..."Jika DIA yang menciptakan luka...maka pasti akan ada DIA yang lain yang akan menyembuhkan luka."...
...🍀🍀🍀...
Seorang pria terlihat berdiri mematung sambil melayangkan tatapan tajamnya pada pasangan pengantin baru yang kini duduk di pelaminan. Dia adalah Sadam Alvin Moreno, seorang pria tampan dengan kulit putih bersih dan tubuh tinggi. Dan wanita yang menjadi pengantin disana adalah pacarnya, Evita.
Evita adalah sahabat kecil Sadam, dia adalah matahari yang menyinari hidup Sadam dan memberinya kasih sayang. Ketika kedua orang tuanya tak bisa memberikannya kasih sayang sebagaimana mestinya. Sadam adalah korban perceraian, dia tinggal bersama neneknya dan tahu sendirilah. Kalau kasih sayang nenek, berbeda dengan kasih sayang orang tua sendiri. Sekarang Evita sudah memiliki tambatan hati yang baru, bahkan sebelum hubungan pacarannya dan Sadam benar-benar putus. Tiba-tiba saja Evita menikah dengan orang lain, bahkan si pengantin prianya adalah sepupu Sadam sendiri.
"Kenapa Lo maksain datang sih bro?" tanya seorang pria seraya menepuk bahu Sadam. Dia prihatin melihat raut wajah Sadam saat ini, pasti hatinya sakit melihat wanita yang ia cintai menikah dengan orang lain.
"Lo nggak usah kayak gitu juga, Ga. Gue nggak apa-apa kok," sahut Sadam pada temannya Arga, dengan senyuman tipis dan datarnya. Walaupun terlihat kalem diluar tapi percayalah, hati Sadam tidak sekuat itu.
Bayangan masa lalu, masa indahnya bersama Evita kembali terlintas saat melihat Evita tersenyum di pelaminan bersama suaminya. Hati Sadam terenyuh, seperti ditusuk-tusuk benda tajam.
"Sadam, aku janji...kita akan selalu sama-sama kamu selamanya. Kalau perlu sampai kita nikah dan punya anak,"
"Kamu udah janji, jadi kamu nggak boleh ingkar. Kamu harus sama-sama aku, selamanya!"
Sadam berdecih, ia tersenyum menyeringai saat mengingat kata-kata Evita padanya. Kata-kata dari gadis itu yang berjanji akan bersama Sadam selamanya. Nyatanya semua itu hanya manis di mulut saja.
"Udah yuk! Mending kita ke pelaminan mereka," cetus Sadam pada kedua temannya, Agra dan Genan.
"Dam, Lo nggak akan macam-macam kan?" tanya Genan khawatir, kalau-kalau temannya itu berbuat hal nekad dihari pernikahan kekasihnya.
Sudur bibir Sadam terangkat satu ke atas, memperlihatkan betapa dinginnya pria itu sekarang.
"Gue nggak akan macam-macam, kalian tenang aja. Gue cuma mau kasih dia ucapan selamat sama sepupu gue!" seru Sadam, kemudian dia melangkahkan kakinya menuju ke pelaminan. Dimana Evita dan Devan berada, Devan adalah sepupu Sadam.
Kedua teman Sadam, Genan dan Arga mengekori Sadam dari belakang. Mereka waspada, takut jika Sadam berbuat nekad. Kini mereka bertiga sudah di pelaminan, dimana ada beberapa tamu lain yang juga antri untuk memberikan ucapan selamat pada pasangan pengantin itu.
Saat Sadam berdiri tepat didepan Devan, kedua mata Evita terbelalak. Gadis itu pun membalikkan wajahnya ke arah lain. Sadar, bahwa tatapan mata Sadam melayang tajam padanya. Namun sedetik kemudian, Sadam terlihat baik-baik saja.
"Selamat buat pernikahan Lo, brother!" Sadam tersenyum seakan tak ada masalah apapun, kemudian dia pun memeluk Devan.
"Thanks udah datang bro, gue pikir Lo nggak akan datang ke nikahan gue." Devan tersenyum polos, dia senang sepupunya hadir di pernikahannya.
