"Dasar anak gak tahu malu! Kau sudah mencoreng arang dan melempar kotoran di wajah orang tuamu!" umpat Jamilah begitu marah pada putrinya, Rosiana.
Gadis itu hanya bisa menunduk, terduduk di lantai sembari menangis. Rambutnya juga sudah acak-acakan tidak karuan karena baru saja dijambak oleh ibunya. Tidak cukup sampai di situ, ayahnya juga sudah menamparnya sebanyak dua kali.
Diusut dari kejadian, mungkin Rosiana memang pantas untuk menerima perlakuan itu. Dia salah. Sangat salah! Tetapi, apa yang bisa dia lakukan sekarang? Nasi sudah menjadi bubur. Rosiana hanya bisa memohon maaf pada orang tuanya atas segala kesalahan yang telah ia perbuat.
"Anak tidak tahu diri! Kami membesarkanmu bukan untuk menjadi murahan seperti ini, Ros! Kami membesarkanmu dengan susah payah agar kamu bisa menjadi anak yang membanggakan keluarga. Tapi kau! Kelakuanmu seperti pelacur! Bagaimana bisa kamu hamil sementara kamu menikah?
Apa saat kamu melakukannya kamu tidak mengingat kami? Kamu tidak mengingat jika kamu punya keluarga yang harus kamu jaga nama baiknya? Apa kata orang jika mereka mengetahui kalau kamu hamil di luar nikah?" Jamilah berteriak dengan penuh amarah.
Hatinya sangat sakit saat mendengar putrinya kini sedang hamil tiga bulan. Entah apa yang ada di kepala Rosiana sampai dia tega berbuat sesuatu yang mencoreng nama baiknya.
"Maafkan aku, Bu. Aku khilaf. Aku minta maaf. Aku minta maaf sama ibu dan Bapak. Aku salah, aku telah mempermalukan ibu dan Bapak. Maafkan aku, aku mohon ...." Rosiana bersimpuh di kaki ibunya.
Wanita muda itu menangis. Menyesali semua yang telah terjadi padanya. Demi cintanya pada sang kekasih, Rosiana rela memberikan kesuciannya hingga akhirnya dia hamil.
"Maafmu tidak bisa merubah semuanya, Ros! Kamu sudah mempermalukan Ibu dan Bapak. Apa kamu tidak berpikir jika warga di kampung ini sampai tahu tentang kehamilanmu?" Jamilah mendorong putrinya hingga Rosiana terjengkang ke belakang.
Gadis cantik yang sudah tidak perawan itu menangis sejadi-jadinya. Melihat kedua orang tuanya yang begitu marah membuatnya merasakan rasa bersalah dan rasa sakit secara bersamaan. Apalagi, saat melihat raut sedih dan kekecewaan yang tergambar pada wajah kedua orang tuanya.
"Maafkan aku Ibu. Maafkan aku, Pak. Aku mohon, maafkan aku ...." Rosiana masih memohon agar Jamilah dan Rusdi memaafkannya.
Rosiana tahu, ia bersalah. Dirinya telah mencoreng nama baik keluarganya.
Namun, sesalah apapun anak, seharusnya orang tua bukan hanya bisa menghakiminya saja bukan?
Rosiana juga butuh perlindungan, saran, bahkan sekedar kata penghiburan. Dia tahu dia salah, kalau bisa, dia juga tidak ingin mengecewakan orang tuanya.
Rosiana juga ingin menjadi anak penurut, menyelesaikan sekolahnya dan mencari pekerjaan ke kota seperti yang dia cita-citakan selama ini.
Akan tetapi, takdir berkata lain. Rosiana kebablasan bermain cinta dengan Rian, kekasihnya sejak kelas satu SMA hingga akhirnya dia hamil di luar nikah.
"Kau harus menggugurkan bayi itu!" teriak Jamilah kehilangan kesabarannya.
