NovelToon NovelToon

Nikah Paksa : Istri Ketiga Belas

1. Aku Tidak Bisa

"Aku tidak bisa." Tangan gadis muda itu mengepal kuat-kuat. Suaranya gemetar, tapi sangat jelas bahwa dia memaksakan diri agar mengatakan perasaannya. "A-aku tidak bisa, Ibu. Aku tidak—"

"Roxanne." Berlawanan dengan sorot keraguan gadis itu, wanita yang dipanggil Ibu justu menatapnya tajam. "Kamu melupakan yang Ibu ajarkan padamu?"

Gadis itu, Roxanne, menahan napasnya dan tercekik oleh tatapan sang Ibu.

"Untuk bertahan hidup, kamu tidak memerlukan hal lain selain menjual dirimu sendiri." Ibu merampas pergelangan Roxanne, menatapnya semakin tajam untuk mengintimidasi.

"Dunia tidak berbaik hati memberi kamu makanan, pakaian atau tempat tinggal. Semuanya harus kamu lakukan sendiri. Kamu harus mengemis, kamu harus merendahkan diri sehina mungkin."

"Ibu memberitahu kamu sejak dulu lalu sekarang ... kamu mencoba membuat harga diri tidak berguna?"

Roxanne menahan napas, mendadak diam dan menarik tangan dari wanita itu.

Dia, wanita yang Roxanne panggil Ibu, bukanlah ibu kandungnya. Dia adalah wanita yang merawat Roxanne sejak lahir, sebab ibu kandungnya menolak keberadaan Roxanne setelah ditinggal pergi oleh pria yang menghamilinya.

Meski begitu, Ibu bukan merawat Roxanne karena rasa sayang ataupun rasa kasihan. Semua hanya tentang memanfaatkan.

Dia berkata dia akan memanfaatkan Roxanne yang memiliki wajah cantik bahkan saat baru lahir, dan sebaliknya Roxanne boleh memanfaatkan dia untuk bertahan hidup di dunia yang tidak menyisakan apa-apa untuk dirinya ini.

"Apa kamu berpikir seseorang akan datang mengasihani orang seperti kita?" Ibu mencengkram lengan Roxanne dan berteriak marah. "Kamu berpikir ada malaikat yang sudi menolong kamu atau Ibu?!"

Tidak.

Tidak begitu.

Roxanne sudah melihatnya, betapa busuk dan memuakkannya dunia ini. Ia, Ibu dan orang-orang seperti mereka tidak merasakan kenyamanan yang sama seperti mereka di luar sana.

Rasa kasihan itu tidak berguna. Rasa simpati itu kebohongan. Ibu selalu memberitahunya demikian dan memperlihatkan kenyataan pada Roxanne.

"Kamu seharusnya bersyukur." Ibu melepaskan lengan Roxanne, berpaling ke arah lain.

"Orang dari keluarga kaya ingin membeli kamu dan menjadikan kamu istri. Itu sudah nasib terbaik. Terima itu tanpa berpikir soal apa pun lagi."

Tangan Roxanne terkepal semakin kuat.

Ibu benar. Orang yang mau membelinya itu, berkata bahwa Roxanne akan menikahi anaknya—orang itu berjanji akan memberikan sangat banyak uang jika Roxanne setuju.

Ini adalah kesempatan sekali seumur hidup. Bagi Ibu juga bagi dirinya.

Tapi ....

"Aku takut," bisik Roxanne tak berdaya. "Aku takut, Ibu. Orang itu, dia—"

"Maka jangan."

Roxanne mendongak terkejut. Menemukan sorot mata tanpa kasih wanita yang pada akhirnya ia anggap sebagai ibu.

"Jika kamu berbicara tentang rumor bahwa dia membunuh istri-istrinya, atau soal dia memukuli istrinya, atau apa pun kabar buruk itu—maka jangan buat dia melakukannya."

Ibu memegang dagu Roxanne, menatapnya lekat-lekat.

"Jangan buat dia marah, jangan buat dia tersinggung. Jangan mengusiknya, jangan buat dia tidak senang. Kalau dia berkata diam, maka jadilah bisu sampai dia berkata bicara."

