisa punya dua Papa?" tanya anak kecil itu dengan mata memelas dan begitu polos.
"Nama nya siapa? Kamu suka roti bakar?" gadis dengan rambut hitam dan kulit yang putih bersih serta wajah yang cantik itu datang menyapa.
Keinan menoleh, ia tak sampai menunggu sang ayah menjawab nya dan kini langsung melihat ke arah gadis itu.
"Keinan," jawab nya singkat.
"Rasya," ucap gadis itu yang kemudian mengulurkan tangan nya.
"Kei ga mau makan roti bakar, mau nya makan nasi sama telur kukus!" ucap anak kecil itu yang menolak karna ia biasa di berikan makanan yang banyak oleh sang ibu.
"Maaf ya, Mama Rasya cuma bisa masak ini. Nanti Mama belajar lagi kok," ucap gadis cantik itu yang mengusap kepala anak kecil yang menolak masakan nya itu.
"Mama mana Pa?" tanya Keinan yang mengelak saat kepala nya ingin di elus.
Ia memang tak terbiasa dengan orang asing yang tiba-tiba melakukan kontak fisik dengan nya.
"Mama? Dia masih di ka-"
"Mama!" panggil anak kecil itu yang langsung turun dan berlari ke arah sang ibu yang baru saja keluar.
"Hum?" mata bulat nya menatap heran melihat ke arah wajah sayup sang ibu dengan mata yang bengkak walaupun sudah di tutup dengan make up yang cantik.
"Kok muka Mama beda?" tanya Keinan dengan nada polos nya.
Wanita itu tak menjawab, ia melirik ke arah suami nya dengan seorang gadis yang berdiri dan tampak canggung itu.
Livanya Abellard, wanita cantik berusia 30 tahun berdarah campuran Prancis Indonesia dan bahkan tak menunjukan sedikit pun wajah oriental Asia karna genetik sang ayah yang lebih kuat pada penampilan nya.
"Keinan udah sarapan?" tanya Livanya sembari menatap ke arah wajah tampan putra nya yang mirip dengan sang suami walaupun juga mirip dengan nya.
Anak kecil itu menggeleng sembari menatap ke arah sang ibu, "Belum, Kei mau nya telur kukus yang kayak waktu itu! Goyang-goyang telur nya!"
Livanya tersenyum kecil, hati nya masih hancur namun begitu mendengar suara polos putra nya membuat ia bisa sedikit bernafas.
"Nanti Mama buatkan," ucap wanita cantik itu yang kemudian bangun dan tentu membuatkan telur kukus yang di campur dengan susu dan daging sehingga menghasilkan tekstur yang lembut dan rasa yang begitu memanjakan lidah.
Keinan pun langsung mengikuti sang ibu dan kembali duduk, sedangkan Reyvan masih duduk tak mengatakan apapun begitu juga dengan gadis yang ia bawa.
Terlalu arogan jika ia berpikir istri nya akan menurut lagi kali ini pada nya!
"Kak, ada yang bisa aku bantu? Dan..."
"Seperti nya kita perlu berkenalan aku Ras-"
"Aku bukan kakak mu," potong Livanya dengan ketus tanpa menoleh dan wajah yang tak ramah sama sekali melihat ke arah gadis cantik itu.
Rasya tampak terdiam, ia menoleh ke arah pria yang membawa nya ke rumah apart yang besar itu.
Rayvan tampak menggeleng dan memberi isyarat agar gadis itu duduk saja di samping nya dan membiarkan istri nya yang masih marah itu untuk masak.
Tak lama kemudian masakan pun telah selesai, telur kukus dengan daun bawang dan minyak wijen di atas nya serta nasi panas yang memberikan aroma tersendiri.
Rasya menelan liur nya saat melihat masakan yang sekaan memanggil untuk ia makan namun ia masih diam tak mengatakan apapun.
Sedangkan Rayvan yang berada di samping nya tentu menyadari jika gadis nya menginginkan masakan yang mengunggah selera itu.
"Ini, makan yang banyak ya? Biar cepet besar." ucap Livanya yang memberikan set makanan pada putra nya dan membawa untuk diri nya sendiri.
"Sarapan ku mana? Lalu untuk Rasya?" tanya Rayvan yang merasa sang istri tak menyiapkan makanan untuk nya seperti biasa.
Livanya tak menjawab, ia melirik sejenak dan kemudian menatap kembali ke arah putra nya.
