"Pergi kamu dari rumahku! Kamu dan mamamu cuma numpang di rumah ini!" usir Renatta kecil ke Amanda yang sudah hampir dua Minggu ini tinggal di rumahnya.
"Kalau aku dan mama pergi dari sini. Kami mau tinggal dimana? Kan kamu tahu sendiri Natta kalau papaku sudah meninggal dan kami tak memiliki rumah," jawab Amanda kecil disertai isak tangisnya yang mulai keluar.
"Aku tidak peduli! Lagian siapa suruh jadi orang miskin!" ucap Renatta yang membuat hati Amanda sakit hati dan pergi ke kamarnya lalu mengadu ke sang mama.
Sore harinya, Amanda dan mamanya sudah membereskan pakaiannya dan memasukannya ke dalam koper. Mereka bersiap untuk pergi dari rumah Renatta walaupun masih belum tahu kemana arah dan tujuannya.
"Wi, kamu mau kemana?" tanya Papa Dewa, papanya Renatta.
"Aku mau pergi Mas. Sepertinya, Natta tidak suka kami tinggal di rumah ini. Lagipula Mas Dewa juga akan menikah sebentar lagi. Rasanya sangat tidak pantas kalau aku masih tinggal di rumah ini."
Papa Dewa menatap ke arah Renatta, gadis kecil itu malah memalingkan wajahnya. Helaan napas keluar dari mulut Papa Dewa.
"Maafkan sikap anakku ya, Wi. Dia pasti tidak bermaksud seperti itu. Tapi aku merasa tidak tenang jika kamu pergi tanpa arah dan tujuan. Aku akan minta bantuan temanku untuk mencarikan tempat tinggal sementara untuk kalian."
Dewi mengangguk setuju karena memang ia tidak memiliki tujuan. Setelah diberikan alamat rumah baru untuk mereka, Dewi dan Amanda benar-benar pergi dari rumah Renatta.
*
*
Waktu berlalu begitu cepat, kini Renatta sudah kelas 12 SMA. Ia terkenal sebagai ratunya pembuly di sekolah. Apalagi statusnya yang anak orang kaya membuatnya jadi tambah berkuasa dan ditakuti oleh para siswi yang lainnya.
Salah satu korbannya adalah Amanda. Renatta sangat membenci wanita itu sejak wanita itu menumpang di rumahnya dulu. Meski sekarang wanita itu sudah tak semiskin dulu, tetap saja rasa benci Renatta ke Amanda belum menghilang. Ditambah lagi orang yang disukainya malah menyukai Amanda. Membuat rasa bencinya semakin tumbuh dan berkembang.
Di jam istirahat sekolah, Renatta sudah berdiri di depan kelas Amanda. Ia sengaja ingin melabrak Amanda karena sudah kecentilan di depan Regan, pujaan hatinya.
Amanda terkejut ketika melihat Renatta yang sudah ada di depan kelasnya bersama dengan antek-anteknya. Ingin masuk lagi ke dalam kelas, tapi ia sudah terlanjur dilihat oleh Renatta. Amanda pun berjalan pelan ke pintu.
Renatta tersenyum miring melihatnya. Ia selalu suka melihat wajah ketakutan Amanda padanya. Setelah Amanda ada di hadapannya, Renatta menarik paksa tangan Amanda dengan cengkraman yang kuat lalu dibawa ke gudang belakang sekolah.
Renatta sengaja menjatuhkan Amanda, lalu menoyor kening Amanda sambil menatapnya dengan tajam.
"Ngaca dong! Kamu itu siapa? Cuma anak sambung dari keluarga Wijaya aja sombong! Mana sok kecentilan lagi! Ingat ya! Regan itu cuma milikku! Kamu jangan dekat-dekat dengannya!"
"Tapi aku nggak pernah kecentilan Natta. Regan yang mendekati aku, bukan aku yang mendekatinya. Lagian kamu juga bukan siapa-siapanya Regan," sahut Amanda dengan takut-takut.
Merasa tidak terima dengan ucapan Amanda yang mengatakan Regan yang mendekati wanita itu, Renatta malah menarik rambut Amanda hingga membuat wanita itu menjerit kesakitan.
"Jadi, maksud kamu, aku kalah cantik denganmu makanya Regan suka sama kamu, begitu?"
"Aww, sakit Natta!" teriak Amanda.
"Ini tidak sesakit ketika aku melihat kamu bercanda tawa dengan Regan."
Kegiatan menarik rambut Amanda terhenti ketika mendengar suara Regan yang ada di depan gudang memanggil-manggil nama Renatta.
