NovelToon NovelToon

HANINGTYAS (Dia Bukan Benalu)

Part 1 : Sepenggal Cerita di Masalalu

"AKU MENDING PISAH SAMA KAMU DARIPADA HARUS IKUT KESITU"

Kalimat yang selalu terngiang-ngiang di dalam benak pria yang bernama Adnan itu. Jika mengingatnya, masih terasa tak percaya bahwa perpisahan itu nyata adanya.

"Istriku, tidak ada kalimat lain kah selain itu?" bathin Adnan merenung saat mengingat kalimatnya.

Saat ini Adnan selalu berusaha menuruti semua apa yang dia kehendaki dengan syarat ia tidak melarangnya untuk berkomunikasi dengan putri semata wayang mereka.

Sama halnya dengan orang lain, Adnan juga tidak menginginkan perpisahan ini. Adnan ingin hidup bahagia dan menyaksikan secara bersama-sama perkembangan buah hati mereka secara langsung. Namun, semua sudah terjadi, nasi sudah menjadi bubur, penyesalan seperti apapun akan terasa percuma. Adnan harus menerima kenyataan bahwa ia harus menyandang status duda di usianya yang masih sangat muda.

Ini semua Adnan anggap menjadi teguran untuk hidupnya yang selama ini penuh dengan ketidakbaikan. Inilah resiko yang Adnan terima dari pernikahan yang sejak awal tidak mendapat restu dari kedua orang tua, maupun keluarga besarnya.

Bukan hanya karena sebuah kalimat terus perpisahan ini terjadi, istrinya merupakan anak bungsu yang sangat di manjakan oleh ibunya.

Tak pernah sekalipun ia mendapat teguran atau amarah kecil dari ibunya saat berbuat kesalahan.

Saat mereka masih hidup bersama, Adnan menginginkan mereka hidup mandiri dengan mengontrak untuk sementara, namun, istri dan mertua menolak keras. Mereka tidak ingin tinggal secara terpisah.

Percekcokan dalam rumah tangga semakin sering terjadi tatkala saat itu kemauan istrinya banyak yang belum terpenuhi. Bukan maksud Adnan tidak mau mewujudkan, tetapi Adnan hanya belum mampu dan meminta sang istri untuk lebih bersabar, mengingat pendapatannya kala itu yang masih pas pasan sebagai karyawan bengkel.

Banyak hal yang tak terduga setelah pernikahan terjadi, salah satunya penolakan dari sang istri untuk tinggal terpisah dari kedua orangtuanya., Selama berpacaran, Adnan mengenalinya sebagai sosok gadis yang santun nan bijak.

Tapi, Adnan sebagai suami selalu berusaha, Adnan harus menerima segala hal yang tidak pernah ia sangka dari istrinya

Inilah komitmen Adnan. Ia akan berjuang sampai restu dari orang tuanya ia dapatkan suatu hari nanti.

Hari demi hari, bulan demi bulan

Faktor ekonomi yang menjadi penyebab utama percekcokan sering terjadi, Adnan sebagai manusia biasa ketika pulang dari bekerja mendapat sambutan omelan tentu membuat hati panas. Adnan mencoba bersabar mengingat istrinya yang tengah mengandung dan mereka masih satu atap dengan orang tua.

Tapi, di suatu hari..

Amarah Adnan benar-benar sudah tak terbendung, Adnan spontan mengatakan akan merantau saja agar mendapatkan uang yang banyak, namun, ia justru merespon dengan prasangka yang negatif.

Sang istri malah menuduh Adnan akan mencari wanita lain jika memaksa untuk pergi merantau dan macam-macam prasangka negatif lainnya.

Adnan semakin terpancing emosi dan akhirnya sang istri mengadu kepada ibunya.

Bukan kali pertama ia mengadu, dalam hal apapun ia adukan kepada ibunya dan yang Adnan sayangkan kenapa mertuanya tidak memberi jalan tengah, tetapi malah semakin menyudutkan dirinya.

Jika ditanya soal harga diri, Adnan sudah bagaikan manusia tak punya malu yang masih tetap berada disini. Tapi, rasa cintanya pada sang istri yang tengah mengandung itu tentu tak mudah untuk membuatnya pergi begitu saja.

