"Kang!
Apa uang belanja minggu ini gak bisa ditambahin?
Semua serba naik, uang lima ratus ribu mana cukup buat seminggu!" sungut Tuti saat suaminya baru saja pulang dari proyek tempatnya bekerja.
"Aku capek, Ti!
Mbok Yo, suami pulang kerja itu dibuatkan kopi dan dibiarkan istirahat dulu.
Bukannya malah sambat masalah uang terus. Capek aku itu, tiap hari yang kamu bahas, uang, uang terus!" Bagus yang biasanya cuma diam saat istrinya mengomel, tapi kali ini dia menjawab dengan wajah mengeras.
Uang lima ratus yang diberikan hanya untuk kebutuhan sehari hari saja dalam seminggu, untuk beras, kopi, gula, sabun, listrik, semuanya sudah di cukupi oleh bagus. Bahkan Bagus juga memberikan uang kusus untuk kebutuhan Tuti sebanyak satu juta lima ratus setiap bulannya. Tapi bukannya bersyukur, justru Tuti semakin terus mengeluh.
"Kamu bentak aku, kang?
Kamu sudah gak menghargai aku lagi, kang?
Jahat kamu!" teriak Tuti tak terima dengan ucapan Bagus yang terkesan menyudutkan dirinya.
"Sudahlah, Tut!
Aku capek dengan keluhan kamu itu.
Dikasih uang berapa pun kamu selalu kurang!" bentak Bagus yang sudah tak bisa menahan rasa kesalnya.
"Bapak kenapa marah marah?
Ani buatkan kopi ya, biar bapak gak capek, kan baru pulang kerja!" Ani, anak perempuan Tuti dan Bagus selalu saja bisa membuat Bagus luluh dengan sikapnya yang baik itu, padahal Ani baru berusia tujuh tahun, tapi tau bagaimana memperlakukan bapaknya dengan baik.
"Makasih, nak!
Bapak mandi dulu ya, habis itu kita jalan jalan ke taman depan kelurahan sana. Ajak masmu juga, nanti bapak belikan es krim." sahut Bagus yang langsung tersenyum menatap anak perempuannya dan meninggalkan Tuti yang terlihat masam karena diacuhkan oleh Bagus.
"Hore!
Ani buatkan bapak kopi dulu, habis itu mau panggil mas Agung biar dia juga mandi." seru Ani senang karena akan dibelikan es krim sama bapaknya.
Kalau ibunya pasti pelit dan tidak mau membelikan jajan lebih pada kedua anaknya.
"Bapak, minum kopinya dulu.
Mas agung masih mandi, nanti jadikan jalan jalan ke taman nya?" tanya Ani yang tengah menunggu bapaknya keluar dari kamar.
"Jadi dong, nih bapak sudah siap. Sudah ganteng!" sahut Bagus yang sudah berpakaian rapi dengan rambut klimis nya.
"Heleh, ganteng dari mana?
Wong celana saja sudah kayak kakek kakek, rambut juga kayak kesiram minyak goreng satu liter!" sungut Tuti mencebik kesal ke arah suaminya.
"Bapak itu ganteng tau, buk!
Ibuk saja yang gak bersyukur, Ani bangga kok punya bapak, kayak bapak Ani.
Baik, ganteng gak pelit lagi, iya kan mas?" sahut Ani membalas ucapan ibunya dan mengalihkan pandangannya pada sang kakak yang baru saja keluar dari kamarnya.
"Iya, bapak ganteng, baik dan gak pelit.
Gak kayak ibuk, kerjaannya ngomel aja tiap hari, pelit lagi sama kita!" sahut Agung menimpali ucapan adiknya.
"Tuh, dengar gak kamu, Tut?
Anak anak kita saja pada tau, mana yang baik dan mana yang disayang. Makanya jangan suka jahat sama anak, biar mereka juga menyayangi kita!" sahut Bagus dengan senyuman bangga, lalu menyesap kopinya yang tinggal separo dan mengajak anak anaknya pergi dengan menaiki motor barunya.
"Pak, ini motornya siapa?" tanya Ani saat mereka sudah di jalan menuju taman dekat kelurahan di kampungnya.