Renatta pun keluar dari sana dengan raut wajah yang sudah berubah jadi lembut dan penuh senyum. Sebelum keluar, ia mengancam Amanda lebih dulu untuk tidak mengatakan apapun yang ia lakukan pada wanita itu ke siapapun terutama ke Regan.
"Ada apa kamu cari aku?" tanya Renatta dengan wajahnya yang sudah bersemu merah karena kegirangan.
"Cih! Mana Amanda? Kamu pikir aku nggak tahu, kalau kamu suka membuly dan menjahati Amanda? Kamu membawanya ke gudang sekolah mau merundungnya lagi kan? Lagian apa sih salahnya Amanda? Dia bahkan tak pernah mengusik kamu sedikit pun! Malah kamu yang selalu mengusiknya! Kalau iri, bukan seperti ini caranya!" marah Regan pada Renatta.
Setelah mengeluarkan kemarahannya, Regan lalu memasuki gudang sekolah dan mendapati Amanda yang terduduk di lantai dengan wajahnya yang sudah berair. Regan membantu Amanda untuk berdiri dan memapah gadis itu.
Tanpa Amanda bersuara pun, Regan tahu, kalau Amanda sudah disakiti oleh Renatta. Membuatnya jadi semakin benci pada Renatta.
Pada dasarnya, Regan menyukai Amanda karena gadis itu baik hati, lemah lembut dan tidak kasar seperti Renatta. Ketika sudah membawa keluar Amanda, Regan menatap nyalang ke arah Renatta. Kemudian pergi tanpa kata dari sana.
Renatta menghentakkan kakinya berkali-kali karena kesal, Amanda selalu saja mendapatkan perhatian Regan. Selalu dibantu, dibela dan dinomor satukan oleh Regan. Padahal ia jauh lebih cantik daripada Amanda, hanya saja kulit Amanda memang jauh lebih putih dari kulitnya.
"Sial! Selalu saja begini!" umpatnya.
"Mungkin seharusnya kamu menahan diri untuk tidak merundung Amanda lagi, Nat," ucap salah seolah temannya.
"Tapi, aku benar-benar tidak tahan, kalau membiarkannya begitu saja! Huh!"
"Ya, kalau kamu tidak bisa menahan diri, Regan bisa saja semakin benci kamu dan semakin suka ke Amanda. Meski Regan belum menyatakan cinta ke Amanda, tapi semua orang tahu kalau Regan menyukai Amanda karena perlakuan Regan selalu berbeda ke Amanda. Selalu lembut dan penuh perhatian."
"Sialan! Tidak usah diperjelas juga!"
Renatta tambah kesal jadinya karena perkataan yang diucapkan temannya adalah kebenaran. Membuatnya jadi tidak bisa berhenti untuk membenci Amanda.
*
*
Renatta pulang ke rumahnya dengan wajah yang ditekuk. Mama Kamala yang melihatnya jadi bertanya ke Renatta.
"Apa Amanda membuat kamu kesal lagi?"
Renatta mengangguk lalu mengadu ke mamanya.
"Iya, dia semakin bertingkah, seolah-olah adalah orang yang paling diperhatikan oleh Regan. Aku sangat tidak suka itu, Ma. Aku membencinya. Sangat membencinya," ucap Renatta dengan berapi-api.
"Ingat apa yang pernah mama ucapkan padamu. Jangan pernah mengalah pada siapa pun, kalau kamu menginginkan sesuatu, kamu harus mendapatkannya dengan cara apapun. Tapi, kamu harus ingat satu hal, kamu harus menjaga Kak Nesha dengan baik. Karena dia lebih lemah daripada kamu. Kamu harus mengalah padanya."
Renatta mengangguk dan mengerti akan ucapan sang mama. Sejak papanya menikahi Mama Kamala, Renatta selalu menurut dengan apa yang diajarkan Kamala, bahkan atas ajaran Mama Kamala lah, Renatta selalu balik berbuat jahat pada orang yang menjahatinya.
*
*
TBC
Di sekolah, Renatta membuat onar lagi, karena para wanita terus mengangumi ketampanan Regan ketika laki-laki itu bermain basket. Ia bahkan mengusir semua wanita yang menonton di kursi paling depan. Hal itu membuat semua orang langsung bersorak padanya, Renatta tidak peduli.
