Kredit Pinterest.com
Chiang Mai, Thailand
Mendung disertai petir malam itu menyelimuti kota Chiang Mai. Kota terbesar kedua setelah Bangkok di Negeri Gajah Putih. Terletak di antara pegunungan yang membentuk wilayah utara Thailand. Berjarak 700 km arah barat laut dari Bangkok, Chiang Mai adalah kota yang ramai dan maju.
Di sebuah jalanan sepi, menuruni tangga sebuah wihara, tampak seorang pemuda yang berjalan santai. Menapaki anak tangga satu persatu, pemuda tersebut terlihat menikmati musik yang dimainkan melalui air pods yang menempel di kedua belah telinganya.
Mengabaikan peringatan dari Lung-nya (Pamannya). Pemuda itu nekad pulang ke rumahnya yang berjarak lumayan jauh dari wihara itu. "Paman ini selalu saja begitu." Gerutu pemuda yang tahun ini berusia 19 tahun.
Satu kilatan petir membuat pemuda itu mendongakkan kepalanya. Rintik gerimis mulai turun. Pemuda itu berpikir kalau hanya hujan dia tidak takut. Bahkan dengan hantu sekalipun dia tak gentar.
Jegleerrrr
Kilat kembali menyambar, saat pemuda itu menatap lagi ke depan, satu sosok mengerikan sudah muncul di hadapannya. Pemuda itu bisa merasakan kehadiran makhluk tak kasat mata tersebut. Hanya bisa merasakan, tanpa bisa melihat, sebab penglihatannya ditutup.
"Jadi karena ini, paman melarangku pulang." Gumam pemuda itu.
Sosok dengan wajah mengerikan, bermata merah dan kuku tangan panjang dan runcing tersebut perlahan melayang ke arah pemuda tersebut.
"Apa yang kau inginkan?" pemuda itu bertanya, dia menajamkan telinganya saat makhluk itu menjawab pertanyaannya.
"Aku ingin energi spiritual yang kau miliki. Kau manusia yang lahir tiap seratus tahun sekali."
Pemuda itu mendengus kesal. Bukan sekali dua dia mendengar jawaban seperti itu. Bahkan sang paman berulangkali memperingatkan dirinya, soal energi yang dia miliki bisa menarik perhatian para makhluk tak kasat mata untuk memburunya.
"Kau ingin memiliki energiku? Kalau begitu kau harus membunuhku dulu. Aku Yohan Aditya tidak akan sudi menyerah pada makhluk jelek sepertimu!" Teriak pemuda yang bernama Yohan atau keluarganya biasa memanggil Han padanya.
Makhluk yang masuk dalam kategori iblis api itu menggeram marah. Tanpa aba-aba, makhluk itu menyerang Han, menggunakan cakarnya untuk melukai pemuda yang memakai kemeja putih dan celana jeans serta sneakers berwarna senada dengan kemejanya.
Kredit Pinterest.com
Please welcome Yohan Aditya
Han sigap melompat ke samping, menghindari serangan kuku tajam dari lawannya. Han hanya menggunakan sensor tubuhnya yang sangat sensitif pada makhluk tak kasat mata yang banyak berkeliaran di sekitar pemuda itu.
"Aduuuhh, maae-ku bisa marah ini." Han menggerutu melihat sneakers putihnya tercebur ke genangan air. Maae bermakna ibu dalam bahasa Thailand.
Blaaarrrr
Satu ledakan membuat Han melompat jauh ke belakang, menghindari serangan bola api yang dikirim padanya. "Siall!" Han mengumpat penuh emosi. Lagi-lagi iblis api itu menyerang Han hingga pria itu jatuh tersungkur dengan dada terasa panas. Emosi Han meroket naik, mengabaikan pesan dari Lung-nya. Pemuda itu menyentuh gelang dengan simbol kepala naga yang terpasang di pergelangan tangannya. Han lantas mengusapkan jarinya pada dua matanya yang seketika berubah menjadi hijau saat Han membuka netranya kembali.
Saat itulah mata batin Han terbuka. Pemuda itu bisa melihat rupa makhluk yang baru saja memukul tubuhnya. "Ck..hanya iblis golongan bawah dan kau berani menyerangku!"
Han melompat ke depan, sembari mengepalkan tangan kanannya. Tubuh penuh duri dari iblis api itu tidak menyurutkan semangat Han untuk menjatuhkan pukulannya pada makhluk itu.