"Ini motor barunya bapak.
Tapi kalian harus janji ya, jangan bilang bilang sama ibuk kalian kalau bapak beli motor baru.
Bilang saja ini motor milik mandor proyek yang dipinjamkan untuk bapak. Mengerti?" sahut Bagus dengan senyuman mengembang.
"Siap, pak. Kami pasti akan jaga rahasia bapak.
Pokoknya bapak gak boleh pelit lagi kita ya?" sahut Agung yang melingkarkan tangannya di pinggang bapaknya.
"Maafkan aku Tuhan, bukan maksud hati mau mengajari anak anakku untuk berbohong.
Tapi sikap Tuti sudah melebihi batas, dia menghabiskan uang yang aku berikan untuk mantannya itu. Aku tidak akan tinggal diam, enak saja, uang hasil kerja kerasku dihabiskan oleh laki laki pengangguran kayak Warno itu, gak Sudi aku!" batin Bagis dengan hati berdenyut nyeri.
Sudah ada satu bulan, Bagus menyelidiki istrinya, ternyata Tuti memang diam diam masih menjalin hubungan dengan Warno, laki laki dari desa sebelah. Warno adakah mantan pacarnya Tuti sewaktu SMP dulu, sampai sekarang Warno belum juga menikah dan betah jadi pengangguran, tapi Tuti dengan bodohnya, termakan rayuan laki laki itu, dan mau maunya memberikan uang nya buat laki laki itu. Bagus yang tidak terima akhirnya bersikap tegas pada Tuti dengan tidak lagi memberikan uang lebih pada istrinya itu.
Dan diam diam Bagus juga sudah menyiapkan bukti bukti perselingkuhan mereka, karena ada teman satu proyeknya yang ngekos tak jauh dari tempat tinggal Warno, membuat Bagus mudah untuk mencari informasi dan bukti perselingkuhan mereka.
"Bapak, aku mau es krim yang disana boleh?" Suara cemprengnya Ani membuyarkan lamunannya Bagus.
"Boleh, ini uangnya. Beli sama mas Agung.
Habis itu kalian kembali lagi kesini, bapak tunggu disini saja." sahut Bagus sambil menyerahkan uang dua puluh ribuan pada anaknya.
Bagus membiarkan anaknya membeli sendiri karena penjualnya berada tak jauh dari tempatnya duduk. Masih bisa terlihat dari pandangannya.
Ani dan Agung berlarian menuju tukang jualan es krim yang sudah banyak dikerubuti anak anak seusia mereka. Sedangkan Bagus menatap nanar ke arah kedua anaknya dengan perasaan sedih.
"Kasihan mereka, aku harus bagaimana?
Apa mereka akan terluka jika nantinya akan ada perceraian?" Bagus berbicara sendirian dengan dada yang sudah terasa sesak. Cinta memang tak lagi ada dihatinya untuk Tuti setelah mengetahui perselingkuhan istrinya itu, tapi kedua anaknya lah yang membuat Bagus tetap bertahan sampai detik ini. Namun kelakuan Tuti seolah semakin menjadi saja. Dia semakin tidak menghargai Bagus sebagai suaminya.
☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️
jangan lupa mampir juga di karya aku yang lain.
#Tekanan Dari Mantan Suami (Tamat)
#Cinta dalam ikatan Takdir (Tamat)
#Coretan pena Hawa (Tamat)
#Cinta suamiku untuk wanita lain (Tamat)
#Sekar Arumi (Tamat)
#Wanita kedua (Tamat)
#Kasih sayang yang salah (Tamat)
#Cinta berbalut Nafsu ( Tamat )
#Karena warisan Anakku mati di tanganku (Tamat)
#Ayahku lebih memilih wanita Lain (Tamat)
#Saat Cinta Harus Memilih ( Tamat)
#Menjadi Gundik Suami Sendiri [ On going ]
#Bidadari Salju [ On going ]
#Wanita Sebatang Kara { New karya }
#Ganti Istri { New karya }
Peluk sayang dari jauh, semoga kita senantiasa diberikan kesehatan dan keberkahan dalam setiap langkah yang kita jalani.