"...."

"Ingatlah, Roxanne. Bahkan kalau di luar sana semua wanita mulai berkata bahwa hak kesetaraan kita telah sama, itu hanya ilusi bodoh."

"...."

"Pria tidak menyukai kesetaraan dan mereka menyukai wanita yang tidak menurut itu. Jadi diamlah seperti tikus, lakukan yang diperintahkan saja. Mengerti?"

Roxanne menggigit bibirnya kuat-kuat tanpa memedulikan rasa sakit di sana.

Ia mencengkram pakaian Ibu sebagai bentuk pelampiasan takut dan keinginan berlindung, tapi Roxanne pun menarik tangannya secepat mungkin.

"Aku mengerti."

Segala omong kosong tentang harga diri dan emansipasi wanita tidak memberi Roxanne kehidupan nyaman selama ini.

Karena itulah ia hanya akan mendengar Ibu juga mendengar apa yang menurut pikirannya benar.

*

2. Terlalu Tampan

Elios Desnomia Yasa. Itu adalah nama pria yang akan dinikahi oleh Roxanne.

Bukan hanya nama orang itu saja yang aneh, tapi segala sesuatu tentang dirinya pun aneh.

Tidak, bahkan menakutkan dan terlalu misterius.

Tapi, satu hal yang Roxanne tahu setelah berusaha keras mencari tahunya. Itu adalah fakta bahwa Elios sebenarnya berasal dari keluarga Narendra, keluarga yang diam-diam dikenal sebagai keluarga yang mendominasi negara ini.

Kenapa dia malah memakai nama Yasa, Roxanne tak tahu. Sama seperti Roxanne tak tahu seperti apa rupa orang itu dan bagaimana sebenarnya dia bersikap.

Yang Roxanne dengar dari kabar tak jelas, orang itu membunuh istrinya, menyiksa mereka untuk kesenangan pribadi, lalu menikahi sangat banyak wanita sejak usianya masih dua puluh tahun.

"Cantik." Orang tua pria itu, wanita yang datang membeli Roxanne berkomentar setelah mengamati wajahnya. "Hanya butuh sedikit polesan. Ini lebih baik dari harapan."

"Tentu saja, Nyonya." Ibu tertawa ceria mengusap-usap kepala Roxanne. "Anak ini sangat penurut dan tidak suka banyak bicara. Saya menjamin dia akan memenuhi semua kebutuhan Tuan Muda Elios dengan tubuhnya."

Nyonya Narendra menatap Roxanne sekali lagi sebelum dia memberi isyarat seseorang maju, memberikan koper berisi uang harga dari membeli Roxanne.

"Ayo pergi. Saya akan mengantar kamu ke kediaman Elios sendiri."

Roxanne menatap Ibu untuk benar-benar meyakinkan diri. Melihat sorot mata wanita itu masihlah sama, masih memintanya untuk tidak ragu merendahkan diri bahkan jika ia sedang dijual seperti barang mainan.

Aku hanya perlu peduli pada bagaimana aku dan Ibu hidup.

Roxanne meyakinkan diri seraya berjalan mengikuti Nyonya Narendra itu.

Tidak peduli harus jadi istri kesepuluh atau dua puluh, asal dia punya uang, bukankah itu lebih dari cukup? Hanya uang yang membuat aku dan Ibu hidup, pada akhirnya.

Roxanne mengikutinya bahkan sampai mereka naik ke helikopter. Mereka duduk dalam diam selama waktu yang sangat lama, sampai ada tanda-tanda helikopter mendarat di sebuah halaman rumah besar hitam yang tampak seperti rumah hantu di film-film.

"Kami menyambut, Nyonya Medea."

Jadi nama perempuan ini Medea?

Roxanne mengamati ada sekitar delapan gadis bergaun mewah yang membungkuk seperti menyambut seorang ratu.

"Mereka istri Elios."

Roxanne membulatkan mata terkejut. Delapan orang ini, seluruhnya istri pria itu?

"Kamu yang ketiga belas." Nyonya Medea melirik Roxanne. "Tidak usah bertanya di mana sisanya. Dan tidak ada keharusan bergaul dengan mereka. Lebih baik jangan buat keributan apalagi sampai mengganggu Elios."

