Kenapa?
Kenapa bisa …?
“Ling Chen!!!” Aku melesat cepat ke depan dengan Naga Emas-ku. Pedang kuarahkan ke depan, menyerang seorang pria berambut panjang yang kini melarikan diri dengan hewan peliharaannya—Qi Lin, makhluk berwujud kijang dengan sisik keras dan kepala naga.
“Zaman sudah berubah, Luo Xiao!” seru Ling Chen. “Kau sudah berakhir!”
Tepat setelah Ling Chen menghentikan kalimatnya, dia berhenti, kemudian banyak pendekar yang menunggangi Naga dan Phoenix, mengepungku. Terpaksa aku harus ikut berhenti, bersiap untuk pertarungan habis-habisan.
“Luo Xiao, kau memang pendekar yang menakjubkan. Bahkan, setelah diracuni dengan racun terkuat, kau masih bisa mengangkat pedangmu. Orang lain pasti sudah terbaring dan tidak dapat melakukan apa pun sekarang,” kata seorang pendekar tua berambut panjang dengan warna putih. Janggut putihnya tampak sama panjang dengan rambut di kepalanya.
Sial … jika saja aku tidak terkena racun itu, aku pasti dapat menghabisi mereka dengan mudah. Ling Chen sialan, aku akan mengutukmu!
“Tunggu apa lagi?!” Ling Chen mulai memberi komando, “Dia sudah tak bisa lagi menggunakan Chi dalam tubuhnya setelah racun itu bereaksi!”
“Serang!”
Aku tidak memerhatikan siapa yang memberikan komando untuk menyerang, tetapi yang pasti mereka semua segera bergerak mengincar kepalaku. Mereka tampaknya sangat meremehkan aku!
Aku berdiri tegak di atas Naga Emas, mengayunkan pedang dengan kencang secara horizontal. Gelombang angin yang keras segera menyebar ke segala arah, membuat beberapa pendekar terhempas ke belakang. Namun, memaksa menggunakan Chi saat aliran Chi-ku tersumbat, membuatku muntah darah.
“Jangan berhenti! Serangannya tadi membuat dia terluka parah.” Aku tahu itu adalah suara komando dari Ling Chen, penghianat yang menusukku dari belakang.
Aku mengangkat pedang, mengarahkannya ke langit. “Namaku Luo Xiao, Raja Daratan, tidak akan mengampuni kalian orang-orang licik dan picik!”
Pedangku seketika mengeluarkan cahaya emas, menjulang tinggi ke angkasa. Seperti yang aku duga, darahku dibakar habis oleh jurus ini. Selain itu, aliran Chi yang tersumbat membuat luka yang aku terima menjadi berlipat ganda.
“Apa yang kalian lakukan?!” seru Ling Chen, mulai panik. “Segera serang dia dengan serangan terkuat kalian, sebelum raja diktator dan egois itu menghabisi kita semua!”
“Serang!!!”
Sudah kuduga Ling Chen tidak akan membiarkanku berhasil mengaktifkan jurus ini. Akan tetapi, serangan gabungan para pendekar ini tidak cukup untuk menghentikanku.
“Tuan …,” kata Naga Emas-ku melewati telepati.
Aku menggelengkan kepala, lalu menjawab, “Maaf, Luo Ching, aku mengandalkanmu.”
“Baik, Tuan!”
Luo Ching—Naga Emas-ku segera mengumpulkan seluruh kekuatannya di mulut, lalu menembakkan bola cahaya emas berkecepatan tinggi yang langsung berbenturan dengan serangan gabungan para pendekar. Serangan musuh memang dapat ditangkal, tetapi sebagai bayarannya, Luo Ching kehilangan seluruh sisik emasnya, membuat dia menjadi sangat lemah.
“Tidak berguna!” Ling Chen kini melesat dengan kecepatan tinggi ke arahku.
