NovelToon NovelToon

Terjerat Pesona Driver Tampan

Calon Pacar

Selamat datang di zona bucin nggak ada obat. Ini cerita anak-anaknya Kristal dan Ruli di novel DIKIRA MELARAT TERNYATA KONGLOMERAT

Jangan lupa like, komen, dan subscribe

SELAMAT MEMBACA 😘

...********...

"Satria, aaa...."

Sorak sorai gadis-gadis yang mengantri di depan kampus menunggu Satria keluar dari gedung perkuliahan.

"Wah, lo udah kaya idol Korea, Sat. Gila fans lo sampai bawa spanduk kaya mau demo di bundaran HI tahu nggak?" ledek Nano, teman sekampus Satria.

Satria menonjok bahu Nano pelan. "Ck, berisik lo." Sedari tadi Satria melihat jam yang melingkar di jari tangannya.

"Lo nungguin siapa sih? Dari tadi gelisah banget," tanya Nano.

Kemudian seorang gadis berseragam SMA yang ditutupi jaket menerobos kerumunan tersebut. "Ih, apaan nih cewek?" protes para gadis yang merupakan fans berat Satria.

"Bang Sat," teriak Gwen dengan percaya diri. Satria tersenyum mendengar suara Gwen. Setelah itu dia baru berani keluar.

Gwen mengulurkan tangan dan disambut oleh Satria. Keduanya berjalan menerobos kerumunan para gadis yang merupakan penggemar pemuda tampan itu. Namun, keduanya hanya beracting. Itu hanya kamuflase agar para gadis itu salah paham dan tidak lagi mengejarnya.

Mereka berdua menuju ke parkiran motor lalu memakai helm. Gwen naik ke atas motor matic Satria. "Hanya aku yang boleh naik motor Bang Satria. Yuk, berangkat !" titah Gwen.

Gwen melingkarkan kedua tangannya ke perut Satria. Satria mengerutkan keningnya. "Lepasin, Gwen." Satria beringsut. Namun, Gwen malah mempererat tangannya.

"Biarin, ah. Nanti kalau aku jatuh bagaimana? Kalau pegangan gini kan aman," ucap Gwen sambil tersenyum diam-diam. Dia memanfaatkan kesempatan bersama sebaik mungkin. Satria menghela nafas. Dia hanya bisa pasrah. Percuma saja melawan Gwen, pikirnya.

Gwen menyandarkan kepalanya ke punggung Satria. Cukup lama Gwen tidak bersuara. Satria jadi heran. "Gwen, Gwen," panggil Satria. Ketika dia tak mendengar jawaban dari Gwen, Satria menghentikan motornya. Lalu dia menoleh ke belakang.

"Eh, ni anak malah tidur," gerutu Satria. "Kalau diamati cantik juga," gumamnya pelan. Kapan tetapi Gwen masih bisa mendengarkan.

Tiba-tiba mata Gwen membuka. Satria pun terkejut. "Cantik ya, Bang? Pantes kan jadi pacarnya Abang?" tanya Gwen sambil mengeratkan pelukannya. Entah apa yang membuat Gwen begitu terobsesi dengan Satria. Selain wajahnya yang tampan memang tidak ada alasan lain.

Satria menoyor kening Gwen dengan satu jari. "Mimpi," jawab Satria. Gwen berdiri tegak sambil memanyunkan bibirnya.

"Kurangnya aku tu apa sih, Bang? Katanya cantik terus kurang apa lagi?" tanya Gwen kesal.

"Kurang kalem," jawab Satria. Ya, Gwen memang gadis pecicilan yang berbeda karakter dengan kembarannya Glen yang begitu kalem dan dingin.

Gwen nyengir kuda. "Yang lain lah syaratnya. Kalau itu susah, Bang. Udah dari lahir Gwen kaya gini. Terima apa adanya aja deh," bujuk Gwen sambil melingkarkan kedua tangannya ke salah satu lengan Satria.

