#MASIH TAHAP REVISI#
***
Bunyi sirine ambulane sedang menggema di jalanan nampak wanita muda berumur 29 tahun menangis karena anak sulungnya celaka.
"Sayang jangan tinggalin Mama Nak," ucap wanita itu yang biasa di sapa Nyonya Citra.
Sesampainya di rumah sakit, Citra mondar-mandir sambil menunggu dokter memeriksa anaknya.
Ceklek!
"Dokter gimana keadaan anak saya dok?" tanya Citra.
"Lukanya lumayan parah tapi tidak berdampak serius, kurang lebihnya pasien baik-baik aja," sahut dokter.
"Hah syukurlah, boleh saya jenguk anak saya Dok," ucap Citra lagi.
"Boleh Nyonya saya permisi dulu," sahut dokter itu lalu pergi.
Citra langsung masuk dan membelai pipi anak sulungnya itu.
"Kenapa nasib kamu malang begini nak," ucap Citra dengan sendu.
Drrrt...
Drrrt...
“Hallo Mas ada apa?“ tanya Citra dalam telponnya
“Bagaimana keadaan Xavier,“ kata suami Citra Papanya Xavier.
“Lukanya lumayan parah Mas tapi gak terlalu serius ini aku lagi menunggu Xavier sadar,“ sahut Citra lagi.
Ya sudah, secepatnya Mas akan kesana ada yang ingin Mas urus dulu,“ kata Kazio.
“Iya Mas,“ sahut Citra.
Tut!
Sedangkan Kazio langsung masuk ke gudang dan menyeret bocah perempuan yang berumur 7 tahun dengan kasar.
Brak!
"Ikut Papa, anak sialan!" maki Kazio menyeret Shani dengan kasar.
"Huhu ... Papa sakit Pa tangan Shani sakit Pa," ringis Shani karena tangannya di cengkram Kazio dengan kuat.
"Gak usah nangis kamu anak pembunuh, kamu apakan Abang kamu Xavier sampai dia terluka parah seperti itu ha!" bentak Kazio.
"Shani gak melakukan apapun Pa, Shani lihat ada orang yang nusuk Bang Xavier huhuhu...hiks," sahut Shani sambil menangis.
"Kamu jangan menyalahkan orang lain tidak ada siapapun disana selain kamu, jadi anak kecil itu jangan suka banyak alasan dan mengelak! cepat katakan apa yang kamu lakukan ha!" bentak Kazio dengan sarkas.
Shani hanya menangis memang dia tidak melakukan apapun.
"Shani gak melakukan apapun Pa," jawab Shani lagi.
"Dasar anak tak tau di untung!" ucap Kazio lalu menampar pipi mulus Shani.
Plak! l
Lalu menariknya dan memasukkannya ke mobil.
"Papa mau bawa Shani kemana, huhu ... Papa jangan sakiti Shani Pa," rengek Shani ketakutan.
"Diam kamu! ini semua gara-gara kamu. Xavier celaka? sekarang kamu tanggung akibatnya," ucap Kazio lalu berhenti di dijalanan yang sepi.
Shani bingung kenapa dia dibawa ke jalanan yang sepi.
"Papa, Shani mau dibawa kemana," ucap Shani kebingungan.
"Kamu gak usah banyak tanya sini kamu," sahut Kazio lalu menarik tangan Shani dengan kasar sampai lengannya merah karena cengkraman kuat Kazio.
"Aduh Papa sakit jangan kencang-kencang," ringis Shani kesakitan.
Bruk!
"Diam kamu disini, mulai sekarang jangan pernah menggunakan marga Arizaya! mulai saat ini kamu bukan anak saya lagi," ucap Kazio dengan tatapan datar dan benci.
Degh!
"Papa buang Shani, enggak Pa! Shani gak pernah ingin celakai Bang Xavier, percaya sama Shani ada orang yang mencelakai bang Xavier Pa huhu ... hiks," ucap Shani lagi sambil menangis.
Kazio tidak mendengarkan ucapan Shani, dia langsung mendorong Shani sampai terjatuh dan meninggalkan Shani di jalanan.
Brugh!
"Gak sudi saya punya anak perempuan seperti kamu!" tunjuk Kazio lalu meninggalkan Shani begitu saja.
Brom ...
Brom ...