Satu raungan keras terdengar di langit malam yang di selimuti mendung dengan kilat sesekali menyambar. Iblis api itu berusaha bangun. Tidak percaya jika manusia pilihan itu ternyata sangat kuat, padahal Han hanyalah seorang pemuda biasa.
"Masih bisa berdiri? Mau lagi? Kali ini kau akan mati!" Han mengangkat tangan kirinya, hingga sebuah busur panah muncul, tangan kanan Han dengan cepat menarik anak panah yang tiba-tiba muncul, tanpa jeda Han melepaskan anak panah yang langsung diselimuti api hijau saat melesat ke arah makhluk itu.
Jleb
Arrggghhhhh
Raungan keras kembali terdengar, tak lama tubuh makhluk itu ambruk ke aspal dan "booom" satu ledakan terdengar. Makhluk itu terbakar lalu menghilang menjadi asap.
Sebenarnya Han masih ingin bermain-main dengan makhluk itu, rasanya menyenangkan. Namun kalau ketahuan maae dan lung-nya dia bisa dijewer dan diomeli habis-habisan.
"Mengganggu saja!" Gerutu Han melewati abu yang tersisa dari tubuh iblis api itu.
*
*
"Yohan Aditya!" Satu teriakan melengking terdengar dari sebuah rumah, membuat Han lari tunggang langgang keluar dari hunian itu.
Han menyandang tas ranselnya, terus berlari dari komplek perumahan menuju sebuah halte bus. Yah, gara-gara kejadian semalam, Han mendapat amukan dari maae-nya. Sang ibu mencemaskan Han, sedang si Han begitu santai menanggapi ketakutan mamanya. Dan hasilnya mama Han marah besar.
"Haishh bisa seminggu tidur di wihara ini." Gerutu Han saat tiba di sebuah halte bus. Pria itu menghentikan langkah, saat melihat pemandangan ganjil di depannya.
"Hati-hati." Seorang gadis cantik tersenyum mendengar ucapan itu. Han memiringkan kepalanya, heran. Han bergeming di tempatnya berdiri, sampai supir bus berteriak pada Han. Pria itu buru-buru masuk ke dalam bus yang lumayan penuh sesak. Han segera membayar tiket bus tersebut, lantas berbaur dengan banyaknya penumpang bus.
Han menyapukan pandangan ke seluruh sisi bus. Hingga dia mendapatkan apa yang dia cari. Seorang gadis cantik yang tadi naik sebelum dirinya. Gadis itu begitu cantik di mata Han, eh tapi bukan hal itu yang membuat Han begitu tertarik pada sosok gadis tersebut.
Yang membuat Han tertarik adalah adanya satu jiwa yang setia mengawal gadis itu. "Mereka kembar?" Han penasaran hingga membuka mata batinnya. Melihat bagaimana miripnya dua makhluk beda dunia itu.
Han menggelengkan kepalanya. Tidak paham dengan apa yang dia lihat. Ada begitu banyak tanya yang muncul di benak Han. Namun pria itu sadar, itu bukan urusannya.
Ciiiitttttt
Hampir semua penumpang mengumpat, karena ulah si supir bus yang tiba-tiba mengerem. Tidak tahu apa yang terjadi, tapi baik Han maupun gadis itu bisa melihat serombongan anak kecil melintas di depan bus. Anak kecil yang masih memakai seragam sekolah.
"Kasihan, mereka korban bus sekolah yang kecelakaan." Si gadis melongokkan kepalanya keluar jendela. Saat tangan sang kakak menyentuh bahu gadis itu, gadis itu bisa melihat satu kumpulan anak kecil dengan tatapan kosong dan wajah pucat berada di seberang jalan.
"Kakak tidak bisa membebaskan mereka? Kasihan. Mereka terjebak di antara dua dunia." Gumam gadis itu dalam hati, tapi si kakak mampu mendengarnya.
"Kau ini terlalu baik Irish," jiwa yang tak lain adalah Isaac itu tersenyum pada Irish. Ya, sepasang kembar beda dunia itu tengah berada di Chiang Mai, dalam rangka liburan. Irish merengek ingin mengunjungi Negeri Gajah Putih.
"Aku terlalu manja, Kak." Irish tanpa sadar, menggamit lengan Isaac yang bercampur menjadi satu dengan penumpang lain. Tidak ada yang sadar dengan kejadian itu kecuali Han. Pemuda tersebut sungguh tidak paham bagaimana hal itu bisa terjadi. Makhluk yang beda dunia seharusnya tidak bisa berinteraksi, bicara apalagi saling menyentuh. Tapi kembar ini berbeda.
