BRAKKK!
Suara pintu yang terbuka dengan keras membuat dua orang berbeda kelamin yang tengah melakukan adegan panas itu terperanjat melihat kedatangan seorang laki-laki yang notabene adalah kekasih dari perempuan yang tengah berada di atas ranjang bersama selingkuhannya itu.
"Apa yang kalian lakukan, sialan!"
"Jean!" pekik kedua orang itu.
Jeandra Alexander namanya, laki-laki keturunan Indonesia-Inggris, memiliki mata berwarna hazel serta pahatan wajah bak dewa Yunani serta tatapan mata yang tajam, membuat siapapun yang melihatnya pasti akan langsung terpana.
Kini laki-laki itu menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri sang kekasih tengah bercinta dengan laki-laki lain yang ternyata adalah musuh bebuyutannya sejak masa SMA.
Rahang Jean mengetat, tangannya mengepal kuat hingga buku-buku tangannya memutih, dirinya tak menyangka gadis yang selama 1 tahun ia cintai tega mengkhianatinya seperti ini.
"Ini tak seperti yang kamu pikirkan, Jean. Romi yang telah menjebak ku," ucap gadis itu mencoba mencari alasan agar Jean mempercayainya, ia beranjak dari ranjang lalu segera memunguti pakaiannya yang berserakan di lantai dan langsung memakainya, kemudian melangkah mendekati Jean.
"Apa-apaan kamu, Elsa!" ujar Romi mendelik tajam ke Elsa, tentu saja ia tak terima dengan ucapan Elsa tadi, sebab mereka melakukan itu atas dasar suka sama suka.
"Tolong percaya padaku, Jean," sambil memegang tangan Jean dan langsung di hempaskan kasar oleh Jean, laki-laki itu merasa jijik kepada Elsa.
Jean berjalan cepat menghampiri Romi dan melayangkan pukulan mautnya pada laki-laki itu, tubuh Romi seketika jatuh tersungkur ke lantai.
"Brengsek! Kamu selalu mengusik hidupku, Romi! Apa yang sebenarnya yang kamu inginkan dariku, hah?" hardik Jean hingga giginya menggertak beradu.
Romi tersenyum menyeringai sambil mengelap darah yang keluar diujung bibirnya, "Aku hanya tidak suka melihat dirimu bahagia, Jean."
"Bedebah sialan!" Jean terus saja memukuli Romi sehingga laki-laki lemas dan wajahnya babak belur. Setelah merasa puas memukuli Romi, Jean pun keluar dari apartemen sang kekasih, eh ralat mantan kekasihnya dengan wajah yang penuh emosi, dendam dan kebencian.
Elsa mengejar Jean dan menahan tangan laki-laki itu, "Tunggu Jean, aku bisa menjelaskan ini," ucap Elsa memohon.
"Tidak ada yang perlu kamu jelaskan Elsa, kamu tau kan aku paling benci dengan penghianatan?" ucap Jean menatap Elsa dingin. Elsa langsung menunduk tidak berani menatap wajah Jean menurutnya sangat menakutkan jika sudah marah.
"Maafkan aku, Jean," isak Elsa. Biasanya Jean akan luluh jika dirinya menangis. Tapi tidak untuk saat, Jean telah muak dengan Elsa, hatinya telah tertutup rapat baginya memaafkan seorang penghianat.
"Aku akan memaafkan semua kesalahan kamu apapun itu, tapi tidak dengan penghianatan. Mulai detik ini kita sudah tidak punya hubungan apa-apa lagi!" ucap Jean dengan tegas.
Jantung Elsa berdetak lebih cepat, tak menyangka Jean akan memutuskan hubungan mereka. Dulu awal-awal mereka berpacaran, Elsa lah yang sering ingin memutuskan hubungannya dengan Jean, alasannya karena Jean terlalu cuek dan tidak romantis padanya. Namun Jean tetap bersikukuh agar hubungan mereka tetap bertahan dan berjanji akan merubah sifat yang tidak disukai oleh Elsa tersebut.
Elsa menggeleng cepat, "Tidak Jean, aku tidak mau putus denganmu. Aku sangat mencintaimu, Jean."
Jean berdecih, "Persetan dengan cinta, sialan! Lebih baik aku hidup tanpa cinta, dari pada harus bersama seorang penghianat sepertimu!" sarkas Jean meninggal Elsa. Elsa yang mendengar perkataan Jean seperti itu tubuhnya seketika melemas hingga luruh ke lantai.
Jean pergi ke club' malam untuk menenangkan pikirannya yang kacau, duduk di kursi dan memesan minuman yang memiliki kadar alkohol yang tinggi.
