Tok tok tok
"Masuklah "
Ayana dengan senyum yang mengembang masuk kedalam ruangan itu. Laki-laki yang tadinya sedang fokus dan melihat Ayana yang datang langsung berdiri dan merentangkan tangannya pada Ayana.
Ayana berlari dan masuk kedalam pelukan laki-laki itu "Adnan kenapa kamu ga bilang kalau kamu hari ini sudah pulang "
"Maaf sayang, aku ingin membuat kejutan untuk kamu"
Ayana mendongakan kepalanya dan mencium rahang pacarnya itu "Aku sangat merindukanmu "
"Apalagi aku, sangat-sangat merindukanmu. Lebih-lebih dari apapun kita kerumah Mamah ya sekarang "
Ayana melepaskan pelukannya. Menatap kekasihnya dengan wajah yang khawatir "Ada apa sayang, kenapa kamu selalu saja tidak mau saat dibawa kerumah Mamah"
Ayana mengelengkan kepalanya "Bukan begitu, aku takut Mamah kamu ga suka sama aku"
Adnan tersenyum dengan hangat, menangkup wajah kekasih hatinya ini "Tenang saja. Mamah itu orang baik. Kamu tenang ya nanti malam kita pergi kerumah aku. Aku akan mengirimkan pakaian kerumah kamu"
"Jangan, jangan kirim apapun Adnan. Aku pakai pakaian yang ada saja. Sudah tak usah "
"Tapi sayang_"
Ayana langsung menyela "Jangan, kamu sudah terlalu baik sama aku "
Adnan mencium kening, pipi dan hidung Ayana"Nanti malam aku jemput ya sayang"
Ayana hanya bisa mengangguk dengan patuh. Bagaimana ini apakah aku akan diterima dengan baik disana. Apakah mereka akan baik-baik padaku.
Aku bukan orang kaya seperti mereka. Aku hanyalah perempuan beruntung yang bisa berpacaran dengan Adnan CEO sendiri.
"Aku kerja dulu ya, nanti aku akan bersiap "
"Kenapa tak disini saja sayang, temani aku ya. Masalah kerjaan jangan difikirkan "
Adnan dengan manja memeluk tubuh kekasih hatinya, Adnan baru saja pulang dari luar kota. Untuk mengurus cabang barunya yang baru saja dibuka.
"Bukan begitu, banyak pekerjaan yang harus aku kerjakan. Aku tidak mungkin kan terus di sini bersamamu nanti karyawan lain malah membenciku. Dari awal kita berpacaran kita sudah berjanji kalau kita akan selalu proporsional saat bekerja "
Adnan dengan lesu melepaskan pelukannya dan tersenyum pada kekasihnya "Baiklah sayang, bekerja dengan giat ya " Adnan mengusap rambut panjang kekasihnya.
Ayana hanya menganggukan kepalanya, dan tersenyum seadanya saja. Karena memang Ayana masih binggung dan harus bagaimana nanti bertemu dengan Mamahnya Adnan.
Ayana sudah pernah membaca disebuah majalah tentang keluarga besar Adnan. Kalau Mamahnya Adnan itu terkenal sombong dan juga pedas kalau berbicara.
Bagaimana nanti Ayana menghadapinya. Apakah Ayana akan mampu menghadapi Mamahnya Adnan. Ini adalah pertama kalinya Ayana pergi kerumah Adnan setelah 3 tahun pacaran.
Memang selama pacaran Ayana selalu menolak untuk pergi kerumah Adnan, kerumah keluarganya. Ayana masih takut dan juga sungkan sekali. Apalagi keluarganya bukan siapa-siapa berbeda dengan mereka.
Brak
"Maaf, maaf aku tidak sengaja "
Ayana menabrak seseorang, Ayana membantu membereskan kertas-kertas yang berserakan. Ayana memberikannya pada orang itu "Maafkan aku Pak" sambil membungkukkan badannya. Ada-ada saja Ayana ini.