"Sepertinya aku harus bertanya pada Lung." Batin Han, memperhatikan Irish yang turun di sebuah tempat wisata yang bernama Gunung Doi Suthep. Di mana terdapat bangunan yang menjadi salah satu tempat paling bersejarah di Thailand.
Wat Phra That Doi Suthep menjadi representasi budaya Lanna, kerajaan yang dulu berdiri di Chiang Mai sejak ratusan tahun lalu. Wat Phra That doi Suthep didirikan sekitar 700 tahun lalu. Nilai sejarah dan religi di tempat ini membuat banyak wisatawan dari berbagai daerah mendatangi kuil ini setiap tahunnya.
Meninggalkan rasa tertarik Han pada Irish dan Isaac, pemuda itu melanjutkan perjalanannya menuju tempat kuliahnya. Sebuah universitas di pusat kota Chiang Mai.
Hari menjelang sore, saat Han tiba-tiba merasakan sesuatu terasa menghimpit dadanya. Pria itu langsung merasa sesak. Sesuai perkiraan Han, Maae-nya marah besar hingga melarang dirinya pulang, hingga di sinilah dia. Wihara di mana sang paman tinggal.
"Gan, kau kenapa?" tanya seorang pria memakai kemeja putih dan celana hitam.
Gan berarti si pemberani dalam bahasa Thailand. "Aku tidak tahu Lung Somchai. Rasanya sakit sekali." Han merintih sambil memegangi dadanya.
"Apa takdir mereka sudah datang." Batin pria bernama Somchai tersebut. Somchai membaringkan tubuh Han, lantas menyentuh dahi sang keponakan dengan dua jarinya. Dan kilasan kejadian hari itu terputar di benak Somchai.
"Ini yang kutakutkan. Mereka ada di sini. Takdir kalian akan segera dimulai."
Somchai menatap sendu pada sang ponakan. Rasa bersalah sang ibu membuat takdir Han menjadi rumit. Dikarunia mata batin dan kekuatan spiritual yang mumpuni. Han harus menyandang beban berat di pundaknya. Soal perjalanan hidup Han maupun kisah cinta Han, semua akan terasa berat bagi pemuda itu.
****
Karya baru geess, mohon dukungannya ya. Sekuel dari karya AKU MEMBENCIMU TUAN CEO. Kisah Isaac dan Irish akan dimulai. Semoga kalian suka 🤗🤗
****
Tubuh Irish terasa lemah, gadis itu mengangkat wajahnya, berusaha melihat jauh ke depan sana. Di mana seorang pria tengah menatapnya tajam. Dengan pakaian kebesaran, pria itu duduk di singgasananya. Irish merutuki kebodohannya, berkunjung ke kuil Wat Phra That Doi Suthep, sepertinya sebuah kesalahan.
Jiwa Irish langsung terhisap masuk ke dimensi di mana pria yang ada di depannya adalah penguasanya. "Selamat datang ratuku." Suara itu terdengar dalam dan berat. Meski ada kesan seksi di dalamnya.
"Aku bukan ratumu! Berapa kali kubilang!" Irish menegakkan tubuhnya, lantas berusaha berdiri. Tidak ada sang kakak di sisinya, Irish harus berjuang sendiri untuk keluar dari tempat ini. Pria itu berjalan ke arah Irish, dengan Irish mulai memundurkan langkahnya.
"Kau masih mau mengingkari perjanjian itu?"
"Kau yang mengingkarinya! Kau bilang cukup sampai ke nenek buyutku. Tapi kenapa kau masih menburuku!" Protes Irish. Setahu gadis itu demikianlah perjanjiannya.
Suara tawa mengejek menggema di tempat tersebut, sebuah istana dengan nuansa gelap dan samar. Hanya sedikit penerangan yang ada di sana. Maklum saja, istana Raja Iblis tidak akan seterang tempat lain di muka bumi. Irish akui raja Iblis di depannya punya rupa yang menawan, tapi hal itu tidak membuat Irish tertarik.
"Pada awalnya aku berpikir seperti itu. Tapi setelah melihat betapa cantiknya dirimu. Aku berubah pikiran." Pria itu meraih dagu Irish. Gadis itu sontak meronta, berusaha menepis tangan Raja Iblis.
Kredit Pinterest.com
Meet Irish Isabell Aditama
"Wajahmu sangat cantik untuk jadi ratuku selanjutnya." Seringai raja Iblis.