“Raja Daratan, Hukuman Langit—” Aku tidak sempat menyerang balik dengan jurus terkuatku. Ling Chen berhasil menembus pertahanan tubuhku dengan pedangnya, menusuk jantungku.
Tidak hanya aku, Qi Ling milik Ling Chen juga berhasil membunuh Luo Ching dengan satu tendangan saja di kepala. Pengorbanan Luo Ching, menjadi sia-sia ….
“Katakan padaku, Ling Chen ….” Aku sudah tak bisa mengaktifkan jurus Hukuman Langit lagi, tetapi tanganku masih kokoh mengangkat pedang. “Mengapa kau berkhianat …?”
“Berkhianat?” Ling Chen mengulangi. “Sejak awal, sejak pertama kali kita bertemu, kita memang tidak pernah menjadi teman.” Dia berhenti sebentar. “Masa kejayaanmu sudah berakhir, Luo Xiao. Dunia pendekar kini menjadi milik kegelapan.”
Aku … sebentar lagi akan mati, tetapi dalam hatiku sudah tak ada penyesalan. Entah mengapa, saat aku kehilangan semuanya, aku tidak menyimpan dendam apa pun pada Ling Chen yang merebutnya dariku. Apa karena aku sudah puas dengan hidupku selama ini?
“Selamat tinggal, temanku ….”
Sakit ….
Sekujur tubuhku terasa nyeri, tidak bisa digerakkan. Apa ini yang dinamakan alam akhirat? Aku tak yakin. Di mana aku?
Perlahan aku membuka mata, menemukan diriku sedang berada di sebelah tempat sampah. Aku terbaring, mengamati sekitar. Ini sebuah jalan buntu di antara dua buah bangunan besar.
Aku mencoba untuk berdiri, tetapi kakiku sepertinya patah hingga membuatku tak bisa berjalan. Rasa sakit serta kondisi tubuh ini … apakah aku sebenarnya tidak di alam akhirat, melainkan jiwaku bertukar dengan jiwa anak kecil ini? Bagaimana ini bisa terjadi?
“Luo Xiao, di mana kau?” Suara itu terdengar perlahan mendekat, tetapi aku tak yakin bahwa panggilan tersebut ditunjukkan padaku. “Di sana ternyata.”
Seorang nenek bertubuh kurus dengan rambut putih panjang segera berlari ke arahku. Dia langsung memeluk erat tubuhku yang terasa sangat sakit, berkata, “Syukurlah kau masih hidup. Syukurlah ….”
Sungguh, aku tidak mengerti apa yang sebenarnya sedang terjadi. Namun, satu hal yang pasti bahwa nenek berambut putih ini sangat menyanyangi anak yang tubuhnya kini menjadi milikku.
***
Rumah reyot dan kumuh, baju dekil serta ranjang yang sudah berbunyi adalah tempat di mana aku terbaring, dibalut oleh kain-kain kotor untuk menghentikan darah keluar dari lukaku. Ini jauh berbeda dibandingkan dengan istana dan takhta yang dulu aku duduki. Semua ini memaksaku kembali memulai dari awal, ketika aku belum menjadi Raja Daratan.
Mungkinkah dewa-dewa sedang mengujiku, hingga akhirnya aku menempati takhta tertinggi di dunia lagi? Jika iya, maka sangat disayangkan aku tidak lagi memiliki ambisi untuk menjadi Raja Daratan seperti dulu. Aku sudah puas dengan kehidupan lamaku, jadi tidak ada alasan bagiku untuk mengulanginya lagi.
“Luo Xiao, kau sudah bangun?” Nenek berambut putih duduk di ranjangku, mulai menyuapiku dengan bubur tanpa rasa yang dimasaknya. “Makanlah agar kau cepat membaik, Luo Xiao.”
Aku hanya mengangguk dan memakan dengan lahap bubur yang sudah disiapkan olehnya. Meski bubur ini hambar, aku tetap menikmatinya karena merasa sangat kelaparan.