"Ayana tak usah seperti itu, tak masalah "
Ayana menegakan badannya dan menatap orang itu "Fabian, maafkan aku karena ceroboh "
"Tak masalah, ada apa sepertinya banyak sekali yang kamu fikirkan "
Ayana menghembuskan nafasnya dengan kasar, menatap Fabian teman seangkatannya dulu "Aku sedang banyak fikiran Fabian, tapi bukan masalah besar. Maafkan aku ya telah membuat berkas-berkas ini berantakan "
"Sudah aku bilang kan Ayana tidak masalah, kalau ada apa-apa kamu bisa bercerita sama aku. Kita udah kenal 6 tahun lo Ayana. Jadi ga perlu sungkan sama aku, kita udah berteman lama banget"
Ayana tersenyum kecil dan menganggukan kepalanya "Iya, terimakasih Fabian. Aku pergi keruangan dulu ya" pamit Ayana.
"Iya silahkan Ayana "
Ayana kembali melangkah pergi dari hadapan Fabian, memang Ayana juga bisa bekerja disini karena bantuan Fabian. Mereka sudah berteman semenjak duduk dibangku SMA.
Fabian adalah teman pertamanya waktu itu, yang mau membantunya dalam segala hal. Fabian sangat baik sekali.
Ayana masuk kedalam ruangannya dan segera menyelesaikan tugasnya yang lumayan menumpuk. Baiklah sekarang lebih baik fokus pada pekerjaannya dulu. Nanti fikirkan lagi bagaimana aku harus bersikap saat dirumah Adnan.
...----------------...
"Ayana "teriak seorang perempuan mengagetkan Ayana yang sedang melamun diruangannya.
"Lili kamu bikin aku kaget aja " tegur Ayana sambil mengusap dadanya.
Lili malah cengengesan saja, Lili menyimpan paper bag dihadapan Ayana "Hehehe maaf, habisnya kamu dari tadi ngelamun aja. Aku tadi udah ketuk pintu manggil-manggil nama kamu tapi kamu nggak jawab. Saat aku buka pintu ternyata kamu ada di dalam dan lagi ngelamun ada apa sih Ayana" tanya Lili yang begitu khawatir dengan temannya Ayana.
"Aku lagi binggung Li, bener-bener binggung Adnan mau bawa aku kerumahnya "curhat Ayana. Karena memang Ayana pun tak bisa memendamnya sendirian.
"Bagus dong kalian tuh udah pacaran 3 tahun. Seharusnya udah nikah kenapa sih kamu selalu ga mau kalau Pak Adnan bawa kamu ke rumahnya. Padahal kan mau ketemu sama keluarganya. Pak Adnan itu kayaknya udah cinta banget sama kamu dan dia tuh udah bener-bener banget sama kamu"
Ayana menyenderkan tubuhnya dan menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Lalu kembali menatap Lili.
"Kamu tahu kan gimana keluarga aku, sedangkan keluarga Adnan itu keluarga terhormat. Gimana kalau Mamahnya ga suka sama aku, terus gimana kalau misalnya aku dibawa ke sana semua keluarganya ga suka sama aku. Apalagi kelakuan Ibu aku sendiri Li, Ibu aku tuh kadang-kadang suka ga tahu malu. Aku bingung banget Li " Ayana mengungkapkan semua yang ada didalam hatinya pada Lili.
Lili mengusap tangan Ayana dengan lembut "Mana mungkin mereka ga suka sama kamu. Kamu itu cantik, pintar bisa segalanya. Tenang semuanya akan baik-baik aja. Masalah ibu kamu bisa dibicarakan dengan baik-baikkan "
"Entahlah, ibuku selalu saja menyuruhku menikah dengan Adnan cepat-cepat agar dia tinggal ditempat yang nyaman dan juga rumah yang besar. Ini yang aku takutkan. Ibuku akan menghancurkan segalanya"
"Lebih baik sekarang kamu jangan dulu banyak pikiran makan dulu. Aku sudah membawakanmu makanan. Aku tahu kamu pasti akan melewatkan makan siangmu lagi. Ayolah kamu jangan terlalu fokus bekerja dan memikirkan ini semua, nanti bertemu saja dulu dengan keluarga Pak Adnan. Mau bagaimanapun nanti pasti Pak Adnan akan selalu membelamu, dia tidak mungkin diam saja"
Ayana menganggukan kepalanya. Betul kata Lili Adnan pasti akan selalu membelanya. Baiklah aku harus percaya diri. Aku harus bisa mengambil hati mereka.
Semoga saja apa yang ada dalam majalah itu dan juga berita-berita yang ada itu tidak benar, semoga saja Mamahnya Adnan baik dan menerimanya.