"Aku tidak mau!" Raja Iblis itu tertawa melihat keberanian Irish. Belum ada satu pun wanita yang berani melawannya, namun Irish jelas berbeda. Melihat betapa tangguhnya Isaac, maka Irish pun tidak jauh berbeda. Gadis itu sangat mumpuni dalam berbagai seni bela diri.
"Kita lihat sampai kapan kau akan bertahan untuk menolak kemauanku...."
"Kalau kau menyentuh keluargaku, akan kuburu kau meski sampai ke ujung dunia." Potong Irish cepat. Terbiasa menghadapi makhluk tak kasat mata bersama Isaac, membuat Irish tidak takut pada apapun. Dia sudah melihat makhluk paling mengerikan yang pernah ada.
"Kau benar-benar membuatku penasaran, Irish. Baiklah, sembari menunggu kakakmu kembali, kau akan tinggal di sini."
Pria itu menjentikkan jarinya dan mereka sudah berpindah tempat ke sebuah kamar. Di mana sebuah ranjang besar berada di belakang Irish. Gadis itu langsung menjauhi Raja Iblis, namun pria itu seketika mengangkat tangannya, hingga tubuh Irish tertarik kembali ke arah pria tersebut.
"Aarrgghh, lepas!!!" Irish berontak saat Raja Iblis itu memeluk pinggangnya. Lantas mendekatkan wajahnya ke pipi Irish.
"Aku Diavolo dall'Inferno, selalu mendapatkan apa yang kuinginkan. 19 tahun aku menunggumu tumbuh dewasa, sebentar lagi umurmu akan genap 25 tahun. Saat itu aku akan menjemputmu." Bisik pria yang bernama Diavolo tersebut.
"Jangan mimpi....mmmpphhh...." Protes Irish terpotong saat Diavolo mencium bibir Irish. Gadis itu jelas terkejut. Tangan Irish bergerak memukuli dada bidang Diavolo, tapi pria itu tidak bergeming. Diavolo dengan cepat menahan tangan Irish, tanpa melerai ciumannya.
*
*
"Ahhhh, kenapa Paman Somchai bisa bersekongkol dengan Maae, sekarang aku harus tidur di mana." Gerutu Han sambil melangkah, sesekali menendang daun kering yang berserakan di sepanjang jalan. Pria itu berjalan kaki sejak tadi. Ingin menghemat biaya juga ingin meredakan gundah di hatinya.
Han beberapa kali mendengus kesal, dia punya Black Card dari Phoo-nya alias dari ayahnya. Tapi kalau dia menggunakan kartu sakti itu, sang ayah bisa tahu keberadaannya. Dia ingin menyatakan protes pada Maae-nya. Dengan bersembunyi untuk beberapa waktu.
Helaan nafas Han berhenti saat dia merasakan sekumpulan energi yang berasal dari roh. Pria itu melihat ke kiri dan kanannya. Saat itulah dia melihat Isaac yang tengah melawan satu iblis. "Dia kan pengawal si cewek itu. Di mana kembarannya?" Gumam Han, melihat ke sekelilingnya.
Bruuukkk
Aaarrgghhh
Han kembali melihat ke depan, di mana Isaac sudah tersungkur jatuh di hadapannya. "Kau tidak apa-apa?" Han berjongkok di depan Isaac, sesaat Isaac terdiam memandang Han. Sampai kemudian dia sadar kalau Han indigo, bisa melihatnya.
"Tidak. Aku tidak apa-apa." Isaac berdiri kembali diikuti Han. Keduanya lantas melihat ke arah makhluk tinggi besar yang berlari ke arah mereka. Siap memukul dengan tangan batunya. Iblis yang menyerang mereka memiliki tubuh batu. "Apa kau punya masalah dengannya?" Han bertanya sambil melompat ke samping menghindari pukulan makhluk itu.
"Aku tidak punya masalah dengannya. Aku hanya ingin membantu anak-anak itu menyeberangi gerbang nirwana agar mereka bisa pulang."
Isaac menjawab, juga sambil melompat ke belakang. "Biar kutebak, ternyata mereka punya backing hingga tak bisa pulang."
Han dan Isaac saling pandang, "Kau benar." Balas Isaac. Dua pria beda dunia itu tersenyum. "Serang bagian belakang kepalanya. Nyawa mereka ada di sana." Saran Han.
"Aku tahu, tapi sejak tadi dia selalu bisa membaca gerakanku." Kesal Isaac. Han terkekeh melihat ekspresi jengkel dari wajah pucat Isaac.
"Akan ku bantu mengalihkan perhatiannya."
