Hotel yang saat ini disewa untuk acara pernikahan Bara dan Jesica sudah dipenuhi oleh para tamu undangan. Dua keluarga tersebut merupakan orang terpandang yang mempunyai banyak kolega.
Pelaminan yang mewah dan megah, tempat dimana saat ini Bara dan Jesica berdiri. Senyum bahagia terlihat dari bibir mereka.
Siang tadi, Bara telah mengucapkan ijab qobul dengan sangat lancar tanpa halangan. Di saksikan oleh dua pihak keluarga dan para tamu undangan. Dan malam ini puncak acaranya, berbagai hiburan disuguhkan.
"Sayang, duduklah! Kamu pasti capek!" perintah Bara ketika melihat Jesica mulai memijat kakinya.
"Aku tak enak dengan para tamu, sayang," ucap Jesica. Dia paksakan tetap berdiri karena ada beberapa kolega Bara yang akan berpamitan.
Bara dan Jesica sudah berpacaran tiga tahun. Mereka sudah saling mengenal satu sama lain.
Bara sudah tidak punya mama karena meninggal lima tahun yang lalu. Dua bulan setelah pernikahan Marino-- kakak Bara.
Alexio-- papa Bara, tak mau lagi menikah setelah sang istri tiada. Dia memilih menjadi single parent. Apalagi anak-anaknya sudah besar dia tak butuh lagi seorang istri untuk menjaga kedua putranya.
"Acara sudah hampir selesai, kalau mau istirahat dahulu tak apa," kata Mitra-- kakak ipar Bara.
"Tidak, Kak. Saya tak enak dengan para tamu," kata Jesica.
Akhirnya dia menunggu sampai acara selesai. Malam itu mereka menginap di hotel. Besok baru pindah ke rumah Bara. Di rumah Bara tak hanya ada Alexio namun Marino dan Mitra juga masih tinggal di sana.
Alexio tak pernah mengizinkan kedua anaknya untuk pergi dari rumahnya. Dia ingin selalu bersama kedua putranya.
"Sayang, bantu aku buka reselting gaun ini," ucap Jesica.
Dengan sigap Bara membantu Jesica membuka gaun yang dia pakai saat pesta tadi. Kini Jesica hanya memakai celana pendek dan tank top saja.
"Sayang, kamu mandi duluan saja. Aku mau bersihkan make upku," kata Jesica.
"Tidak sayang, akh maunya kita mandi bareng," tolak Bara. "Sini aku bantu." Bara mengambil kapas lalu menyangka sedikit miceller water untuk menghapus make up Jesica.
Bara sangat telaten saat membantu Jesica, dia sampai mendekatkan wajahnya di depan wajah Jesica.
"Jangan terlalu dekat! Aku jadi gugup!" larang Jesica karena Bara menatapnya dengan intens.
"Sayang, apa kita akan tunda malam pertama kita?" tanya Bara yang terlihat sudah tak sabar.
"Kenapa harus ditunda?" tanya Jesica.
"Kamu siap?" tanya Bara.
Jesica mengangguk pelan dan menunduk. Acara membersihkan make up sudah selesai.
Bara mendekatkan bibirnya pada biribir ranum Jesica. Di lumatnya bibir itu tanpa jeda sehingga Jesica tampak kesusahan untuk bernafas.
Jesica mendorong dada Bara agar memberinya ruang untuk bernafas namun Bara justru semakin liar. Tangannya sudah masuk ke dalam celana pendek Jesica.
"Aku tak ingin menundanya," kata Bara.
Malam itu dua insan yang sudah sah menjadi suami istri telah menyatukan tubuh mereka. Peluh dan deru nafas menjadi satu. Mereka saling menikmati setiap inci tubuh pasangannya.
Hingga akhirnya mereka terkulai lemas. Jesica hendak berdiri namun dicegah oleh Bara.
"Biar aku gendong," kata Bara dengan sigap memakai boxernya lalu menggendong tubuh sexy Jesica yang masih polos.
Mereka kini mandi bersama saat tengah malam. Dinginnya air tak lagi menjadi penghalang bagi mereka yang tengah dimabuk asmara.
