NovelToon NovelToon

CORA'S TRANSMIGRATION

Bab 1: Kecelakaan

Sore yang melelahkan di awal musim panas membuat seorang wanita dengan stelan kantor berwarna hijau itu memilih langsung pulang ke apartemennya dan menolak ajakan rekan kerjanya di kantor untuk makan bersama. Ia ingin beristirahat setelah satu minggu ini bekerja. Wanita itu merapikan barang-barangnya di atas meja. Cora, itulah nama wanita yang sedang sibuk merapikan barang-barangnya sebelum ia pulang. Sudah hampir 4 tahun lamanya ia menjadi seorang sekretaris di salah satu perusahaan star up di kotanya, Sacramento.

Cora tinggal sendirian di apartemennya. Cora tidak memiliki teman yang banyak. Baginya semakin banyak teman, maka semakin banyak pengeluarannya. Ya, begitulah Cora. Terbiasa hidup sendiri setelah kedua orangtuanya meninggal, tidak membuatnya kesepian meskipun tidak banyak teman setelah kepergian ibunya. Cora sudah terbiasa sendirian, sejak kecil tinggal berdua dengan ibunya yang bekerja sebagai guru. Ayahnya yang tidak bertanggungjawab meninggalkan ibunya begitu saja setelah mengetahui ibunya hamil. Oleh karena itu, Cora tidak mengenal ayahnya. Ibunya juga tidak pernah mengatakan seperti apa rupa ayahnya. Yang Cora tahu tentang ayahnya adalah pria itu sudah meninggal saat Cora masih berusia 15 tahun. Cora mengetahuinya saat ibunya berbicara dengan temannya lewat ponsel. Ibunya meninggal dua hari setelah Cora wisuda. Ibunya menderita gagal ginjal dan Cora baru tahu setelah ibunya meninggal. Ibunya tidak pernah mengatakan penyakitnya pada Cora.

Cora tipe wanita yang hemat, tapi tidak pelit dengan dirinya. Sesekali keluar dengan pegawai kantor memang tidak apa-apa. Tapi jika terlalu sering hang out, Cora tidak bisa. Kebanyakan pegawai di tempatnya bekerja toxic, baik dalam pekerjaan maupun pertemanan. Teman dekatnya hanya ada satu orang. Mereka berteman sudah hampir 5 tahun. Cora merasa nyaman dengan Isabel temannya.

Cora bahkan sudah menghubungi kekasihnya dan teman dekatnya untuk tidak mengganggunya malam ini. Karena malam ini Cora ingin me time. Satu minggu ini sangat melelahkan. Cora disibukkan dengan jadwal bosnya yang padat.

Cora berjalan menuruni tangga kantor. Sore seperti ini akan banyak pegawai yang memakai lift. Lagi pula gedung tempat kerjanya hanya sampai lantai 5 dan ruangannya berada di lantai dua. Jadi tidak akan melelahkan jika dia berjalan menggunakan tangga.

Setibanya di lobby, Cora kemudian keluar dari gedung perusahaan menuju parkiran, melangkahkan kakinya menuju mobil Chevrolet Sonic LS miliknya. Mobil yang dibelinya dua tahun yang lalu, setelah menabung dari gajinya.

Cora menghentikan mobilnya di salah satu minimarket di dekat apartemennya. Ia ingin membeli bahan-bahan makanan untuk membuat makan malamnya. Cora lebih suka memasak daripada harus membeli ke luar. Selain lebih sehat, ia juga bisa menghemat biaya.

Cora membeli bahan- bahan makanan untuk 3 hari kedepan. Tak lupa ia membeli aneka buah dan cemilan.

Setelah membayar barang belanjaannya, Cora keluar dari minimarket. Ia tak sengaja melihat seorang wanita tua dengan tongkat ditangannya yang hendak menyebrang.

"Dimana keluarganya? Kenapa membiarkannya sendirian," gumam Cora.

"Astaga... awas..." teriak Cora berlari menghampiri wanita tua yang sedang menyebrang. Wanita tua itu hampir saja di tabrak. Sebuah mobil dengan kecepatan tinggi datang dari sisi kiri wanita tua itu. Cora mendorong wanita tua itu. Wanita tua itu terjatuh karena Cora mendorongnya cukup kuat.

"Brakkkk...." Cora terpental, terguling di jalanan dengan darah yang berceceran di atas jalanan aspal .

Bab 2: Tidak Ingin Mati

Cora merasa kepalanya berputar-putar. Kepalanya terbentur sangat keras. Darah mulai keluar dari hidungnya. Penglihatannya mulai kabur. Cora tidak sempat menyelamatkan dirinya. Mobil itu bergerak terlalu cepat. Cora terbatuk mengeluarkan darah dari mulutnya. Wanita tua itu berusaha bangun, untuk melihat keadaan Cora. Pemilik mobil yang menabrak Cora pergi begitu saja.