Han berjalan mendekati iblis batu tersebut. Sangat santai seolah iblis itu tidak membahayakan Han. Si iblis menggeram senang. Berpikir akan mendapat makanan yang lezat, Han yang manusia tentu akan terasa enak untuk disantap. Isaac sesaat kagum pada Han. Dia belum pernah bertemu manusia sesantai Han saat berhadapan dengan iblis. Terlihat Han sudah biasa dengan hal seperti ini.
Han melompat tinggi ke arah samping, di mana makhluk itu mengikutinya. Han terus saja melakukannya, hingga posisi iblis batu itu membelakangi Isaac. "Good job." Isaac menarik satu garis lurus di depan wajahnya, hingga cahaya dari sebilah pedang biru langsung menyala di kegelapan malam.
"Kembalilah ke alammu, jangan mengganggu di sini!" Teriak Isaac sambil melompat lalu menghunjamkan pedang birunya tepat di tengkuk iblis tersebut. Makhluk itu meraung kesakitan, darah berwarna hijau mulai bercucuran keluar dari bekas tusukan pedang Isaac.
Makhluk itu masih mengamuk ke sana kemari, sambil memukul dan menendang apapun yang ada di depannya. Sampai akhirnya benda besar itu ambruk. Tak berapa terbakar lalu hilang menjadi asap tidak bersisa.
"Kau ini hantu tapi membasmi hantu, lucu sekali." Kekeh Han yang tidak mendapat balasan dari Isaac. Jiwa Isaac berjalan menuju ke tengah tanah lapang tersebut. Tangan Isaac terangkat membentuk gerakan seperti menyapu udara. Tak berapa lama sebuah gerbang berbentuk setengah lingkaran dengan ukiran yang begitu indah muncul di depan Isaac. Gerbang berwarna putih itu memancarkan cahaya yang cukup menyilaukan. Ada siluet bulan di tengah gerbang itu.
Kredit Pinterest.com
"Kemarilah. Kalian bisa pulang sekarang." Isaac berkata pada satu rombongan anak kecil yang memakai seragam sekolah. Anak-anak yang keduanya lihat siang tadi dari bus yang Han dan Isaac tumpangi. "Dia hantu yang baik." Batin Han kagum pada sifat Isaac.
Jiwa anak-anak kecil itu berjalan ke arah Isaac, dengan bantuan Isaac mereka bisa menyeberang melalui gerbang nirwana, pulang ke tempat seharusnya mereka berada.
"Terima kasih." Seorang anak berucap, sepertinya dia paham dengan semua ini. Isaac hanya tersenyum sebagai balasan.
"Aku ingin menemanimu, boleh?" tiba-tiba saja bocah itu bicara.
"Pulanglah dulu. Di sini bukan tempatmu."
Si jiwa bocah langsung memanyunkan wajahnya. Meski begitu, dia menurut saat Isaac menolongnya menyeberang gerbang tersebut. "Aku akan minta untuk kembali." Kata jiwa itu sebelum menghilang. Isaac hanya bisa menggelengkan kepala mendengar hal itu. "Dasar bocah, sekalinya bocah ya tetap bocah walau sampai mati sekalipun." Gerutu Isaac berjalan ke arah Han yang tengah melihatnya.
Keduanya berjalan beriringan. Dua pria itu hanya diam hingga Han mengulurkan tangannya. "Yohan Aditya." Pemuda itu memperkenalkan diri.
"Isaac Andromeda Aditama." Isaac menyambut uluran tangan Han. Han tampak berpikir, Aditama? Sepertinya pria itu pernah mendengar nama Aditama, tapi di mana ya.
"Kenapa tidak pulang?" Han bertanya to the poin.
Isaac menghela nafasnya, meski pada kenyataannya dia tidak lagi bernafas. "Semua karena dia. Aku belum bisa pulang." Isaac menjawab sendu. Menemukan manusia yang bisa diajak berkomunikasi adalah hal langka untuk jiwa yang berkeliaran di jalanan. Walau bagi Isaac, peraturannya jelas berbeda. Isaac bisa merasakan kalau Han berbeda. Jiwa tulus dan murni yang saat ini sangat jarang ditemukan.
"Adikmu?" tanya Han. Pria itu seketika menghentikan langkahnya. Rasa sakit itu kembali menyerang dadanya. Kali ini disertai kilasan penglihatan yang bukan miliknya.
"Kau tidak apa-apa?" Isaac bertanya, cukup cemas melihat keadaan Han.
"Dia ada di mana?" Han bertanya setelah beberapa saat berlalu dan Han mampu mengatasi rasa sakitnya.