Rasa capek tak lagi terasa, setelah penyatuan yang mereka lakukan.
"Ternyata benar kata orang, malam pertama memamg sangat nikmat," kata Bara saat mereka telah selesai mandi.
"Kamu sering ya ngobrolin kaya gitu sama teman," kata Jesica.
"Wajar sayang kalau cowok ngobrol kaya gitu," ucap Bara main ke atas tempat tidur. "Sini kita tidur, besok siang kita pindah ke rumah papa," kata Bara.
Jesica naik keatas tempat tidur dan berbaring di sebelah Bara.
Bara memeluk Jesica dan mencium keningnya.
"Tidurlah bidadariku!" pinta Bara.
Jesica menurut saja pada Bara karena dia memang sudah mulai mengantuk. Akhirnya mereka berdua terlelap dalam posisi Bara memeluk Jesica.
***
Pukul 09.00 WIB, Bara dan Jesica terbangun. Terlalu capek membuat mereka terlelap dan tentu bangun kesiangan.
"Perutku lapar," rengek Jesica.
"Ayo mandi! Setelah itu kita ke bawah cari makan!" ajak Bara.
Tanpa alasan lagi Jesica segera mandi bersama Bara lagi. Kedua insan itu sedang senang mandi bersama.
"Sayang, ayo buruan!" teriak Jesica.
Bara muncul dengan pakaian santai. Mereka ke restoran hotel untuk sarapan.
Ponsel Bara berdering, panggilan dari Alexio.
"Papa nelfon," kata Bara.
"Angkat saja!" perintah Jesica.
Bara menekan tombol hijau dan ponsel itu sudah diarahke ke telinga.
"Iya, Pa. Setelah sarapan kami pulang," kata Bara.
Jesica tak mendengar apa yang dikatakan sang mertua karena Bara mensilent panggilannya.
"Papa minta kita cepat ke rumah," kata Bara setelah menutup panggilan dari sang papa. "Harusnya kita di sini beberapa hari menikmati waktu berdua," sesal Bara.
Sementara Jesica hanya tersenyum, makanan sudah datang mereka segera makan. Selesai makan mereka pulang karena Alexio terus menelfon.
Sampai di rumah Bara, Alexio dan Mitra sudah menunggu mereka.
"Akhirnya mereka datang, Pa," kata Mitra.
"Papa aku sebenarnya masih ingin menginap di hotel. Tapi papa malah menyuruhku pulang," protes Bara.
"Kenapa? Takut di sini tidak bisa bebas?" tanya Alexio. "Papa tak mau kamu lama-lama dihotel, papa ingin melihat kamu dan Jesica tinggal di sini," kata Alexio.
Bara diam saja, apapun yang Alexio katakan yak pernah bisa dibantah. Bahkan Marino saja tak berani membantah ucapan sang papa.
***
Malam itu Jesica membantu untuk menyiapkan makan malam. Dia sama sekali tak melihat Marino di rumah.
"Kak Mitra, kemana Kak Marino? sejak tadi aku tak melihatnya?" tanya Jesica.
"Oh dia keluar kota tadi pagi," jawab Jesica. "Maklum dia harus urus kantor cabang, jadi kamu sering LDRan," sambung Mitra.
Makan malam terlihat sangat nikmat apalagi saat ini Jesica sudah bersama sang suami tercinta. Beruntung Bara tak seperti Marino yang harus sering keluar kota. Bara sudah menjalankan usahanya sendiri. Sementara Marino bekerja di kantor cabang milik Alexio.
Selesai makan malam, Jesica dan Bara mengobrol bersama Alexio. Namun, Mitra tak ikut serta.
Jesica sudah mulai mengantuk hingga dia ajak Bara untuk segera undur diri dari sang papa.
Tengah malam, Jesica terbangun karena haus. Sementara di meja kamarnya tak ada air. Di keluar kamar menuju dapur.
"Aaah..aahhh," Suara itu tak asing dari telinga Jesica.
Tanpa sadar Jesica justru mengikuti arah sumber suara. Dan ternyata itu dari kamar Mitra. Jesica terkejut, setahu dia Marino di luar kota lalu dengan siapa Mitra di dalam kamar?