"Tapi, Bu, aku nggak mau kehilangan bayiku. Anak ini buah cintaku dengan Rian," jawab Rosiana takut-takut.
"Masih bisa kamu mengatakan itu setelah kamu mempermalukan orang tuamu?"
Jamilah sudah bersiap maju ke depan untuk kembali memukul Rosiana, tetapi, ayahnya menahan serangan istrinya itu.
"Sudah, Bu. Jangan seperti ini. Anakmu sudah melakukan dosa, kalau kamu menyuruhnya menggugurkan janin dalam perutnya, maka dia akan semakin berdosa, dan kamu pun ikut berdosa!" sambar Rusdi yang sudah bisa menguasai amarahnya.
Saat pagi ini Rosiana memberitahu mengenai kehamilannya, Rusdi tidak sanggup menahan emosi dan kecewanya hingga spontan menampar Rosiana dua kali.
Namun, setelah dipikir kembali, untuk apa dia melakukan hal itu, toh semua sudah terjadi. Walaupun dia memukuli Rosiana hingga anaknya itu mati sekalipun, tidak akan mengubah segalanya.
Sekarang yang terpenting adalah mereka memikirkan bagaimana caranya menyelesaikan masalah ini sebelum warga desa tahu. Apalagi, Rusdi adalah ketua RT. Warga akan mencemooh Rusdi jika mereka tahu kalau Rosiana hamil di luar nikah.
"Tidak ada cara lain selain menggugurkan kandungan itu, Pak. Hanya itu jalan satu-satunya agar kita tidak menanggung malu!" Jamilah yang masih dikuasai oleh emosi kembali berteriak.
Tidak mudah bagi mereka meredam masalah ini tanpa diketahui oleh masyarakat desa. Kalaupun Rosiana menikah, warga pasti akan tetap mengetahui kalau putrinya hamil di luar nikah.
Usia kehamilannya sudah empat bulan. Warga akan curiga jika tiba-tiba Rosiana melahirkan sementara usia pernikahannya belum genap satu tahun.
"Apa pria brengsek itu mau bertanggung jawab?" tanya Rusdi sambil mendekati Rosiana. Kedua matanya menatap tajam ke arah anak perempuan yang sangat disayanginya itu.
Gadis itu menengadah, menatap wajah ayahnya lalu buru-buru mengangguk. Rosiana berharap sang ayah mempunyai jalan keluar untuk masalah yang kini dihadapinya. Apapun akan dia lakukan asal jangan sampai membunuh calon bayinya.
"Kalau pria itu memang mau bertanggung jawab, suruh dia menikahimu secepatnya!" Rusdi menatap Rosiana yang tampak terkejut mendengar ucapannya.
***
Ternyata bukan hanya keluarga Rosiana yang tidak setuju atas rencana pernikahan itu. Akan
tetapi, keluarga Rian juga tidak menyetujui hubungan mereka.
Pasalnya, Rian adalah anak tunggal. Mereka berharap Rian bekerja dulu agar bisa memberikan kehidupan yang lebih baik bagi keluarganya. Bukannya malah menikah setelah selesai sekolah. Rian dan Rosiana bahkan baru sama-sama lulus SMA.
Bisa-bisanya di usia mereka yang masih muda, mereka justru menghancurkan masa depan mereka sendiri dengan melakukan hubungan yang seharusnya tidak boleh mereka lakukan.
Setelah Rian menjelaskan keadaan yang sebenarnya, bahwa Rosiana saat ini sedang hamil anaknya, kedua orang tuanya sangat murka.
"Memalukan! Bapak sungguh malu mempunyai anak seperti kamu, Rian!" Jamal memukul putranya hingga jatuh tersungkur.
Lelaki berusia empat puluh lima tahun itu benar-benar marah mendengar ucapan putranya.
"Brengsek!"