Isaac seketika terdiam. Pria itu menggunakan pikirannya untuk melacak keberadaan Irish. Beberapa saat berlalu dan Isaac seketika mengumpat kesal.
"Brengsek! Berapa kali kubilang jangan menyentuhnya!" Maki Isaac, setelahnya pria hantu itu menyentuh pundah Han, dan keduanya menghilang di tengah kegelapan malam.
Keduanya muncul tiba-tiba di sebuah kamar hotel. Di mana tubuh Irish terbaring dengan wajah pucat. "I...I....kau bisa dengar aku?" Isaac bertanya sambil menepuk pipi sang adik.
"Dia menahan adikmu di alamnya."
"Aku tahu. Aku akan ke sana untuk menjemputnya."
"Aku ikut." Dua pria itu saling pandang. Ternyata beda dunia tidak menghalangi keduanya untuk memiliki pemikiran yang sama.
****
Up lagi readers.
Jangan lupa tinggalkan jejak. Terima kasih.
****
Isaac dan Han berteleportasi ke dimensi di mana jiwa Irish ditahan. Jika Isaac langsung muncul di hadapan Diavolo dall'Inferno, Han langsung diarahkan ke kamar di mana Irish berada. Han sempat kebingungan mencari keberadaan Irish, saat berada di lorong depan kamar Irish. Ratusan pintu ada di hadapan Han, dan dia harus memilih satu.
Dia aula depan, Diavolo tersenyum melihat Isaac datang menghadapnya. "Kau kembali, berarti tugasmu selesai." Sambut Diavolo dengan wajah berbinar.
Kredit Pinterest com
Meet Diavolo dall'Inferno
Satu decakan kesal terdengar dari bibir Isaac. Pria itu sungguh jengkel harus menuruti perintah Raja Iblis di depannya ini. Isaac mengangkat tangannya yang terkepal. Pria itu lalu membukanya, seberkas cahaya terbang dari tangan Isaac ke arah Diavolo.
"Nilainya setara dengan seribu jiwa."
Tawa Diavolo menggema di tempat itu. "Kau hebat, benar-benar hebat. Aku beruntung bisa mendapatkan seorang panglima yang begitu setia padaku."
"Kau tahu benar kalau aku melakukannya karena terpaksa. Jika bukan karena Irish, aku tidak sudi menjadi pencari jiwa untukmu."
Diavolo semakin keras tertawa. Pria itu benar-benar takjud dengan keberanian Isaac, 19 tahun usia bumi mengikuti Diavolo tidak juga membuat Isaac patuh padanya. Isaac hanya tunduk pada perintah Diavolo. Tanpa berniat setia pada Raja Iblis tersebut.
"Tapi itulah yang terjadi. Apa yang akan Irish lakukan, jika dia tahu kalau kakak tercintanya adalah iblis berwajah malaikat. Apa yang akan dia katakan waktu dia tahu kalau kakaknya adalah seorang pencari jiwa berkedok pembebas jiwa."
Rahang Isaac mengeras menahan amarah. Dia tahu benar apa yang akan Irish lakukan jika gadis itu tahu yang sebenarnya.
"Sampai waktunya tiba, dia tidak akan tahu satu hal pun soal apa yang kukerjakan."
"Waktunya akan segera tiba. Dia akan segera naik menjadi ratuku. Saat itu aku ingin kau yang membawanya naik ke pelaminanku."
"Aku tidak sudi! Irish tidak akan pernah jadi milikmu. Yang kudapatkan sudah lebih dari cukup untuk menebus Irish."
"Kau pikir begitu?"
Di sisi lain, Han mulai mencari aura manusia Irish. Pria itu berlari dari satu pintu ke pintu lain. Dia harus membawa adik Isaac sebelum penguasa tempat ini sadar akan kehadirannya. Meski Han bisa menutupi aura manusia miliknya, tetapi berada di dimensi ini sangat berbahaya. Bukan tempat Han dan Irish seharusnya berada. Lama kelamaan penguasa tempat ini bisa tahu keberadaannya.
"Gotch a," seru Han girang. Pria itu membuka pintu itu.Terkunci. Han memejamkan mata. "Aprire." Desis Han lirih, ceklik, terdengar anak kunci yang terputar. Pria itu langsung menghambur masuk, dan satu tendangan membuat Han melompat mundur.
Aprire berarti buka dalam bahasa Italia
Saat itu dilihatnya Irish yang berdiri di tempatnya sambil memasang kuda-kuda, siap menyerang. "Tunggu dulu, aku datang untuk membawamu pulang." Han buru-buru bicara. Takut kalau Irish menyerang lagi. Pria itu sungguh tidak menduga, di balik cantik dan kesan lembut pada diri Irish ada tenaga luar biasa dalam tendangan gadis itu.