Ayana menatap Adnan saat mobil sudah berhenti "Terima kasih karena kamu selalu mengantarkanku pulang, padahal pekerjaanmu masih banyak tapi kamu masih saja sempat-sempatnya mengantarkan aku pulang"
Adnan mengacak pelan rambut kekasihnya "Adnan berantakan "
"Ga apa-apa aku suka, kamu cantik seperti ini "
"Tetap saja rambutku tak mungkin kan berantakan seperti ini "Ayana membenarkan rambutnya sambil melihat kearah cermin.
"Ya sudah aku pulang ya. Kamu hati-hati nanti "
"Iya sayang, jam 8 aku jemput lagi. Aku akan bicara nanti pada Ibumu "
"Iya aku tunggu kamu yah"
"Iya sayang "
Setelah Adnan mencium keningnya Ayana keluar dari dalam mobil dan masuk kedalam gang. Memang Adnan selalu mengantarkannya sampai gang saja karena rumahnya paling pojok harus berjalan terlebih dahulu.
Tapi kadang-kadang juga Adnan mampir dulu kerumahnya dan Ibunya pasti akan heboh. Setalah Adnan pulang Ibunya selalu membicarakan pada tetangga kalau itu adalah calon mantunya yang kaya raya.
Sebenarnya aku suka malu dengan tingkah Ibu yang seperti itu. Bukan apa-apa Ibu itu selalu melebih-lebihkan segalanya. Kalau aku menasehatinya pasti dia akan marah padaku dan aku akan kena pukulan.
Kalau kalian ingin tahu, Ibu ku itu tak suka denganku. Aku selalu saja dipukul apalagi kalau aku tidak memberi uang. Pasti aku akan dipukuli. Ibu bilang aku ini anak pembawa sial.
"Assalamualaikum Bu " Ayana membuka pintu dengan perlahan.
"Walaikumsalam"jawab Ibu Ayana dengan ketus.
"Ibu harus beli beras, bekal adikmu dan juga yang lainnya kebutuhan yang lainnya mana uang. Cepat berikan Ibu uang sekarang juga "
Ayana mendudukkan bokongnya dikursi single"Ibu bukannya Ayana tidak mau memberikan Ibu uang, tapi baru saja Ayana minggu lalu memberikan Ibu uang kan 3 juta untuk satu bulan Bu. Ayana juga punya kebutuhan lain, Ayana juga harus nabung Bu. Nanti kalau nikah Ayana juga harus punya uang. Ga mungkin uang Adnan semua Bu. Ayah juga kerja kan"
"Akh, kamu ini sama Ibu sendiri perhitungan. Kamu juga pasti dikasih uang kan sama pacar kaya kamu itu, mana mungkin cuman gaji kamu aja pasti kamu juga dikasih jatah kan sama dia. Udahlah ngaku, sama Ibu sendiri aja pelit banget baru ngasih 3 juta aja udah diungkit-ungkit kayak gini" marah Ibunya sambil melipat tangannya.
Ayana memijat keningnya yang pusing "Bu dengerin Ayana, gaji Ayana tuh ga sebesar yang Ibu pikirkan. Dan juga Adnan juga ga ngasih uang buat Ayana. Ayana ga mau kalau sampai dikasih uang sama Adnan, dia bukan siapa-siapanya Ayana. Ayana itu baru aja pacarnya bukan istrinya Bu, jadi Ayana ga berhak terima uang dari Adnan" Ayana mencoba untuk memberitahu Ibunya. Sebenarnya sudah sering Ayana memberitahu hal ini pada Ibunya tapi Ibunya tak pernah mengerti.
"Kalau punya pacar kaya itu manfaatin bukannya sok-sokan ga mau terima tapi butuh. Kamu ini bego banget ya jadi anak seharusnya punya pacar banyak uang kayak gitu apalagi bos kamu sendiri minta uang sebanyak-banyaknya, minta beliin itu ini pokoknya semua, bukan setiap Adnan kemari pasti kamu menolak setiap barang yang dia beri, giliran makanan diambil aja, makanan buat apa kita juga bisa beli sendiri"
"Aku cape Bu, Ayana istirahat dulu ya"
Ayana mengambil tasnya dan berjalan kearah kamarnya. Belum juga sampai membuka pintu kamarnya sudah ada barang yang melayang dan mengenai kepalanya.