Haturnuhun sudah baca karya karya Hawa dan jangan lupa tinggalkan jejak dengan like, komentar dan love nya ya say ❤️
"Kasihan mereka, aku harus bagaimana?
Apa mereka akan terluka jika nantinya akan ada perceraian?" Bagus berbicara sendirian dengan dada yang sudah terasa sesak. Cinta memang tak lagi ada dihatinya untuk Tuti setelah mengetahui perselingkuhan istrinya itu, tapi kedua anaknya lah yang membuat Bagus tetap bertahan sampai detik ini. Namun kelakuan Tuti seolah semakin menjadi saja. Dia semakin tidak menghargai Bagus sebagai suaminya.
Setelah puas bermain di taman, Bagus mengajak kedua anaknya buat makan di warung pecel lele langganannya. Selain rasanya yang enak, yang jualan juga sedap dipandang mata. Janda muda anak satu yang ditinggal mati suaminya. Wiwin, janda dari desa sebelah, meskipun memiliki wajah cantik alami, Wiwin begitu menjaga dirinya dari godaan para lelaki. Wiwin terkesan pendiam dan cuek terhadap laki laki. Membuat Bagus menyimpan kekaguman pada janda cantik itu.
Kalian mau pesen apa, bapak mau pecel lele saja." Bagus menatap kedua anaknya.
"Ani mau nasi bebek saja, mas Agung mau pesan apa?" tanya Ani dengan senyum cerianya.
"Aku pecel ayam saja deh!" sahut Agung mantap. Dan Ani menulis semua pesanan mereka di buku kecil yang sudah disediakan.
Warungnya memang tidak besar, tapi sangat bersih dan ramai pengunjung, Wiwin punya dua orang pekerja yang membantunya di warung.
"Ini minumnya apa saja, Ani es teh saja?" Ani kembali bertanya pada bapak dan kakaknya.
"Aku es teh juga." sahut Agung pasti.
'Samain juga, bapak es teh!" sahut Bagus sambil tersenyum menatap kedua anaknya yang terlihat begitu antusias.
"Bapak gak minta ibuk nyusul kesini?" tanya Agung yang membuat Bagus kesulitan untuk menjawab.
"Ibuk kan sudah dikasih uang banyak sama bapak, tapi dihabiskan buat beli baju temannya!" sahut Ani yang secara tidak langsung membuka keburukan ibunya pada sang ayah.
"Baju?
Temennya ibu?
Siapa, nak?" berondong Bagus yang langsung penasaran dengan celoteh putrinya.
"Iya, temennya ibuk.
Om siapa ya namanya? Ani lupa, tapi Ani sering lihat ibuk kasih om itu uang karena minta dibelikan baju. Om itu suka panggil ibuk dengan sebutan, dek!
Apa itu artinya dia kakaknya ibuk ya?" celoteh Ani dengan polosnya, membuat agung dan Bagus saling melempar pandangan.
"Apa Ani tau namanya, om itu?" tanya Agung yang langsung penasaran.
"Kalau gak salah namanya om Warno!" sahut Ani yang masih tak menyadari apa yang sebenarnya terjadi, pikirannya masih terlalu polos dan bersih.
Bagus langsung membuang nafasnya kasar, dan Agung yang sudah mulai paham dengan permasalahan orang dewasa, menatap iba pada bapaknya.
"Yasudah, gak usah lagi bahas ini ya.
Itu pesenan kita sudah diantar, kita makan saja dulu." Bagus berusaha tetap bersikap tenang dihadapan kedua anaknya. Meskipun didalam hatinya begitu murka dengan kelakuan istrinya.
Mereka menikmati makan malam dengan begitu lahapnya.
Sedangkan dirumah, Tuti tengah asik Vidio call dengan Warno, kekasih gelapnya.
"Mas, kapan kamu ganti uangku?
Aku juga butuh buat perawatan. Apalagi sekarang mas Bagus mulai pelit." ucap Tuti dengan gaya manjanya.
"Satu minggu lagi, mas akan ganti uangnya.
Kamu sabar dulu ya sayang.
Ya kamu harus pinter pinter rayu suami kamu dong sayang, biar dia kembali royal dan menuruti kemauan kamu." sahut Warno dengan entengnya.
"Mas!