Selesai pertandingan basket, Renatta berniat untuk memberikan handuk kecil juga air mineral ke Regan, tapi Regan lebih dulu menghampiri Amanda dan menerima handuk kecil dan air minum dari Amanda. Renatta terbakar api cemburu dan amarah. Ia pun meninggalkan handuk kecil dan air mineral disana begitu saja.
"Kenapa sih? Harus selalu Amanda, Amanda dan Amanda? Sejak aku kecil, papa selalu memberikan perhatian ke Amanda, bahkan ketika SD, SMP, dan kini SMA, perhatian yang aku inginkan selalu tertuju ke Amanda. Apa bagusnya sih wanita itu!"
Renatta menggerutu kesal, karena ia selalu dikalahkan oleh Amanda yang menurutnya biasa saja. Padahal nyatanya, Amanda memang lebih baik sikapnya daripada dirinya yang kasar dan suka menghina orang. Bahkan membuat orang jadi pindah sekolah karena perlakuan kasarnya.
*
*
Waktu pulang sekolah pun tiba, Renatta sengaja menunggu Amanda di dekat halaman sekolah, dimana Amanda akan lewat kesana untuk pergi ke gerbang sekolah menunggu jemputan dari supirnya.
Dengan sengaja pula, Renatta membuat jebakan dari tali agar Amanda terjatuh. Benar saja, jebakan itu berhasil.
Renatta tertawa senang kegirangan. Sementara Amanda terus merintih kesakitan karena lututnya berdarah terkena paving blok halaman.
Regan yang rupanya masih belum pulang pun melihat itu dan membantu Amanda dengan menggendong Amanda ala bridal style menuju ke gerbang sekolah karena mobil jemputan Amanda sudah tiba. Regan meminta supir Amanda untuk tidak langsung menjalankan mobilnya karena ia akan mengobati luka Amanda lebih dulu. Setelah selesai mengobati luka dari Amanda, Regan pun membiarkan Amanda pergi dan ia kembali ke halaman.
Rupanya Renatta masih ada disana, dengan kakinya yang masih dihentak-hentakkan juga rasa kesal yang masih menyelimuti hatinya karena lagi-lagi rencananya selalu gagal. Karena terlihat oleh Regan.
"Kamu sudah keterlaluan Nat! Kamu tega menyakiti teman kamu sendiri hingga membuat lututnya berdarah! Apa kamu punya hati? Oh, iya aku lupa. Kamu kan wanita jahat. Jadi mana mungkin punya hati."
Regan berlalu pergi setelah mengatakan kata-kata yang menyayat hati Renatta.
Apa tadi katanya? Dirinya tak punya hati? Lalu bagaimana ia bisa menyukai Regan kalau tak punya hati?
Renatta pulang ke rumahnya dengan kekecewaan yang ia bawa.
*
*
Sesampainya di rumah, Renatta dikejutkan dengan papanya yang tiba-tiba dibawa oleh polisi. Renatta menangis menanyakan apa yang terjadi pada papanya. Namun, papanya tetap bungkam dan malah polisi yang menjawabnya.
"Papa Anda ditangkap karena telah terbukti menyalahgunakan dana perusahaan. Maka dari itu, kami harus membawanya ke kantor polisi untuk ditindaklanjuti sesuai aturan dan hukum yang berlaku."
Renatta menatap papanya dan meminta penjelasan dari sang papa kalau apa yang diucapkan oleh polisi itu tidak benar. Tapi papanya masih diam dan menunduk.
Polisi terus membawa papanya keluar dari rumah. Renatta mengejarnya, tapi sayang mobil polisi sudah jauh dari jangkauannya. Ia pun masuk kembali ke rumah, meminta penjelasan juga ke mama dan kakaknya. Namun, apa yang ia dapatkan, mamanya malah menarik koper besar seolah-olah ia ingin pergi jauh.
"Ma, mama mau kemana?" tanya Renatta yang masih terisak.
"Jangan panggil aku mama! Aku bukan lagi mamamu karena aku akan menggugat cerai papamu!"
"Hiks, mama tidak boleh bercerai sama papa! Harusnya mama jangan percaya dengan apa yang dituduhkan polisi ke papa. Natta percaya kalau papa tidak mungkin melakukan hal seburuk itu!" teriak Natta dengan Isak tangisnya.
"Cih! Terserah! Aku akan tetap pergi dari sini! Lagian aku tidak mau menanggung malu karena punya suami yang korupsi! Lebih baik aku berpisah dan mencari suami baru!"
Jawaban itu membuat hati Renatta tersayat-sayat. Ia tidak menyangka mamanya yang selalu ia sayangi dan turuti ucapannya. Rupanya adalah orang yang gila harta dan tidak mencintai papanya dengan tulus.