Ayana menatap gagang sapu yang tergeletak. Menatap Ibunya sekilas dan masuk kedalam kamar. Tidak mau berdebat dengan Ibunya karena masalah ini. Sudah terlalu sering Ibunya melakukan ini, jadi sudah terbiasa juga.
Saat sekolah SMA juga pernah Ayana dipermalukan oleh Ibunya disekolah gara-gara Ayana melawan orang yang menindasnya. Emang salah ya membela diri.
Ayana kira Ibunya akan membelanya habis-habisan, tapi yang ada malah aku sendiri yang di pukul habis-habisan sama Ibu sampai seragamku sobek dan itu sungguh memalukan sekali.
Ayana membaringkan badannya. Mengigat masa-masa dimana saat Ayana di permalukan oleh Ibunya sendiri. Akan aku ceritakan sedikit tentang hidupku di masalalu. Memang sedikit menyedihkan tapi tak masalah aku sudah berdamai dengan masa lalu itu.
flashback on
5 tahun yang lalu
Ayana yang baru saja sampai digerbang dikagetkan dengan klakson mobil"Awas sana jangan halangi jalan kita, jalan itu di pinggir jangan di tengah-tengah"
Ayana dengan patuh bergeser dan mobil itu melaju dengan cepat. Perasaan Ayana tadi berjalan di pinggir tidak ditengah. Ayana mengangkat bahunya dan kembali berjalan.
"Ayana " bruk tas dilempar kearah wajah Ayana.
"Bawa ya ini tas aku, jangan sampai lecet mahal kamu ga akan bisa ganti"
Ayana malah melemparkan kembali tas itu, kearah wajah perempuan yang tadi sudah tidak sopan padanya"Ayana kamu berani ya sama aku "
"Kenapa Sintia emangnya aku harus selalu nurut sama kamu. Emangnya di sini aku babu kamu ? Bukan aku di sini tuh sekolah buat nuntut ilmu bukan buat jadi kacung kamu" Ayana yang sudah kesal selalu ditindas akhirnya melawan juga.
"Ga usah terlalu sok deh, kamu juga bisa sekolah di sini karena beasiswa kan, kamu bisa dikeluarin dari sini karena udah membantah kata-kata aku. Bawa cepet tasnya sebelum aku marah besar sama kamu"
"Makasih aku masih punya harga diri. Emangnya kamu yang punya sekolah bukan kan. Emang aku sekolah di sini karena beasiswa tapi bukan berarti kamu berhak untuk menginjak-injak aku. Aku juga punya harga diri emangnya kamu aja yang punya harga diri"
Ayana kembali melangkah bahkan Ayana melompati tas itu. Tas yang masih ada dilantai "Ayana" teriak Sintia dengan kesal.
Sintia menjambak rambut Ayana, tapi Ayana tidak mau kalah dia juga menjambak rambut Sintia sama kerasnya bahkan juga Ayana menggigit tangan Sintia. Saking sudah kesalnya Ayana pada tingkah Sintia yang menyebalkan ini.
Selama 2 tahun lebih aku harus selalu dianggap remeh olehnya bahkan oleh banyak orang. Aku tahu mereka orang kaya tapi apa perlu memperlakukan orang tidak punya seperti ini. Padahal selama ini aku selalu membanggakan sekolah ini, tapi guru pun tak pernah membelaku. Aku hanya ingin sedikit saja dihargai disekolah ini.
Saat kesabaranku sudah hilang maka aku akan bertindak seperti ini. Aku tidak akan mengalah lagi mau bagaimanapun nanti keadaannya. Mau aku sampai dikeluarkan pun aku tidak akan pernah peduli. Aku tidak mau diinjak-injak lagi oleh mereka semua. Aku akan membuktikan pada mereka kalau aku juga bisa melawan. Meskipun aku tidak punya apa-apa.
Teman-teman yang lain malah mengerubungi kami berdua, mereka malah bersorak gembira melihat aku yang bisa melawan Sintia. Sintia sudah kewalahan melawanku. Enak saja dia selalu meremehkan ku, saat aku marah beginilah aku akan melampiaskan segalanya amarah aku pada orang yang memang benar-benar salah.