Sudah 3 botol habis Jean tenggak membuat laki-laki itu mabuk berat sampai ia tertidur menopang kepalanya di atas meja.
Seorang gadis tengah tertidur cantik terusik dengan suara dering ponselnya yang nyaring terdengar membuatnya menggerutu sambil meraba-raba meja kecil samping ranjang tempat tidurnya. Gadis itu langsung mengangkat telpon tersebut tanpa melihat nama sang penelepon.
"Halo, apa benar ini dengan Nona Ratu?" tanya orang yang seberang telpon sana.
"Iya benar saya Ratu, ini siapa ya?"
Dia, Ratu Reyfa Wang. Selama hidupnya, gadis keturunan Tionghoa itu tidak pernah pacaran bukannya tak laku atau tidak ada yang menyukainya, bahkan banyak laki-laki yang terang-terangan menyatakan cinta padanya, tapi dia memang tak ingin melakukannya karena menurutnya berpacaran itu sangat merepotkan. Huh...
Walau sebenarnya Ratu memiliki seseorang yang ia cintai dari dulu, tapi mustahil untuk ia dapatkan cintanya dan bersatu dengan laki-laki itu. Cinta tak harus saling memiliki kan?
"Saya Joni, bartender si club X, ingin beritahukan kepada anda, jika Tuan Jean tengah mabuk berat hingga tertidur disini, saya ingin meminta tolong kepada anda untuk membawa Tuan Jean, sebab hanya anda saja yang mengangkat telpon dari saya," jelas Joni.
Ratu yang tadinya masih memejamkan mata seketika terperanjat dan membuka matanya lebar-lebar setelah mendengar perkataan Joni tadi. Ratu yakin Jean sedang mempunyai masalah, karena itu Jean memilih pergi ke club untuk minum-minum untuk menenangkan pikirannya.
Jean merupakan sahabat Ratu sejak mereka duduk di bangku sekolah dasar. Jean selalu melindungi Ratu sejak dulu, bahkan mereka sudah seperti adik kakak bak perangko yang tidak bisa dilepaskan saking rekatnya.
Elsa pun pernah merasa cemburu dengan kedekatan Jean dan Ratu, walau ia tahu bahwa mereka hanya sebatas sahabat tapi tetap saja Elsa tak menyukainya. Sampai pernah Elsa menyuruh Jean untuk menjauhi Ratu. Jean yang disuruh seperti itu tentu saja menolaknya.
Dengan lembut Jean mencoba memberi pengertian kepada Elsa jika dirinya hanya bersahabat dengan Ratu tidak lebih dan pada akhirnya Elsa pun bisa luluh.
"Oke saya akan segera kesana!" Ratu mematikan telponnya dan segera beranjak dari ranjang mengambil jaket, dompet serta kunci mobilnya lalu keluar dari kamar.
Ratu mengendarai mobilnya meninggalkan pekarangan rumah dengan kecepatan di atas rata-rata dan kebetulan jalanan cukup sepi membuatnya bisa cepat sampai ke tempat tujuan.
Ini kedua kalinya Ratu menginjakkan kaki di club', sebenarnya ia sangat malas untuk kesini, Ratu paling anti mencium aroma alkohol, dia benci mabuk dan pemabuk!
Sering kali Ratu menasehati Jean agar tidak melarikan diri ke club' jika memiliki masalah, tapi laki-laki itu seakan menebalkan telinganya saat di nasehati oleh Ratu dan terus saja pergi ke tempat bak neraka itu.
Ratu melihat Jean tertidur di salah satu meja, ia menghela napas panjang lalu menghampiri laki-laki keras kepala itu.
Ratu menatap Jean yang tengah tertidur itu, "Kamu kenapa sebenarnya, Jean?" lirih Ratu.
"Jean bangun ..." Ratu menepuk-nepuk pundak Jean. Laki-laki itu mulai terusik.
"Eugghh jangan ganggu!" Jean menggeram kesal.
"Ck, merepotkan saja!" gerutu Ratu kesal. Ia kembali membangunkan Jean. Jean perlahan mulai membuka matanya dan menatap Ratu.
"Apa sih, Ratu!" kesal Jean setengah sadar.
"Ayo pulang!" suruh Ratu.
"Tidak mau!" tolak Jean.
Ratu berdecak, "Jangan keras kepala, Jean. Ayo pulang!" Ratu menarik tangan Jean agar berdiri. Terpaksa Jean pun berdiri lalu berjalan sempoyongan. Dengan sigap, Ratu memapah tubuh Jean berjalan keluar dari club' dan masuk ke dalam mobil.