Sayup-sayup ia mendengar kerumunan mulai mendekatinya.

"Apa dia masih hidup?"

"Siapa yang mengenalnya?"

"Ambulance."

"Cepat panggilkan ambulan!"

Begitulah kata-kata yang terucap dari mulut mereka. Cora merasakan sesak.

"Oh.. tidak... tidak.. apakah aku akan mati," batin Cora.

"A..aku tidak ingin mati muda. Bagaimana dengan Karier ku? percintaanku? ada banyak hal yang ingin aku capai. Aku tidak ingin mati." Pandangannya semakin kabur. Lalu gelap. Cora tak sadarkan diri.

******

Seorang wanita terbaring lemah dengan pakaian khas pasien rumah sakit di atas brankar perlahan mulai membuka matanya. Ruangan serba putih menyambut pemandangannya. Tubuhnya ditutupi dengan selimut rumah sakit.

"Nggh.. " Cora memegang kepalanya yang terasa sakit.

"Jadi aku masih hidup," gumamnya dengan lemah. Ia memandangi seluruh ruangan tempat dia di rawat. Pandangan Cora turun ke arah tangan kirinya yang terpasang infus. Wajahnya yang pucat menandakan tubuhnya masih lemah.

Cora mengingat kembali rentetan kejadian dimana dirinya mengalami kecelakaan.

"Ceklek.." pintu ruangan itu terbuka menarik atensi Cora.

"Apa dia yang menolongku," batin Cora saat melihat seorang wanita yang terlihat masih muda menghampirinya.

"Cora kamu sudah sadar.." ucap wanita itu senang. Cora mengangguk. Wanita itu tau namanya. Mungkin saja dia sudah melihat tanda pengenalnya untuk mengisi data-data tentang dirinya saat diminta oleh pihak rumah sakit.

"Aku akan panggil dokter.." ucap Violet senang.

"Tu.. tunggu dulu," panggil Cora membuat Viona menghentikan langkahnya.

"Terima kasih sudah menolongku," ucap Cora lemah.

"Kita ini teman, sudah seharusnya saling menolong. Kamu membuatku ketakutan Cora. Kamu hampir mengakhiri hidupmu. Setelah kamu pulih, kamu harus menjelaskan kenapa kamu meneguk racun itu," ucap Violet menatap Cora yang terlihat terkejut.

"Ra.. racun?" tanya Cora. Bukankah dia ditabrak mobil. Sebanyak apapun masalah yang dialaminya tidak pernah Cora ingin mengakhiri hidupnya. Baginya hidupnya terlalu berharga jika ia bunuh diri hanya karena masalah yang dialaminya. Ia akan berusaha keluar dari masalah itu. Dan wanita di sampingnya itu mengatakan jika dirinya mencoba bunuh diri dengan meneguk racun. Yang benar saja, dia tidak sebodoh itu. Tapi tunggu dulu, kenapa wanita ini mengenalnya. Dan mengaku-ngaku sebagai temannya. Cora merasa tidak punya teman seperti wanita di sampingnya itu. Sebenarnya apa yang terjadi.

"Aku tidak minum racun apapun. Dan.. sejak kapan kita berteman. Kita bahkan tidak pernah bertemu sebelumnya," ucap Cora bingung.

"Astaga Cora.. ini aku Violet. Kamu hanya minum racun, apa efeknya bisa membuat seseorang hilang ingatan," kata Violet heran.

"Aku benar-benar tidak mengenalmu. Sungguh, aku tidak berbohong," tukas Cora menatap Violet. Kepalanya terasa sakit memikirkan apa yang sebenarnya terjadi.

"Fix, kamu hilang ingatan. Tapi rasanya tidak mungkin. Kamu bercanda ya.." kata Violet menatap Cora penuh selidik. Ia bahkan sampai lupa memanggil dokter.

"Aku tidak hilang ingatan. Aku tidak minum racun. Saat aku ingin menolong seorang wanita tua yang hampir tertabrak, aku tidak sempat menyelamatkan diri hingga aku tertabrak. Tubuhku berguling-guling dan kepalaku__" Cora terdiam, ia menyentuh wajah dan kepalanya. Kenapa tidak ada perban di kepalanya. Seharusnya ada perban disana. Kepala dan wajahnya terluka saat itu.

Bab 3: Kenapa Aku Ada Di sini?

"Ada apa? Kamu kenapa sih. Bercandanya udahan deh. Bisa-bisanya kamu sedang sakit malah bercanda," kata Violet. Cora tidak berhenti menyentuh bagian wajah dan kepalanya, ia juga melihat tangannya.