"Bajingan kamu, Rian!" Jamal kembali memukul Rian membuat Ratna menjerit. Ibu dari Rian itu kemudian menahan tubuh suaminya yang ingin kembali memukul putranya.
"Pergi kamu dari sini! Bapak tidak sudi melihatmu lagi!"
BERSAMBUNG ....
Setelah Derita Cinta Amora menuju TAMAT, Author balik lagi bawa novel baru. Novel ini adalah novel kolaborasi kedua bareng R. Angela.
Kuy! Ikuti kisah petualangan Rosiana.
Setelah diusir oleh kedua orang tuanya, Rian nekad menemui Rosiana di rumahnya. Rian sudah berjanji pada Rosiana untuk menikahinya. Jadi, dia tidak mungkin lari dari tanggung jawab.
Rian sangat mencintai Rosiana. Dia akan melakukan apapun asal bisa bersama Rosiana. Kalaupun dia akan diusir oleh kedua orang tua Rosiana, Rian tidak akan gentar. Pria itu akan membawa Rosiana pergi jauh jika kedua orang tua gadis itu tidak merestuinya.
Saat Rian sampai di rumah Rosiana, gadis itu sedang menangis di teras rumah. Beruntung teras rumah Rosiana tertutup oleh pintu gerbang, jadi, tidak ada satupun orang lewat yang akan melihat Rosiana.
"Sayang ...." Wajah Rosiana menatap ke arah pintu gerbang. Rumah Rosiana memang cukup besar meskipun dia tinggal di kampung.
Keluarga Rosiana memang keluarga yang lumayan berada. Rumahnya bagus. Tidak seperti rumah-rumah sederhana di sekitarnya.
Rian kembali memanggil Rosiana karena kekasihnya itu tidak menyahut saat dia memanggilnya.
"Rosi!"
"Rian. Kenapa kamu ke sini?" Rosiana mendekati sang kekasih.
"Apa yang terjadi? Kenapa wajahmu seperti ini?" Rosiana tampak kaget melihat wajah Rian yang membengkak dan memar.
Tidak jauh berbeda dengan Rosiana, Rian pun tampak terkejut melihat kedua pipi sang kekasih membiru.
"Kenapa wajahmu bengkak dan memar seperti ini?" Rian mengucapkan pertanyaan yang sama pada Rosiana.
Rosiana menunduk. "Bapak dan ibu memarahiku. Mereka sudah tahu tentang kehamilanku." Rosiana mengusap perutnya.
"Rian, bisakah kamu mengajakku pergi dari sini? Jika aku tetap di sini, aku takut ibu menyuruhku menggugurkan anak kita."
"Apa?"
Rian tersentak mendengar ucapan kekasihnya.
"Ibuku menyuruhku menggugurkannya. Sementara bapak, dia ingin kamu menikahiku." Rosiana menatap Rian dengan sendu. Air matanya turun membasahi pipinya.
"Aku akan menikahimu. Aku Janji."
***
Rian pulang dengan hati gelisah. Dia sudah berjanji pada Rosiana akan menikahinya. Mau tidak mau, Rian harus mengatakan pada kedua orang tuanya tentang niatnya untuk menikahi Rosiana.
Jamal sangat marah saat melihat Rian kembali ke rumah. Lelaki itu marah besar sampai-sampai Ratna dan Rian kewalahan.
Jamal marah karena Rian memintanya untuk melamar kekasihnya yang kini sedang hamil. Kemarahannya semakin menjadi saat dia tahu kalau perempuan yang dihamili oleh putranya adalah anak dari Rusdi dan Jamilah.
Keluarga sok kaya yang terkenal sombong.
Jamal kembali memukuli putranya membuat Ratna menangis histeris. Namun, saat melihat kegigihan Rian yang ingin sekali bertanggung jawab, Jamal akhirnya mengalah.
Pria paruh baya itu akhirnya mengikuti Rian untuk datang ke rumah Rosiana dan melamar gadis yang dihamili oleh putranya itu.