Satria melepas tangan Gwen. "Ayo balik!" perintah Satria dengan nada dingin.

Gwen kembali naik ke atas motor Satria. "Bang, kenapa motornya nggak diganti aja sih sama yang gede? Biar aku tuh bisa pamer sama temen-temen kalau pacar aku keren," ucap Gwen sambil senyum-senyum membayangkan bagaimana reaksi teman-temannya saat dia jadian sama Satria.

"Nggak usah ngaco! Ni aja dapat motor matic udah syukur. Yang penting bisa buat narik," jawab Satria.

"Gwen bangga deh sama Abang. Udah ganteng, nggak sombong lagi. Cocok jadi pacarnya Gwen," ucap Gwen penuh percaya diri. Satria hanya menggelengkan kepala.

Dia memang sudah terbiasa dengan tingkah aneh Gwen yang sering mengaku sebagai pacarnya. Tapi Satria justru senang karena dia tidak perlu membayar bodyguard untuk mengusir cewek-cewek yang selalu mengejar-ngejar dirinya.

Sesaat kemudian mereka sampai di depan rumah Gwen. Gwen turun lalu melepas helm yang dia kenakan. "Bang, ini uangnya." Gwen memberikan satu lembar uang berwarna merah pada Satria. Tapi Satria mendorong tangan Gwen.

"Hari ini nggak usah bayar karena udah nolongin aku," ujar pemuda tampan itu. Gwen tersenyum malu-malu.

"Kamu kenapa kaya cacing kepanasan gitu?" tanya Satria ketika melihat Gwen memutar badan ke kanan dan ke kiri.

"Bang Sat kapan kita kencan?" tanya Gwen sambil membungkam mulut.

"Tunggu sampai lebaran monyet," jawab Satria cuek. Lalu dia menyalakan motornya.

Gwen menghentakkan kaki karena kesal. "Awas ya, kalau ketemu lain kali jangan harap bisa kabur," ancam Gwen. Gwen pun memasuki rumahnya.

"Waalaikumsalam," seru Kristal, ibunda Gwen.

"Assalamualaikum, Mah, hah, hah, hah."

"Gwen, kamu nggak sopan banget. Pulang sekolah malah ngasih mama bau mulut. Bau pete!" ledek sang mama.

Gwen mencium bau mulutnya sendiri. "Masa sih? Gwen makan permen mint kok makanya aku pamer bau mulut," jawab Gwen.

"Mungkin permen mintnya rasa pete makanya bau gitu," ledek Kristal.

Bukannya marah Gwen tersenyum mendengar candaan ibunya. "Pas mama hamil Gwen mama ngidam apa sih?" tanya Gwen sambil mencolek dagu sang ibu.

"Kebalik, harusnya mama yang tanya begitu? Udah ah sana ganti baju. Mama udah selesai masak nih. Nanti makan bareng-bareng sama kakak kamu."

"Glen ada ektra di sekolah, Ma," jawab Gwen sambil ngemil lauk yang baru matang.

Glen yang baru datang menoyor kepala kembarannya. "Wadaw."

"Glen, Glen. Panggil kakak!" perintah Glen pada Gwen.

"Halah beda lima menit doang," cibir Gwen. Setelah itu dia menjulurkan lidahnya sambil berlari menaiki tangga.

"Gwen, hati-hati nanti jatuh." Kristal memperingatkan putrinya. Benar saja, karena kurang hati-hati kaki Gwen menyandung anak tangga hingga menyebab dirinya jatuh.

"Gwen," teriak sang mama. "Tuh kan lututnya jadi berdarah. Udah dibilangin kalau jalan hati-hati. Tunggu di sini jangan bergerak mama ambil kotak obat dulu."

Glen ikut mendekat. "Bandel sih!" ledeknya.

"Apa?" tantang Gwen.