Ratu bingung akan membawa Jean kemana, tak mungkin ia membawa laki-laki itu ke rumahnya atau rumah Jean. Bisa-bisa Daddy Marvin memukul habis-habisan anak laki-lakinya itu jika mengetahui Jean mabuk-mabukan.
Ratu berpikir keras, lalu tercetuslah ide dengan membawa Jean ke apartemen milik laki-laki itu.
"Astaga, aku sampai lupa kalau Jean punya apartemen," ucap Ratu sambil menepuk jidatnya. Ratu mulai melajukan mobilnya menuju ke apartemen milik Jean.
Diamond Apartment
Sesampainya di depan apartemen Jean, Ratu menekan kata sandi apartemen sambil masih merangkul pinggang Jean, ternyata kata sandinya masih sama seperti dulu, Jean menggunakan tanggal ulang tahunnya.
Setelah terbuka, Ratu memapah tubuh Jean masuk ke dalam apartemen. Sepertinya tempat ini bukan lagi disebut dengan apartemen, melainkan penthouse.
Ruangannya tampak begitu luas dengan jarak antara lantai dan langit-langit lumayan tinggi. Apartemen Jean terdiri dari dua lantai, ruangan di dalam apartemennya tampak terlihat kosong dan lapang karena tidak banyak perabotan dan dekorasi, layaknya hunian laki-laki pada umumnya.
Di lantai 1, ruang tamu diisi dengan sofa letter L. Ruang TV dan makan sekaligus dapur dijadikan satu. Jadi pada saat memasak bisa sekalian sambil menonton TV.
Ratu membawa Jean ke lantai dua, tepatnya ke kamar milik lelaki itu.
"Aku benci kamu, Elsa!" racau Jean. Sejak di perjalanan tadi, Jean terus meracau tidak jelas. Dan Ratu langsung mengerti alasan kenapa Jean mabuk-mabukan seperti sekarang ini.
Ratu menghempaskan tubuh Jean ke ranjang, "Ya ampun berat banget sih, bikin pinggang aku jadi rontok!" keluh Ratu sambil merenggangkan otot-ototnya.
Ratu membantu membukakan sepatu Jean, lalu membuka kancing kemeja yang dikenakan laki-laki itu, kemejanya sudah basah terkena alkohol bercampur dengan keringat.
Saat Ratu akan membuka kancing kemeja Jean yang tengah, sialnya tangan kekar Jean menarik tangan Ratu hingga terjatuh di dada bidang milik Jean membuat jantung Ratu berdebar kencang ditambah dengan rasa takut, takut sesuatu hal di luar dugaan akan terjadi nantinya.
"Kamu mau ngapain Jean? Lepaskan aku!" teriak Ratu panik tapi sayang, Jean memeluknya sangat erat dan kekuatannya tidak sebanding kekuatan Jean.
"Sssttt malam ini, akan menjadi malam yang panjang untuk kita honey," ucap Jean sambil mengelus wajah Ratu.
"Lepaskan aku, Jean! Aku Ratu bukan El--" Belum selesai Ratu berbicara, Jean menarik tengkuknya dan mencium bibirnya dengan ganas disertai lum*tan yang kasar. Ratu langsung membulatkan matanya, ia memukul dada Jean agar melepaskan ciumannya.
Semakin Ratu memberontak, semakin tinggi pula gairah Jean. Ratu semakin ketakutan, ketika tubuh Jean kini sudah berada di atas tubuhnya dan tangannya yang sedari tadi memukul Jean kini telah di kunci Jean ke atas kepalanya.
"Please, Jean... Jangan lakukan itu, aku tidak mau," ucap Ratu memohon dan menyadarkan Jean, air matanya tak terbendung lagi untuk keluar.
Jean seakan tuli, ia malah merobek piyama tidur yang di kenakan Ratu. Tangannya pun kembali membuka satu persatu pakaian yang dikenakan Ratu, hingga tubuh Ratu saat ini sudah tidak tertutupi apapun, kulit putih bersih dan halus Ratu membuat libido Jean meningkat.
"Ya Tuhan, aku takut," batin Ratu.
Ratu menatap Jean sambil menggelengkan kepalanya berharap laki-laki itu tidak melanjutkan kegiatan ini, tapi Jean yang sudah tersulut hawa nafsu pun tidak peduli dengan tatapan memelas Ratu. Apalagi yang ada dipikiran Jean saat ini yakni ketika melihat Elsa tengah berhubungan badan dengan Romi.
"Akhhh Jean stop! Ini sangat sakithhh!" teriak Ratu kesakitan, lubang kewanitaannya terasa seperti dikoyak.
Jean kembali seperti menutupi pendengarannya, ia terus menghujam miliknya dengan cepat dan kasar tanpa ampun.