Kendati aku tidak memiliki keinginan untuk mencapai puncak dunia lagi, aku juga tidak akan diam dan membiarkan hidupku seperti ini saja. Terutama, ketika ada seorang nenek yang sangat baik merawatku. Setidaknya, aku harus membuatnya merasakan kehidupan yang layak selagi dia masih hidup.
“Anak baik, kau berhasil menghabiskannya, Luo Xiao,” kata nenek yang kemudian segera pergi setelah mengelus pelan kepalaku.
Omong-omong, sepertinya Luo Xiao adalah nama dari anak yang sekarang tubuhnya kuambil alih ini. Apa ini sebuah kebetulan atau petunjuk dari dewa-dewa? Semoga hanya kebetulan saja, aku sudah tak ingin lagi berurusan dengan mereka.
Menggelengkan kepala beberapa kali, aku lantas terpikir akan sesuatu. “Apa mungkin aku bisa menggunakannya sekarang?”
Aku segera menarik napas panjang, mengosongkan pikirkan, perlahan merasakan setiap sel dalam tubuhku. Meski samar, aku berhasil merasakannya mengalir ke seluruh tubuh! Aku merasakan Chi! Dan itu adalah Chi Emas yang sangat kuat, lebih kuat dari Chi-ku di zaman kejayaanku. Lagi-lagi, apa ini hanya sekedar kebetulan?
***
Sebulan berlalu, berkat Chi Emas yang langka ternyata mengalir dalam tubuhku, semua luka, termasuk tulang yang patah, sudah sembuh seluruhnya. Aku dapat beraktivitas dengan normal tanpa kesusahan. Tidak hanya itu, aku sekarang dapat berlari dengan sangat cepat, hingga berhasil menguasi beberapa jurus dasarku yang dulu.
Selama sebulan masa pemulihan, aku mendapatkan ingatan dari anak malang ini. Dia dibuang, hidup tanpa tahu siapa orangtuanya, beruntung ada seorang nenek baik hati yang memungutnya, menjadikannya anak angkat. Namun, nenek itu sangat berkekurangan sehingga anak ini harus mengais sisa makanan di tempat sampah tiap hari agar dapat makan.
Lalu, pada suatu hari, anak ini ingin sekali memberikan neneknya sebuah apel segar. Meski tidak memiliki pengalaman apa pun, dia memaksakan dirinya untuk mencuri, tetapi sayangnya dia ketahuan.
Ketahuan telah mencuri, anak malang ini pun dihakimi secara sepihak oleh warga. Dia dianiaya hingga tewas, kemudian dibuang di tempat sampah. Di sanalah saat nyawanya hilang dan jiwaku malah masuk ke dalam tubuhnya.
Nasib malang ini, jauh lebih buruk daripada ketika dulu aku mendaki hingga ke puncak kejayaanku. Dulu aku juga tidak berasal dari keluarga kaya, tetapi juga tak bisa dibilang miskin. Lalu, dengan tekad serta semua sumber daya yang ada, aku merangkak sampai akhirnya mendapatkan kekuatan besar.
Menggelengkan kepala beberapa kali, kemudian mengembuskan napas panjang. Di pagi hari yang cerah dan segar ini, aku sudah memiliki rencana untuk melakukan sesuatu, tentu untuk membuat nenek berambut putih itu senang. Katakan saja ini sebagai sedikit balasan dariku padanya.
“Nenek, aku akan pergi ke luar sebentar,” kataku ketika berjalan keluar.
“Hati-hati …,” sahut si nenek.
Tidak mengatakan apa pun lagi, aku segera berangkat ke hutan—meskipun rumah nenek ini berada di tengah hutan. Tapi, intinya aku masuk ke dalam hutan untuk berburu. Aku berharap bisa mendapatkan seekor babi hutan pagi ini.