"Aw ...aduhh ... sakit, huhu ... hiks ... Papa jahat," ucap Shani memegangi lututnya yang lecet akibat dorongan Papanya.
Ada beberapa pasang mata yang mengintip kejadian tadi, mereka tersenyum lalu menampakkan diri di hadapan Shani.
"Hay anak kecil haha ..." Sapa mereka semua di iringi dengan tawa.
"Siapa kalian?" tanya Shani gemetar karena takut.
"Tenang anak cantik hihi ... ayo tangkap dia," titah orang itu.
"Gak mau lepasin aku ... " Berontak Shani tapi karena dia masih kecil tentu kalah dengan orang dewasa.
"Diam kamu, ikut kami dengan manis dan tenang," ucap orang itu dengan sangar.
Orang-orang itu membawa Shani ke gudang dan menjatuhkan Shani dengan kasar.
Brugh!
"Aw ... huhuhu ... hiks ... sakit Om jangan sakiti Shani Om," melas Shani biar di kasihani.
"Hahah ... kami gak peduli anak kecil yang penting kami dapat duit," ucap penjahat itu kemudian muncul dua orang.
"Eh Bos sudah sampai," ucap penjahat itu.
Shani mengenali kedua orang itu tidak lain adalah Om dan Tantenya sendiri.
"Kenapa Om lakukan ini ke Shani apa salah Shani Om?" ucap Shani dengan mata yang berkaca-kaca.
"Salahnya kamu itu cuma tiga, pertama kenapa kamu jadi anaknya Kazio Arizaya seharusnya yang jadi anak Kazio itu Gea, kedua semua yang kamu inginkan dikabulkan oleh kedua orang tua kamu sedangkan anak kami Gea tidak bisa mengabulkannya, dan yang terakhir kamu melihat kejadian tadi dan itu membuat kami resah," sahut Ken adiknya Kazio.
"Itu kan sudah takdir Om," ucap Shani.
"Akh masa bodo, kamu hari ini harus mati biar Gea menggantikan posisi kamu," ucap Ken menyeringai lalu menarik Shani dengan kasar dan membawanya ke tengah hutan.
"Om kenapa bawa Shani kesini lepas Om jangan sakiti Shani Om," ucap Shani memohon dilepaskan.
"Enak aja, menculik kamu itu sudah susah," timpal Laras istrinya Ken.
"Sudah Laras kamu tidak usah ikut campur, bawa Gea ke dalam mobil biar aku membereskan anak ini," tambah Ken dengan santainya memukuli Shani dengan brutal sampai Shani pingsan.
Lalu Ken membuang Shani ke jurang sampai tubuh Shani tak terlihat.
"Jurang sedalam ini pasti anak itu tidak akan selamat," gumam Ken dengan senyum jahatnya.
Lalu Ken masuk mobil dan Laras menanyakan keadaan Shani.
"Kamu apakan Shani sayang?" tanya Laras.
"Tentu saja menghabisinya sayang," Sahut Ken.
"Kamu yakin sudah menghabisinya," ucap Laras sekali lagi.
"Kamu gak percaya sama aku sayang," sahut Ken sedikit kecewa.
"Bukannya aku tidak percaya sayang tapi kamu tahu sendiri kan kalau kita gak boleh gagal," ucap Laras.
"Sayang ... aku sudah menghajar anak itu sampai babak belur, belum lagi aku membuangnya ke jurang paling dalam sudah pasti dia tidak selamat sayang!" sahut Ken.
"Ya siapa tahu, apa tadi kamu bilang membuangnya ke jurang paling dalam," ulang Laras.
"Iya," sahut Ken.
"Haha ... bagus sayang, aku setuju dan menyukai cara kamu. Ya sudah ayo kita pulang dan rayakan kemenangan kita kali ini hahah ..." Laras begitu senang sambil tertawa.
"Iya sayang aku dah gak sabar kasih aku jatah yahh," goda Ken.
"Ck ... dasar mesum." Ledek Laras lalu mereka pergi dengan senyumnya.
♥️♥️♥️
Malam harinya sepasang suami istri rem mendadak karena ada orang di tengah jalan.
Chiiiiit!
"Astaga Papi kamu kenapa aaa..." teriak wanita cantik yang berumur 27 tahun.