Tiba-tiba terdengar suara peluit yang begitu melengking, sampai-sampai aku melepaskan cakaran ku di tangan Sintia. Sintia tiba-tiba saja terjatuh dia menangis tersedu-sedu seperti aku sudah menganiayanya.
Padahal kami sama-sama melukai, bahkan pipiku juga ada goresan bekas kuku Sintia. Lalu tanganku ada gigitannya dan rambutku juga berantakan serta di tangan Sintia dia menggenggam banyak rambutku, yang dia cabut rasanya sakit sekali.
"Ada apa ini kenapa ribut-ribut, kalian juga bukannya memisahkan malah melihat seperti ini "teriak seorang guru sambil berkaca pinggang menatap Ayana sambil melotot.
"Kamu juga Ayana ada-ada saja membuat ulah. Kamu ini di sini anak beasiswa seharusnya kamu mengerti posisi kamu. Ya ampun Sintia kamu tidak apa-apa kan, bawa-bawa panggil anak PMR bawa Sintia dan obati dia. Ayo cepat-cepat jangan lalai. Sedangkan kamu Ayana ikut ke ruangan kepala sekolah sekarang juga dan saya akan menelpon Ibu kamu untuk datang kemari"
Wajahku langsung pucat saat mendengar kata Ibu, aku bisa dihajar habis-habisan kalau Ibu sampai tahu tentang masalah ini. "Kenapa harus aku saja Bu yang dipanggil orang tuanya. Kenapa Sintia juga tidak dipanggil orang tuanya. Di sini bukan aku saja yang salah Ibu juga bisa lihat CCTV siapa yang salah sebenarnya, dan siapa yang membuat ulah pertama" aku harus membela diriku.
"Sudahlah cepat ayo kamu masuk ke ruangan kepala sekolah, aku tidak mau mendengar kata-katamu. Kamu yang salah ataupun Sintia yang salah tetap saja kamu yang salah di sini. Cepat masuk ke ruangan kepala sekolah sekarang juga"
Tubuhku sampai didorong oleh guru itu, aku mengambil tasku yang tergeletak dan merapikan sedikit rambutku yang berantakan. Bukan berantakan lagi tapi aku sudah seperti orang yang baru terkena setruman. Rambutku naik-naik ke atas.
Ayana mengetuk pintu ruangan Kepala sekolah dan langsung disuruh untuk masuk "Ada apa ini Bu Meli, kenapa Ayana berantakan seperti ini"
"Begini Pak Ayana sudah menyerang Sintia, Sintia sekarang diobati dia pasti sangat parah sekali" wajah Bu Meli sangat terlihat khawatir sekali.
"Maaf Pak tadi ceritanya bukan seperti itu, aku bisa menjelaskan semuanya" aku kembali membela diriku, aku tidak mau disalahkan sendiri disini.
"Sudah Ayana duduk dan tunggu orang tuamu datang "ucap kepala sekolah mutlak tidak mau mendengarkan dulu ceritaku atau ya versiku lah, apa yang terjadi sebenarnya.
Aku yang memang tidak tahu harus melakukan apalagi, karena dari tadi wajahku ditatap oleh kepala sekolah dengan tatapan yang begitu marah dan benci. Aku jadi ciut untuk berbicara padanya.
Kepala sekolah menelfon sambil masih menatap wajahku. Aku juga tak ingin kalah aku menatap kepala sekolah juga, jadi kami seperti saling tatap tapi berbeda ekspresi saja.
Tidak butuh waktu lama Ibuku datang tergopoh-gopoh, bersama Bu Meli yang tadi membawaku kemari "Silakan Ibu duduk, kepala sekolah akan berbicara dengan Ibu. Anak Ibu sudah menjadi berandalan di sini sampai-sampai melukai siswi kami "
Ibuku langsung duduk dan mendelikan matanya padaku, aku hanya bisa pura-pura tidak tahu apa-apa karena memang aku di sini tidak salah lalu apa yang perlu aku takutkan. Hanya saja tadi ingin menjelaskan tidak bisa karena mata kepala sekolah itu seperti menusuk ke arah jantungku. Untung saja jantungku tidak bolong kan.
"Jadi begini Bu, Ayana sudah menyerang temannya"langsung saja kepala sekolah tho the point.