"Ini kan yang kamu lakukan tadi di belakang akuhhh!" racau Jean sambil berdes*h.
"Mama, Papa, Jean jahat sama Ratu," batin Ratu lirih.
Hanya suara desah*n Jean yang terdengar jelas, lelaki itu sangat menikmati permainannya, sedangkan Ratu, tubuhnya remuk redam seakan dilindas mobil.
"Aku benci kamu, Jean," ucap Ratu lirih sebelum kesadarannya menghilang dan ia jatuh pingsan dalam keadaan Jean masih menghujam miliknya dengan kasar di lubang sensitif Ratu.
...----------------...
Ratu membuka matanya dengan perlahan, ternyata hari masih gelap, gadis itu menatap langit-langit kamar dengan tatapan kosong, setetes air mata meluncur bebas dari sudut matanya, sekelebat bayangan mengenai kejadian semalam kembali menyayat hatinya.
Ratu menoleh ke sampingnya, matanya memanas menatap sosok laki-laki brengsek, jahat, bedebah, kata umpatan itu Ratu lontarkan tak peduli lagi dengan persahabatan mereka.
Jika kalian tau, sebenarnya sosok laki-laki yang dicintai oleh Ratu adalah Jean. Ya kalian tidak salah baca, Ratu mencintai Jean. Dia sudah lama menyukai sahabatnya itu mungkin sejak mereka masih duduk di bangku kelas 1 SMA. Entah sejak kapan rasa itu mulai tumbuh di hati Ratu.
Tapi sayang, Ratu hanya bisa mencintai Jean dalam diam. Percayalah tidak ada pertemanan yang murni antara perempuan dan laki-laki, pasti salah satu pihak yang memendam rasa.
Namun rasa cinta padanya Jean seketika hilang begitu saja sejak laki-laki itu merenggut kehormatannya semalam, sekarang hanya ada rasa benci dan kecewanya pada Jean.
Jam masih menunjukkan pukul 6 pagi, dengan susah payah bangkit untuk duduk, tulang-tulangnya seakan remuk, kewanitaannya seperti robek, kulit putih mulus Ratu sampai merah-merah dan bibirnya luka akibat Jean yang terlalu bernafsu menciumnya.
Entah jam berapa Jean berhenti dengan aktivitasnya, Ratu tidak tau karena sudah dulu tak sadarkan diri. Ratu segera menghapus air matanya dengan kasar.
"Sssttt." Ratu meringis sambil menggigit bibirnya hingga darah kembali keluar dari kulit bibirnya saat ia akan beranjak dari ranjang, Ratu langsung merasakan di inti tubuhnya sangat sakit dan perih.
Ratu memaksakan diri untuk mengambil kemeja Jean yang berserakan di lantai, lalu segera mengenakannya, sebab piyamanya telah dirobek paksa Jean semalam. Setelah selesai mengenakan pakaian, Ratu berjalan keluar dari apartemen tersebut dengan berjalan tertatih-tatih.
Untuk beberapa hari ke depan atau kalau bisa selamanya, ia harus menghindari Jean, Ratu tak ingin melihat wajah laki-laki itu.
Di lorong apartemen, beberapa pasang mata yang memandang aneh Ratu, rambut berantakan, mata sembab, bibir luka dan hanya menggunakan kemeja kebesaran tanpa celana membuat orang-orang itu berpikiran yang tidak-tidak padanya. Tapi Ratu tidak peduli akan itu, yang ia inginkan sekarang pulang dan melampiaskan amarahnya.
Kediaman Wang.
Ratu masuk ke dalam rumah dan ternyata masih sepi, sepertinya orang tua, kakak dan kakak iparnya masih di kamar. Dengan langkah yang cepat walau menahan rasa perih di area sensitifnya, Ratu menuju ke kamarnya yang berada di lantai dua.
Ratu tidak langsung beristirahat, ia malah berjalan menuju ke kamar mandi, membuka kemeja dan berdiri di bawah guyuran shower.
"Arrgghh Jeandra sialan! Aku sangat membencimu!" teriak Ratu sambil menangis meraung-raung di kamar mandi. Menggosok badannya kasar hingga kulitnya bertambah merah, ia merasa jijik dengan dirinya sendiri.
Tubuh Ratu sudah menggigil dan ia pun menyelesaikan mandinya, mengenakan bathrobe lalu keluar dari kamar mandi dengan langkah yang lemas.
Dengan masih mengenakan bathrobe, Ratu menghempaskan tubuhnya ke atas ranjang. Ia akan mengistirahatkan pikiran dan hatinya yang sedang hancur itu.