Beberapa menit perjalanan, tidak kunjung juga kulihat tanda-tanda ataupun jejak dari hewan yang aku cari. Padahal hutan ini terkenal dengan banyaknya hewan yang suka berkeliaran. Bahkan tak heran melihat beberapa pemburu masuk ke hutan sampai tiba di rumah si nenek, atau sekarang bisa disebut juga rumahku.
“Hm … apakah aku masih memiliki aura Raja Daratan sehingga tidak ada seekor pun babi hutan berani mendekat?” Aku berpikir sejenak, lalu mengembuskan napas panjang. “Aku tak yakin ….”
Sebelum aku menjadi murung, tiba-tiba saja suara yang aku kenali terdengar. Aku segera berbalik, dan benar saja, ternyata ada seekor babi hutan yang berlari begitu cepat ke arahku. Tentu aku tak tahu tujuannya, tetapi meskipun dia berniat menabrakku, aku hanya perlu bergeser sedikit.
Tepat seperti apa yang kupikirkan, seekor babi hutan tidak dapat berbelok dan segera menabrak pohon besar di depannya.
Dear Babi Hutan, berlari cepat itu bagus, tapi kau juga harus belajar berbelok agar tidak bablas. Sekian dan terima kasih kembali. Hahaha!
“Kau tidak akan bisa lari lagi, makan siangku tercinta!” Aku segera mengangkat tangan kananku, mengalirkan Chi dan bersiap menebas babi hutan ini dari atas. Akan tetapi, niat itu seketika sirna ketika aku mendengar seruan orang dari belakangku.
“Itu dia!”
Sebatang anak panah melesat, langsung menembus perut si babi hutan, hingga babi itu menjerit, kemudian bergerak tanpa arah. Namun, serangan anak panah tidak sampai di sana aja, tetapi ada dua anak panah lagi yang menancap di tubuhnya, membuat hewan itu tak sanggup bergerak lagi.
“Siapa gerangan orang-orang baik yang mau membantu menangkap makan siangku?” Aku sedikit heran. “Tapi, terima kasih orang baik. Karena kau, aku tidak perlu menggunakan Chi-ku.” Setelah itu aku langsung menurunkan tangan kananku.
Hm … apa yang sebenarnya sedang terjadi? Apakah mereka sungguh mengabaikan aku? Aku … Luo Xiao sang Raja Daratan?!
Aku hanya dapat tersenyum kala dua orang pemuda dengan panah di masing-masing tangan mereka, bergegas mengambil babi hutan tadi. Mereka sepenuhnya mengabaikan aku yang dengan tulus hendak mengucapkan terima kasih.
“Anu …,” kataku, pelan, masih tersenyum kaku ke arah mereka. “Babi hutan itu milikku.”
“Huh?!” Salah satu pemuda itu akhirnya menoleh padaku. “Kenapa ada seorang anak kecil di sini? Cepat pulanglah. Tempat ini berbahaya untukmu, adik kecil.”
“Adik kecil …?” Mereka memanggilku, seorang Raja Daratan ini, adik kecil? “Kau yang adik kecil, bocah ingusan!” Akhirnya aku tidak menahan diri lagi, langsung berteriak.
“Kau berisik sekali,” jawab pemuda lain sembari mencabut anak panahnya. “Kalau kau memang menginginkan babi hutan ini, kau boleh makan bersama kami. Kurasa dagingnya terlalu banyak jika hanya untuk kami berdua.”
Pemuda yang satunya lagi ternyata lebih baik daripada pemuda sebelumnya. Harus kuakui, berkat itu kalian berhasil keluar dari murka sang Raja Daratan ini!
“Itu katanya, adik kecil. Bagaimana, apa kau mau ikut?”