Ibuku menatapku kembali lalu kembali fokus ke hadapan kepala sekolah "Tolong maafkan anak saya Pak" ibuku mulai memohon.
"Ibu harus tahu siapa yang diserang oleh Ayana. Dia itu siswi yang paling dilindungi di sekolah ini. Orang tuanya adalah penyumbang uang terbanyak Bu, kalau mereka sampai marah melihat anaknya dianiaya seperti ini oleh Ayana bisa-bisa Ayana di penjara Bu, bagaimana ini Bu. Bagaimana didikan Ibu sampai-sampai anak Ibu menjadi seperti ini"
Aku melihat Ibuku, dia masih saja diam "Boleh aku menceritakan dulu Pak semuanya tentang kronologi kejadiannya, aku akan jujur atau kalau perlu kita lihat CCTV agar semuanya beres agar semuanya terselesaikan dan kita bisa lihat siapa yang benar dan siapa yang salah Pak di sini. Jadi tidak menyalahkan satu pihak saja kan"
Kepala sekolahku langsung mengangkat tangannya "Ayana kamu tidak usah membela dirimu. Kami sudah tahu kejadiannya. Kalau kamu yang lebih dulu menyerang Sintia, jadi kamu tidak bisa membantah apa-apa lagi. Kamu hanya perlu diam jangan berkata apa-apa lagi, saya sudah tahu semuanya tanpa harus kamu jelaskan"
"Tapi Pak_" aku bersikukuh untuk membela diriku sendiri ini.
"Ayana diamlah "Ibuku malah balik marah dan mencubit pahaku. Aku hanya bisa mengusapnya perih sekali rasanya.
"Jadi bagaimana Bu ini. Ibu harus tanggung jawab atas luka-luka yang telah Sintia alami. Dia bahkan tadi sampai dibawa ke rumah sakit Bu"
Dalam hati aku berbicara. Kenapa begitu lebay harus dibawa ke rumah sakit, sedangkan aku saja di sini yang sama parahnya malah didiamkan di ruangan kepala sekolah tanpa diobati sedikitpun.
Tapi Sintia langsung dibawa ke rumah sakit, memang ya uang itu segalanya makanya aku harus giat mencari uang agar aku punya uang seperti mereka dan aku bisa membuktikan pada mereka kalau aku juga bisa seperti mereka.
"Maafkan anak saya Pak, tapi kami tidak punya uang untuk mengganti semuanya"
"Nah maka dari itu Bu. Ibu kan bersama keluarga tidak punya uang, lalu sekarang kelakuan Ayana seperti ini. Ayana itu anak yang berprestasi di sini saya akui dia sangat pintar sekali, sampai-sampai bisa mengharumkan nama sekolah. Tapi ini kelakuan yang ini yang satu ini begitu fatal Bu, bisa-bisa Ayana dikeluarkan dari sekolah ini "ancam kepala sekolah sambil menatapku dengan tajam.
"Tolong jangan keluarkan anak saya Pak, apalagi sekolah sebentar lagi kan. Sebentar lagi Ayana juga akan lulus Pak. Tolong pertimbangkan semuanya. Kalaupun nanti Ayana pindah sekolah mau ke mana dia di masa-masa akhir seperti ini Pak " Ibuku memohon-mohon sambil mengatupkan kedua tangannya.
"Baiklah tapi saya minta Ibu untuk menasehati anak Ibu agar tidak seperti ini lagi. Mungkin sekolah akan menanggung atas semua yang Ayana lakukan, karena dia sudah banyak menyumbangkan piala dan juga mengharumkan nama sekolah seperti yang saya bilang tadi. Jadi saya akan memberi sedikit kelonggaran pada Ayana. Ibu harus lebih menjaga anaknya lagi agar tidak seperti itu lagi. Bagaimana kalau pada murid-murid yang lain kan itu akan sangat memalukan sekali Bu"
"Baik Pak saya akan menasehati anak saya, maafkan kelakuan anak saya Pak sekali lagi saya minta maaf"
"Iya bu. Silahkan Bu pintu keluar ada di sana"sambil menunjuk pintunya.
Ibuku langsung menarik tanganku keluar dari ruangan kepala sekolah, aku ditarik dengan kasar oleh Ibu bahkan teman-temanku banyak yang melihatnya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!