"Ma, nanti lututku diperban melingkar ya," pinta Gwen.

"Diperban di area yang luka sudah cukup," jawab Mama Kristal.

"Please, Ma," rengek Gwen. Setelah Kristal selesai membalut luka anaknya, dia memapah Gwen hingga masuk ke dalam kamar.

"Makasih, Ma," kata Gwen.

"Nanti mama antar makan siangmu ke sini. Jangan banyak bergerak dulu." Gwen mengangguk patuh.

Setelah itu Gwen merogoh ponsel lalu memotret lututnya yang terluka. Kemudian dia mengirim gambar tersebut ke ponsel Satria.

'Mulai besok antar jemput aku sekolah. Aku boking seharian, uangnya nanti aku transfer.'

Begitulah pesan Gwen yang dikirim ke handphone Satria. "Nih anak ada-ada saja ulahnya," gumam Satria sambil senyum-senyum.

"Sat, woi. Kesambet lo. Senyam-senyum sendiri." Nano mengintip handphone Satria. "Dari cewek lo yang tadi siang ya?" tanya Nano pada sahabatnya itu.

"Kepo lo!" jawab Satria kemudian dia melenggang pergi.

"Heran gue. Apa coba yang ditaksir sama cewek-cewek. Cowok jutek gitu," cibir Nano. Setelah itu dia berjalan menyusul Satria.

Satria memakai helm kemudian menyalakan motor. "Gue tinggal dulu, No. Mau narik," pamit Satria meninggalkan temannya itu.

"Sat, tungguin woi. Gue mau nebeng, elah."

Balapan

Selain bekerja sebagai driver ojek online, Satria juga mendirikan bengkel motor. "Sat, ntar malam ada balapan, elo ikut kan?" tanya Aldo salah seorang temannya yang juga biasa ikut balapan motor liar.

Satria menghentikan aktivitasnya memperbaiki motor. "Jam berapa?" tanya Satria.

"Jam sebelas malam," jawab Aldo.

Satria tampak berpikir. "Oke, gue juga butuh dana buat beli perlengkapan bengkel," jawab Satria menyanggupi.

Di tempat lain, Gwen sedang risau karena handphonenya sepi. "Bang Sat kok nggak ada nelpon aku. Apa nggak khawatir sama calon pacarnya yang habis jatuh? Ck, bener-bener bang*sat ini mah," gerutu Gwen.

Tak lama kemudian dia mendapatkan sebuah pesan.

'Ntar malam keluar yuk! Nonton balap liar.'

Sebuah pesan dari teman sekolah Gwen membuat Gwen penasaran. "Sekali-kali ikut nggak apa-apa kali ya?" tanya Gwen pada dirinya sendiri.

Gwen pun meminta izin keluar malam ini. "Ma, ntar malam aku nginep di rumahnya Stefy ya, please."

"Memang ada acara apa sampai kamu nginep di sana?" tanya Mama Kristal.

"Stefy mau ultah, Ma," jawab Gwen berbohong.

"Bohong banget," sela Glen lirih. Gwen langsung menatap tajam ke arah saudara kembarnya.

"Bisa diem nggak?" ancam Gwen.

"Datang pas acara langsung pulang aja. Nanti biar kakak kamu yang antar," ucap Mama Kristal.

"Yagh, nggak enak dong, Ma. Dia kan bestie aku," jawab Gwen. "Lagian besok kan hari libur, Ma. Semalam aja, please," bujuk Gwen.

"Tapi ada syaratnya, jangan minum-minuman beralkohol dan barang terlarang lainnnya. Selain itu nggak boleh genit sama teman cowok," pesan Mama Kristal.

"Siap, Ma," jawab Gwen sambil tersenyum senang. Kemudian dia menaiki tangga. Gwen akan bersiap-siap untuk membawa bajunya.

"Glen, gue beri lo kehormatan buat nganter gue ke rumah Stefy," kata Gwen saat dia baru turun dari lantai atas.

