NovelToon NovelToon

Polisi Tampan Dan Banker Cantik 2

Bab 1 Penyesalan

Malam yang sangat cerah dengan gemerlap bintang yang menghiasi hamparan gelapnya langit luas, kini menjadi pemandangan tersendiri bagi Abhiyasa dan Hani.

Mereka berdua berada di balkon kamar mereka dan memandangi langit luas yang selalu menjadi penenang bagi mereka.

Aksa, anak mereka yang mempunya paras tampan itu sedang terlelap merajut mimpi dalam kamarnya.

"Aku menyesal," ucap Hani dengan serius pada Abhiyasa yang sedang duduk bersamanya.

Sontak saja Abhiyasa menoleh ke arah istrinya dengan wajah syoknya. Dalam hati dia berkata,

Apa lagi ini? Kenapa harus ada kata menyesal di saat kami sudah bahagia?

"Honey, jangan mengada-ada. Aku tidak mau jika ada kata menyesal di antara keluarga kita yang sudah bahagia ini," ujar Abhiyasa yang terlihat sedih.

"Aku menyesal, kenapa aku tidak pernah ngidam waktu sedang hamil Aksa? Padahal aku sudah merencanakan banyak hal yang aku inginkan ketika sedang hamil. Dan ternyata... Hufffttt...," ucap Hani dengan wajah sedihnya disertai helaan nafasnya.

Sontak saja Abhiyasa tertawa terbahak-bahak. Ternyata apa yang dikhawatirkannya tadi salah besar.

"Itu karena kamu istri yang baik," jawab Abhiyasa sambil merangkul pundak istrinya yang sedang duduk di sebelahnya.

"Ck! Tapi aku ingin merasakan ngidam," rengek Hani dengan memperlihatkan puppy eyes nya.

Abhiyasa terkekeh melihatnya ekspresi istrinya sedang meributkan tentang mengidam yang sudah beberapa tahun lalu dan sudah lewat masa-masanya.

"Ya sudah, sebaiknya kita membuat keinginanmu itu menjadi nyata," ucap Abhiyasa sambil mengedipkan sebelah matanya.

"Beneran? Gimana caranya?" tanya Hani sambil mengernyitkan dahinya.

Abhiyasa tersenyum dan mendekatkan bibirnya pada telinga istrinya untuk berbisik padanya,

"Kita buat malam ini. Semoga bisa cepat jadi."

Seketika mata Hani terbelalak mendengar bisikan suaminya. Dia tidak mengira jika maksud dari perkataan suaminya itu mengarah pada ritual mereka.

"Ck, kalau itu sih kemauan kamu. Meskipun aku gak mengatakan tentang ngidam pun, kamu pasti akan selalu memintanya," ucap Hani sambil memanyunkan bibirnya.

Abhiyasa tersenyum dan mengecup bibir Hani untuk menanggapi perkataan istrinya itu. Dia mencubit gemas hidung istrinya, serta memainkannya ke kanan dan ke kanan.

"Abhi... iiih... jahil banget sih," rengek Hani sambil memukul-mukul ringan badan Abhiyasa sekenanya.

Abhiyasa masih dengan kejahilannya meskipun sudah memiliki putra tampan yang menjadi buah hati mereka. Dia masih saja suka menjahili istri dan anaknya. Baginya, istri dan anaknya itu merupakan surganya yang harus dilindunginya.

Dia hanya tertawa melihat istrinya merajuk karena ulahnya. Dan dia bertambah gencar untuk menjahili istrinya.

"Lepasin gak? Lepasin...," rengek Hani dengan suara anehnya karena hidungnya yang dijapit oleh jempol dan jari telunjuk Abhiyasa.

Abhiyasa semakin terkekeh mendengar rengekan istrinya dengan suara lucunya itu. Dia terlihat sangat bahagia seolah sedang mendapatkan hiburan saat ini.

Hani menatap kesal suaminya yang sedang menertawakannya. Dia berhenti dan tidak berusaha melepaskan tangan Abhiyasa dari hidungnya.