Kedatangan Rian dan juga kedua orang tuanya disambut baik oleh Rusdi. Namun, tidak dengan Jamilah. Keluarga Rian yang kehidupannya di bawahnya tentu saja membuat Jamilah tidak suka.
Dalam hati, Jamilah mengutuk anaknya habis-habisan karena mau saja tergoda oleh pria miskin itu.
Walaupun Jamilah dan Rusdi bukanlah orang yang kaya raya di desa itu, tetapi, setidaknya kehidupan perekonomian mereka lebih mapan daripada keluarga Rian.
Jamilah punya impian bahwa putrinya itu bisa memiliki jodoh yang lebih baik. Misalnya, anak pak lurah di kampung mereka. Akan tetapi, semua harapan Jamilah pupus karena Rosiana mengandung anak Rian saat ini.
"Seperti yang sudah sama-sama kita ketahui, kalau anak-anak kita sudah salah langkah. Sebagai orang tua dari Rian, saya meminta maaf atas kesalahan putra saya." Jamal menatap Rusdi dan Jamilah secara bergantian.
"Saya datang kemari ingin melamar putri Bapak dan Ibu. Anak saya, Rian, akan bertanggung jawab dengan apa yang sudah dia lakukan pada putri Bapak dan Ibu," lanjut Jamal dengan raut wajah sedih dan menyesal.
Kalau bukan karena Rian yang terus memohon padanya, dirinya tidak akan sudi datang ke rumah Rusdi. Apalagi, saat melihat gaya Jamilah yang terlihat sangat angkuh.
Seandainya Jamal tidak memikirkan nama baik keluarganya, laki-laki itu pasti akan menyuruh Rian pergi dan lari dari tanggung jawab. Biarkan saja Rusdi dan istrinya menanggung malu karena anaknya hamil di luar nikah.
Lagipula, bukan kesalahan putranya seorang hingga menyebabkan Rosiana hamil. Gadis itu sudah cukup dewasa untuk bisa menolak keinginan Rian. Akan tetapi, karena dia tidak bisa menahan diri, dia ikut terjerumus oleh gairah yang mereka rasakan bersama-sama.
"Iya, Pak. Justru karena itu kami sangat mengharapkan kedatangan Bapak dan Ibu agar kita bisa segera menikahkan mereka," ucap Rusdi sopan.
"Seandainya saja putriku tidak hamil, aku tidak akan sudi menikahkan putriku dengan anak kalian!"
BERSAMBUNG ....
Setelah lamaran, sehari berikutnya kedua keluarga itu mengantar Rian dan Rosiana ke KUA. Mereka menikah di sana. Beruntung, usia mereka berdua sudah di atas delapan belas tahun, jadi, pihak KUA tidak mempermasalahkan pernikahan mereka.
Awalnya, Jamal ingin menikahkan mereka secara siri terlebih dahulu. Namun, Rusdi dan Jamilah menolak. Mereka tidak mau menanggung resiko jika putri mereka harus dinikahi secara siri.
Pernikahan Rian dan Rosiana berjalan dengan lancar. Tidak ada halangan. Hanya saja, Jamal dan Ratna merasa kesal melihat sikap Jamilah yang begitu angkuh dan menyebalkan.
Jika saja anaknya tidak melakukan kesalahan yang memalukan, mereka juga tidak akan mau berbesanan dengan wanita sombong itu. Apalagi, saat melihat Rusdi yang seolah tunduk dan begitu patuh pada istrinya.
"Ingat ya, jangan sampai pernikahan ini bocor ke tetangga. Bisa-bisa, kita semua menanggung malu kalau ada warga kampung kita yang tahu kalau anak-anak kita menikah karena Rosiana hamil di luar nikah!" Jamilah kembali mengulangi kata-katanya sepanjang perjalanan pulang hingga membuat Jamal dan Ratna merasa jengkel.