"Dih, minta driver langganan lo buat nganter!" jawab Glen dengan ketus.

"Nggak, Bang Satria tahunya aku sakit. Nanti dia nggak mau nganter jemput aku ke sekolah," jawab Gwen.

Lalu dia mengadukan Glen pada ibunya. "Ma, kakak nih nggak mau nganterin aku," teriak Gwen meminta dukungan pada sang ibu.

"Glen," teriak sang ibu.

Glen meletakkan ponselnya kemudian dia berdiri. "Cabut!" Gwen senang bukan main.

Ketika berada di dalam mobil Glen tak berhenti mengoceh. Dia memperingatkan Gwen apa saja yang tidak boleh dilakukan. "Lama-lama lo kaya emak-emak ya Glen," ledek Gwen.

"Sialan lo! Gue tuh peduli sama elo," ucap Glen sambil menoyor kepala Gwen.

"Hish, tangannya kebiasaan. Lama-lama gue tambah be*go kalau elo sering noyor kepala gue."

"Elo emang udah be*go dari sononya," balas Glen sambil tertawa.

Ketika sampai di depan rumah Stefy, Gwen membanting pintu mobil karena kesal dengan saudara kembarnya.

Stefy menyambut kedatangan Gwen. "Seneng banget gue, elo bisa ikut gue lihat balapan motor ntar malam," kata Stefy.

"Apa istimewanya sih?"tanya Gwen.

Stefy tersenyum penuh arti. "Elo akan tahu nanti malam. By the way lutut lo kenapa?" tanya gadis itu pada Gwen.

"Jatuh di tangga," jawab Gwen cuek.

"Kok bisa? Makanya jalan jangan sambil lari," tebak Stefy asal ngomong.

"Elo dukun ya? Kok elo tahu sih?" tanya Gwen dengan eskpresi wajah serius.

"Sialan lo! Imut gini dibilang dukun. Udah jelas kali kalau elo tuh pecicilan makanya gampang jatuh. Kalem dikit napa?" Setelah itu Stefy mengajak Gwen masuk.

Ketika malam tiba, Stefy mengajak Gwen keluar. Gadis itu tinggal seorang diri karena keluarganya berada di luar negeri.

"Jadi elo dapat info dari mana soal balap motor itu?" tanya Gwen pada Stefy.

"Cowok gue ikut balapan. Namanya Aldo," jawab gadis yang berambut pendek itu.

Gwen menguap. "Lho mau ngajak nonton balapan apa ngeronda sih? Tengah malam begini," omel Gwen.

Stefy tersenyum miring. "Alah nanti mata lo juga melek kalau lihat cowok-cowok yang bening," ledek Stefy.

"Nggak bakal. Hati gue udah mentok buat Bang Satria," ucap Gwen.

Sesaat kemudian mobil Stefy memasuki daerah di mana orang-orang ramai berkumpul untuk menonton balapan. "Turun lo!" perintah Stefy. Gwen malas-malasan karena mengantuk.

Gwen memasukkan kedua tangannya ke dalam saku jaket yang dia kenakan karena hawa dingin malam yang begitu menusuk. "Gila dingin banget."

Gwen mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Dia melihat seseorang yang postur tubuhnya mirip Satria. "Bang Sat," gumam Gwen.

"Apa lo bilang?" Seseorang yang berdiri di depan Gwen menjadi salah paham. Dia mengira Gwen sedang mengumpat.

"Eh, bukan. Gue nggak mengumpat," elak Gwen seraya menggoyangkan kedua tangannya. Kemudian Stefy mengajak Gwen pergi.

"Jangan cari masalah deh," omel Stefy.

"Enggak, tadi gue tuh lihat demenan gue, Bang Satria," sanggah Gwen.

"Lho panggil dia setengah-setengah sih. Makanya dikira mengumpat."