"Mama jahat! Apa jangan-jangan selama ini mama juga tidak pernah menyayangi aku dengan tulus?" tanyanya dengan suara yang bergetar. Karena sejujurnya Renatta takut apa yang ia pikirkan memang benar.
Mama Kamala tersenyum miring.
"Benar, selama ini aku sengaja mendidik kamu untuk jadi orang jahat dengan membalas perbuatan buruk orang yang menyakitimu dan menghalangi apa yang kamu inginkan. Aku mendidik mu dengan kuat untuk menyayangi aku dan Nesha juga. Supaya kamu bisa melindunginya. Tapi, rupanya, papamu malah korupsi. Cih! Benar-benar tidak bisa diandalkan!"
Renatta bersimpuh, ia menangis meraung-raung tidak percaya dengan apa yang didengarnya barusan.
Kasih sayang, perhatian, juga kepedulian sang mama rupanya palsu.
"Ini semua karena kamu. Kamu yang selalu manja dan menginginkan ini dan itu. Kalau kamu tidak boros, pasti papa kamu tidak akan korupsi. Dasar anak pembawa sial!"
Renatta menangis tersedu-sedu. Rasa sakitnya yang sudah tersayat, jadi merasa tercabik-cabik tiap kulit dan tulangnya. Kalau mama dan kakaknya pergi dari rumah. Lalu ia akan sama siapa? Karena ia melihat di depan rumahnya sudah ada tulisan kalau rumah yang mereka tinggali sekarang telah disita oleh pihak kepolisan. Memikirkan hal itu, Renatta jadi bingung sendiri. Ia jadi memohon-mohon kepada mama dan kakaknya untuk tidak pergi meninggalkannya sendirian.
"Ma, setidaknya kalau mama dan kakak pergi. Ajak aku juga! Aku tidak mau sendirian, hiks ...," ucap Renatta sambil meraih kaki mamanya.
"Daripada aku membawamu yang pembawa sial! Lebih baik aku pergi bersama anakku sendiri! Nesha ayo kita pergi! Biarkan saja dia disini! Paling nanti juga diusir!" ucap sang mama yang mengajak Nesha untuk mengikutinya.
Nesha yang sebenarnya tidak tega melihat Renatta yang menangis seperti itu, tidak ingin ikut pergi. Karena selama ini ia tulis menyayangi Renatta sebagai adiknya sendiri. Bahkan Renatta lah sang pelindungnya ketika ia dijahati oleh orang lain. Mamanya berhasil mendidik Renatta untuk melindungi dan menyayangi keluarga, tapi gagal mendidik Renatta untuk jadi orang yang baik di mata orang lain.
"Ma, kasihan Natta. Kita seharusnya mengajaknya pergi bersama," ucap Nesha.
"Uang darimana Nesha? Untuk hidup kita berdua saja, mama tidak yakin akan cukup! Sudah lebih baik kita tinggalkan saja dia!"
Mama Kamala berjalan keluar dari rumah dengan tergesa-gesa, bahkan jarak antara Nesha dan Mama Kamala sangatlah jauh. Hingga tanpa sadar, ada sebuah mobil melintas dengan kecepatan tinggi menghantam Mama Kamala yang baru saja akan menyebrang jalan.
Sebuah kecelakaan terjadi hingga membuat Mama Kamala harus dilarikan ke rumah sakit. Nesha yang melihat kecelakaan itu secara langsung seketika langsung pingsan. Sementara Renatta yang masih berada di dalam rumah, langsung lari terburu-buru karena mendengar sebuah hantaman keras. Dan betapa terkejutnya ia melihat dua orang yang ia sayangi terbaring. Yang satu terbaring dengan berlumuran darah, dan yang satunya tidak.
Renatta tak tahu lagi apa yang harus ia lakukan. Ia benar-benar sendirian. Tak tahu arah jalan. Yang paling utama sekarang hanyalah membawa mamanya dan sang kakak ke rumah sakit.
*
*
TBC
Renatta pergi ke sekolah seperti biasanya. Walaupun ia tak memiliki semangat seperti biasanya. Apalagi kini tatapan orang tampak aneh padanya. Seolah-olah sedang merendahkannya dan mengolok-oloknya.
Begitu sampai di kelas, Renatta dilempar oleh kertas dan beberapa pulpen oleh teman sekelasnya. Ia diejek karena papanya adalah seorang koruptor. Orang-orang yang biasanya takut padanya, kini jadi berani bahkan ikut menghinanya juga. Ditambah teman-temannya yang tak lagi berpihak padanya.