Apa kamu gak mau menikahi aku?
Aku ingin kita hidup bersama, biar aku ceraikan mas Bagus dan kita menikah." sahut Tuti menatap penuh cinta pada Warno yang terlihat salah tingkah.
"Em, gimana ya?
Aku masih belum mapan loh, Ti!
Kerja juga masih belum pasti, kalau kita nikah apa kamu mau hidup sederhana sama aku?" tanya Warno yang memasang wajah melasnya.
"Aku itu cinta banget sama kamu, mas!
Kalau aku cerai sama mas Bagus, aku akan dapat harta Gono gini kok. Nanti uangnya bisa buat modal kita buka usaha. Gimana?" jawab Tuti dengan pedenya, membuat Warno langsung tersenyum lebar. Bayangan hidup enak sudah menghampiri otaknya.
"Kamu yakin dapat Gono gini dari suami kamu itu, nantinya?" tanya Warno memastikan.
"Yakinlah!
Semua yang kita punya, dihasilkan setelah kami menikah. Jadi kalau kita cerai ya hartanya dibagi dua. Pinter kan aku?"
Sahut Tuti dengan suara manja. Saking asiknya ngobrol dengan pujaan hatinya, sampai Tuti tak menyadari kepulangan suami dan anak-anaknya, bahkan Bagus mendengarkan obrolannya dengan Warno secara jelas dan gamblang.
Namun bukannya Bagus ingin mengehentikan dan marah, tapi justru Bagus punya rencana untuk membuat Tuti dan pacarnya sengsara.
Bagus sudah punya rencana untuk mengamankan semua hartanya dari rencana jahat istrinya dengan selingkuhannya.
Bagus yang sudah tau apa yang Tuti rencanakan, memilih pura pura tidak tau dan bersikap santai tapi tak mau lagi perduli dengan Tuti, alias cuek bebek.
Bagus memilih duduk menemani kedua anaknya nonton kartun kesayangan mereka di ruang tengah.
Tuti yang menyadari kepulangan suami dan anaknya, langsung mematikan teleponnya, lalu keluar menemui mereka dengan berusaha bersikap biasa saja.
"Loh kalian sudah pulang?
Kok diam diam saja. Kalian sudah pada makan ya?" Tuti menatap satu persatu suami dan anaknya yang tampak acuh dengan pertanyaannya.
"Mas, aku tanya loh ini. Kok gak ada yang jawab sih! Kalian budek gitu?" sungut Tuti yang mulai kesal karena merasa diacuhkan.
"Kami sudah pulang dari sejam yang lalu, kamunya saja yang asik di dalam kamar, sampai sampai kami mengucapkan salam gak dijawab.
Kamu lagi ngapain sih di kamar?" sahut Bagus dengan wajah datarnya. Tuti yang tidak pernah diperlakukan dingin oleh suaminya merasa heran dengan perubahan sikap Bagus itu.
☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️
jangan lupa mampir juga di karya aku yang lain.
#Tekanan Dari Mantan Suami (Tamat)
#Cinta dalam ikatan Takdir (Tamat)
#Coretan pena Hawa (Tamat)
#Cinta suamiku untuk wanita lain (Tamat)
#Sekar Arumi (Tamat)
#Wanita kedua (Tamat)
#Kasih sayang yang salah (Tamat)
#Cinta berbalut Nafsu ( Tamat )
#Karena warisan Anakku mati di tanganku (Tamat)
#Ayahku lebih memilih wanita Lain (Tamat)
#Saat Cinta Harus Memilih ( Tamat)
#Menjadi Gundik Suami Sendiri [ On going ]
#Bidadari Salju [ On going ]
#Wanita Sebatang Kara { New karya }
#Ganti Istri { New karya }
Peluk sayang dari jauh, semoga kita senantiasa diberikan kesehatan dan keberkahan dalam setiap langkah yang kita jalani.
Haturnuhun sudah baca karya karya Hawa dan jangan lupa tinggalkan jejak dengan like, komentar dan love nya ya say ❤️
"Mas, aku tanya loh ini. Kok gak ada yang jawab sih! Kalian budek gitu?" sungut Tuti yang mulai kesal karena merasa diacuhkan.