***
***BERSAMBUNG
DUKUNG KARYA INI DENGAN LIKE DAN KOMEN KALIAN YAHH🥰🥰🥰***
"Papi gimana ini kenapa anak itu belum juga sadar," ucap wanita yang berumur 27 tahun itu.
"Sabar Mami nanti dia juga sadar ko," sahut sang Papi.
"Mami jadi takut Pi, oh ya Pi gimana sama anak ini apa Papi sudah cari tahu tentang keluarganya?" tanya sang istri yang bernama Shina William.
"Sudah ko Mi, tapi anak buah Papi tidak mendapatkan data apapun tentang keluarganya. Cuma satu yang dapat."
"Apa itu Pi?"
"Anak ini sebelumnya dihajar seseorang dan sengaja di buang ke jurang," sahut Antoni William.
"Apa!"
"Kasihan sekali anak ini nanti kalau dia sudah sadar, Papi ingin bertanya banyak."
"Iya Pi, Mami juga kasihan."
"Ya sudah, ayo kita sarapan pagi siapa tahu nanti dia sadar."
"Iya Pi, ayo."
***
Ternyata Kazio sudah menghapus semua data pribadi milik Shani yang berkaitan dengan keluarga Arizaya.
"Bagaimana?"
"Sudah Tuan."
"Bagus. Hari ini tolong siapkan kamar sebaik mungkin untuk Tuan Ken dan keluarganya karena tidak lama lagi mereka akan tinggal disini," titah Kazio.
"Baik," sahut para pelayan.
Semua pelayan langsung berbisik setelah mendengar akan kedatangan Tuan Ken dan keluarganya.
"Aduhh...aku sebenarnya males banget sama keluarga itu!"
"Iya aku juga, sok banget orangnya padahal kita kan kerja sama Tuan Kazio dan Nyonya Citra."
"Aku jadi kasihan sama Nona Muda Shani."
"Udah kita gak usah ikut campur tapi kalau mereka makin kurang ajar, kita berhenti aja cari majikan baru!"
"Kamu benar ayo lanjut kerja."
Hari ini di lalui seperti biasa di keluarga Arizaya yang sangat dramatis karena Tuan Muda sulung belum sadar, Kazio benar-benar membenci Shani saat ini.
Sudah seharian penuh Kazio dan Citra menunggu sadarnya Xavier, tapi Xavier tak kunjung sadar juga.
"Akhh...aku sangat takut Mas," kata Citra sambil menangis.
"Sabar sayang kita tunggu sampai besok," sahut Kazio.
***
Pagi ini Shina sedang menyiram bunga kesayangannya dan itu sudah jadi rutinitas bagi Shina setiap pagi.
Berhubung tidak punya anak dua-duanya mandul, maka Shina sangat dimanjakan oleh Antoni sampai mereka berdua bucin akut.
"Papi ko belum berangkat?" tanya Shina.
"Papi masih ingin memandang Mami."
"Ishh Papi jangan gitu ah ayo sana berangkat kerja nanti telat."
"Nanti aja Mi, masih setengah jam lagi."
"Au ah Papi ini dibilangin ngiyel."
Dari dalam art mereka berdua berteriak, sebut saja Mbok Min.
"Tuan, Nyonya..."
"Ada apa Bi?" kata Shina.
"Itu- itu Nyonya ee anak yang kalian tolong udah sadar," sahut Mbok Min.
"Benarkah," ucap Antoni.
"Benar Tuan."
"Papi ayo kita tengok," ajak Shina.
Mereka langsung masuk kamar anak yang mereka tolong kemarin.
"Hey kamu masih sakit," sapa Shina dengan lembut.
Anak itu langsung menoleh dan terpesona dengan kecantikan Shina.
'Tante ini sangat cantik,' batin anak itu.
Antoni langsung duduk di tepi ranjang dan mengangkat tubuh anak itu dengan pelan, tapi tetap anak itu masih meringis kesakitan.
"Ikh..." ringis anak itu.
Shina yang melihat menitikkan air matanya karena tidak tega melihat kondisi anak yang ditolongnya ini.
"Nama kamu siapa sayang?" tanya Shina.
'Aku tidak mau lagi kenal dengan keluarga Arizaya, mulai sekarang aku akan berpura-pura hilang ingatan aja siapa tahu kedua orang ini mau mengangkat ku anak.' Batin anak itu.