Sebuah kalimat pedas pernah terucap dari mulut ibu mertuanya, "Jadi suami nggak bisa tanggung jawab"

DEG

Semua telah berlalu, akhirnya istrinya melahirkan putri pertama mereka dengan proses persalinan normal. Adnan tidak bisa mendampinginya, ia hanya menunggu di depan ruangan bersalin karena Adnan sangat tidak bisa melihat darah.

Kepalanya selalu merasa pusing dan perut langsung mual-mual saat melihat darah bercucuran. Rasa itu benar-benar tidak bisa ditahan.

Setelah hadirnya putri kecil di kehidupan mereka, tentu kebutuhan semakin bertambah.

Percekcokan terus semakin sering terjadi, akhirnya wanita itu melontarkan sebuah kalimat pisah, di tambah dukungan dari ibunya.

Awalnya Adnan memohon kepadanya untuk menarik kata-kata itu, tapi, ia berulang kali mengucapkan hal demikian yang akhirnya membuat Adnan mengalah. Ia berharap bisa memberikan waktu pada sang istri untuk menenangkan diri, begitu juga sebaliknya. Kini, ia akan mengupayakan melalui jalan lain.

Akhirnya Adnan benar-benar keluar dari rumah tersebut, ia berharap setelah kepergiannya itu, sang istri merenungkan semuanya dengan hatinya dia yang paling dalam tanpa ikut campur dari ibunya.

Setelah keluar dari rumah tersebut, Adnan memutuskan untuk pulang ke rumah orang tuanya. Mereka menyambut Adnan dengan sangat hangat tanpa amarah seperti yang ia khawatirkan selama di perjalanan.

Adnan memohon maaf dan bersimpu di hadapan mereka, ia menceritakan semuanya tanpa ada yang tertinggal. Bunda menatapnya haru, beda dengan ayah yang masih memasang ekspresi tegas. Gambaran dari kebanyakan pria, selalu menyembunyikan kesedihannya di depan anak-anaknya.

"Nan, Ayah dan bunda sudah merestui pernikahan kalian, asalkan istri dan anakmu di bawa kesini." ucap ayah menepuk pundak putranya.

Adnan langsung mendongakkan kepala, seakan tak percaya dengan kalimat yang di lontarkan oleh ayahnya.

"Serius Yah?" tanya Adnan memastikan.

"Iya, Ayah tidak ingin cucu Ayah tumbuh tanpa di dampingi orang tua yang lengkap. Ayah juga tidak ingin mengatur kebahagiaan kamu, karena yang menjalani kehidupan itu bukan Ayah." jawab pria berjenggot itu.

Adnan tersenyum bahagia. Ia berharap sang istri bisa menerimanya kembali dan mereka hidup bahagia disini, di kampung halamannya.

##

Saat malam tiba, Adnan mencoba menghubungi nomor istrinya, ia berharap sang istri belum tidur karena Adnan sudah tidak sabar menyampaikan kalimat yang di ucapkan ayahnya tadi.

Meskipun masih ada ego diantara mereka, wanita itu tetap menerima telepon dari Adnan.

Setelah melepas rindu dengan anaknya yang baru berusia beberapa bulan tersebut, Adnan berbicara dengan istrinya dan menyampaikan apa yang ingin di sampaikan oleh kedua orangtuanya tadi.

Adnan berharap ia menyambut bahagia ucapannya.

Nyatanya...

"AKU MENDING PISAH SAMA KAMU DARIPADA HARUS IKUT KESITU"

Berkali-kali Adnan meyakinkan, mempertanyakan dia dalam kondisi sadar atau tidak, dia tetap menjawab secara sadar memilih pisah dan hidup masing-masing.

Rasanya dunia pria itu runtuh, Adnan sampaikan kepada ayah dan bundanya. Mereka menguatkan dan meminta maaf atas keterlambatan ini.

Setelah itu, Adnan diminta oleh kedua orangtuanya untuk membantu kegiatan mengajar anak-anak mengaji jika sore hari. Sedangkan saat pagi Adnan membantu di toko ayahnya yang cukup besar dan sudah memiliki banyak pelanggan itu.

Bagaimana pun juga, Adnan harus tetap mendapatkan penghasilan untuk mengirimkan kepada istri dan anaknya di sana.

Hingga pada akhirnya, setelah sebulan lebih di rumah, Adnan mendapat tawaran pekerjaan di luar daerah. Kesempatan yang langsung Adnan ambil. Tidak perlu menunggu lama, Adnan berangkat ke lokasi tujuan tanpa memberitahukan kepada istrinya kalau ia merantau.