Abhiyasa tahu akan tatapan istrinya itu. Dia segera melepaskan tangannya dari hidung istrinya dan dengan gerakan cepatnya dia meraup bibir istrinya yang sedang manyun karena kesal padanya.

Hani terkesiap menerima serangan mendadak dari suaminya. Dia hanya terdiam dan menggerak-gerakkan naik turun bulu mata lentiknya.

Dia bertambah terkejut ketika tiba-tiba badannya melayang. Seperti kebiasaan Abhiyasa selama ini. Kini badan Hani sedang berada dalam gendongannya.

Suaminya itu tersenyum manis padanya sambil menggendongnya menuju tempat tidur mereka yang sudah menantinya.

Abhiyasa merebahkan dengan lembut tubuh Hani. Dia menatap intens manik mata istrinya sambil perlahan mendekati wajahnya.

"Sayang, apa Aksa benar sudah tidur?" tanya Hani seolah menghentikan suaminya yang akan mulai mendaratkan bibirnya.

Seketika Abhiyasa menghentikan apa yang akan dilakukannya. Dia duduk di tempat tidur dengan memasang wajah cemberut dan berkata,

"Honey, kamu sengaja ya, tanya pada saat aku mau melakukannya?"

Hani terkekeh melihat suaminya yang sedang merajuk saat ini. Dia melihat wajah Aksa pada wajah suaminya yang sedang merajuk. Wajah Ayah dan anak itu memang sangat mirip jika diperhatikan dengan seksama. Seolah titisan yang mengingatkan bahwa Aksa adalah anak dari Abhiyasa.

Hani mendekati Abhiyasa dan memeluk suaminya itu. Dia mengusap-usap punggung suaminya seolah menenangkannya. Kemudian dia mengurai sedikit pelukannya dan berkata,

"Entah mengapa, aku kepikiran Aksa sekarang. Apa tidak sebaiknya kita lihat dia dulu sebelum kita tidur?"

Abhiyasa menatap dalam manik mata istrinya. Dia mendapati keresahan dalam mata istrinya itu. Tangannya mengusap lembut pipi istrinya dan berkata,

"Kamu memang seorang ibu yang baik, Honey. Aku memang tidak salah pilih menjadikanmu seorang istri yang akan menjadi ibu dari anak-anakku."

Hani tersenyum malu dan tersirat rona merah di wajahnya. Berapa lama pun dia hidup dengan Abhiyasa, laki-laki itu selalu bisa membuatnya tersenyum malu dengan semua sikap manisnya.

Hani duduk di sebelah Abhiyasa. Dia menghela nafasnya sambil memandang lurus ke depan. Kemudian dia berkata,

"Bagaimana jika seandainya dulu kita tidak menikah? Apa yang akan terjadi pada kita sekarang?"

Abhiyasa meraih tubuh istrinya dan membawanya dalam dekapannya seraya berkata,

"Jangan berkata seperti itu. Bahkan aku tidak bisa membayangkannya. Dari awal aku sudah yakin jika kamulah yang akan menemani hidupku hingga akhir hayatku. Karena itulah aku tetap mengajakmu untuk menjalin hubungan kita meskipun ada perbedaan yang jelas-jelas akan menghalangi hubungan kita. Dan terbukti, Allah maha baik. Allah mempersatukan kita tanpa melewati masa sulit, hingga kita memiliki Aksa sebagai buah cinta kita."

Ucapan Abhiyasa mampu membuat hati Hani bergetar. Matanya berkaca-kaca mendengar perkataan suaminya tentang sulitnya mereka untuk memutuskan menjalin hubungan di atas perbedaan yang mereka miliki pada saat itu.

Tanpa terasa air mata Hani menetes dalam pelukan suaminya. Pikirannya melayang mengingat awal pertemuan mereka, masa sulit hubungan mereka, hingga akhirnya mereka bisa bersatu dalam mahligai pernikahan.

Abhiyasa mengurai pelukannya. Tangannya mengusap lembut air mata istrinya seraya berkata,

"Jangan menangis Honey. Sekarang kita sudah bersatu. Kita harus yakin jika hanya kebahagiaan yang akan menyertai kehidupan kita."