"Bukan nya sudah di beri makan? Itu pacar mu yang buat kan?" tanya Livanya sembari menunjuk roti bakar dengan selai coklat yang berada di atas piring itu.
"Kamu kan tau aku ga biasa makan roti untuk sarapan," ucap Rayvan yang menarik napas nya.
"Kamu kan bisa minta dia untuk masak kan? Punya tangan kan? Masih sehat kan?" cerca wanita cantik itu pada sang suami.
"Maaf, aku hanya bisa buat ini..."
"Karna biasa selalu kerja aku jadi ga pintar masak..." sambung Rasya lirih yang mendengar ucapan dan nada ketus dari wanita yang menjadi istri sah kekasih nya.
"Ga apa-apa, kamu bisa belajar kok." Rayvan mencoba menenangkan kekasih nya sembari menghilangkan kepala nya dengan tatapan yang tak menyangka pada sang istri.
"Liv? Sekarang kamu siapin dua mangkuk lagi." ucap Rayvan yang menatap ke arah sang istri mencoba memberikan ketegasan.
Wanita itu diam sejenak, hati nya menciut dan berdenyut namun ia menarik napas nya sekali lagi walaupun suara nya seperti tertahan dengan luapan kupu-kupu yang tak bisa terbang.
"Ga mau tuh," jawab Livanya yang mencoba tenang walau suara nya mulai kembali gemetar dan serak.
"Livanya! Aku suami mu!" ucap Rayvan yang baru pertama kali mendengar sang istri tak menuruti ucapan nya.
Wanita itu tersentak, ia diam sejenak dan menatap ke arah putra nya yang terkejut ketika mendengar suara sang ayah yang meninggi.
"Rey? Aku juga istri mu, bukan pembantu kalian!" jawab wanita itu dengan suara yang sedikit goyah dan mata yang gemetar tak bisa menatap lama ke arah pria di depan nya agar tak kembali menangis.
"Aku tau, aku cuma minta siapin dua makanan lagi. Rasya lagi hamil, dia juga kerja. Kalau kamu kan di rumah satu harian ja-"
"Kamu pikir ibu rumah tangga itu ga kerja?" potong Livanya dan kemudian bangun dari duduk nya.
"Bukan begitu mak-"
"Pa? Mau makan punya Kei aja? Papa Mama jangan berantem..." ucap anak kecil itu lirih yang merasa hawa tak enak dari kedua orang tua nya.
Rayvan menarik napas nya dengan kesal akan sikap sang istri yang sedikit berubah.
"Egois kamu!" ucap nya yang melirik kesal ke arah Livanya dan tak menjawab tawaran putra nya sama sekali.
Aku terdiam, mulut ku tak lagi bisa mengatakan apapun ketika dia berulang kali mengatakan aku egois.
Atau memang itu benar?
Apa aku terlalu egois karna tidak bisa menerima selingkuhan nya dan memaklumi kesalahan nya?
"Ma? Mama?"
Aku tersentak, mata ku langsung menoleh ke arah anak lelaki ku yang tampan. Dia menatap ku dengan tatapan sayup yang sendu dan kemudian melihat ke arah raut wajah ku seperti sedang memperhatikan.
"Papa marah karna Kei makan sendirian ya?" tanya putra ku dengan begitu polos nya.
Aku menggeleng sembari mengusap kepala nya dengan lembut dan kemudian memeluk nya dengan erat secara perlahan.
"Bukan, Papa ga marah kok..." ucap ku yang mencoba menenangkan putra ku.
"Beneran? Tapi kenapa Papa bilang begitu? Apa karna Kei nakal Ma?"
Aku terdiam beberapa saat ketika mendengar nya, anak ku tak salah sama sekali dan dia juga seharus nya tak perlu mendengar percakapan atau pun pertengkaran kami barusan.
"Kei anak baik kok, bukan anak nakal..." ucap ku sembari terus memeluk nya sebelum aku melepaskan pelukan ku dan kembali menyuruh nya untuk makan.
Mungkin dunia ku hancur, dan aku pun mungkin telah ikut hancur. Tapi aku sadar satu hal.
Aku masih memiliki satu matahari, sinar ku yang mungkin menjadi penyelamat ku.
"Kei..."
"Mama boleh minta satu hal ga sama kamu?" tanya ku sembari mengusap kepala nya.
"Iya, Ma?" dia langsung menatap ku dan menghentikan makan nya.
"Mama kamu cuma yang ini, selagi Mama hidup aku Mama kamu..."