Roxanne mengepal tangannya sekali lagi, sangat kuat menahan diri.

Jangan takut, bisiknya pada diri sendiri. Aku hanya perlu diam seperti hantu, tidak mengusik siapa-siapa, mendengar perintah lalu mendapat uang.

Fokus pada itu saja.

"Siapa namamu tadi?"

"Roxanne."

"Roxanne. Namamu sudah bagus. Biasanya nama istri dari keturunan Narendra akan diganti, tapi namamu tidak perlu diubah."

"Ya, Nyonya."

"Tugasmu di rumah ini hanya satu." Langkah kaki Nyonya Medea berhenti di depan sebuah ruangan berpintu raksasa, lalu dia berbalik pada Roxanne. "Jangan buat Elios marah."

Memang itu yang mau Roxanne lakukan, jadi ia bersumpah pada apa pun untuk diam saja.

Pintu raksasa itu mendadak terbuka, memunculkan sebuah ruangan luas yang belum pernah Roxanne lihat seumur hidupnya.

Di dalam ruangan itu berdiri seorang pria yang membuat Roxanne membeku kaku.

Astaga.

Saat Roxanne dengar dia punya banyak istri, Roxanne membayangkan seorang pria buncit dengan wajah mesum menyebalkan. Atau pria tua dengan rambut dan alis putih, tubuh kurus keriput.

Tapi apa yang berdiri di sana bahkan tidak layak disebut manusia.

Wajahnya bukan jenis wajah relatif lagi. Setiap orang yang melihatnya pasti akan setuju berkata bahwa dia tampan, terlalu tampan.

"Elios."

"Ibunda." Pria itu menatap tanpa ekspresi Nyonya Medea sebelum menatap Roxanne sekilas. "Apa dia wanita baru yang Ibunda beli?"

"Ya. Kamu tidak menyukainya?"

Roxanne awalnya percaya diri bahwa ia tak mungkin ditolak. Kecantikan Roxanne adalah satu-satunya karunia yang ia miliki sepanjang hidup.

Tapi sekarang Roxanne takut. Pria ini, wajahnya terlalu tampan sampai itu masuk akal bahwa dia melihat wanita cantik sebagai bebek buruk rupa. Dia pasti tidak mudah melihat wajah cantik wanita karena wajahnya sendiri sudah keterlaluan indah.

Aku harus melakukan sesuatu!

Roxanne panik. Ia terus berpikir harus melakukan sesuatu sebelum pria di sana mengatakan dia tidak tertarik sebab Roxanne terlalu jelek.

Cara! Satu saja cara untuk menarik perhatiannya!

"Halo, Tuan Muda."

Roxanne pada akhirnya berbuat nekat. Datang mendekat tanpa izin, menatap pria itu pun tanpa izin.

"Namaku Roxanne. Aku berjanji akan menjalankan tugas sebagai istri dengan baik, jadi tolong katakan saja yang Tuan Muda inginkan."

Tolong. Tolong setidaknya tertarik bahwa gadis di depannya ini adalah gadis patuh.

Dia harus terima. Dia harus menyukainya bahkan jika itu hanya sebesar butiran beras.

Tolong—

Plak!

*

3. Pria Menakutkan

Roxanne terjungkal oleh sebuah tamparan keras yang mendarat di wajahnya.

Gadis itu mendongak terkejut, menemukan sepasang mata hitam kelam dari Nyonya Medea sebagai pelaku pukulan barusan.

"Namamu sedikit menawan jadi aku berharap lebih tapi justru ini bangkai."

Wanita itu mengernyit marah di samping putranya yang hanya diam melihat.

"Beraninya orang rendahan berbicara tidak sopan. Aku? Kamu menggunakan bahasa semacam itu di depan tuanmu?"

Zonk.

Ternyata zonk.

Apa yang salah? Roxanne sudah bersikap patuh. Ia bahkan tersenyum sedikit. Bukankah itu yang pria sukai? Bukankah kalimat semacam itu yang membuat mereka jadi raja?

"Ma-maaf, Nyonya." Roxanne harus menggigit lidahnya.