"Kau pikir aku akan percaya." Irish lantas menyerang Han membabi buta. Tendangan dan pukulan Irish yang tepat sasaran, membuat Han terpaksa melompat mundur dan ke samping untuk menghindari serangan Irish. Beberapa waktu berlalu, dan Irish tetap tidak mau mempercayai kalau Han adalah orang yang ingin menyelamatkannya.
Aarrrgghhhhh
Irish mendengus kesal saat Han berhasil memiting tangannya. Lantas mendorong tubuh Irish, hingga terbaring tengkurap di tempat tidur. Di mana detik selanjutnya, Han langsung ikut naik ke kasur lalu menindihnya.
"Hei...kau mau apa?" suara Irish teredam di antara bantal yang bertebaran di atas ranjang besar. Han seketika menelan ludahnya, melihat tubuh bagian belakang Irish yang seksi, walau masih tertutup gaun selutut berwarna hitam. Hidup di negara dengan sekkss bebas yang sudah jadi gaya hidup di sana. Membuat mata Han terbiasa melihat para wanita hampir telanjang berlalu lalang di depannya.
"Brengsek!!! Kau mau melakukan apa?" Suara keras Irish membuyarkan angan Han.
"Diamlah, agar aku bisa membawamu keluar dari sini." Kata Han tidak kalah keras. Irish mendongakkan kepalanya susah payah. Berupaya melihat wajah Han di tengah suramnya kamar itu.
"Aku tidak percaya padamu. Aarrghhh," Irish menjerit saar Han memutar sedikit pergelangan tangan gadis itu.
"Hentikan! Sakit tahu!"
"Karena itu diamlah, dan dengarkan aku. Aku datang bersama kakakmu...."
"Kakakku ada di sini? Di mana dia?" potong Irish cepat. Han memutar matanya jengah, melihat Irish yang berhenti meronta begitu mendengar nama Isaac.
"Baguslah dia berhenti bergerak. Pahanya bikin otak menggila." Han bermonolog dalam hati.
"Di mana dia?" Irish bangun dari tengkurapnya saat Han bangkit dari atas tubuh gadis itu.
"Di depan, bertemu dengan pemilik tempat ini."
Irish membulatkan mata mendengar penuturan Han, sementara pria itu menatap intens pada Irish. Han lagi-lagi terpana pada kecantikan gadis itu. "Cantik sekali, pantas saja penguasa tempat ini menginginkannya."
Han tentu menolak saat Irish meminta agar dibawa pada Isaac. Kakak Irish sudah berpesan untuk membawa Irish pulang ke hotel begitu Han menemukannya. "Ayo, kuantar pulang." Han meraih pergelangan tangan Irish. Namun gadis itu menolak. Berdalih ingin menunggu sang kakak. Han tahu benar resiko jika Irish berada di dimensi ini terlalu lama, sangat berbahaya.
Pada akhirnya Han tidak punya pilihan selain memaksa Irish. "Sorry, jika aku lancang." Pria itu meraih tangan Irish, menatap tajam bola mata hitam milik gadis itu. Irish berusaha melepaskan diri dari cekalan Han, saat mata Han perlahan berubah menjadi hijau. "Ritorno."
Ritorno berarti kembali, juga dalam bahasa Italia
"Aku tidak mau pulang!" teriak Irish. Namun semua terlambat, tubuhnya dan tubuh Han seketika menghilang dari tempat itu. Berteleportasi ke dunia nyata. Dua tubuh itu muncul di kamar hotel di mana tubuh Irish berada. Han dengan segera mendorong jiwa Irish ke raga gadis itu. Han lalu menekan dahi Irish, seolah mengunci raga dan jiwa gadis itu. Huft, pemuda itu menghela nafasnya. Tugasnya selesai, bagaimana keadaan Isaac di sana. Meski Isaac hanya tinggal jiwa, tetap itu berbahaya. Jiwa juga bisa dihancurkan. Apa lagi Han bisa merasakan kalau penguasa tempat itu punya kekuatan yang besar. Dia sangat kuat.
Han menjauh dari Irish saat gadis itu menunjukkan tanda-tanda akan bangun. "Kau sadar?" Han bertanya melihat Irish yang tampak bingung.