Saat orang ramai bersorak, Stefy mengajak Gwen mendekati area balapan. "Bang Sat," teriak Gwen. Satria yang mengenali suara itu kemudian menoleh dan membuka helm.

"Gwen," ucap Satria. Pemuda itu terkejut ketika melihat gadis SMA yang biasa dia antar berada di sekitar arena balap.

Satria jadi tidak bisa berkonsentrasi setelah melihat Gwen. Gwen ingin mendekat tapi orang yang bertugas menjadi pembatas arena menghalangi langkahnya.

"Ready?"

Saat seorang wanita memberikan aba-aba Satria terpaksa mengabaikan Gwen. Dia menutup kembali helmnya.

"Go!"

Ketiga pembalap tersebut mulai menginjak pedal gas motor mereka. Namun, salah satu pembalap yang berada tepat di samping Satria mencoba bermain curang. Dia menendang motor Satria dengan kaki. Alhasil Satria dan motornya terpelanting.

Jantung Gwen serasa berhenti saat melihat Satria terjatuh dari motor. Gwen berlari secepat mungkin untuk menolong Satria. Satria terluka di bagian kakinya.

"Bang, Bang Satria," ucap Gwen sambil terisak.

"Gwen." Satria masih bisa menyebut nama gadis itu di sela-sela rasa sakit yang dia derita.

"Jangan bergerak!" Tangisan Gwen semakin keras.

Aldo mendekat kemudian meminta bantuan teman-temannya untuk mengangkat Satria. "Gue antar ke rumah sakit," kata Aldo.

"Gue ikut," seru Gwen. Dia pun mengajak Stefy mengikuti mobil yang membawa Satria.

"Udah dong Gwen berhenti nangis." Stefy merasa bingung melihat Gwen sepanik itu.

"Bang Satria kecelakaan gue mana bisa tenang," jawab Gwen.

"Ya udah kita berdoa buat Satria."

Sesampainya di rumah sakit, Satria mendapatkan perawatan medis. Kakinya patah jadi dokter akan mengoperasi kaki Satria. Sayangnya terkendala biaya. "Semua biaya pengobatannya biar saya yang tanggung," kata Gwen.

Stefy menarik lengan Gwen untuk menjauh. "Gwen elo yakin? Biaya operasi nggak sedikit lo," kata Stefy memperingatkan sahabatnya.

Gwen melepas tangan Stefy. "Yakin seribu persen. Lagian bokap nyokap gue akan bangga kalau gue gunakan uang mereka untuk menolong orang. Apalagi orang itu calon menantu mereka."

Stefy menepuk jidatnya. Yang ada dipikiran Gwen hanya ingin menjadi pacar Satria no more. "Serah lo!" jawab Stefy cuek.

Benarkah yang dikatakan Gwen tentang reaksi orang tuanya jika mengetahui uang mereka dipakai untuk membiayai operasi kaki Satria?

Jangan lupa subscribe like dan komen tinggalkan jejak ya

Tantangan

Gwen menemani Satria hingga pemuda itu siuman. "Ash... Di mana aku?" tanya Satria sambil menahan rasa sakit pada kakinya.

"Bang Sat, aku seneng banget abang udah sadar," ucap Gwen sambil memeluk erat Satria.

Satria menatap Aldo. "Semalaman dia nungguin lo sambil nangis-nangis," terang Aldo.

"Jangan bikin aku khawatir. Aku takut terjadi sesuatu pada Bang Sat," ungkap Gwen.

"Panggilannya nggak enak banget. Bisa diganti nggak?" tanya Satria. Gwen mengangguk.

"Ayang," ucap Gwen dengan malu-malu. Aldo dan Stefy menahan tawa saat mendengar panggilan yang diberikan Gwen pada Satria.

"Ya nggak gitu juga, Gwen," protes Satria.