Iya, anak itu adalah Shani Arizaya yang ditolong oleh Shina dan Antoni.
Shani menggelengkan kepalanya dengan pelan saat di tanya namanya.
Antoni dan Shina yang melihat langsung panik, apa anak yang mereka tolong ini mengalami hilang ingatan.
"Astaga Pi bagaimana ini? Kita harus panggil Dokter Binar?" kata Shina.
"Ya sudah Papi panggilkan," sahut Antoni lalu menghubungi dokter Binar.
“Hallo dokter bisa ke rumah saya sebentar.“
“Bisa Pak Antoni, saya kesana sekarang.“
Tut ...
"Dokter Binar akan kesini sebentar lagi," ucap Antoni.
Sambil menunggu dokter Shina berusaha mendekati Shani dengan menghiburnya sulap bohongan.
"Umm...Tante bisa sulap loh."
"Benarkah?"
"Iya sayang mau lihat gak."
"Mau mau."
"Ya udah ini perhatikan yahh, ini kan cincinnya Tante ada di sebelah sini nanti bisa pindah loh. Coba perhatikan sekali tiup bisa pindah, hum balahum abra kadabrak bisa pindah fyuhhhh...." Shina memperlihatkan cincin yang sudah pindah dengan sekali tiup.
Prok ...
Prok ...
Prok ...
"Hebat," puji Shani tanpa ekspresi dan itu terlihat jelas
oleh Shina.
'Apa yang membuat anak ini tidak bisa tersenyum,' batin Shina.
Tok ...
Tok ...
"Itu pasti Dokter Binar," kata Antoni.
Ceklek ...
"Masuk aja dok," kata Shina.
Binar kemudian masuk dia melihat ada anak kecil wajahnya benjol-benjol dan lebam.
"Dokter Binar bisa periksa anak ini karena kami tanya namanya dia menggeleng," ucap Antoni lagi.
"Baiklah, tapi kalian sebaiknya keluar dulu saya ingin memeriksa anak ini." Sahut Binar.
"Baiklah dok, ayo Mi." Ajak Antoni.
Setelah di tinggalkan, Dokter Binar langsung memeriksa Shani dan menyuruhnya berbaring.
"Nah anak cantik berbaring yahh, biar Bu dokter periksa kepalanya." Ucap Binar.
Shani tidak menjawab tapi masih mengikuti apa yang di ucapkan Binar.
Binar memeriksa kesehatan Shani, tidak terjadi apa-apa.
"Kamu tidak hilang ingatan anak cantik kenapa bilangnya tidak ingat," ucap Binar.
"Aku memang tidak hilang ingatan dok."
"Terus kenapa tidak memberitahu mereka siapa nama kamu."
"Aku hanya tidak ingin ingat masa lalu, aku sangat takut."
Binar menatap mata Shani ada perasaan sakit dihati Binar karena mata Shani yang memberitahu seakan dirinya sakit dan ketakutan.
"Lalu apa yang kamu inginkan anak cantik?"
"Katakan saja aku hilang ingatan dokter cantik, itu akan membuatku tenang."
Binar menghela nafasnya dan membelai pipi Shani dengan lembut.
"Dokter keluar dulu ya cantik."
Shani hanya pasrah melihat kepergian dokter itu, mungkin dirinya tidak ditakdirkan untuk hidup bahagia.
'Mungkin ini jalanku," batin Shani meneteskan air matanya dalam diam.
Tidak lama kemudian Shina dan Antoni masuk kamar dan melihat Shani menangis.
Ceklek ...
Shani menoleh dan langsung mengusap air matanya lalu bangun.
"Gak usah bangun sayang kamu kan masih sakit," kata Binar lalu merebahkan kembali Shani.
"Bagaimana Mi, apa kamu yakin dengan keputusan kamu."
"Yakin Pi udah ah tenang aja," sahut Binar dengan sorot mata yang bahagia.
Antoni tidak pernah melihat Shina sebahagia ini, kemudian Antoni tersenyum.
'Sepertinya kehadiran anak itu membuat kamu lebih semangat dan bahagia Shin, keputusan ada di tangan kamu kalau ingin mengangkat anak itu,' batin Antoni.
Sudah satu bulan Shani di rawat dengan baik Di rumah Shina dan Antoni. Bahkan Shina hanya memanggil nama si imut kepada Shani selama perawatan.