"Kau siapa?" Irish bertanya sambil melihat kiri dan kanannya. Dia sudah kembali ke hotel, pikir Irish. Namun bagaimana caranya dia kembali. Hingga pandangannya berhenti pada sosok Han.
"Yohan Aditya, kau bisa memanggilku Han." Han mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan. Saat dua tangan itu bersentuhan sebuah visual masuk ke benak Han. Di mana terlihat Isaac yang tengah bertarung dengan penguasa dimensi tempat Irish baru saja ia bebaskan.
Dan memang benar, Isaac tengah bertarung dengan Diavolo. Isaac menolak perintah Raja Iblis itu untuk membawa Irish sebagai pengantinnya, saat gadis itu genap berusia 25 tahun empat bulan lagi.
Setelah ratusan pasukan iblis api tingkat atas berhasil Isaac luluh lantakkan dengan pedang biru miliknya. Giliran Diavolo sendiri yang turun tangan menghadapi Isaac. Raja Iblis itu berpikir kalau dia harus menunjukkan sedikit kekuatannya, untuk membuktikan kalau dialah Raja Iblis dari neraka, sesuai namanya Diavolo dall'Inferno.
Dan duel maut itu tidak terelakkan, Isaac dengan seluruh kekuatannya coba melawan Diavolo. Namun sayang, kekuatan Isaac tidak mampu menahan serangan dari Diavolo. Satu serangan dari Raja Iblis bisa membuat hujan bola api yang mampu melukai Isaac meski hanya terkena tetesan api dari bola berwarna merah menyala itu.
Aaarrrghhhh
"Bagaimana? Masih berpikir akan membawa lari Irish dariku?"
Kata Diavolo, tangan pria itu mencekik leher Isaac, mengangkatnya tinggi-tinggi. Hingga kaki Isaac tidak berpijak lagi di tanah berbatu yang tandus dan gersang.
Kredit Pinterest.com
Ada yang mau nolongin Isaac 🤭🤭
"Bu-nuh sa-ja a-ku! A-ku ti-dak su-di me-nyerahkan adikku padamu!" Isaac membalas susah payah ucapan Diavolo.
Diavolo menyeringai. "Membunuhmu? Itu mudah. Dengan menghabisimu akan memudahkan jalanku untuk memiliki Irish, bukankah begitu? Jadi, masih mau mati sekali lagi?"
Mata Isaac membulat mendengar perkataan Diavolo. Benar, jika dia mati tidak ada seorang pun yang bisa melindungi Irish. Mbah putrinya tidak akan sanggup melawan Diavolo, apalagi mbah kakung dan semua leluhurnya. Mereka sudah memberikan seluruh energi spiritualnya pada Isaac.
"Tidak! Aku tidak boleh menyerah. Hanya aku yang bisa melindungi Irish dari Iblis sialan ini. Tapi bagaimana aku bisa lepas dari cekalan Raja Iblis ini?"
Isaac membatin dalam hati, hampir seperti berdoa. Saat itulah satu suara masuk ke telinga Isaac, "Tutup matamu, fokus, aku dan Irish akan mengeluarkanmu dari sana."
"Han?" Isaac menjerit dalam hati. Cekikan di leher Isaac semakin kuat. Tulang leher pria itu serasa patah, "Mati kau!" Diavolo berkata penuh keyakinan. Sementara Isaac langsung memejamkan mata, fokus. Bisa Isaac rasakan sebuah kekuatan muncul dalam dirinya. Cahaya hijau bercampur biru menyatu, semakin lama semakin kuat, hingga seperti sebuah bom, cahaya itu meledak dan menghantam tubuh Diavolo, tubuh Raja Iblis terpental, membentur dinding di belakang pria itu. Darah hijau seketika mengalir dari mulut Diavolo.
Belum lagi luka bakar yang timbul karena bergesekan dengan sinar yang berwarna cyan, warna yang muncul dari campuran warna hijau dan biru.
"Kau.....bagaimana bisa melakukan itu?" tanya Diavolo lemah. Bisa dipastikan kalau Diavolo terluka parah.
"Kau lihat, ramalan itu akan segera menjadi nyata. Dia sudah datang, bersama adikku, dia akan menghancurkanmu. Memutus perjanjian gila antara kau dan leluhurku." Ucap Isaac. Pria itu kini mampu berdiri tegak.
"Ramalan? Ramalan sialan itu...." Perkataan Diavolo tidak selesai, sebab pria itu sudah terlanjur ambruk dengan darah hijau menggenangi tubuhnya.
*****
Up lagi readers.
Jangan lupa tinggalkan jejak ya. Terima kasih.
****
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!