Mama Hani terus mengetuk pintu kamar putrinya, tapi tidak ada juga sahutan dari Ratu. Mama Hani yang khawatir pun langsung membuka pintu kamar Ratu. Wanita paruh baya yang masih terlihat cantik itu melihat sang anak masih tertidur, ia menghela napas dan geleng-geleng kepala.
"Ratu sayang, ayo bangun. Masa iya anak perawan masih tidur di jam segini, pamali nak," ucap mama Hani sambil membangunkan Ratu. Tapi gadis itu sama sekali tidak bergerak, mama Hani mulai khawatir dengan Ratu. Tangannya terarah ke kening Ratu dan betapa terkejutnya mama Hani saat merasakan tubuh putrinya yang panas.
"Astaga sayang, kamu demam!" pekik mama Hani. Mama Hani keluar dari kamar Ratu, jalan tergesa-gesa ke dapur mengambil air dan handuk kecil untuk mengompres Ratu.
Papa Arkana yang sedang berada di ruang makan dan melihat istrinya berjalan tergesa-gesa membuatnya merasa heran, "Ada apa, Ma? Kok jalannya tergesa-gesa gitu?"
"Mama mau ambilkan air hangat untuk mengompres Ratu. Dia demam, Pa," jelas mama Hani yang terlihat panik.
"Ratu demam, Ma?" pekik papa Arkana ikut panik mendengar anak bungsunya sakit. Papa Arkana dan mama Hani memiliki 3 anak, anak pertama serta kedua kembar laki-laki, bernama Rivaldo dan Rivaldi. Dan Ratu adalah anak bungsu mereka.
Rivaldo, bekerja di perusahaan papa Arkana. Sedangkan Rivaldi kembarannya, sekarang berada di Australia menjadi Direktur SDM pada salah satu perusahaan telekomunikasi terkemuka di Australia. Mereka berdua telah menikah dan masing-masing memiliki 1 anak.
Mama Hani mengangguk, "Nanti lagi kalau mau bertanya, Pa. Mama mau ambilkan air hangat dulu," ucap mama Hani terburu-buru.
Papa Arkana hanya mengangguk, lalu datanglah Rivaldo bersama istri dan anak laki-lakinya.
"Mama kenapa, Pa?" tanya Rivaldo.
"Mama tadi bilang kalau adik kamu demam, nak," jawab papa Arkana.
"Apa! Ratu demam, Pa?" pekik Rivaldo. Karina yang mendengar adik iparnya itu sakit pun ikut terkejut dan khawatir. Mereka berdua sangat menyayangi Ratu, apalagi Ratu adalah adik perempuan satu-satunya.
"Iya, nak."
Mereka berlima menunggu Ratu sadar, sedari tadi mereka merasa cemas, bahkan papa Arkana dan Rivaldo mengurungkan niatnya untuk berangkat bekerja saking mengkhawatirkan kondisi Ratu.
"Tante Ratu kenapa, Mi?" tanya Elwin, anak Rivaldo dan Karina.
"Tante Ratu lagi sakit, nak," jawab Karina sambil mengelus rambut putranya yang sedang berada di pangkuan itu.
"Tante Ratu sakit," lirih Elwin. Bocah tampan berusia 5 tahun itu seperti merasakan apa yang di rasakan oleh tantenya.
"Papa dan Aldo berangkat kerja saja, nanti biar Mama dan Karina yang menjaga Ratu," ucap mama Hani dan Karina mengangguk membenarkan ucapan ibu mertuanya.
"Tapi Papa tidak akan fokus bekerja, jika pikiran Papa terus ke rumah memikirkan keadaan Ratu," ucap papa Arkana.
"Benar kata Papa, Ma. Papa dan Aldo seperti tidak masuk bekerja hari ini," timpal Rivaldo.
Mama Hani menghela napas panjang, lalu menatap tajam ke arah suami dan anaknya itu.
"Kalian lupa jika hari ini ada meeting penting di kantor?"
"Papa ingat kok Ma," jawab papa Arkana.
"Aldo juga," timpal Rivaldo.
"Terus kenapa kalian tidak masuk bekerja? Mau perusahaan Papa bangkrut ya?" ucap mama Hani memasang wajah galaknya.
Papa Arkana dan Rivaldo menggeleng.
"Nah itu kalian tidak mau. Jangan khawatirkan Ratu, dia tidak apa-apa. Demamnya juga sudah turun kok," kata mama Hani menenangkan suami dan putra sulungnya itu.
Dengan berat hati, papa Arkana dan Rivaldo pun pamit untuk berangkat bekerja.