"Aahh...aaahh," ******* pria yang membuat Jesica terasa siapa pria yang sedang bersama Mitra.
Jesica hanya mempu menutup mulut. Dia bersembunyi karena terdengar suara langkah kaki.
Seseorang menepuk bahu Jesica, dia terkejut dan menoleh kebelakang. Dilihatnya Bara berdiri dibelakangnya.
"Bikin kaget saja," kata Jesica.
"Ngapain di sini?" tanya Bara.
"Haus mau ambil minum," jawab Jesica.
"Salah arah kamu, dapur ada di sana bukan di sini," kata Bara menunjuk letak dapur.
"Hehehe iya maaf," kata Jesica.
Jesica beranjak dari tempatnya, "Kalian belum tidur?" tanya seseorang.
Jesica dan Bara menoleh, ternyata Alexio berdiro di belakang mereka. Melihat Alexio, Jesica sedikit takut.
"Jesica kamu kenapa?" tanya Alexio.
"Ti...tidak, Pa," jawab Jesica gugup.
"Bara ajak istrimu tidur segera, ini sudah malam," kata Alexio lalu melangkahkan kaki menuju kamarnya yang letaknya selisih satu kamar dengan kamar Mitra.
"Aman...," ucap Jesica.
"Apa yang aman?" tanya Bara.
Jesica sadar dia hampir saja keceplosan.
"Tak apa-apa, aku minum dulu lalu kita balik tidur." Jesica sengaja mengalihkan pembicaraan mereka.
Jesica mulai merasa tak nyaman setiap kali bertemu dengan Alexio. Ada rasa takut dan gugup yang Jesica rasakan.
"Jesica, kamu kenapa? Kenapa menatap papa seperti itu?" tanya Mitra.
"Tidak, Kak. Kak Mitra mau kemana?" tanya Jesica.
"Oh ya panggil aku Amelia saja jangan Mitra, aku gak suka panggilan itu," jawab Amelia alias Amelia Sasmitra.
"Wah kalau panggilannya Amelia nanti nama kalian bisa tertukar dong. Untung Jesica gak dipanggil Amelia juga," kata Bara.
"Udah ya aku pergi duluan, udah ditunggu teman-teman arisan," kata Amelia segera pergi.
Bara hari ini masih cuti jadi dia bisa menemani Jesica di rumah.
Selesai sarapan mereka mengobrol di dekat kolam. Tiba-tiba mata Jesica tertuju pada kamar Alexio. Terlihat jelas Alexio memperhatikan Jesica sejak tadi.
"Mas, apa tidak sebaiknya kita tinggal berdua saja? Kamu kan punya apartemen. Kita bisa tinggal di sana," kata Jesica.
"Aku juga maunya begitu. Tapi papa gak akan setuju," kata Bara. "Nanti aku akan bujuk papa, lagian di sini sudah ada Kak Marino sama Kak Amelia," sambung Bara.
Jesica berharap dia bisa pindah dari rumah itu. Kejadian semalam membuat dia takut jika serumah dengan Alexio.
Ponsel Bara berdering, panggilan dari kantor.
"Sayang, ada masalah urgent di kantor. Aku harus segera ke sana. Kamu di rumah ya," kata Bara.
"Apa tidak sebaiknya aku ikut saja, Mas?" tanya Jesica.
"Tak usah, jam makan siang aku udah pulang. Masaklah untuk suamimu!" perintah Bara.
Jesica hanya bisa pasrah, padahal dia takut jika hanya bersama Alexio.
Setelah Bara pergi, Jesica masuk ke kamar. Dia hampir satu jam di dalam kamar. Dia ingat jika Bara meminta untuk di masakin jadi dia pergi ke dapur.
"Eh Non Jesi, mau bantu masak, Non?" tanya Mbak Liana.
Mbak Liana merupakan orang kepercayaan Alexio yang mengurus urusan rumah tangga. Dia sudah bekerja sejak lama, sejak Bara lulus SMA.
"Kak Amelia gak pernah bantuin masak ya, Bik?" tanya Jesica.
"Jarang banget, dia itu menantu kesayangan Pak Alex," jawab Bik Liana.