"Papi kita harus go publik tentang imutnya Mami," rengek Shina.
"Ya Papi udah siapin ko, Papi juga udah siapin nama yang pas untuk si imut."
"Siapa namanya Pi?"
"Shani Miziana William, gimana?"
"Indah banget namanya Pi, Mami suka."
"Tapi Papi tidak memperlihatkan wajah Shani yah, Papi takut terjadi sesuatu yang tidak di inginkan. Kita hanya perlu mengatakan jika kita punya anak perempuan, yang bernama Shani Miziana William."
"Mami setuju Pi, Papa sama Mama juga akan kesini katanya mereka dah gak sabar lihat cucu baru mereka. Eh Papi tau gak, ini tuh kayak sebuah kebetulan tau gak sih... darahnya Mami itu sama dengan imut iihhh Mami jadi gak sabar jadi Mami seutuhnya buat si imut."
"Papi juga gak sabar Mi."
Hari yang di nanti-nanti pun tiba, dimana orang tuanya Antoni dan Shina mengakui cucu mereka depan publik dan memberitahu kalau mereka tidak akan mempublish wajah cucu mereka yang selama ini di sembunyikan.
Setelah selesai acaranya, para orang tua itu langsung ke mansionnya Antoni dan Shina hanya untuk melihat cucu mereka yang imut itu.
"Antoni...Shina...mana cucu kami..." teriak mereka bersamaan.
"Ya ampun Papa sama Mama sabar dong ini si imut lagi di gendongan Shina nihhh."
"Mana mana?" kompak mereka semua dan berebut ingin menggendong Shani.
Oma dari Shina langsung menarik tangan Shina dan berbisik.
"Shin kamu dapat dimana sih anak ini, itu imut banget loh Oma gak sabar pengen noel-noel pipinya itu ya ampun gemoy banget. Sudah cantik, gemesin lagi." Ucap Oma Ratna dengan sumringah sambil menatap cucu barunya itu.
Mereka semua melakukan sesi foto keluarga dengan memandang ke arah Shani semuanya, bahkan satu persatu dari mereka mencium pipi eyes imut Shani.
'Ya ampun, udah bilang hilang ingatan eh mereka kasih nama Shani juga. Tapi gak apalah, mulai hari ini aku akan balas semua kejahatan Om Ken dan Tante Laras." Ucap Shani dalam hatinya.
***
***BERSAMBUNG🥰
DUKUNG KARYA INI DENGAN LIKE DAN KOMENTAR, SEMOGA KALIAN SUKA DENGAN NOVEL INI SEE YOUU😘😘😘😘***
💛10 tahun kemudian💛
"Papi..." teriak Shina yang baru saja datang dari mall habis belanja.
Antoni atau biasa di panggil Toni langsung menutup kupingnya erat-erat karena gendang telinganya sakit. "Aduhh Mami...jangan teriak-teriak ah, ini gendang telinga Papi sakit tau!"
Shina langsung cemberut tapi setelah itu kembali berbinar. "Ikh...Papi mah gak asyik, eh Papi tau gak tadi di mall Mami lihat apaan?"
Toni menggeleng karena dia tidak tahu dan tak melihat juga tidak ikut istrinya ke mall. "Ya mana Papi tau, kan Papi di rumah."
"Ikh...Papi mah selalu gitu tanyain kek lihat apaan."
Dengan malas Toni bertanya. "Emang Mami di mall lihat apa sih?" tanya Toni.
"Ekhem..." Shina langsung duduk di samping suaminya dan mulai bercerita, "Eh Papi tau gak tadi Mami lihat Shani di mall sambil melukis gitu, indahh banget lukisannya Pi sampai-sampai banyak yang nonton."
"Papi tau juga gak apa yang bikin Mami bahagia hah? Lukisan Shani itu di tawar sama keluarga Arizaya Pi, Papi tau harganya berapa?"
"Emang berapa Mi?"
"1 M Pi, 1 M! Kebayang gak tuh? Anak kita banyak duit, ikhh pantesan selama ini dia gak pernah minta sama kita wong dia punya usaha sendiri."
Toni tertawa keras mendengar ocehan istrinya yang cerewet namun baik hati.