Hani mencoba untuk tersenyum, sayangnya air matanya kembali menetes. Dengan segera Abhiyasa mencium dengan lembut kedua mata istrinya secara bergantian untuk menghentikan air mata yang menetes dari kedua matanya.

Mata mereka saling menatap dalam seolah menyelami mata masing-masing. Rasa cinta mereka begitu kuat hingga mereka bisa merasakan getaran itu pada mata pasangan mereka.

Tiba-tiba Hani teringat akan sesuatu. Kemudian dia berkata,

"Sayang, ayo kita lihat Aksa. Entah mengapa aku ingin sekali melihatnya."

"Ya sudah, ayo kita ke sana. Kita lihat jagoan kita yang sedang terlelap merajut mimpinya," ucap Abhiyasa sambil mengulurkan tangannya pada istrinya.

Hani menerima uluran tangan suaminya dan tersenyum padanya. Mereka berdua keluar dari kamar dengan tangan Abhiyasa yang melingkar pada pinggang istrinya.

"Sayang, kenapa badan Aksa berkeringat banyak seperti ini?" tanya Hani dengan cemasnya.

Bab 2 Mandi keringat

Perlahan Rafael membuka pintu kamar puteranya. Mereka berdua masuk ke dalam kamar tersebut secara perlahan agar tidak membangunkan putranya.

Tiba-tiba Hani terlihat cemas dan duduk di sebelah putranya yang tertidur. Dia memegang dahi putranya seraya berkata,

"Sayang, kenapa badan Aksa berkeringat banyak seperti ini?"

Seketika Abhiyasa mendekati putranya. Dia melihat keadaan putranya yang seperti mandi keringat saat ini. Dengan sigapnya Abhiyasa memeriksa seluruh bagian tubuh putranya yang sedang tertidur nyenyak.

Seluruh tubuh Aksa berkeringat, akan tetapi suhu tubuhnya baik-baik saja. Abhiyasa memandang ke arah istrinya dan berkata,

"Kenapa seluruh tubuh Aksa berkeringat? Padahal tubuhnya tidak panas. Bahkan suhu ruangan di sini sangat dingin."

Hani mengambil tisu yang ada di meja dekat tempat tidur tersebut. Dia mengusap dengan perlahan keringat putranya yang ada di wajahnya. Dia tidak ingin membangunkan putranya yang sangat nyenyak.

Aksa hanya bergerak sebentar untuk berganti posisi tidur. Dia benar-benar tidur dengan nyenyak meskipun badannya basah oleh keringat.

Abhiyasa memeriksa suhu AC dalam ruangan tersebut. Memang benar suhu ruangan tersebut seperti biasanya. Hanya saja dia sangat heran dengan keadaan putranya saat ini.

"Sayang, tolong ambilkan piyama Aksa di lemari. Biar aku gantikan piyamanya agar tidak masuk angin," ucap Hani sambil mengusap keringat yang berada di tangan putranya menggunakan tisu.

"Apa semuanya basah Sayang?" tanya Abhiyasa dengan rasa ingin tahunya.

Hani memandang ke arah suaminya, dengan wajah cemasnya itu dia menganggukkan kepalanya sebagai jawaban dari pertanyaan suaminya.

Abhiyasa segera mengambilkan satu set piyama untuk putranya pada lemari pakaian yang ada dalam kamar tersebut. Setelah itu dia segera memberikan pada istrinya seraya berkata,

"Ini piyamanya."

Hani berusaha membuka kancing piyama yang baru saja diberikan Abhiyasa padanya. Akan tetapi, karena cemasnya itu, dia tidak bisa membuka kancing-kancing piyama tersebut, hingga membuatnya sangat kesal bercampur dengan kecemasannya.

"Sini, biar aku bantu," ucap Abhiyasa sambil mengambil alih piyama tersebut dari tangan istrinya.

Hani segera membuka piyama yang dipakai oleh putranya. Dengan perlahan dia mencoba melepaskan piyama tersebut dari tubuh putranya.