"Mama bakal kasih semua nya ke kamu, makanya..."
"Kamu..." ucap ku lirih dan mulai terdengar dengan serak.
Aku menarik napas ku sesaat dengan tenggorokan yang seperti tercekat dan tak bisa mengeluarkan suara.
Tes...
Air mata ku jatuh lebih dulu di bandingkan suara ku yang ingin keluar.
"Mama kenapa nangis?" suara mungil itu menatap ku dengan sendu dan bahkan meletakkan sendok yang ia pegang.
Aku menggeleng, mencoba tersenyum kembali dan kemudian mengusap air mata ku.
"Mama ga nangis kok, tadi masak sambal jadi pedas aja mata nya." ucap ku dengan mencoba tersenyum tipis.
"Mama mau bilang, kamu jangan tinggalin Mama juga ya? Kalau kamu..." lagi-lagi aku masih sulit untuk melanjutkan kata-kata ku.
Entah mengapa aku masih begitu terguncang, mungkin karna kabar yang begitu tiba-tiba membuat ku tak sanggup menerima nya sekaligus.
"Mama jangan nangis, Kei ga kemana-mana kok..."
"Kei kan anak Mama!"
Dia tersenyum dan mencoba membuat suara yang semangat agar aku tidak lagi menangis.
Aku tertawa kecil walaupun sembari mengusap air mata ku.
Ya! Aku masih memiliki harapan, dan aku tidak ingin hancur dengan mudah agar aku tidak menghancurkan senyuman indah putra ku.
Aku tidak tau kemana mereka pergi atau apa yang akan mereka lakukan berdua saja di luar.
Sakit?
Tentu, aku merasa sangat sakit namun aku juga tau kalau rasa sakit ku tak akan di lihat sama sekali.
Karna jika dia peduli dengan rasa sakit ku dia tidak akan pernah membuat luka yang begitu dalam seperti ini.
................
Sementara itu.
Restoran.
Gadis itu menatap dengan mata dan wajah yang cemberut.
"Udah, ini kan udah makan..." ucap Reyvan yang menatap ke arah gadis itu dan berbicara dengan suara yang lembut.
"Tapi istri kamu loh, aku itu udah coba dekat sama dia tapi kamu lihat respon nya?!" tanya Rasya dengan wajah yang menyungut.
"Sabar, jangan marah-marah kasihan kan anak kamu..." ucap pria itu yang mengatakan dengan nada yang lembut.
"Anak kamu juga," ucap Rasha menyahut saat mendengar apa yang pria itu katakan.
"Aku itu udah banyak ngalah sama istri kamu, waktu kalian liburan kemarin aku diam. Waktu yang kamu habiskan sama dia juga lebih banyak, mau sampai kapan aku ngalah terus?" tanya Rasha yang masih saja mengeluh dan merasa tak adil.
"Livanya itu penurut, mungkin dia masih marah sekarang tapi nanti dia pasti ngerti kok, aku kenal dia." ucap Rayvan yang tersenyum kecil mencoba menenangkan gadis nya.
Ia sangat mengenal sang istri, wanita yang sudah ia nikahi selama 8 tahun. Bagaimana sifat nya dan seberapa banyak wanita itu mencintai nya.
Namun ia mungkin lupa jika rasa kecewa yang besar akan melahirkan amarah dan amarah akan melahirkan kebencian yang bisa menutup semua rasa sayang.
Rasha menarik napas nya sekilas dan kemudian menatap ke arah sang kekasih.
Sarapan yang berlanjut dengan penuh drama itu berakhir. Rayvan tak kembali ke apart nya lagi namun ia memilih untuk langsung pergi ke kantor nya bersama dengan kekasih nya itu.
................
Heaven Grup
"Siang, Pak..."
Sapa beberapa pegawai saat melewati pria yang berkedudukan sebagai kepala manager itu.
Rayvan Dianggra, pria berusia 32 tahun yang menjabat sebagai kepala manager setelah 9 tahun bekerja di perusahaan yang menghasilkan banyak alat dan kebutuhan rumah tangga itu.
Pria yang di kenal dengan sosok bijaksana dan juga tak memiliki jiwa senioritas sehingga banyak bawahan yang menyukai nya.
...
"Ras? Gimana? Udah selesai?" tanya Rayvan saat mendatangi kekasih nya yang bahkan satu tempat kerja nya masih belum ada yang tau tentang hubungan kedua nya.