"Hahaha...kamu lucu Mi, kirain Papi tadi apa? Ternyata Shani yang melukis di mall, kalau itu sih Papi udah tahu dari dulu hihihi..." Toni berujar dan tertawa renyah sekali.
"Jadi selama ini Papi udah tahu kalau Shani melukis di mall sebagai usahanya?"
"Iya Papi udah tahu malahan sejak SMP lagi."
"Ikhh Papi ko gitu sih sama Mami, jahat banget!"
Toni langsung memeluk istrinya dan mencium keningnya dengan cinta.
Emmuah...
"Sudah jangan cemberut nanti tambah cantik loh," goda Toni.
"Apaan tuh maksudnya?"
"Hihihi..iya iya tapi Mami seneng gak? Hemm...anak kita yang imut itu dah bisa cari uang sendiri, banyak loh anak seusia Shani itu manja."
Shina mengiyakan apa kata suaminya ini, memang betul zaman sekarang banyak remaja yang manja dan bisanya cuma ngabisin duit.
"Iya juga sih Pi, beruntung banget punya anak kaya Shani kita ya Pih."
Toni hanya tersenyum dan kembali membaca koran, lalu Shina naik ke atas mau mengganti bajunya yang santai aja siang ini.
Sudah hampir sore, Shani baru datang dari mall dengan tatapan datarnya tapi bisa di bilang sangat peduli terhadap orang tua angkatnya.
Bagi Shani tidak pantas dirinya menghabiskan banyak uang orang tua angkatnya, meskipun Toni dan Shina selalu mengatakan pada kolega bisnisnya jika Shani adalah anak kandung mereka.
Terlebih lagi Shina baik Toni selalu peka dan peduli akan perasaan Shani jadi mereka berdua ingin yang terbaik untuk Shani dan apa yang membuatnya bahagia.
Shani meletakkan alat lukisnya dan ingin mandi, lalu masuk kamar mandi dengan santai dan tenang.
Setelah selesai mandi, Shani langsung mengeringkan rambutnya sambil menatap laptop dan membuka beberapa file penting perusahaan Miziana Group.
"Ohhh, jadi mereka mengajukan kerja sama rupanya humm..." Ucap Shani sambil menatap laptop.
Setelah selesai mengeringkan rambut, Shani langsung mengirim email pada sekretarisnya untuk menerima perusahaan tersebut.
Sudah lama berkutat di depan laptop, Shani melihat jam.
"Jam berapa sih sekarang?"
Setelah melihat jam, Shani langsung menutup laptopnya dan turun ke bawah.
"Itu kan Mbok Min, kenapa dia apa sakit?"
Shani mendekati Mbok Min yang lagi masak dan menanyakan keadaannya.
"Mbok? Mbok lagi sakit?"
"Uhuk...huk...eh Non, enggak Non hanya sedikit batuk aja."
Shani tidak percaya dan langsung mengambil alih dapur dan menyuruh Mbok Min untuk istirahat.
"Sini Mbok, sebaiknya Mbok minum obat terus istirahat."
"Eh tapi Non ini belum selesai masaknya," kata Mbok Min.
"Biar saya aja yang selesaikan, udah...Mbok sebaiknya istirahat."
"Jangan Non, Mbok gak enak masa anak majikan yang masak. Kan, ada Mbok."
"Mbok mau aku gendong ke kamar,"
Mbok Min langsung cemberut dan terpaksa istirahat karena ancaman nona mudanya yang baik hati ini.
"Ikh...Nona Muda mah gak asyik, main ngancam. Ya sudah, Mbok istirahat tapi Non janji jangan capek-capek juga."
"Good,"
Akhirnya Mbok Min masuk ke kamar dan minum obat lalu istirahat.
Sedangkan Shani sudah bersiap dengan alat wajan dan panci dan memulai memasak.
Di dalam kamar, Shina mencium bau wangi yang amat menggoda.
"Papih, ini masakan siapa Pih wangi banget."
"Masakan Mbok Min kali,"
"Ah masa? Mbok Min masak emang enak tapi gak pernah sewangi ini?"
"Ya sudah ayo kita ke bawah dan kita lihat siapa yang masak," ajak Toni.
"Ok, kalau Mami sih yakin bukan Mbok Min."
"Ya sudah ayo ke bawah,"
Akhirnya mereka berdua ke bawah lalu pergi ke dapur dan ternyata yang memasak adalah...?