"Kami sudah pulang dari sejam yang lalu, kamunya saja yang asik di dalam kamar, sampai sampai kami mengucapkan salam gak dijawab.
Kamu lagi ngapain sih di kamar?" sahut Bagus dengan wajah datarnya. Tuti yang tidak pernah diperlakukan dingin oleh suaminya merasa heran dengan perubahan sikap Bagus itu.
"Em itu, kang. Tadi aku ketiduran." sahut Tuti mencari alasan. Bagus hanya diam dan kembali fokus menatap layar datarnya, berkirim pesan dengan salah satu temannya yang sudah jadi pengacara. Bagus akan mengubah semua kepemilikan aset atas nama orang tua dan anak anaknya, biar saat bercerai, Tuti tidak mendapatkan apapun dari harta yang bagus perjuangkan selama ini, dengan hasil kerja kerasnya.
☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️
Seperti biasa, setiap hari Sabtu, Bagus pasti akan memberikan uang belanja paa Tuti.
Dengan wajah berseri, Tuti menunggu kepulangan suaminya, namun sudah hampir magrib Bagus tak kunjung pulang.
"Kemana sih bapak kalian?
Jam segini kok belum pulang juga?" rutuk Tuti yang mulai kesal.
Sedangkan kedua anaknya hanya diam saja sambil matanya fokus ke arah televisi.
Mereka sengaja gak makan dulu, karena tadi Bagus mengirim pesan, ke ponsel Agung. Bagus akan membawakan makanan kesukaan mereka.
"Kalian gak makan?
Itu, sudah ibuk gorengin telur dadar dan ada kecap manis di meja. Makan sana!" Tuti memerintahkan anak anaknya untuk makan dengan nasi dingin dan telur dadar yang tadi sore digorengnya. Padahal dirinya sendiri membeli sate, tapi dihabiskan sendiri tanpa mau membaginya dengan anak anaknya.
"Kami makan nunggu bapak pulang saja.
Bapak janji, mau belikan kami nasi Padang ikan rendang." sahut Ani cuek, dan membuat Tuti mencebik kesal ke arah anaknya.
"Makan itu gak usah aneh aneh, makan apa yang ada dirumah. Uang nya di hemat. Kapan bisa kaya kalau kalian makan saja selalu minta yang enak enak. Ngirit gitu loh, jadi anak kok susah banget diajak ngomong." sungut Tuti dengan wajah masamnya.
"Lha tadi yang makan sama sate siapa?
Ibuk saja tiap hari makan enak enak, kami cuma dikasih telur, kalau gak telor ya tempe. Gitu terus.
Tidak kayak bapak, selalu membelikan makanan enak sama kita!" sahut Ani yang tak mau kalah dengan ibunya.
"Asalamualaikum." suara Bagus menghentikan perdebatan ibu dan anak yang lagi seru serunya.
Tuti yang sudah tidak sabar mau meminta jatah uang belanjanya langsung menghampiri suaminya.
"Kang, kok baru pulang jam segini?" todong Tuti dengan wajah dibuat cemberut, namun Bagus tak menghiraukan pertanyaan Tuti. Sibuk dengan kedua anaknya yang langsung meminta kantong keresek yang ada ditangannya.
"Kalian makan saja dulu, itu bapak sudah belikan rendang, bapak mau mandi dulu." Bagus menyerahkan bungkusan pada Ani.
"Ani buatkan kopi ya, pak!
Kita makannya bareng saja, Ani sama mas Agung nunggu bapak saja." sahut Ani dengan senyum merekah.
"Kang, kok kamu cuekin aku sih?
Dari mana kamu, kok baru pulang jam segini?" sungut Tuti kesal karena diabaikan.
"Apa kamu gak lihat, aku mampir ke warung Padang, antri. Jadinya lama." sahut Bagus cuek bahkan nadanya sedikit meninggi.
Bayangan perselingkuhan Tuti selalu membuat hatinya sakit, dan itu memacu amarah di dadanya untuk meletup.
"Aku tanya baik baik. Tapi kamu kok ngegas sih jawabnya!
Aku nunggu kamu loh dari tadi.