Abhiyasa membantu memakaikan piyama yang baru saja diambilnya dari lemari. Dengan telatennya dia membantu istrinya menggantikan celana putranya.

"Mmm...," gumam Aksa sambil bergerak tanpa membuka matanya.

Abhiyasa menghela nafasnya melihat putra tampannya itu terlihat baik-baik saja. Hanya dia merasa aneh dengan keadaan putranya saat ini.

Hani menatap putranya dengan tatapan khawatir. Dia melihat piyama basah yang ada di tangannya saat ini sambil menghela nafasnya.

"Apa yang sebenarnya terjadi? Apa dia baik-baik saja?" tanya Hani lirih pada suaminya yang ada di dekatnya.

Abhiyasa menatap putranya dengan kekhawatiran yang tersimpan dalam hatinya. Dia tidak ingin menunjukkan kekhawatirannya itu pada istrinya agar istrinya tidak bertambah khawatir pada putra mereka.

"Dia pasti baik-baik saja. Aksa adalah putraku. Dia kuat dan pemberani, sama seperti papanya. Mungkin dia hanya bermimpi berlari atau semacamnya sehingga dia mandi keringat meskipun dalam keadaan dingin," ujar Abhiyasa yang mencoba menenangkan istrinya.

Hani kembali menghela nafasnya. Dia menatap suaminya dan berkata,

"Mungkin benar seperti yang kamu katakan. Semoga Aksa baik-baik saja dan tidak akan terjadi hal buruk padanya."

Seketika jari telunjuk Abhiyasa mendarat di bibir Hani. Dan dia pun berkata,

"Ssstttt... Jangan mengatakan hal yang buruk. Kita bicara saja yang baik-baik agar bisa juga menjadi doa untuk putra kita."

Dengan segera Hani menganggukkan kepalanya menanggapi perkataan suaminya. Dalam hatinya berkata,

Memang benar jika ucapan kita adalah doa. Aku harus menghilangkan kecemasanku dan hanya mengatakan yang baik-baik saja untuk Aksa, putra kebanggan kami yang paling tampan.

Abhiyasa memeluk istrinya dari belakang dengan melingkarkan kedua tangannya pada pinggang istrinya. Kemudian dia berbisik di telinganya,

"Apa kita akan di sini sampai pagi?"

Hani memandang wajah damai putranya yang nyenyak dalam tidurnya. Dia menoleh ke belakang dan berkata lirih,

"Ayo kita ke kamar sekarang."

Abhiyasa kembali menggendong istrinya keluar dari kamar putranya menuju kamar mereka yang tidak jauh dari kamar tersebut.

Abhiyasa kembali merebahkan tubuh istrinya di atas tempat tidur mereka. Dia mengungkung tubuh istrinya dan menatap hangat wajah cantik istrinya seraya berkata,

"Sayang, aku kangen. Apa boleh aku menginginkanmu sekarang?"

Hani menganggukkan kepalanya untuk memberikan ijin pada suaminya melakukan sesuai keinginannya. Tidak bisa dipungkiri jika dirinya juga merindukan suaminya meskipun mereka setiap saat bertemu dan tinggal di atap yang sama.

Hubungan mereka yang sangat harmonis dan saling mencintai itu, membuat mereka saling menginginkan. Dan malam ini, mereka mengatakan kerinduan mereka melalui sentuhan mereka yang penuh cinta. Dan tentunya mereka berharap agar apa yang mereka lakukan saat ini membuahkan hasil.

Abhiyasa berharap agar benih yang dikeluarkannya bisa tumbuh dengan baik dalam rahim istrinya. Begitu pula dengan Hani, dia berharap agar benih tersebut bisa tumbuh menjadi bayi yang sehat, seperti yang mereka inginkan.

Tok... Tok... Tok...

"Ma... Pa... Buka pintunya...!"

Tiba-tiba terdengar suara putra mereka, Aksa sedang mengetuk pintu kamar mereka sambil memanggil mama dan papanya untuk membukakan pintu tersebut.