"Bukan hanya menantu kesayangan tapi dia...," ucapan Bik Liana terhenti karena ada Bik Murni yang bertugas memasak.
Jesica memasak bersama Bik Murni dan Bik Liana mengurus urusan lain. Rumah besar itu punya empat pembantu dan dua tukang kebun serta dua satpam.
Bik Liana meruapakan orang yang mengatur urusan rumah tangga termasuk semua kebutuhan Alexio. Bik Murni bertugas memasak sementara Bik Nina dan Bik Surti bertugas bersih-bersih.
Acara memasak hampir selesai, Bik Murni meninggalkan Jesica di dapur seorang diri.
"Emh...." Deheman itu mengagetkan Jesica.
"Papa...Papa perlu apa?" tanya Jesica gugup dan takut.
"Apa yang kamu ketahui semalam?" tanya Alexio.
"Saya tak tahu apa-apa, Pa," jawab Jesica.
"Jangan berbohong, aku tahu kamu mengintip dan mendengar semua," bantah Alexio. "Aku tahu kamu telah mengetahui hubungan dengan Amelia. Namun, aku harap kamu tak membuka mulut. Jika kamu membuka mulut maka kamu sebagai gantinya." Apa yang barusan Alexio katakan membuat Jesica semakin takut.
"Maksud papa apa?" tanya Jesica tak mengerti maksud Alexio.
"Kamu yang harus menjalin hubungan denganku," jawab Alexio.
Seketika Jesica terkejut dan menjatuhkan sendok yang sedang dia pegang. Bik Murni buru-buru ke dapur.
"Non Besi, kamu kenapa?" tanya Bik Murni.
"Ti...tidak, Bik. Aku hanya kaget karena papa tiba-tiba ada di dapur," kilah Jesica.
Bik Murni melihat ke arah Alexio lalu menunduk. Alexio meninggalkan Jesica bersama Bik Murni.
Ketakutan Jesica semakin menjadi sejak mendapat ancaman dari Alexio. Dia merasa tak tenang jika masih berada di rumah Alexio.
"Bagaimana ini? Apa tidak ada yang tahu hubungan mereka? Kenapa mereka hanya diam saja?" Jesica terus bertanya-tanya hingga tak sadar jika Bara sudah pulang sejak tadi.
"Sayang, kamu kenapa? Sepertinya kamu sedang dalam masalah?" tanya Bara.
"Tidak, sayang. Aku siapkan makan siang dulu ya," jawab Jesica sengaja mengalihkan pembicaraan.
Jesica segera ke ruang makan membantu Bik Murni menyiapkan makanan.
"Sudah siap belum makan siangnya?" tanya Alexio.
"Sebentar lagi, Pak," jawab Bik Murni.
Jesica tak berani menatap Alexio, ancaman yang Alexio lakukan membuat Jesica mati kutu.
"Sudah siap, tuan," ucap Bik Murni lalu meninggalkan Jesica dan Alexio berdua.
"Pertimbangankan semua, sebelum kamu yang akan rugi. Jika kamu sudah ikut campur maka kamu tak akan pernah lepas," kata Alexio. "Lebih baik kamu tutup mulut rapat-rapat," sambungnya.
Bara melihat Jesica tertunda dihapadan Alexio. Namun, dia tak begitu jelas dengan apa yang Alexio katakan.
"Sayang, makanan sudah siap. Kenapa tak memberirahuku?" tanya Bara.
"Maaf, sayang," ucap Jesica.
Mereka bertiga lalu makan. Saat tengah menikmati makanan, Amelia datang. Dia segera ikut serta di makan bersama.
"Papa, makan yang banyak. Usia papa tak lagi muda, makan yang banyak biar bertenaga," kata Amelia mengambilkan Alexio satu centong nasi lagi.
"Terima kasih, Amelia. Kamu sangat perhatian sekali dengan papa," puji Alexio.
Amelia menanggapi dengan senyuman. Ada hal yang tak biasa dari pandangan Amelia pada Alexio namun Bara tak memahami itu hanya Jesica yang memperhatikannya.