***
"Aku pergi dulu, Pak. Maafkan aku karena sudah mengecewakan Bapak." Rian menangis di hadapan ayah dan ibunya.
Dia hari setelah menikah, Rian terpaksa membawa Rosiana pergi ke Jakarta untuk mengadu nasib di sana. Temannya menawarkan pekerjaan pada Rian di Jakarta.
Sebenarnya Rian ingin meninggalkan Rosiana di kampung. Namun, itu tidak mungkin. Jika dirinya meninggalkan Rosiana di kampung, maka semua orang akan tahu jika wanita yang kini resmi menjadi istrinya itu hamil di luar nikah.
Rian tidak tega meninggalkan Rosiana. Apalagi, kedua orang tua Rosiana sekarang seolah tidak peduli. Mereka tidak lagi peduli pada Rosiana karena wanita itu dianggap telah mencoreng nama keluarga.
Setelah mencium tangan ayahnya dengan takzim, Rian kemudian memeluk ibunya. Meminta maaf pada wanita yang telah melahirkannya itu karena sudah melakukan kesalahan yang membuat mereka malu.
"Doakan aku agar aku bisa sukses seperti keinginan Ibu."
"Pasti, Nak. Biar bagaimanapun, kamu adalah anak ibu." Ratna menangis.
"Jaga istri kamu baik-baik, Rian. Dia sedang hamil."
"Iya, Bu. Kami pamit." Rian mencium tangan ibunya. Diikuti oleh Rosiana.
Mereka berdua kemudian masuk ke dalam mobil travel yang akan mengantarkan mereka berdua ke Jakarta. Di dalam mobil, teman yang menawarkan pekerjaan pada Rian merasa heran karena Rian membawa Rosiana ikut dengan mereka.
Namun, saat Rian menjelaskan kalau dirinya dan Rosiana sudah menikah, dia pun akhirnya mengerti. Sahabatnya itu bahkan mengatakan akan mencarikan kontrakan agar mereka bisa tinggal berdua saja.
****
Rian baru saja pulang dari tempat kerja. Lelaki berusia sembilan belas tahun itu disambut oleh sang istri yang tersenyum melihat kedatangannya.
Rosiana mencium tangan Rian yang dibalas sebuah kecupan di keningnya.
"Kamu mandi dulu ya, aku siapkan makanan untuk kamu." Rosiana tersenyum menatap Rian yang terlihat lelah.
Rian menurut, lelaki itu menuju ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya.
Rosiana menarik napas panjang. Merasa kasihan melihat sang suami yang bekerja keras banting tulang. Sementara itu, dirinya hanya bisa berdiam diri. Mau ikut bekerja, pekerjaan apa yang mau menerima perempuan hamil seperti dia?
Rian dan Rosiana tinggal di rumah kontrakan sederhana dengan harga sewa yang bisa terjangkau oleh keuangan mereka tentunya.
Sudah sebulan mereka tinggal di Jakarta. Rian bekerja di sebuah kantor yang cukup ternama di Jakarta. Namun, pendidikan Rian yang hanya tamatan SMA membuat Rian hanya diterima sebagai seorang OB di sana.
Berbekal gaji pas-pasan, mereka berjuang hidup di ibukota. Namun, Rosiana merasa sangat bahagia karena ia bisa hidup bersama orang yang sangat dicintainya.
Rosiana yang baru saja menyiapkan makanan untuk Rian tersentak kaget saat Rian dengan tiba-tiba memeluknya dari belakang.
Bau wangi menguar dari tubuh Rian yang baru saja selesai mandi.
Rian mencium pipi Rosiana dengan gemas.
"Makan dulu. Kamu pasti sudah lapar bukan?" Rosiana menatap Rian yang justru tersenyum genit.
"Iya, aku pengen makan. Tapi aku pengen makan kamu dulu."
BERSAMBUNG ....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!