Harusnya tidak perlu beli makanan diluar, buang buang duit saja. Boros itu namanya.
Dirumah aku sudah masak, tinggal makan kok masih gak terima." sungut Tuti yang terus mengomel mengeluarkan semua kekesalannya.
"Aku yang cari uang, jadi suka suka aku mau ngapain dengan uangku. Lagian buat nyenengin anak apa salahnya?
Kamu saja suka beli makanan enak diluar, tapi kedua anakmu cuma kasih telur sama tempe. Tega kamu itu jadi ibu, dimana mana, seorang ibu itu rela mengalah dan berkorban buat anak anaknya, tapi tidak buat kamu, kamu justru suka berfoya foya dengan orang lain, sedangkan anak anak kamu biarkan makan seadanya, bahkan hampir tidak pernah bisa beli jajan. Terus, uang yang aku kasih kamu kemana kan?" sahut Bagus panjang lebar dengan mata menatap tajam.
Tuti yang tidak menyangka akan diamuk sedemikan oleh Bagus, hanya bisa melongo. Shock dengan apa yang terjadi. Bagus benar benar berubah.
"Kang!
Kamu kok jadi jahat banget sama aku, ada apa?" sahut Tuti yang pura pura sedih.
"Sudahlah, aku capek. Mau mandi dulu." sahut Bagus yang langsung pergi meninggalkan Tuti.
"Sedangkan kedua anak mereka masih duduk anteng menunggu bapaknya di depan piring masing masing. Bahkan Bagus hanya membeli nasi Padang sebanyak tiga bungkus saja.
Bagus marah karena tadi Agung menelponnya dan menceritakan ulah ibunya yang makan sate tapi tidak mau berbagi, dan justru menyuruh mereka makan sama telur dan kecap.
"Loh, ini kok cuma tiga bungkus saja?
Buat ibuk mana?" Tuti menghampiri kedua anaknya yang masih duduk anteng di kursi meja makan yang ada di dapur.
"Bapak cuma beli tiga bungkus saja.
Bukannya ibuk sudah makan sama sate kambing ya tadi?" sahut Agung, membuat Tuti melotot lalu pergi begitu saja memasuki kamarnya.
☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️
"Ini, jatah buat satu Minggu!" bagus menyerahkan uang limapuluh ribuan sebanyak enam lembar pada Tuti.
"Kok cuma tiga ratus ribu, kang?
Dapat apa uang segini?
Jangan pelit pelit kamu kang! Bikin aku semakin pingin pergi saja dari kamu!" Tuti menatap tajam ke arah Bagus. Namun Bagus tak perduli sama sekali, tetap tenang dan cuek.
"Aku akan membelikan, telor, daging, dan ayam buat stok dikulkas. Dan jatah uang saku anak anak sudah aku berikan sendiri sama mereka, masing masing anak seratus lima puluh untuk satu minggu.
Lebih baik kamu atur uang itu dengan baik, jangan banyak protes." sahut Bagus santai, dan pergi meninggalkan Tuti yang terlihat mengepalkan kedua tangannya erat.
"Awas kamu, mas!"
☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️
jangan lupa mampir juga di karya aku yang lain.
#Tekanan Dari Mantan Suami (Tamat)
#Cinta dalam ikatan Takdir (Tamat)
#Coretan pena Hawa (Tamat)
#Cinta suamiku untuk wanita lain (Tamat)
#Sekar Arumi (Tamat)
#Wanita kedua (Tamat)
#Kasih sayang yang salah (Tamat)
#Cinta berbalut Nafsu ( Tamat )
#Karena warisan Anakku mati di tanganku (Tamat)
#Ayahku lebih memilih wanita Lain (Tamat)
#Saat Cinta Harus Memilih ( Tamat)
#Menjadi Gundik Suami Sendiri [ On going ]
#Bidadari Salju [ On going ]
#Wanita Sebatang Kara { New karya }
#Ganti Istri { New karya }
Peluk sayang dari jauh, semoga kita senantiasa diberikan kesehatan dan keberkahan dalam setiap langkah yang kita jalani.
Haturnuhun sudah baca karya karya Hawa dan jangan lupa tinggalkan jejak dengan like, komentar dan love nya ya say ❤️
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!