"Sayang, kamu contoh kak Amel. Dia sangat perhatian sekali dengan papa. Sejak mama tak ada, Kak Amel yang selalu memberikan perhatian pada papa," kata Bara.
Jesica tercengang, dia tentu tak mau mencontoh perbuatan Amel. Mereka melakukannya karena punya hubungan khusus bukan karena alasan perhatian pada mertua semata.
"Bara, biarkan Jesica yang perhatian pada mu saja. Soal papa itu jadi urusan saya. Saya yang lebih faham dengan apa yang papa butuhkan," kata Amelia.
"Sudah...sudah kita lanjut makan saja," kata Alexio menengahi.
Selesai makan siang, Alexio dan Bara mengobrol. Sementara Jesica di dalam kamar sedang bermain ponsel.
Tok tok tok
"Jes, boleh masuk?" tanya Amelia.
"Silahkan, Kak!" perintah Jesica.
Amelia membuka pintu, dia lalu duduk di kursi dekat ranjang Jesica.
"Aku sudah tahu dari papa kalau kamu semalam memergoki kami," kata Amelia. "Aku harap kamu tak akan menyingkirkan posisiku di rumah ini," kata Amelia.
"Maksud kakak apa?" tanya Jesica penasaran.
"Jangan berharap kamu bisa mengambil hati papa. Apalagi sampai berani bermain api dengan papa. Jaga mulut kamu rapat-rapat, kalau sampai hubungan kami terbongkar itu pasti kamu pelakunya," jawab Amelia.
"Maaf, Kak. Aku tak pernah ada niatan sampai ke situ. Jadi tenanglah, kamu akan tetap aman dengan posisimu itu," kata Jesica.
"Bagus...kamu ternyata sadar diri," kata Amelia.
"Kak Amel ngapain di sini?" tanya Bara yang akan masuk ke kamar namun melihat Amelia di dalam bersama Jesica.
"Oh...itu aku memastikan bahwa Jesica nyaman di rumah ini," jawab Amelia. "Bara, jaga istrimu baik-baik," ucap Amelia sehingga membuat Bara terheran.
Amelia langsung meninggalkan kamar Jesica. Bara hanya menatap heran pada Amelia yang sudah tak terlihat lagi.
"Kamu kenapa?" tanya Bara. "Apa Kak Amel mengatakan sesuatu?" tanya Bara.
"Tidak, sayang. Istirahat yuk!" ajak Jesica.
Saat Jesica dan Bara tengah asyik berciuman. Jesica melihat Alexio memperhatikan mereka dari luar jendela.
Jesica benar-benar tak nyaman dengan adanya Alexio. Sepertinya Alexio terus mengawasi Jesica agar tak buka suara.
"Sayang, kamu kenapa?" tanya Bara yang sadar Jesica bengong sejak tadi.
"Tidak kenapa-napa," jawab Jesika.
Jesika segera menurut korden agar Alexio tak melihat lagi kegiatannya dengan Bara.
Meskipun Bara memperlakukan Jesica dengan baik namun hatinya tetap tak tenang.
"Apa ada masalah?" tanya Bara. "Sejak tadi ku perhatikan kamu tak tenang, bahkan kamu sering ketakutan dan gugup," kata Bara.
"Sayang, bagaimana kalau kita pindah di apartemen kamu saja?" tanya Jesica.
"Kenapa? Apa kamu tak suka tinggal di sini bersama papa dan saudaraku?" tanya Bara.
"Bukan, aku hanya ingin kita hidup mandiri. Tidak bergantung pada papa maupun siapapun," jawab Jesica.
"Nanti aku pikirkan lagi ya. Tapi saat ini kita bel bisa pindah," kata Bara.
Kecewa, namun Jesica hanya bisa menurut dengan apa yang Bara katakan. Ternyata tak mudah keluar dari rumah Alexio ini.
***
Malam ini Bara mengirim pesan bahwa dia akan lembur. Jesica yang sudah masuk kamar langsung saja mengunci pintu dan jendela.
Tok tok tok
Jesica tak kunjung membuka pintu, dia takut jika yang datang ke kamarnya adalah sang mertua.