"Ma... Pa... Buka pintunya... Aksa mau masuk...!" seru Aksa kembali sambil mengetuk pintu kamar tersebut secara terus menerus.

Sepasang suami istri yang terlelap setelah ritual mereka itu sedikit terusik mendengar seruan dari luar kamar mereka. Ditambah lagi dengan ketukan pintu yang terus menerus tanpa berjeda, membuat indera pendengaran mereka terusik.

Mata Abhiyasa dan Hani seketika terbuka. Mereka terbangun dan saling memandang, seolah saling bertanya menggunakan tatapan mata mereka.

"Ma... pa... Cepat bangun! Buka pintunya!" seru Aksa kembali sambil mengetuk pintu kamar orang tuanya.

Sontak saja Hani dan Abhiyasa beranjak dari tempat tidur mereka. Abhiyasa dengan langkah lebarnya berjalan terlebih dahulu menuju pintu kamarnya.

Krieeet...

"Aksa?!" celetuk Abhiyasa ketika membuka pintu dan mendapati putranya sedang berdiri dan terlihat gelisah.

"Papa...," ucap Aksa sambil berhambur memeluk Abhiyasa.

Hani menatap heran pada putranya yang bersikap tidak biasanya. Dia berdiri di sebelah suaminya yang sedang memeluk putra mereka seraya menunduk dan berkata,

"Aksa, kenapa Sayang?"

Aksa mengurai sedikit pelukan papanya. Dia menoleh ke arah mamanya yang sedang menatapnya dengan tatapan penuh tanya. Kemudian dia melepaskan pelukan papanya dan berganti memeluk mamanya seraya berkata,

"Mama...."

Hani memeluk erat putranya. Dia merasakan kegelisahan dari putranya. Bahkan jantungnya berdegup dengan kencang saat ini. Tangannya mengusap lembut punggung putranya seraya berkata,

"Ada apa Sayang? Apa kamu bermimpi buruk?"

Aksa hanya diam dalam pelukan mamanya. Dia semakin mengeratkan pelukannya pada mamanya dan menyandarkan kepalanya pada dada mamanya yang menjadi tempat ternyaman baginya.

Hani menoleh ke arah Abhiyasa dan menatapnya seolah meminta bantuannya untuk bertanya pada putra mereka.

Abhiyasa mengusap lembut kepala putranya seraya berkata,

"Ada apa Aksa? Apa terjadi sesuatu?"

Bab 3 Kegelisahan hati

Aksa memeluk kembali mamanya semakin erat, seolah dia ketakutan akan sesuatu. Bahkan dia enggan sekali terpisah dari mamanya saat ini.

"Sayang... Aksa kenapa? Apa ada yang membuat Aksa ketakutan?" tanya Hani dengan pelan dan mengusap lembut punggung putranya.

Aksa menggelengkan kepalanya sebagai jawaban dari pertanyaan mamanya. Masih dengan memeluk mamanya, dia pun berkata,

"Tiba-tiba Aksa tidak bisa tidur. Aksa ingin tidur bersama Mama dan Papa saja."

Hani melihat ke arah suaminya. Mereka saling memandang seolah mengetahui kekhawatiran dari anak mereka.

"Mau tidur di sini apa di kamar Aksa?" tanya Abhiyasa pada putranya sambil mengusap lembut rambutnya.

"Di sini saja. Di kamar Mama dan Papa," jawab Aksa yang masih dalam pelukan mamanya.

Tiba-tiba badan Aksa melayang dan terpisah dari pelukan mamanya. Badannya diangkat oleh Abhiyasa tanpa mengatakan apa pun pada putranya itu.

"Ngeeeeng... Jadi pesawat terbang...," seru Abhiyasa sambil mengangkat badan Aksa layaknya pesawat terbang.

Aksa tertawa senang diperlakukan seperti itu oleh papanya. Memang permainan seperti inilah yang membuat Aksa sangat bahagia. Setiap hari papanya selalu meluangkan waktunya untuk melakukan hal itu agar dia lebih dekat dengan putra kesayangannya itu.