Adnan bertekat akan berjuang memperbaiki keadaannya, untuk masa depan anaknya kelak.

##

Sudah 1,5 tahun Adnan pergi merantau, selama itu juga ternyata istrinya sudah meresmikan perpisahan itu.

Ya sudah, keputusan ini Adnan terima dengan berusaha ikhlas, yang terpenting ia tidak menjauhkannya dari Maharani, putri kecil mereka.

Bahkan, Adnan mendengar kabar bahwa mantan istrinya sudah memiliki kekasih.

Sebagai manusia normal, Adnan juga pernah mengalami yang namanya rasa ketertarikan ketika melihat perempuan cantik, anggun, atau seksi. Tapi, semua hanya sebatas perkenalan dan pertemanan biasa, atau hanya sekedar kagum. Adnan tidak mau hal bodohnya di masa lalu terulang kembali. Menjalani hubungan terlalu jauh hingga terjerumus dalam dosa yang tidak ringan.

Adnan bekerja sebagai supir pribadi di keluarga bapak Aji, seorang pengusaha sukses dengan 3 orang anak dan istrinya yang cantik. Baginya tidak masalah, apapun kerjaan itu, yang penting halal dan menghasilkan. Apalagi pak Aji menggajinya tidak sedikit, pria itu juga tidak jarang memberikannya bonus.

Jika malam hari, Adnan disini nyambi kuliah, ia ingin hidup lebih baik lagi mumpung umurnya masih muda. Karena kesempatan itu selalu ada untuk mereka.

Part 2 : Sedikit Cemburu

Beberapa tahun kemudian

Melalui ketekunannya, Adnan berhasil lulus dari bangku kuliah. Setelah itu pun, pak Aji meminta Adnan untuk menjadi manager umum dan beliau berjanji akan menaikkan gaji.

Kesempatan emas tentunya, Adnan langsung mengiyakan tawaran dari pak Aji. Adnan merupakan pemilik karakter yang mudah akrab, sehingga sedikit banyak Adnan sudah mengetahui sistem bekerja disini karena ia sering bergabung dengan para pekerja lainnya.

Jabatannya memang manager, tapi, Adnan tetap merangkap sebagai supir yang mengantar jemput anak-anak bos karena putri bungsu pak Aji sangat manja kepadanya dan tidak mau di antar jemput orang lain.

Jika mau di jemput oleh orang lain pun itu karena Adnan tengah sibuk dan harus menggunakan rayuan yang sangat panjang. Terkadang Adnan juga terpaksa akan mengabari pak Aji dan beliau atau istrinya yang melakukan antar jemput sendiri. Jika sama-sama sibuk, karyawan lain yang diminta untuk menjemput anak-anaknya, karena mereka tidak memperkerjakan supir untuk keluarga.

##

Kantor

Suasana ramai seperti biasanya, bekerja diselingi dengan suara candaan. Apalagi ketika pemilik perusahaan tidak ada di kantor.

"Bakal ada anak baru nih!" seru salah 1 karyawati di ruangan tersebut.

"Dari mana?" tanya yang lain antusias.

Yang lain pun ikut saling bertanya karena penasaran.

"Sama kayak Adnan tuh asalnya kata si Bos." jawab Ayu melirik pada Adnan sekilas.

"Wiihh, siapa Mbak namanya?" tanya Adnan yang ikut antusias dan ia belum mendengar informasi apapun mengenai karyawan baru.

"Ada 5 orang sih ini yang mau datang, tapi, kayaknya yang 1 cuma ngantar soalnya sering kesini dan 4 orang karyawan baru." jawab Ayu menjelaskan.

"Sebutin semua nama-namanya, Mbaaakk." protes Adnan gregetan.

"Sabar kali Bosss!" jawab Ayu kesal.

Sudah hal biasa bagi mereka untuk adu mulut setiap hari, bagaikan kucing dan tikus yang sulit untuk akur.

"Rahman, Rian Saputra, Amelinda, Rehan Faizal, sama Haningtyas." sebut Ayu.

"Kenal nggak?" tanya Ayu menatap Adnan yang masih nampak berfikir.