Tok tok tok
Jesica menunggu sampai orang tersebut memanggil namanya. Namun, orang tersebut tak kunjung memanggil namanya.
Jesica merasa lega karena tak ada suara ketukan lagi. Dia takut untuk keluar kamar pada malam hari dia menyiapkan air minum di kamarnya.
"Jes, aku kira kamu tak ada. Tadi ku ketuk pintu kamar mu gak ada jawaban," kata Amelia.
"Maaf, kak. Tadi aku ketiduran," kata Jesica berbohong. "Apa ada perlu sama saya?" tanya Jesica.
"Tidak, aku hanya mengingatkan tutup pintu kamar kamu rapat-rapat saat tak ada Bara di rumah," jawab Amelia.
"Baik, Kak," kata Jesica.
"Papa sepertinya mulai tertarik denganmu, dan aku tak mau kamu mengganti posisiku," kata Amelia.
Jesica segera ke kamarnya dan mengunci pintu kamar. Di telakkannya air minum di atas meja. Jesica segera beranjak ke atas tempat tidur.
Sayup-sayup terdengar suara ketukan. Namun tak disertai dengan panggilan. Jadi Jesica memilih diam saja dan melanjutkan tidur.
"Jes...buka pintunya!" teriakan itu membuat Jesica kaget. Bara sudah pulang, Jesica segera membuka pintu kamarnya. "Kenapa dikunci segala? Kan aku jadi harus bangunin kamu, lain kali gak usah dikunci," kata Bara.
"Kata Kak Amelia, aku harus kunci pintu kalau tidur. Apalagi kalau saat Mas Bara tidak di rumah," kata Jesica.
"Ya sudah aku mau membersihkan diri. Kamu lanjutkan saja tidurmu," kata Bara sembari masuk ke kamar mandi.
Jesica tidak tidur, dia menunggu Bara selesai mandi.
Tok tok tok
Jesica tak membuka pintu, namun perlahan pintu terbuka. Benar saja Alexio kali ini yang datang.
Jesica segera turun dari ranjang dan mendekati Alexio.
"Maaf, Pa. Apa ada perlu sama Mas Bara?" tanya Jesica.
"Bukan, tapi sama kamu," jawab Alexio.
Mata Alexio melihat Jesica dari atas sampai bawah. Jesica sadar dia hanya memakai piyama tanpa lengan yang bahannya sedikit transparan. Jesica segera menyambar kardigan yang ada di kursi untuk menutupi tubuhnya.
"Kamu cantik juga, lebih cantik dari Amelia," kata Alexio.
"Sayang...siapa?" tanya Bara sembari keluar dari kamar mandi. "Papa, ada perlu sama Bara ya?" tanya Bara ketika melihat Alexio.
"Iya, bisa kita bicara sebentar?" tanya Alexio.
"Bisa," jawab Bara lalu mengikuti Alexio. "Kamu tidur aja, jangan nunggu mas ya," kata Bara saat melewati Jesica.
Setelah Bara keluar kamar, Jesica segera menutup pintu. Dia naik ke atas ranjang.
Saat Jesica terlelap, dia merasa ada tangan yang membelai pipinya. Dia segera bangun. takutnya jika itu sang mertua.
"Sayang, maaf membuat kamu bangun," kata Bara.
"Oh iya tak apa, ayo kita tidur!" ajak Jesica.
Bara tidur dengan memeluk Jesica sangat erat sekali. Dia seperti tak mau jauh dari Jesica.
"Mas, aku enggap. Pelukannya kendorin dikit dong," protes Jesica.
"Maaf, sayang," kata Bara.
Mereka lalu tidur dengan lelap sekali.
***
Hari ini Marino pulang, di sambut hangat oleh Amelia. Jesica merasa heran karena hubungan mereka terlihat baik-baik saja.
Amelia sangat pandai menyembunyikan hubungannya dengan Alexio.
"Sayang, aku kangen," rengek Amelia.
"Sama aku juga kangen," kata Marino terlihat biasa saja dengan sikap manja Amelia.
Setelah itu mereka masuk ke dalam kamar. Bara pamit berangkat kerja, lagi-lagi Jesica merasa tak tenang.