Tawa Aksa membuat Abhiyasa dan Hani sangat bahagia. Kebahagiaan putra mereka merupakan kebahagiaan baginya. Begitu pula dengan kesedihannya. Kesedihan putra mereka merupakan kesedihan bagi mereka. Dan sebisa mungkin mereka menghalau kesedihan itu agar tidak menghampiri putra mereka.

Direbahkannya secara perlahan tubuh putranya itu di atas tempat tidur mereka. Hani dan Abhiyasa mengapit tubuh putra mereka agar berada di tengah-tengah sambil memeluknya dengan erat.

"Ma... Pa... kenapa piyama Aksa jadi beda? Perasaan tadi Aksa gak pakai piyama yang ini," tanya Aksa pada mama dan papanya sambil menatap mereka secara bergantian.

Hani tersenyum melihat wajah polos putranya. Kemudian dia mencubit gemas hidung putranya itu seraya berkata,

"Mama dan Papa yang menggantikannya tadi. Piyama Aksa basah semua. Kamu seperti mandi keringat tadi. Apa tadi Aksa bermimpi sesuatu sehingga keringat Aksa sebanyak itu?"

Tangan Hani sudah terlepas dari hidung Aksa. Putranya itu terlihat sedang berpikir mengenai pertanyaan yang ditujukan mamanya padanya.

"Mmm... Sepertinya Aksa tidak bermimpi apa-apa Ma. Apa Aksa yang lupa ya?" ucap Aksa sambil mengingat-ingat kembali apa yang terjadi dalam tidurnya.

"Sudah... tidak usah dipikirkan. Lebih baik kita tidur saja sekarang. Tapi... Pangeran Tampan Papa ini jangan lupa berdoa dulu sebelum tidur," tutur Abhiyasa sambil tangannya menggapai tubuh istrinya untuk memeluk kedua belahan hatinya.

Saat ini, saat seperti inilah yang paling membahagiakan bagi Abhiyasa. Dia memandang wajah damai putranya yang sudah memejamkan matanya dan terlelap dalam tidurnya. Serta wajah cantik nan damai dari istrinya yang memenuhi ruang hatinya.

Aku sangat bahagia memiliki kalian dalam hidupku. Aku janji akan selalu membahagiakan kalian di sepanjang hidupku, Abhiyasa berkata dalam hatinya sambil tersenyum memandang anak dan istrinya yang menjadi penyemangat hidupnya.

Malam ini mereka bertiga tidur bersama dengan saling berpelukan. Dengkuran halus dari mulut mereka bertiga menjadi melodi tersendiri dalam kamar tersebut.

Menjelang pagi, Hani terbangun karena merasakan badan putranya yang kembali berkeringat. Dia mengusap lembut dahi serta pelipis putranya yang basah oleh keringat. Bahkan seluruh badannya juga berkeringat. Hanya saja basahnya tidak seperti tadi pada saat dia menggantikan piyama putranya.

Dengan perlahan Hani membangunkan suaminya. Dia menggerak-gerakkan secara perlahan tubuh Abhiyasa dan berbisik di telinganya,

"Abhi, Sayang, bangun sebentar."

Mata Abhiyasa sedikit demi sedikit terbuka. Bibirnya melengkung ke atas melihat wajah cantik istrinya yang berada tepat di hadapannya.

Tangannya bergerak mengusap lembut pipi istrinya seraya berkata lirih,

"Ada apa Sayang? Apa sudah pagi?"

Hani menggelengkan kepalanya menanggapi pertanyaan dari suaminya.

"Kenapa hmmm? Apa kamu mau lagi?" tanya Abhiyasa sambil mengedipkan sebelah matanya.

"Ck! Bukan itu Abhi... Lihatlah Aksa. Dia berkeringat lagi. Hanya saja tidak sebanyak tadi," bisik Hani di sebelah telinga suaminya.

Sontak saja Abhiyasa melihat wajah putranya. Tangannya menyentuh lembut wajahnya dan dia berkata,

"Wajahnya lembab. Apa kamu sudah mengusap keringatnya Sayang?"