"Kamu sedang memastikan apa sih.."

"Bukankah kepalaku terbentur.." gumam Cora. Violet mengernyitkan alisnya. Cora terlihat aneh.

"Nih.. lihat. Kepalamu baik-baik saja. Kamu tidak kecelakaan," kata Violet memberikan ponselnya pada Cora. Cora melihat wajahnya dari kamera depan ponsel Violet.

"Akh... Siapa ini," pekik Cora melemparkan ponsel Violet. Untung saja Violet dengan sigap menangkap ponsel barunya. Violet menghela nafasnya karena ponselnya baik-baik saja.

"Kenapa aku ada di sini. Kenapa wajahku terasa asing. Apa yang sudah terjadi," batin Cora mengerjakan matanya berkali-kali.

"Ya Tuhan... Kenapa kepalaku sakit sekali," kata Cora menyentuh kepalanya. Pandangannya kembali buram sebelum ia menutup matanya.

"Cora... Cora.. kamu baik-baik saja kan."

"Cora.." panggil Violet panik. Ia kemudian mencari dokter.

******

"Cora... Cora.." panggil seorang pria mengetuk pintu apartemen kecil milik Cora.

Cora membuka matanya saat merasa ada yang mengetuk pintunya. Cora bangkit dari atas tempat tidurnya, menatap figura ditangannya sebelum ia menaruh kembali figura itu di atas nakas. Cora tidak sadar jika ia tertidur setelah menangis satu harian. Adik perempuannya meninggal tiga bulan yang lalu. Keluarga satu-satunya yang dimilikinya. Kini dia tinggal sendiri. Cora belum bisa menerima kepergian adiknya. Ivana, adik yang sangat dicintainya meninggal karena mengalami kecelakaan setelah pulang dari pesta ulang tahun temannya.

Mobil yang menabraknya tidak bertanggung jawab. Cora sudah melapor ke polisi untuk meminta bantuan, sampai sekarang kasusnya tidak terselesaikan. Cora bolak balik ke kantor Polisi dan jawaban yang selalu didapatkannya hanya sebatas Polisi masih menyelidikinya. Mereka kesulitan karena tidak CCTV di jalan sedang rusak. Cora ragu dengan mereka. Sepertinya Polisi itu sedang menutupi sesuatu darinya. Bahkan tadi saat ia datang ke kantor Polisi, mereka mengatakan jika adiknya lah yang bersalah. Ivana menyeberang dengan keadaan mabuk dan terburu-buru dan tidak memperhatikan sekitarnya menurut saksi mata yang ada di TKP saat itu. Kasusnya di tutup begitu saja. Ingin menyewa pengacara, ia tidak memiliki uang. Gajinya hanya pas-pasan untuk menghidupi keperluan sehari-harinya bersama adiknya.

Cora melangkahkan kakinya menuju pintu dan membukanya.

"Carlos.."

"Sayang.. kamu baik-baik saja kan?" tanya Carlos mengusap lembut wajah Cora saat melihat wajah sedih kekasihnya. Cora mengangguk.

"Ayo masuk dulu, apa kamu sudah makan?" tanya Cora mengajak Carlos masuk.

"Tidak sayang, lain kali saja. Malam ini kami mengadakan acara makan malam bersama dari tempat kerjaku. Aku hanya ingin memastikan keadaanmu saja," ujar Carlos.

"Aku baik-baik saja Carlos," ujar Cora. Cora berlari menuju lemarinya untuk mengambil beberapa lembar uang dollarnya.

"Ini, aku ada sedikit uang. Pakailah, mungkin kamu membutuhkannya nanti," ucap Cora memberikan uangnya pada Carlos. Pria itu belum mendapatkan pekerjaan yang baru setelah dipecat satu bulan yang lalu. Carlos dijadikan kambing hitam oleh rekan kerjanya yang sudah menggelapkan uang perusahaan.

"Sayang.. tidak perlu. Kamu lebih membutuhkannya. Aku masih punya uang yang cukup untuk tiga bulan ini," kata Carlos menolak pemberian Cora.

"No Carlos. Tidak perlu sungkan. Kita sepasang kekasih. Aku tau kalau keuanganmu semakin menipis. Jadi jangan menolaknya. Kamu membuatku seolah tidak berguna sebagai kekasihmu," kata Cora.

"Aku tidak bermaksud begitu sayang," ujar Carlos.

"Kalau begitu kamu harus menerimanya," kata Cora memasukkan uang di tangannya ke dalam saku kemeja Carlos. "Pergilah, nanti kamu terlambat. Hati-hati di jalan," kata Cora.

"Baiklah, kalau begitu aku pergi dulu, bye sayang.." pungkas Carlos mengecup dahi Cora.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!