Jesica tak melihat Alexio sejak tadi. Mungkin saja pria itu sudah ke kantor sejak pagi.
"Sendirian saja," kata Alexio membuat Jesica terkejut.
Ternyata Alexio baru saja pulang jogging. Terlihat dari pakaiannya yang memakai training ketat dan kaos ketat. Meskipun sudan tua namun Alexio tetap tampan. Hal itu yang membuat para wanita ingin bersama dirinya. Namun, tidak dengan Jesica.
"Marino sudah pulang, Amelia pasti lebih sering bersama dia," kata Alexio. "Bagaimana kalau siang ini kamu temani aku?" tanya Alexio.
"Maksudnya papa apa?" tanya Jesica.
"Kamu temani aku menemui temanku. Aku ingin mengenalkan menantuku pada mereka," jawab Alexio. "Semalam aku sudah izin dengan Bara untuk mengajak kamu keluar. Dan dia mengizinkan. Apa dia tak memberitahumu?" tanya Alexio.
Jesica hanya menggeleng pelan, Bara sama sekali tak membicarakan hal itu.
Tiba-tiba ponsel Jesica berdering, panggilan dari Bara.
"Halo, Mas," sapa Jesica semalam menekan tombol hijau di layar ponselnya.
"Halo, Jes. Papa semalam izin ke aku untuk membawa kamu bertemu teman-temannya.Kamu siap-siap saja ya," kata Bara.
"Hah...aku merasa gak enak, Mas. Lagian aku tidak terbiasa ikut acara seperti itu," tolak Jesica. "kenapa tidak Kak Amel saja yang ikut?" tanya Jesica.
"Kak Amel sudah sering, mereka ingin kenal kamu," jawab Bara. "Sudah ya, kamu ikut aja sama Papa," kata Bara. "Mas mau lanjut kerja lagi," sambung Bara lalu memutuskan panggilannya.
Tak punya pilihan lain, Jesica terpaksa ikut dengan Alexio. Jesica berjaga-jaga jika nanti terjadi sesuatu yang tak diinginkan.
Tepat pukul 10.00 Alexio membawa Jesica bertemu teman-temannya. Acaranya ternyata di sebuah hotel berbintang.
Jesica terkejut karena kebanyakan yang datang laki-laki semua. Hanya ada beberapa wanita saja yang ikut.
"Kamu kenapa? Apa kamu takut?" tanya Alexio.
"Saya tidak terbiasa ikut acara seperti ini, Pa," jawab Jesica.
"Hay Alex...ini ya istrinya Bara. Cantik sekali, lebih cantik dia dibandingkan dengan Amelia," sapa seorang pria berkaca mata.
"Tentu, Bara tak akan salah memilih istri," kata Alexio.
Mereka lalu masuk ke dalam dan ikut bergabung bersama dengan yang lain.
Teman Alex semua orang sukses, bahkan Jesica tahu salah satunya merupakan anggota dewan.
"Cantik, bagaimana rasanya tidur dengan Alex?" tanya seorang pria berjas navy.
Jesica hanya diam saja, tak ingin memberikan sepatah kata untuk jawaban.
"Apa kamu juga bisa di pakai seperti Amelia?" tanyanya lagi.
"Maaf, maksud anda apa ya?" tanya Jesica penasaran.
"Amelia biasa menemani kami. Dia sangat lihai sekali makanya Alex merekomendasikan dia. Apa kamu juga sama seperti dia?" tanya dia lagi.
Jesica tak menyangka, jika ini merupakan pertemuan untuk prostitusi. Dia tak mau terlibat lebih jauh.
"Maaf, saya tak bisa seperti dia," jawab Jesica.
"Bro, jangan buat menantuku takut," kata Alex yang mendekati temannya. "Jangan percaya dengan dia," kata Alex pada Jesica.
Tiba-tiba seorang wanita memeluk Alex dengan sangat erat.
"Apa mau ditemani?" tanya wanita itu.
Jesica dibuat melongo, dia ingin sekali keluar dari tempat ini. Terlihat Alex melirik Jesica.
"Tidak, aku sudah punya dia," jawab Alex sambil menunjuk Jesica.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!