Renatta merasa dunia tidak adil padanya. Ia pun pergi dari kelas ke halaman belakang sekolah. Ia menangis sejadi-jadinya disana. Ia merasa sendirian, tak ada seorang pun yang berpihak padanya. Bahkan orang yang ia sangka adalah temannya pun malah menjauhinya.
Hingga suara bel masuk sekolah pun berbunyi. Renatta menghapus air matanya dan berusaha melewati hari-harinya yang akan terasa lebih berat dari biasanya.
Ketika pelajaran, suasana kelas memang terasa aman dan sangat nyaman. Tapi, ketika jam istirahat, Renatta mengalami perlakuan buruk dari teman sekelasnya yang pernah ia tindas dahulu.
"Dasar anak koruptor! Sekarang kamu sudah tidak bisa berkuasa lagi disini! Karena kamu sudah miskin!"
Salah seorang teman sekelasnya mendorong Renatta sampai terjatuh ke lantai. Renatta yang masih mudah marah dan teringat akan nasehat mamanya. Langsung bangun dan menjambak wanita itu hingga pertengkaran keduanya pun diketahui guru.
Saat di ruang kesiswaan, orang tua keduanya diminta untuk ke sekolah. Tapi, Renatta menggeleng tidak mau. Karena memang tidak akan ada yang bisa datang. Maka dari itu keduanya pun dihukum untuk membersihkan seluruh toilet wanita yang ada di gedung sekolah.
Ketika dihukum pun, siswi itu tidak mau mengerjakan hukumannya, Renatta pun mau tak mau mengerjakan semuanya sendirian. Selesai membersihkan semua toilet di sekolah, Renatta duduk di kursi kosong yang ada di taman sekolahnya. Ia menyeka keringat yang ada di dahinya dengan telapak tangannya.
Tiba-tiba Renatta melihat sebuah minuman dingin dan sapu tangan kecil yang seseorang berikan padanya. Renatta mendongak dan melihat siapa yang menghampirinya.
"Devan?"
Laki-laki itu malah duduk di sebelah Renatta.
"Minum dan lap keringatmu. Pasti cape sekali kan membersihkan toilet sendirian," ucapnya.
Renatta masih tidak menyangka, Devan yang selama ini terkenal dingin malah mengajaknya bicara duluan. Sudah hampir dua tahun mereka bersekolah dan setahun berada di kelas yang sama. Tapi, ini adalah pertama kalinya Devan menyapa Renatta.
"Kenapa kamu memberikan aku minum dan sapu tangan?"
"Kenapa? Memangnya tidak boleh?"
"Em, hanya merasa heran."
"Wajar sih, aku juga sebenarnya terpaksa karena disuruh untuk menjaga kamu oleh tim keamanan sekolah," jawabnya dengan jujur.
Renatta jadi kesal sendiri. Ia kira Devan beneran tulus, rupanya hanya terpaksa. Renatta pun memberikan botol minum itu kembali ke Devan.
"Udah sih minum aja. Kenapa repot-repot mikirin yang ngasih tulus apa nggak. Emang kamu tahu artinya tulus? Kamu aja tiap harinya suka menindas orang tanpa memikirkan gimana perasaannya."
Perkataan Devan itu sungguh menghujam hatinya. Ia baru sadar akan perlakuannya yang buruk ke orang-orang.
Helaan napas pun terdengar, Renatta membuka tutup botol minum yang diberikan Devan lalu meneguknya.
"Aku sejahat itu ya di matamu?" tanya Renatta memastikannya.
"Bukan jahat lagi tapi kejam dan sadis. Kamu bahkan tak pernah minta maaf atas perlakuan buruk mu ke orang-orang yang telah kamu sakiti. Bukan aku saja yang menganggap mu begitu, tapi hampir semua orang di sekolah. Kamu kan terkenal sebagai ratunya pembuly."
Renatta menghela napas lagi. Ia baru sadar akan kelakuan buruknya ketika berada di bawah.
"Lalu, kenapa kamu dengan berani malah menghampiriku? Harusnya kamu takut kan? Aku bisa saja mem-buly mu juga."
Devan tersenyum menanggapinya.
"Sekarang kamu sudah tak memiliki apapun sebagai tameng pelindungmu. Kekuasaan papamu sudah runtuh karena diduga melakukan korupsi. Lalu orang-orang pun jadi merasa berani karena itu. Karena kamu kini berada di bawah mereka. Dan aku pun termasuk dari orang-orang itu."