“Aku bukan adik kecilmu, bocah ingusan!” Kurasa aku tidak ingin lagi mendengar pemuda yang pertama berbicara tadi. Namun, aku menghela napas panjang, lalu mengembuskannya perlahan. “Baiklah, aku menghargai tawaran kalian. Tapi, aku juga akan mengajak nenekku untuk makan bersama!”
“Kenapa kau tidak ajak orang sekampung saja?!”
“Sudahlah.” Pemuda yang selesai mencabut semua anak panahnya, berdiri, menenangkan pemuda yang lain. “Tidak masalah. Tapi kami tak sudi bila harus kembali ke desa.”
“Kau beruntung, karena rumah kami ada di hutan ini,” jawabku.
***
Akhirnya, karena merasa kasihan dengan dua pemburu ini yang sepertinya adalah buronan, aku membawa mereka ke rumahku. Saat dalam perjalanan, mereka memberitahuku nama mereka.
Pemuda yang sangat tenang dan baik hati bernama Yue Jian. Sedangkan pemuda kurang ajar yang memanggil Raja Daratan ini dengan sebutan adik kecil, bernama Zhang. Namun, aku tidak akan sudi memanggil dia dengan namanya!
“Kita sampai,” kataku ketika tiba di depan rumah reyot.
“Aku tak menyangka sungguh ada rumah di tengah hutan yang berbahaya ini.” Yue Jian terlihat sedikit kagum. Padahal, apa yang harus dikagumi dari rumah reyot yang terlihat akan segera roboh ini?
“Kukira rumahmu akan sangat megah, Raja Daratan kecil.”
“Diam kau bocah ingusan! Aku tidak butuh komentarmu!”
“Hahaha! Maafkan aku. Aku hanya bercanda.”
“Tidak akan pernah ada maaf bagimu, bocah ingusan!”
“Ada apa ini rebut-ribut?” Nenek pun keluar ketika mendengar ada sedikit keributan. “Luo Xiao, kau sudah kembali? Siapa orang-orang ini?”
“Maaf mengganggu, Nek,” sahut Yue Jian. “Aku Yue Jian. Kami adalah kenalan Luo Xiao, ke sini untuk makan bersama ….”
“Namaku, Zhang—”
“Tidak perlu,” aku segera memotong, lalu mendekat pada nenek. “Bolehkah kami meminjam rumah untuk makan siang, Nek?”
“Hahaha.” Nenek mengelus kepalaku. “Jika itu untukmu dan teman-temanmu, mereka menginap pun boleh.”
“Terima kasih, Nek.”
“Hm. Kalau begitu, nenek akan kembali.”
“Iya.”
Setelah nenek masuk, aku segera memberikan perintah pada dua pemuda tadi. Mungkin lebih tepatnya, aku hanya memberikan perintah pada Bocah ingusan.
“Bocah ingusan, segera nyalakan api untuk menyiapkan makan siang kita!” suruhku.
“Kau pikir aku anak buahmu?!” Bocah ingusan membalas.
“Kalau kalian terus bertengkar, aku tidak akan memberikan kalian sepotong pun daging babi ini,” Yue Jian menegaskan.
“Dengarkan itu, Bocah ingusan!”
“Yang Yue Jian maksud itu kau, adik kecil!”
“Kalau kalian tidak segera menyiapkan api, aku akan memasak kalian juga sebagai makanan penutup!” Kali ini Yue Jian menatap tajam ke arah aku dan Bocah ingusan.
Aku tidak mau mengakuinya, tetapi Yue Jian berhasil membuatku bekerja sama dengan Bocah ingusan untuk menyiapkan perapian. Meskipun kerjasama yang terjadi hanya sebatas mengumpulkan kayu, lalu menumpuknya sebelum dibakar.
Setelah merasa kayu yang ditumpuk sudah cukup, aku melihat Bocah ingusan mengeluarkan dua buah batu dari tas kecilnya. Bukan hanya itu, dia juga mengeluarkan sesuatu seperti sabuk kelapa, lalu menggosok-gosokkan kedua batu tadi di dekat sabuk kepala.