"Lho harus berterima kasih sama Gwen, Sat. Kalau bukan karena dia yang bayarin biaya operasi lo, lo nggak akan selamat," ungkap Aldo.

"Mas Aldo nggak usah bilang-bilang. Aku ikhlas kok," jawab Gwen.

"Mas, mas, emangnya cowok gue penjual nasi goreng keliling," protes Stefy. Sebenarnya dia tidak suka karena cemburu.

"Lha terus panggil apa dong? Masa panggil ayang juga? Ogah," jawab Gwen nyolot.

"Berani lo?" tantang Stefy geram pada sahabatnya itu.

"Elah judes amat neng jadi cewek. Kalem dikit napa?" ledek Gwen. Padahal dirinya saja tidak bisa kalem malah menyuruh orang lain.

"Gwen," panggil Satria. Suasana pun tiba-tiba hening.

"Ada apa, Bang...? Eh Mas Satria."

"Makasih," jawab Satria singkat. Tapi satu kata ajaib yang membuat hati Gwen berbunga-bunga.

"Sama-sama, Mas."

"Gwen, balik yuk! Biar Kak Aldo yang nemenin Mas Satria lo," bujuk Stefy.

"Lo balik aja duluan. Ntar mak lo nyari," usir Gwen.

"Ye... Yang ada elo yang dicari mak lo. Mak gue sih lagi di Amrik," ucap Stefy dengan angkuh. Gwen menepuk jidatnya.

"Gue belum ngabarin mama kapan gue pulang. Jangan-jangan Glen jemput lagi di rumah elo. Dia kan over protektif," gerutu Gwen.

"Gwen, kamu pulang saja!" perintah Satria pada gadis itu.

"Tapi Mas Satria bagaimana?" tanya Gwen.

"Ada suster dan dokter di sini. Ada Aldo juga. Kamu pulang saja," bujuk Satria. Gwen mengangguk.

"Cepat sembuh ya, Mas," pesan Gwen pada Satria. Belum puas berbicara Stefy menarik tangan Gwen agar segera keluar.

"Pulang! Nanti Satria nggak sembuh-sembuh kalau lo ada di sini," ucap Stefy.

Satria dan Aldi tertawa melihat tingkah Gwen dan Stefy. "Pacar lo ada-ada aja," ledek Aldo. Satria melempar bantalnya ke arah Aldo.

"Dia bukan pacar gue," elak Satria.

"Sat, elo harus bikin perhitungan sama Kevin. Dia yang udah bikin elo kaya gini. Gue pikir dia memang udah merencanakan ini sebelumnya," tebak Aldo.

"Udahlah, gue nggak mau ribut," jawab Satria.

"Kalau gitu lo serahin ke gue. Biar gue sama anak-anak yang tanganin tuh orang," ucap Aldo dengan wajah geram.

"Nggak usah, Do. Gue nggak mau ada yang jadi korban." Satria melarang Aldo bertindak gegabah.

"Tapi Sat..."

"Udahlah! Cukup!" ucap Satria dengan tegas.

"Apa perlu gue kasih tahu soal ke nyokap lo tentang keadaan lo di sini?" tanya Aldo.

"Jangan! Nyokap nggak perlu tahu. Gue nggak mau bikin dia jadi khawatir." Aldo manggut-manggut.

Sementara itu Gwen dan Stefy tiba di rumah Stefy. Glen sudah ada di depan rumah Stefy ingin menjemput adiknya itu. Gwen memberikan kode agar Stefy tutup mulut.

"Dari mana lo?" tanya Glen.

"Kita habis jogging lah," jawab Gwen asal.

"Yakin lo jogging pakai pakaian seperti itu?" tanya Glen. Saat itu Gwen memakai rok pendek yang dipadukan dengan jaket jeans blink-blink ala idol kesukaannya.

"Ah elo mana tahu tren yang lagi booming. Mau ngajak pulang sekarang?" tanya Gwen. Glen mengangguk.