Diamond Apartment
Jean mulai terusik dengan sinar matahari yang masuk dari celah-celah jendela kamarnya, dengan perlahan ia duduk dan pusing langsung melandanya, mungkin karena efek dari alkohol semalam.
"Akhh pusing banget," keluh Jean sambil memegang pelipisnya.
Jean menyibak selimut yang menutupi tubuhnya, seketika ia terkesiap melihat tubuhnya yang polos tanpa sehelai benangpun.
"Astaga apa yang terjadi semalam!" pekik Jean. Ia berpikir keras apa yang sebenarnya terjadi, tapi yang Jean ingat hanya ketika dirinya menangkap basah Elsa dan Romi yang sedang bercinta, lalu ia pergi ke club' malam, setelah itu Jean tidak mengingat apa yang terjadi selanjutnya.
Apa di club' kemarin dirinya menyewa wanita bayaran dan membawanya ke apartemen?
Mata Jean tidak sengaja melirik ke arah sprei, ia melihat ada bercak darah yang sudah mengering. Jika Jean menyewa wanita bayaran, apa ada wanita bayaran yang masih perawan?
"Ya ampun Jean, kamu telah merusak masa depan seorang gadis. Dasar brengsek kamu, Jeandra!" maki Jean pada dirinya.
Tapi siapakah gadis yang ia renggut mahkotanya? Pikiran Jean semakin frustrasi, otak Jean seakan pecah dibuatnya. Ia beranjak dari ranjang dan memilih mandi sekaligus menenangkan pikirannya, sebelum nanti ia akan mengecek Cctv apartemen dan mengetahui siapa gadis yang semalam tidur bersamanya.
Setelah selesai mandi, benar saja Jean menuju ke ruang keamanan untuk mengecek Cctv. Penjaga keamanan langsung memberi izin pada Jean untuk melihat Cctv. Jika tidak, mereka bisa kehilangan pekerjaan, karena mereka mengetahui Jean merupakan anak pemilik gedung apartemen ini.
"Maaf Tuan, wajah gadis itu terlihat samar-samar," ucap salah satu penjaga keamanan. Jean melihat ke layar komputer dan menelisik wajah gadis itu. Benar kata penjaga tadi, wajah gadis itu terlihat samar-samar karena hampir seluruh wajahnya tertutup oleh rambut panjangnya.
"Sial!" umpat Jean dalam hati.
Setalah mengecek Cctv yang tidak membuahkan hasil, Jean memilih kembali ke apartemen dan bersiap-siap untuk berangkat ke kampus.
Dandelion University.
Pukul 10 pagi, Jean masuk kuliah. Ia berkuliah di salah kampus ternama di kota Jakarta. Kini Jean sudah berada di semester 7 dan menjabat sebagai ketua BEM.
Jean masuk ke ruang kelas dan duduk di kursi. Abimana dan Putra melihat wajah muram sahabatnya itu.
"Kamu kenapa, Jean? Tumben wajahmu di tekuk begitu," tanya Abimana.
"Iya benar, lagi ada masalah ya sama Elsa?" timpal Putra.
Jean menghela napas lalu mengangguk pelan.
"Kamu kenapa lagi sama dia?" tanya Abimana penasaran.
"Aku sudah putus dengannya," jelas Jean. Abimana dan Putra kaget mendengarnya.
"Hah kenapa? Kok bisa?"
Jean pun menjelaskan kronologi kejadian semalam, dimana dirinya menciduk Elsa dan Romi. Dengan suara yang lirih, Jean juga menceritakan tentang dirinya yang merenggut kesucian seorang gadis tak di kenal. Abimana dan Putra semakin kaget, bahkan mulut mereka menganga lebar mendengar cerita Jean.
"Gila sih! Aku memang sudah tidak suka dengan Elsa sejak dulu, entah kenapa gadis itu seperti tidak baik untukmu," ucap Abimana.
"Terus kamu tidak mengetahui siapa gadis yang tidur denganmu itu?" sahut Putra.
Jean hanya menggeleng pelan. Kedua sahabatnya hanya bisa mengatakan sabar sambil menepuk-nepuk pundak Jean.
Mata kuliah pertama pun di mulai, tapi pandangan Jean sedari tadi melihat tempat duduk Ratu yang terlihat kosong, Jean merasa khawatir dengan kondisi gadis itu. Apalagi ketika Vina mengatakan jika Ratu sedang sakit.
...----------------...
Ratu mulai terusik dari tidurnya, perlahan membuka mata. Ketika hendak bangun, kepala Ratu seakan berputar rasanya.
"Akhh kepalaku pusing sekali," keluh Ratu. Saat akan memegang keningnya, ia mendapati handuk kecil di keningnya.