"Sebentar lagi," jawab Rasha sekilas sembari menatap ke arah komputer yang berada di depan nya.
Pria tampan itu mengangguk, ia menatap ke arah punggung gadis yang masih duduk di kursi depan komputer itu.
"Nanti kamu bawa aja ke restoran biasa, karna saya mau makan siang sekalian." ucap Rayvan yang kemudian beranjak pergi setelah menepuk pelan punggung gadis itu seperti memberi kode.
Rasha diam tak menyahut, ia bosan dengan hubungan yang tersembunyi itu sedangkan perut nya nanti akan membesar kian hari.
Dan tentu semua rekan di tempat kerja nya itu akan menyadari apa yang terjadi.
"Ra.. Rayvan!" panggil nya tanpa menggunakan panggilan formal.
Pria itu tersentak, ia langsung menoleh dan menatap ke arah gadis yang menatap nya dengan sungut kesal.
Rasha mengatur ekspresi nya dan kemudian beranjak tersenyum saat pria itu melihat ke arah nya.
"Tadi kamu bilang apa?" tanya Rayvan yang sedikit gugup karna ia pun masih tak ingin ketahuan dengan cara seperti ini.
Karna akan merusak nama dan citra baik yang selama ini sudah ia bangun.
"Bukan, aku mau bilang kalau brosur untuk gambar label yang baru ada beberapa pilihan jadi mungkin Pak Rayvan mau memilih sendiri." ucap Rasha yang malah tak bisa berkutik saat melihat ekspresi wajah pria itu yang berubah.
Pria itu pun menarik napas nya dan kemudian beranjak mendekat untuk melihat apa yang di tunjukkan dengan gadis cantik berambut hitam pekat itu.
Sementara itu kedekatan kedua orang itu mulai terlihat, karna semakin lama semakin tampak.
"Pak Ray pacaran ya sama Rasha?" tanya salah satu pegawai yang menatap dari jauh karna melihat atasan nya begitu dekat.
"Siapa? Pak Ray? Sama Rasha? Ih, kamu belum lihat ya? Istri nya pak Rey kayak gimana?" sahut wanita yang memakai name tag di leher nya itu.
"Kenapa istri nya?" balas salah satu pegawai dengan mengerutkan dahi nya.
"Cantik banget tau! Kayak barbie, eh kayak boneka hidup deh! Ada bule-bule nya gitu! Soal nya aku dengar dia ada keturunan Prancis nya," ucap nya dengan semangat.
"Udah cantik, ramah terus baik lagi!" sambung nya karna ia sendiri belum pernah melihat seseorang dengan kecantikan seperti itu.
"Kamu tau dari mana?" tanya salah satu nya yang menatap dengan tatapan tak percaya kata menganggap terlalu berlebihan.
"Tau lah, dia kan pernah ke sini buat antar kukis buatan nya. Pinter masak loh istri nya pak Ray! Ya kali kan pak Ray selingkuh nya sama Rasha?" jawab wanita itu dengan semangat menggosip yang meninggi.
...
"Uhh!"
"Rey..."
Tubuh gadis itu bergetar, ia mengusap kepala yang mengecup dada di balik kemeja putih nya.
Ruangan yang tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil namun begitu rapi.
Camera cctv yang sudah di matikan sementara agar tak ada siapapun yang tau apa sedang di lakukan di dalam.
"Jangan gitu, kasihan tau baby nya..." ucap gadis itu dengan suara manja.
Pria itu tersenyum, ia menatap gemas ke arah gadis yang sedang menatap nya dengan mata hitam yang jernih.
"Udah ga marah lagi?" tanya nya mengecup sekali lagi pipi gadis itu.
Rasha menyungut, "Kamu sih? Mau sampai kapan kita sembunyi terus? Aku udah cukup banyak ngalah buat kamu loh? Ini udah dua tahun!"
"Iya, sabar ya..." jawab pria tampan itu dengan lembut.
"Sabar terus! Kamu itu ga pernah mikirin perasaan aku!" ucap nya dengan nada kesal pada sang kekasih.
"Maaf, aku salah..." ucap Rayvan yang tak marah sedikit pun karna ia tau gadis itu tengah hamil anak nya.
Rasha diam sejenak sebelum air mata nya jatuh, "Aku tuh cuma punya kamu..."
"Aku ga punya siapa-siapa lagi..." sambung nya dengan tangisan lirih.
Pria itu menarik napas nya dan mulai memeluk ke arah kekasih nya dengan lembut.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!