"Lo disuruh pulang sama papa," ungkapnya.

" Ya udah ayo!" ajak Gwen.

"Barang lo?" tanya Glen.

"Titip di rumah gue dulu. Besok-besok bisa diambil lagi sama Gwen," sela Stefy. Jujur saja menghadapi Glen dengan sikapnya yang dingin membuat jantung Stefy berdegup kencang.

"Stef, gue pamit ya." Gwen melambaikan tangan sebelum dia masuk ke mobil Glen. Glen menyalakan mesin mobilnya setelah memastikan saudara kembarnya masuk.

"Jujur sama gue! Habis dari mana lo sama Stefy pagi-pagi dengan pakaian kaya gini?" selidik Glen.

"Apaan sih, Glen? Jangan curiga melulu. Sekali-kali tuh muka dibuat senyum biar banyak cewek yang naksir," ledek Gwen.

"Jangan mengalihkan pembicaraan! Lo tahu kenapa gue diminta papa menjemput lo?" Glen meminta Gwen berpikir. Gwen menggeleng.

"Papa marah karena lo ngabisin duit dalam semalam. Ngaku! Buat apa duit sebanyak itu, Gwen?" tanya Glen. Dia khawatir Gwen memakai uang itu untuk membeli obat-obatan terlarang.

"Nanti aja aku ngaku langsung sama papa," jawab Gwen ketus. Glen menghembuskan nafasnya kasar.

Sesampainya di rumah Ruli, sang ayah menyambut kedatangan Gwen. "Gwen jelaskan pada papa? Untuk apa kamu memakai uang dalam jumlah yang begitu besar?" tanya Ruli. Semalam dia mendapatkan notifikasi pengeluaran uang melalui handphonenya.

"Untuk biaya operasi teman Gwen yang kecelakaan," jawab Gwen sambil menunduk.

Kristal mendekati sang anak. "Apa dia tidak punya orang tua sehingga dia tidak mampu membayar biaya operasi?" tanya Kristal dengan lembut. Gwen menggeleng.

"Uang itu buat membantu Mas Satria, Ma. Dia kecelakaan semalam dan kakinya patah," ungkap Gwen.

"Siapa Satria?" tanya Ruli yang asing saat mendengar nama yang disebut oleh putrinya itu.

"Dia hanya tukang ojek langganan Gwen yang mengantar Gwen sehari-hari," jawab Kristal.

"Baik, Gwen. Sekarang gini, kamu boleh saja membantu teman kamu itu tapi menggunakan uang sebanyak itu tanpa persetujuan papa jelas salah. Oleh karena itu, papa akan hukum kamu."

"Yapi hukumannya jangan yang berat-berat ya, Pa," tawar Gwen.

"Nggak berat. Hanya saja kamu harus bisa mendapatkan rangking pertama dan menyaingi Glen semester ini. Kalau tidak papa akan kirim kamu sekolah ke luar negeri," ancam Ruli. Gwen anti dengan segala sesuatu yang berbau luar negeri kecuali pada satu negara yang ditinggali oleh idolanya.

"Ck, itu mah bukan berat lagi, Pa. Tapi mustahil," jawab Gwen sadar diri. Menyaingi Glen yang super pandai dan rajin belajar memang mustahil kalai dipikir. Karena selama ini Gwen mendapatkan peringkat paling belakang di kelasnya.

"Ya itu papa nggak mau tahu. Bagaimana cara kamu terserah. Papa hanya ingin lihat hasilnya."

"Mama, minta papa hukum aku yang lain saja. Lati keliling kompleks juga aku mau," rengek Gwen pada Kristal.

"Sudah turuti saja. Kamu mau jauh-jauh dari Satria?" bisik Kristal menyemangati anaknya. Gwen menggeleng cepat.

Bagaimana dengan usaha Gwen? Apakah dia berhasil menjawab tantangan sang ayah?

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!