"Kok ada handuk kecil? Apa aku demam?" gumam Ratu. Sedetik kemudian ia terperanjat, melihat ke arah tubuhnya dan langsung merasa lega saat Ratu mengingat sebelum tertidur tadi, ia menutupi seluruh tubuhnya menggunakan selimut hingga ke atas leher.
Kalau saja Ratu tidak menutupi badannya, besar kemungkinan mama Hani memberondongnya dengan banyak pertanyaan apalagi tentang banyaknya tanda kissmark di leher dan sekitar atas dadanya.
"Untung saja." Ratu beranjak dari ranjang, berjalan menuju walk in closet untuk mengambil pakaian. Setelah mengenakan pakaian, Ratu kemudian mencoba menutupi tanda-tanda kissmark di leher serta di atas dadanya menggunakan foundation.
CEKLEK!
Tiba-tiba seseorang membuka pintu kamar Ratu membuat sang empu tersentak. Beruntungnya, Ratu telah selesai dari ritual menyamarkan bekas-bekas hasil dari perbuatan Jean tersebut.
"Kamu sudah bangun, sayang?" tanya mama Hani masuk ke kamar Ratu sambil membawa nampan berisi makanan.
"Iya Ma," jawab Ratu tersenyum.
"Syukurlah." Mama Hani menaruh nampan di atas nakas, menghampiri Ratu lalu memegang kening putrinya itu.
"Alhamdulillah, demam kamu sudah turun."
"Iya Ma, tapi kepalaku masih sedikit pusing," ucap Ratu jujur.
"Kalau gitu kamu sarapan dulu, terus minum obat," suruh mama Hani.
Ratu hanya mengangguk. Tak sengaja mama Hani menatap tepat pada bibir Ratu yang sedikit membengkak dan membiru.
"Bibir kamu kenapa nak? Kok keliatan bengkak dan membiru gitu?" tanya mama Hani membuat jantung Ratu seakan melompat dari tempatnya mendapat pertanyaan seperti ini.
"Ah ini tadi tidak sengaja kepentok di bathtub Ma," jawab Ratu gugup.
"Astaga, makanya kalau mandi itu kamu harus hati-hati nak. Nanti obati luka di bibir kamu juga," ucap mama Hani menasehati putrinya. Ratu mengangguk, dalam hatinya merasa lega, untung saja mamanya itu tidak banyak tanya.
"Kamu hari ini jangan kuliah dulu," suruh mama Hani. Ratu yang sedang sarapan itu hanya mengangguk menuruti perintah dari mama Hani.
Selesai sarapan, Ratu mengambil ponselnya. Hatinya kembali sesak saat melihat tampilan wallpaper ponselnya menggunakan fotonya bersama Jean saat berlibur ke pantai tahun lalu. Dengan cepat tangannya mengotak-atik dan mengganti wallpaper di ponselnya, lalu menghapus foto-foto dirinya bersama Jean, kenangan indah bersama laki-laki itu harus segera Ratu lupakan.
Kemudian, Ratu mengirimkan pesan ke sahabatnya yang bernama Vina dan memberitahukan jika hari ini dirinya tidak masuk kuliah karena sakit. Ratu pun kembali tertidur akibat efek dari obat yang ia minum tadi.
Dandelion University.
Baru saja Jean keluar dari ruang kelas, dirinya sudah di cegat Elsa dan dua temannya. Jean cukup terkejut melihat keberadaan Elsa disana. Ia langsung merubah raut wajah ekspresi wajahnya menjadi dingin.
"Jean." Elsa mengembangkan senyum manisnya di depan Jean, tapi sayang itu tidak membuat Jean membalas senyumannya.
"Mau apa kamu?" tanya Jean dingin.
"Aku mau bicara sama kamu," ucap Elsa.
"Tidak ada yang perlu dibicarakan lagi, kita sudah tidak ada hubungan apapun," balas Jean.
"Please Jean, beri aku kesempatan untuk memperbaiki hubungan kita," ucap Elsa memohon kepada Jean sambil memegang tangan Jean dengan wajah memelas, namun dengan cepat Jean menghempaskan tangan Elsa.
Cukup, dirinya tidak boleh luluh dengan tatapan mata itu. Seorang pengkhianat tidak boleh dimaafkan, karena setiap kali dimaafkan pasti akan mengulangi kesalahan yang sama lagi.
"Aku lagi sibuk dan jangan pernah ganggu aku lagi!" balas Jean tegas lalu pergi meninggalkan Elsa. Sedangkan Abimana dan Putra menatap sinis Elsa.
"Sial! Aku tidak akan melepaskan mu begitu saja Jean," kesal Elsa masih menatap kepergian Jean.