"Pak Rahman, Linda, sama Reee-han kayaknya kenal deh, kalau siapa tadi? Rian sama Haningtyas ya? nggak kenal deh, mungkin beda daerah.'' jawab Adnan.

''Yaahhh, mana ku tau juga.'' jawab Ayu mengangkat kedua bahunya.

''Kok pada repot, kalau orang-orang itu sudah pada sampai sini 'kan bisa kenalan satu-satu! di kekepin dah itu semuanya biar paham.'' sahut salah satu karyawan di ruangan itu yang sedari tadi terdiam karena dipusingkan oleh komputernya yang tiba-tiba mati disaat sedang fokus mengetik data, dan belum sempat menekan control S.

Adnan dan Ayu pun langsung berhenti bersitegang, termasuk yang lain pun ikut terdiam dan saling melempar kode untuk bubar barisan.

Mereka kembali mengerjakan tugas yang belum selesai, mengerjakan pekerjaan yang sempat tertunda karena kebanyakan becanda.

Zrrtt zrrtt

Adnan langsung menatap layar hpnya yang berdering, tertera nama "MY BIG BOSS" tengah menghubunginya. Sudah pasti ada perintah atau informasi.

"Iya hallo, Pak." jawab Adnan.

"Iya, Nan, Besok siang ke Bandara jemput ada karyawan baru." suruh pak Aji.

"Siap Pak, siap." jawab Adnan.

Pak Aji langsung menutup sambungan teleponnya setelah mendapat jawaban dari Adnan.

Besok adalah hari Minggu, maka dari itu Adnan tidak ragu untuk mengiyakan perintah dari pak Aji karena bebas antar jemput anak-anaknya.

...

"Om Adnaaann!!" panggil si cantik Agatha, putri bungsu dari pak Aji.

"Iya, sayang." jawab Adnan langsung menggendong tubuh mungil Tata, sapaan Agatha.

Malam Minggu, Adnan mendapat tugas mengantar si bungsu ke playground, karena kedua orang tuanya sedang berada di luar kota untuk perjalanan dinas pak Aji, sementara istrinya senantiasa mendampingi sang suami.

Tata bermain dengan di dampingi mbak Sela, baby sitter dari Tata. Setelah melirik jam di pergelangan tangannya, Adnan beralasan tidak betah dengan suasana dan pura-pura bersin terus karena Tata tidak mau di tinggal, padahal Adnan ingin menelepon putrinya, hal rutin yang ia lakukan setiap malam. Akhirnya Tata percaya karena melihat permainan yang banyak membuat dia tidak fokus kepada Adnan lagi.

Adnan berjalan ke arah parkiran mobil sambil melakukan panggilan telepon. Deringan pertama, kedua tidak mendapat jawaban, Adnan terus mencoba menghubungi, dan akhirnya deringan ketiga tidak lama muncul menitan di layar hpnya.

"Assalamu'alaikum....." ucap Adnan.

Terdengar ibu dari anaknya itu menyuruh Rani untuk berbicara karena terdengar seperti suara lari dan memaksa, mungkin putrinya sedang asik bermain jadi tidak ingin di ganggu.

"Neng, Neng...." panggil Adnan pada mantan istrinya.

Adnan sudah mencoba membuka lembaran baru, ia sudah siap bangkit, mungkin sudah takdirnya dan mantan istri harus seperti ini. Adnan merasa keadaan ini lebih baik karena setidaknya sudah tidak pernah terjadi percekcokan lagi. Mereka pun sudah mulai menurunkan ego demi menjaga mental anaknya.

"Iya." jawab Tania, mantan istri Adnan

"Rani lagi mainan ya?" tanya Adnan.

"Iya, dia lagi mainan sama kakaknya (anak dari kakaknya Tania)." jawab Tania.

"Oh, Iqbal disitu? dari kapan, Neng?" tanya Adnan lagi.

"Dari kemarin, iya kemarin." jawabnya terdengar gagap, tapi, Adnan mencoba santai.

"Ini, Rani-nya lagi nggak mau ngomong." ucapnya.

"Oh, ya sudah nggak papa kalau gitu, gimana sehari ini? Rani ngapain aja?" tanya Adnan lagi.

"Ya, seperti biasa, nggak ada masalah kok, aman. Oh ya, uangnya sudah tak ambil kemarin, terima kasih." jawabnya.

"Alhamdulillah, semoga menjadi berkah untuk kamu dan Rani ya." balas Adnan.