"Lalu kenapa kamu tidak mengejek-ejek aku juga?"
"Tidak ada gunanya. Lagian kalau dilihat-lihat kamu sebenarnya tidak jahat-jahat juga. Hanya saja kamu seperti membenci sesuatu dan melampiaskannya ke orang lain. Bahkan satu sekolah pun tahu, kalau kamu sangat membenci Amanda. Padahal Amanda tak pernah sekalipun mengusik mu."
Renatta jadi kesal karena ia malah mendengarkan ucapan Devan dengan serius, tapi di akhirnya laki-laki itu malah ikut-ikutan membela Amanda juga.
"Amanda, Amanda aja terus. Kenapa semua orang malah membelanya sih?" kesal Renatta.
"Karena dia memang tidak bersalah Natta. Rasa benci itu hanya akan merugikan dirimu sendiri. Tidak ada gunanya memelihara rasa benci itu. Coba kamu renungkan dan ingat-ingat lagi. Memangnya apa yang dilakukan Amanda sampai kamu membencinya dan terus-menerus menindasnya?"
Renatta terdiam mencari-cari jawaban atas apa yang ditanyakan oleh Devan. Tapi ia tak menemukan jawaban kecuali rasa iri hatinya, karena Amanda selalu mendapatkan perhatian dari orang-orang yang disayanginya.
"Coba sebutkan!"
Lagi-lagi Renatta hanya bisa diam. Ia pun memilih untuk pergi meninggalkan Devan disana sendirian.
*
*
Renatta tidak langsung pulang ke rumah kontrakannya, ia mengunjungi papanya di penjara.
Tangis Renatta kelaut begitu saja ketika ia bertemu dengan papanya. Ia meminta sebuah penjelasan bahwa papanya tidak melakukan hal yang dituduhkan oleh polisi.
"Papa memang tidak bersalah Natta. Tapi entah kenapa semua bukti malah mengarah ke papa. Papa pun tidak tahu siapa yang melakukan itu. Papa sudah tak punya lagi kuasa untuk membuktikan kebenarannya."
Renatta menangis karena papanya telah difitnah atas apa yang tidak dilakukannya. Tapi, ia bisa apa? Untuk sewa rumah kontrakan pun ia harus menjual tas mewahnya. Apalagi untuk bayar pengacara, ia tak tahu harus menjual barang apalagi. Karena semua barang mahalnya sudah tak tersisa. Semua uangnya digunakan untuk membayar biaya perawatan sang mama.
Di depan papanya, Renatta menceritakan semua kejadian yang terjadi setelah papanya dimasukkan ke penjara. Dimulai dari mamanya yang akan menggugat cerai papanya hingga ia yang harus tinggal di kontrakan kumuh berdua dengan kakaknya.
Papa Dewa jadi ikut bersedih, tapi ia menahan air matanya agar tidak jatuh. Ia ingin menguatkan sang anak agar tetap tegar menghadapi semuanya.
"Papa yakin, dibalik musibah yang kita alami sekarang, pasti akan ada hikmahnya. Jadi, kamu harus tetap jadi anak baik."
Seketika tangis Renatta kembali pecah. Karena pada kenyataannya, ia bukanlah anak yang baik. Ia adalah anak yang jahat yang tega menindas temannya sendiri. Hal itu pun, Renatta akhirnya ceritakan ke sang papa.
Papa Dewa menghela napas kemudian mengelus kepala anaknya.
"Itu artinya, kamu harus berubah. Minta maaflah ke orang-orang yang pernah kamu sakiti sebelumnya."
"Kalau mereka tidak mau memaafkan Natta gimana Pa?"
"Ya tidak apa-apa, yang penting kamu sudah meminta maaf dengan tulus dan tak akan mengulangi kesalahan yang sama untuk kedua kalinya. Kamu mengerti kan?"
Renatta mengangguk.
"Sekarang kamu harus melindungi Kak Nesha dan menjaga Mama di rumah sakit. Semoga kamu tetap kuat ya, Nak. Maafkan papa yang belum bisa membantu."
Lagi-lagi Renatta mengangguk sambil tangisnya yang belum juga usai.
Waktu kunjungan pun selesai, Renatta berjalan keluar dari kantor polisi. Ia mengingat perkataan papanya yang meminta dirinya untuk berubah.
"Apa semua cobaan ini adalah karma atas perbuatan jahat ku?"
*
*
TBC
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!