"Sabar El, kamu pasti bisa mendapatkan Jean kembali," ucap Dania menenangkan Elsa.
"Iya benar, El. Sebenarnya Jean masih mencintaimu, tapi dia hanya masih emosi saat ini," timpal Franda.
"Of course, karena Jean itu hanya milikku seorang," ucap Elsa tersenyum menyeringai.
Di kantin, Jean mengaduk-aduk makanannya seperti tak minat. Pikirannya terus berkelana kejadian semalam dan berpikir keras, siapa sebenarnya perempuan yang tidur dengannya itu?
"Jean," panggil Putra membuat Jean tersentak.
"Ah iya, kenapa?"
"Kok makanannya hanya kamu aduk-aduk saja, tidak di makan?" tanya Putra heran.
"Aku hanya tidak berselera untuk makan," jawab Jean.
"Karena memikirkan kejadian semalam?" sahut Abimana mencoba menebak isi pikiran Jean.
Jean mengangguk lesu, "Aku merasa bersalah kepada gadis itu, tapi sialnya aku tidak mengetahui siapa dia," lirihnya merutuki diri.
"Kalau kamu tau siapa gadis itu, apa kamu akan bertanggung jawab atas perbuatanmu itu?" tanya Putra.
Jean langsung menatap ke arah Putra, "Ya tentu saja aku akan bertanggung jawab atas perbuatanku itu."
"Aku berharap gadis itu secepatnya bisa kamu temukan," ucap Abimana.
Jean mengangguk, "Aku juga berharap seperti itu," ucapnya sambil memandang ke depan dengan tatapan kosong.
Selepas pulang kuliah, Jean berniat untuk pergi menjenguk Ratu tanpa ditemani kedua sahabatnya.
Kediaman Wang.
Jean mengetuk pintu rumah orang tua Ratu, tak lama kemudian seorang asisten rumah tangga membukakan pintu untuknya.
"Selamat siang Bi Mirah," sapa Jean.
"Siang Tuan muda, mari masuk." Bi Mirah mempersilahkan Jean untuk masuk.
"Eh nak Jean," ucap mama Hani yang datang ke ruang tamu. Jean menghampiri mama Hani dan menyalami tangannya.
"Siang Tante."
"Siang nak, pasti kesini mau jengukin Ratu ya?" tebak mama Hani.
Jean tersenyum dan mengangguk, "Iya Tante."
"Ya sudah, bentar ya Tante panggilkan Ratu dulu," ucap mama Hani.
"Baik Tante."
Mama Hani pergi menuju ke kamar sang putri. Tanpa mengetuk pintu, mama Hani langsung masuk ke dalam kamar Ratu, ia melihat Ratu sedang duduk bersandar pada kepala ranjang sambil memainkan ponselnya.
"Ratu..."
"Ada apa, Ma?" tanya Ratu menatap mamanya.
"Ada Jean dibawah, dia datang ingin menjenguk mu, nak," ucap mama Hani membuat Ratu kaget hingga ponselnya terjatuh dari tangannya.
"Kenapa dia harus kesini sih!" gerutu Ratu dalam hati.
"Bilang saja aku sedang istirahat Ma, dan tidak bisa di ganggu dulu," ucap Ratu.
"Loh kenapa begitu nak?" tanya mama Hani bingung.
"Please Ma, bilang saja seperti itu. Ratu sedang tidak ingin di jenguk oleh siapapun," pinta Ratu memohon.
Mama menghela napas panjang lalu mengangguk, tak mengerti mengapa Ratu tidak ingin bertemu dengan Jean, apa mereka berdua sedang ada masalah? pikirnya.
Tak ingin berlama-lama, mama Hani pun keluar dari kamar Ratu dan kembali ke ruang tamu.
"Maaf nak Jean, sepertinya Ratu saat ini sedang tidak bisa di jenguk oleh siapapun," ucap mama Hani tak enak hati.
"Tidak apa-apa Tan, mungkin Ratu ingin beristirahat," balas Jean tersenyum tipis.
"Maafkan Ratu ya, nak."
"Iya Tante. Kalau begitu Jean pamit pulang dulu," ucap Jean berdiri dari duduknya dan menyalami tangan mama Hani.
"Iya nak, kamu hati-hati dijalan."
Jean mengangguk dan tersenyum.
Dari celah-celah jendela kamarnya, Ratu mengintip Jean yang akan memasuki mobilnya dengan tatapan sedih, marah dan kecewa. Tanpa sadar, air mata Ratu jatuh di pipi.
"Tuhan, kenapa hal ini terjadi pada aku dan Jean," lirih Ratu sambil memegang dadanya yang berdenyut.
...----------------...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!