"Iya." jawab Tania yang suaranya terdengar jauh.

Terdengar suara wanita itu menjawab ucapan salam, ntah siapa yang datang. Adnan mencoba mempertajam pendengaran supaya bisa mendengar dengan seksama sambungan telepon tersebut.

Kalau tidak salah, Adnan mendengar, "Bentar Mas, ayahnya Rani masih telepon."

Suara itu terdengar sedikit berbisik atau ponselnya yang sengaja dijauhkan. Kalau saudara yang datang, biasanya tidak pernah seperti itu.

Sakit?? iya sedikit cemburu,hehehehe

Tapi, Adnan harus menyadari dan mengerti semuanya. Tak ada hak campur tangannya untuk kelanjutan hidup wanita itu, kecuali tentang tumbuh kembang anak mereka.

Terkadang Adnan juga ingin memiliki sosok pendamping, tapi, selama ini belum ada yang benar-benar membuat hatinya memantapkan hati pada seseorang.

"Neng, ya sudah kalau Rani masih main, kalau dia mau telpon, langsung telpon aja ya." ucap Adnan.

"Oh, iya iya, nanti di sampaikan." jawab Tania.

"Salam juga buat Bapak sama Ibu." balas Adnan.

"Iya."

"Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam."

Adnan langsung memutuskan sambungan teleponnya lebih dulu dan kembali masuk ke tempat Tata sedang bermain.

Tata masih asik bermain di istana balon, Adnan tersenyum melihat pemandangan itu dari kejauhan. Saat bersama Tata, Adnan selalu merasa jiwa anaknya ada di Tata, setidaknya hari-harinya bersama Tata bisa mengobati rasa rindu kepada putrinya, Maharani.

Part 3 : Pernah Muda

Adnan langsung memarkirkan mobil di garasi belakang, jam 21.00 WIB ia sampai di markas para karyawan yang di sediakan oleh pak Aji, biasa di sebut mess.

"Tidak ada panggilan lagi." gumam Adnan melihat layar hpnya tanpa notifikasi panggilan masuk dari nomor anaknya.

"Mungkin Rani abis mainan terus capek jadi tidur cepet." batin Adnan mencoba berfikir positif.

Adnan langsung bergabung dengan anak-anak lain yang tengah bersantai menikmati malam Minggu. Para laki-laki yang tengah berkumpul saling beradu asap rokok, di hadapannya ada kopi dan juga berbagai macam cemilan.

"Abis apel tempat siapa pak duda?" canda seorang teman yang senior disana.

"Ngapelin anaknya bigboss, haha." jawab Adnan dengan candaan juga.

"Lanjutkan anak muda....." ujar Dika mengacungkan jembolnya.

"Tepatnya pernah muda Bro....." sahut Adnan.

Tumben sekali malam ini tidak ada yang keluar, mereka menghabiskan dengan berkumpul di teras dan membeli makanan ringan sampai larut malam, ada yang hanya sekedar berbincang-bincang, ada yang bermain game online.

##

Pagi hari seperti biasa jika terdapat tanggal merah, meskipun matahari sudah mulai terbit, para penghuni belum ada yang keluar kamar kecuali para wanita yang berstatus istri. Jendela dan pintu masih tertutup rapat, lampu di teras-teras masih menyala, tanda bahwa penghuninya belum ada yang membuka mata.

''WOY WOY!!!!!'' teriak teman sekamar Adnan yang secara tiba-tiba, teriakannya langsung membuat Adnan ikut terbangun karena kaget.

''Kenapa Bro?'' tanya Adnan bingung dan langsung mematikan suara di hpnya yang berbunyi.

''Ada kunti, dimana kuntinya?'' tanya Bagas bergerak layaknya pemburu hantu.

Adnan menepuk keningnya sendiri.

''Haddeeehhhh, ini alarm yang bunyi, kuntinya yang ori masih cuti lahiran.'' ujar Adnan sembarang.

''Sialan lu Bro, bikin gue kaget.'' ucap Bagas kesal dan langsung memilih untuk beranjak bangun.

Jam di dinding menunjukkan pukul 08.10 WIB, Adnan juga bergegas mencuci muka dan melakukan rutinitas di pagi hari di toilet. Menjadi penunggu ruangan itu sembari bertapa dan menghabiskan satu batang rokoknya.