"Iya. Badannya juga. Apa Aksa sakit? Tapi dia kelihatan baik-baik saja dan sehat seperti biasanya," jawab Hani sambil mengernyitkan dahinya.

"Besok, setelah dia bangun. Kita coba lihat saja kondisi tubuhnya selama beberapa jam. Jika dia sehat dan tidak ada masalah, mungkin hanya suhu tubuhnya saja yang berubah malam ini," ujar Abhiyasa sambil tersenyum untuk menenangkan istrinya yang terlihat khawatir pada putra mereka.

Hani tersenyum dan menganggukkan kepalanya menyetujui perkataan suaminya. Dia membuka selimut dan memeriksa kaki putranya.

"Abhi, kaki dan tangan Aksa juga berkeringat semua. Basah sekali," ucap Hani dengan sedikit panik.

Abhiyasa segera bangun dari tidurnya. Dia memeriksa kaki putranya yang memang sedang berkeringat.

"Memang aneh sih, jika dia sehat dan baik-baik saja, maka di suhu ruangan yang sedingin ini pasti tidak akan berkeringat. Apa lagi sebanyak Aksa tadi," ucap Abhiyasa sambil memijit telapak kaki putranya.

"Jadi...--"

"Tidak akan terjadi apa-apa Sayang. Tenang saja. Mungkin saja hanya malam ini dia berkeringat seperti ini," sahut Abhiyasa sambil tersenyum menenangkan istrinya.

Hani menganggukkan kepalanya seraya berkata,

"Semoga tidak terjadi apa-apa pada putra kita."

Abhiyasa meraih tangan istrinya dan menatap dalam mata istrinya itu seraya berkata,

"Tidak akan terjadi apa-apa pada putra kita. Dia jagoan kita yang sangat kuat. Dia pasti akan baik-baik saja."

Abhiyasa melihat jam yang bergantung pada dinding kamar mereka. Kemudian dia berkata,

"Masih jam segini. Kita tidur lagi saja sebelum waktu subuh tiba."

Tangan Abhiyasa membantu merebahkan tubuh istrinya di sebelah putra mereka dan dia kembali memeluknya sehingga tangannya memeluk anak dan istrinya.

...----------------...

Pagi harinya, ketika Aksa sedang bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah, Hani membantunya untuk memakai bajunya dan merapikan penampilannya. Aksa memang masih berusia dua setengah tahun, akan tetapi dia sangat senang sekali bersekolah.

"Sayang, Aksa kemarin kegerahan ya pada saat tidur malam?" tanya Hani menyelidik.

"Kemarin malam?" celetuk Aksa mengulangi pertanyaan mamanya.

Hani menganggukkan kepalanya membenarkan pertanyaan yang diajukan Aksa padanya.

"Kemarin malam kan sama seperti biasanya Ma. AC kamar Aksa dan kamar Mama Papa menyala seperti biasanya. Dan Aksa juga tidak merasa kegerahan semalam. Memangnya kenapa Ma? Apa Mama merasa kegerahan semalam?" tanya Aksa yang merasa heran pada pertanyaan yang diajukan mamanya padanya.

Hani tersenyum dan menggelengkan kepalanya untuk menjawab pertanyaan putranya. Akan tetapi dalam hati Hani merasakan ada yang janggal dan jujur saja dia tidak tenang memikirkannya.

"Ayo kita sarapan dahulu. Setelah itu kita berangkat bersama dengan Papa," tutur Hani sambil menggandeng tangan putranya.

Pagi itu mereka bersama mengawali pagi mereka dengan aktivitas mereka seperti biasanya. Dan yang paling penting mereka selalu berangkat bersama layaknya keluarga bahagia yang sesungguhnya.

"Sayang, tadi aku sempat bertanya pada Aksa. Katanya semalam dia tidak merasa kegerahan. Sekarang Aksa juga terlihat sehat dan baik-baik saja. Apa perlu kita periksakan saja ke dokter?" tanya Hani berbisik di telinga Abhiyasa.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!