“Apa yang kau lakukan, Bocah ingusan?” tanyaku.
“Kau tidak tahu?” Dia menatap heran pada aku yang menggelengkan kepala. “Aku hampir lupa kalau kau masih kecil. Tidak heran kau tak tahu cara menyalakan api. Hahaha!”
“Huh?! Aku tak perlu bersusah payah hanya untuk menyalakan api, Bocah ingusan!” Aku mengarahkan telapak tangan kananku ke tumpukan kayu.
“Apa yang mau kau lakukan?”
“Apa lagi kalau bukan menyalakan api?” Segera energi Chi di tangan kananku berubah menjadi api yang menyembur ke tumpukan kayu. Dalam sekejap mata, perapian sudah berhasil dinyalakan.
“Kau ….” Bocah ingusan mundur dan segera berdiri. Dia mengamatiku sembari siaga. “Siapa kau sebenarnya? Kenapa bisa menggunakan kekuatan tingkat tinggi seperti itu?!”
“Tingkat tinggi?” Aku memiringkan kepala. “Bukankah ini adalah Teknik dasar yang dikuasai oleh semua pendekar?”
“Jangan bercanda denganku, Luo Xiao.” Bocah ingusan lantas menarik keluar anak panahnya, siap bertarung dengan panah di tangannya. “Mengubah Chi menjadi kekuatan elemen tidak dapat dilakukan pendekar biasa!”
“Jadi kau juga pendekar?”
“Ya, aku adalah pendekar. Aku sangat tahu bahwa melakukan perubahan Chi menjadi kekuatan elemen itu sangatlah sulit! Hanya orang-orang kuat dan memiliki banyak sumber daya yang dapat melakukannya!”
Aku tidak memikirkan ini sebelumnya, tetapi sekarang aku harus mulai bertanya-tanya. Sebenarnya, aku hidup di dunia apa? Kenapa pengetahuan mereka tentang kekuatan pendekar bisa seperti ini? Di zamanku dulu, mengubah Chi menjadi kekuatan elemen adalah Teknik paling dasar yang harus dikuasi sebelum akhirnya memiliki cara bertarungnya sendiri. Namun, di sini mengubah Chi menjadi kekuatan elemen hanya bisa dilakukan orang-orang kuat dan kaya?
“Apa yang terjadi?” tanya Yue Jian yang baru kembali setelah membersihkan bahan makan siang kami.
Bocah ingusan segera menjawab, “Berhati-hatilah, Yue Jian.” Dia menatap tajam mataku. “Orang ini bisa mengubah Chi menjadi kekuatan elemen dengan sangat mudah! Aku yakin dia bukan orang biasa!”
“Oh ….” Yue Jian tampak tidak begitu peduli. “Bukankah dia memang reinkarnasi dari Raja Daratan—Luo Xiao? Apa yang kau herankan, Zhang?” Pemuda ini benar-benar tidak peduli dan malah mulai memanggang babi hutan seorang diri.
“Yue Jian!” bentak Bocah ingusan. “Kau tidak mungkin memercayai ucapannya begitu saja, kan? Reinkarnasi apanya? Meskipun namanya sama, tetapi bukan berarti sungguh dia! Orang ini sangat mungkin adalah penipu atau sejenisnya!”
“Lalu apa yang akan kau lakukan tentang itu?” Jauh di luar dugaanku, Yue Jian masih tampak acuh tak acuh. “Kalau dia memang sekuat itu, ketika dia mau membunuh kita, kita juga tak dapat berbuat apa-apa. Panah di tangan kita ini sangat mungkin tak berguna untuk melawannya, Zhang.”
Aku harus mengakui kalau Yue Jian dapat berpikir dengan lebih tenang dalam segala situasi. Sangat jauh berbeda dengan Bocah ingusan yang terlihat jelas sangat gegabah.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!