''Waktunya nyuci mobil dulu, biar mening di bawa jemput para tamu.'' gumam Adnan setelah beberapa menit dari toilet.

Tidak sampai 30 menit, mobil sudah bersih dan siap untuk di pakai nanti.

''Masak apa nih kita?'' tanya yang lain.

Mereka sering melakukan masak bersama-sama jika banyak yang libur, beda halnya jika semua sibuk beraktivitas, maka banyak yang memilih untuk mencari warung makan langganan masing-masing.

''Apa aja deh, tapi, aku nanti jam 11 jemput tamu, Bang.'' jawab Adnan.

''Jam berapa sih sekarang?'' tanya lainnya.

''Masih jam 9 Bro.'' sahut Bagas.

''Ohhhh, hiya hiya, kuy lah masak dulu kita.'' jawab Adnan.

Ntah apa yang akan di masak para laki-laki ini, bagi mereka yang penting masak bersama-sama dan hasilnya enak plus mengenyangkan.

Adnan dan Bagas pergi berbelanja sayuran dan para bumbu untuk di masak, setelah semua selesai dan kembali, semua berbagi tugas, ada yang membuat bumbu, ada yang iris-iris sayurannya.

Tidak sampai 60 menit menu makanan sudah tersaji.

Namanya juga beda kepala beda isinya, beda pula cara berfikirnya. Ada yang secara sadar setelah makan langsung di cuci piringnya mengingat memakai secara bersama-sama, ada juga yang dengan cueknya cuma menumpuk piring kotor atau gelas kopi di tempat cucian piring. Kalau tidak saling mengalah, mungkin bisa menjadi sebuah masalah.

##

Adnan langsung buru-buru ke kamar mandi setelah melihat jam di dinding menunjukkan pukul 10.40 WIB.

Ia baru saja selesai menghubungi putrinya, sampai tidak menyadari waktu terus berjalan. Rani memiliki banyak cerita tentang tadi malam, keseruannya bermain bersama sepupunya membuat gadis kecil itu lelah dan tidur lebih cepat, sehingga tidak menghubungi balik ayahnya.

''Jalan dulu Bro.'' ucap Adnan kepada Bagas yang masih fokus dengan game onlinenya di depan pintu kamar.

''Yooo.'' jawab Bagas tanpa memandang Adnan karena matanya masih fokus dengan layar hpnya.

Sebenarnya masih banyak waktunya, karena info dari pak Aji para tamu akan landing sekitar jam 11.45 WIB. Tapi, Adnan tidak ingin terlambat, sebelumnya ia juga ingin mampir ke minimarket terlebih dahulu berbelanja keperluan dia yang sudah mulai menipis.

Adnan memarkirkan mobil di halaman minimarket yang satu arah dengan Bandara.

Ia membeli shampo, odol, tisu, sabun, hal wajibnya yaitu rokok, dan lainnya.

(Hmmmm, padahal Author nggak suka asap rokok😤)

''Oke beres.'' gumam Adnan melihat kreseknya lumayan besar.

Ia melajukan mobil dengan kecepatan sedang agar tidak terlalu lama menunggu di dalam Bandara.

Begitu tiba di area Bandara, ia langsung memarkirkan mobil dengan rapi.

Menunggu ada yang menghubungi, Adnan tetap berada di dalam mobil.

Adnan memutar musik di hpnya dan mendengarkan dengan memasang headset di telinganya. Matanya terpejam sembari menghayati lirik sebuah lagu yang ia dengarkan.

''Apakah aku masih akan diberikan jodoh lagi? jodoh yang benar-benar tidak hanya menerimaku, tapi juga menerima anakku?'' batin Adnan.

Adnan kembali tersenyum membayangkan suatu hal yang ntah kepastiannya akan seperti apa.

Di tengah lamunannya, tiba-tiba musik Adnan berganti nada panggilan masuk, dengan segera Adnan membuka mata dan melihat siapa yang menghubunginya, tercantum nama Pakde Rahman.

''Assalamu'alaikum, Pakde.'' ucap Adnan.

''Wa'alaikumsalam, Pakde sudah turun, Nan.'' ucapnya.

''Ohh, iya iya Pakde tunggu sebentar ya, saya juga sudah di parkiran ini.'' jawab Adnan langsung kembali menghidupkan mesin mobil.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!