Membuang harga diri dan perasaannya karena seperti kata Ibu, di dunia ini, yang penting hanyalah menjual diri sendiri demi hidup.

"Saya berbuat salah. Tolong maafkan saya."

Nyonya Medea malah semakin terlihat kesal.

Saat itulah ....

"Ibunda, apa dia orang biasa atau dari peternakan?" Pria itu bertanya penuh kelembutan pada ibunya.

"Orang biasa." Nyonya Medea langsung berpaling. "Kamu sudah membunuh empat istrimu dari peternakan. Karena itu Tuan Muda Pertama berkata untuk seterusnya, istrimu hanya perlu dari orang biasa."

Pria itu melihat Roxanne tanpa ekspresi. "Aku tidak terlalu peduli jadi beritahu Kakak itu tidak masalah."

"Tapi, Elios ...."

"Ibunda, etika orang biasa dan wanita dari peternakan jelas berbeda. Jadi biarkan saja. Dia belum mengerti."

Nyonya Medea menghela napas. "Baiklah. Ibunda anggap kamu menerimanya."

"Ya. Ibunda bisa kembali. Aku akan mengurusnya sendiri."

Nyonya Medea menyentuh wajah putranya dengan usapan lembut sebelum berlalu pergi tanpa melihat Roxanne lagi.

Kini Roxanne hanya bisa mendongak pada pria yang berdiri tepat di hadapannya, menatap tanpa keinginan lebih.

Dia tak mengulurkan tangan pada Roxanne agar berdiri dari lantai, tidak juga tertarik untuk mengisyaratkan.

"Siapa namamu tadi?" tanya pria itu.

"R-Roxanne."

"Kamu istriku mulai sekarang, tapi posisimu itu budak tidak berharga." Pria itu hanya berucap tanpa sedikitpun keraguan.

"Hal yang harus kamu ingat saat berada di sini: jangan muncul di depan wajahku kecuali kuminta. Sekalipun tidak sengaja."

Roxanne terbelalak.

"Lalu," sang Tuan Muda mengulurkan tangan, membantu Roxanne berdiri, "aku benci semua istri-istriku."

Dia membantu Roxanne berdiri hanya untuk berbisik di telinganya.

"Jangan coba menarik perhatianku, jangan coba merayuku, jangan coba berharap apa-apa dariku. Kamu tidak hidup sampai aku menganggapmu hidup. Kamu mengerti maksudku kan, Istriku?"

Dia ... jauh lebih menakutkan dari rumornya.

Kenapa dia menikahi begitu banyak wanita jika dia membencinya? Kenapa dia menumpuk begitu banyak istri jika dia tak mau melihat mereka?

Roxanne tak mengerti. Roxanne tak menyukai situasinya sekarang.

Tapi ... aku akan hidup dengan caraku. Hidup mewah dan berlimpah harta agar tidak ada satupun yang tidak bisa kudapatkan.

"Saya sangat mengerti." Roxanne tidak lagi tersenyum melainkan hanya berwajah kosong. "Saya tidak hidup sampai Anda ingin saya hidup."

Pria itu menjauh dari Roxanne. "Pergi dan cari tempatmu sendiri."

Tanpa banyak suara Roxanne pergi, mencari kamar untuk ia tempati sendiri sesuai perintah.

Ujung jemarinya gemetar memikirkan harus hidup satu atap dengan pria kejam itu. Roxanne memegang tenggorokannya yang serasa sakit seolah habis menelan batu.

Matanya terpejam, sangat amat keras menahan air matanya tidak jatuh.

Sial, berhentilah jadi cengeng. Ibu sudah bilang kalau hidup menjadi istri pria kaya itu sudah sangat untung bagi Roxanne yang bukan siapa-siapa. Bahkan itu mungkin sebuah anugrah karena Elios bukanlah pria gendut jelek dan mesum.

Dia pria yang bahkan terlalu tampan. Hanya saja dia tidak terjangkau dan Roxanne tidak peduli.

"Bisa hidup tanpa bekerja keras itu sudah cukup baik." Roxanne mengusap kasar air matanya. "Berhenti ketakutan untuk alasan bodoh, dasar cengeng."

*

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!