"Shani..." ucap Shina.
Shani menoleh ke belakang dan tersenyum sebentar tapi senyum itu sangat tipis.
"Ehh Mami,"
"Kamu kapan pulangnya sayang?"
"Setengah jam yang lalu Mih,"
Shina memandang masakan yang dimasak Shani di wajan, sepertinya masakan ini yang sudah mengeluarkan bau yang sedap. "Kamu masak apa hari ini sayang, ini wangi-nya kecium loh sampai ke atas sana."
"Ini Shani lagi masak rendang,"
"Rendang?" ulang Toni.
Shani mengangguk dan terus mengaduk rendang di wajan lalu menyuruh Papi dan Maminya untuk menunggu di meja makan.
"Sudah...sebaiknya Mami sama Papi duduk aja dulu, bentar lagi selesai."
Seperti tingkah bocah, Toni dan Shina menurut dan itu tak lepas dari pandangan Shani.
Rendangnya sudah masak dan Shani langsung menaruhnya di mangkok cantik dan menghiasnya dengan cepat.
"Ayo Mi, Pi. Kita makan."
"Hummm wangi banget ini pasti enak Pih," puji Shina sambil mencolek rendang yang di mangkok.
"Siapa dulu dong yang masak Mih, anak kita." Ucap Toni dengan bangga.
Saat makan pun mereka saling bercerita, lalu mulailah Toni menanyakan sekolahnya Shani.
"Shan, kamu mau sekolah dimana sayang?"
Shani menjawab kalau dirinya sudah mendaftar sekolah dan besok akan turun. "Shani sudah mendaftar Pi, rencananya besok udah turun."
Toni langsung terkejut dan bertanya sekolah dimana. "Kamu daftar sekolah dimana sayang?" tanya Toni.
"Arizaya high school Pih," sahut Shani.
"Loh itu, kan sekolah milik Pak Kazio. Sayang...itu sekolah paling mahal di indonesia dan bergengsi, selama ini kamu gak bilang-bilang sama Mami kamu emangnya udah bayar uang mukanya sayang." Ucap Shina menimpali.
Shani tersenyum tipis dan mengelap bibirnya dengan tisu. "Mami tenang aja, semuanya udah Shani bayar jadi besok tinggal sekolah aja." Sahut Shani.
Shina sangat terkejut dan terperangah tidak percaya. "Sayang, selama ini Mami sama Papi cuma kasih kamu uang jajan sebulan 10 juta aja loh. Sedangkan sekolah Arizaya High School itu uang mukanya hampir 50 juta, kamu selama ini dapat uang darimana sih kamu juga jarang minta uang sama Mami dan Papi." Tanya Shina memicingkan mata.
Shani sedikit kikuk tapi sebisa mungkin harus berwajah datar agar Maminya ini gak banyak tanya dan cerewet. "Shani kan selama ini nabung, Mih." Sahut Shani.
"Masa sih? Tapi ya sudahlah, Mami percaya kamu kan anak mandiri. Oh ya, kamu tadi dapat uang gede kan di mall mana nih traktirannya." Ucap Shina.
"Uhuk...huk...ya ampun Mi...gak tau malu banget sihh emang selama ini uang jajannya Mamih kurang yahh sampai minta sama Shani." Sahut Toni ikut berkomentar.
"Ikh Papih, tentu saja uang Mami banyak tapi kalau di traktir sama anak sendiri itu beda tau rasanya. Mami jadi bisa manas-manasin temen-temen Mami yang suka ngebanggain anaknya, terutama si Laras tuh." Ketus Shina.
Degh...
'Laras,' batin Shani.
"Ah gak usah ladenin mereka lah Mi,"
"Tetap aja Mami gak terima direndahin sama Laras," kekeh Shina.
"Ya tapi-"
"Sudah Pih, oyah Shani lupa Mih. Nanti Mami kalau belanja ngomong aja sama Shani, nanti Shani transfer yahh khusus untuk Mami." Sahut Shani.
"Yey anak Mami sangat baik, ih tambah sayang deh..wleee Shani aja gak keberatan Pih."
Toni hanya geleng kepala pelan melihat tingkah istrinya yang makin hari makin gemesin, jiwa Shina dan Shani seolah tertukar.
***
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!