"Dan...kakak ipar, selamat ya. Lo udah berhasil membuat kakak sepupu gue kepincut sama Lo. Kak Devan itu orangnya lembut, jangan sampai lo ngecewain dia!" tegas Sadam pada Evita. Dan membuat gadis itu tercengang, wajahnya langsung pucat pasi.
"Dan..." Sadam mendekati Evita, lalu berbisik pada gadis itu. "Kita putus."
Setelah selesai mengucapkan selamat, Sadam pun turun dari pelaminan bersama kedua temannya juga. Arga dan Genan memuji sikap lapang dada Sadam, pria itu tidak mengamuk di pesta pernikahan sepupunya.
"Ngapain gue ngamuk-ngamuk disana? Nggak ada gunanya!" ketus Sadam pada kedua temannya itu.
"Ya kita takut Lo kayak gitu, tapi syukurlah alhamdulilah...enggak bro." Kata Genan lega, ia tulus mengkhawatirkan kondisi Sadam.
Sadam terlihat dingin, lalu ia pun pergi dari cafe tersebut dan meninggalkan kedua temannya begitu saja.
Sejak saat itu Sadam meninggalkan kedua sahabat baiknya dan kembali menjadi anggota geng dan diangkat menjadi ketua geng yang bernama Black Phantom.
Patah hati dan luka telah membuat Sadam memilih jalan kebebasan. Dia meninggalkan kampus, pekerjaannya, bahkan hidupnya tak lagi sama sejak Evita menikah dengan Devan. Masuk ke dalam geng motor kriminal adalah satu satu bentuk pelampiasannya. Tidak ada yang memperhatikannya, kecuali kedua temannya.
Hingga pada suatu hari, Sadam dan teman-temannya satu gengnya terlibat perseteruan dengan geng Thanos. Geng motor kriminal lainnya. Suatu malam, Sadam sedang mengendarai motornya. Ia baru saja pulang dari bertemu kedua temannya. Didalam perjalanan pulang, Sadam teringat dengan ucapan Arga dan Genan sebelumnya.
"Dam, please jangan siksa diri Lo kayak gini. Ikutan geng kayak gitu bahaya Dam, Lo tau sendiri kan...dulu Lo jadi sasaran geng lain sampe Lo masuk rumah sakit?" cecar Genan pada sahabatnya itu, sebab dia cemas pada Sadam.
"Kalau Lo kayak gini karena seorang cewek, Lo adalah orang paling bego Dam," cetus Arga pada temannya.
"Kita yakin pasti Lo bakal dapetin cewek yang jauh lebih baik dari si Vita! Tapi Lo jangan kayak gini, gue gak mau Lo mati Dan. Gue gak mau! Karena lo udah jadi sasaran geng Thanos sekarang!" seru Genan yang kembali mengingatkan Sadam tentang geng motor. Betapa bahayanya Sadam saat ini.
"Kalau kalian peduli sama gue dan masih nganggap gue teman. Mending kalian diem deh, jangan banyak bacot!"
Sadam tetap keras kepala, dia bahkan tidak peduli nasehat kedua temannya. Dia merasa kedua temannya tidak mengerti perasaannya, bagaimana ditinggalkan oleh orang-orang yang disayangi. Papa, mama dan sekarang Evita.
Brum!
Brum!
Suara deru mesin motor terdengar kencang mengarah pada Sadam yang sedang menyetir motor sportnya. Sadam melihat dari balik kaca spion, terlihat ada lebih dari 5 motor yang mengikutinya. Mereka memakai jaket merah-merah dan ada motif naga di jaket mereka.
"Shitt! Geng Thanos benar-benar nargetin gue?" decak Sadam sambil melajukan motornya semakin kencang. Bukannya dia tidak berani menghadapi mereka. Hanya saja dia sedang ditunggu oleh neneknya di rumah. Neneknya sedang sakit.
"Woy pengecut Lo! Maju sini, Lo!" ujar salah seorang anggota geng Thanos itu kepada Sadam.
Akhirnya mereka berhasil menghadang jalan Sadam, saat salah seorang diantara mereka melemparkan batu kepada tubuh Sadam. Ternyata mereka bukan hanya 5 orang, tapi 15 orang.
"Gue lagi nggak ada waktu sama kalian, kita bisa selesaikan nanti kan?" kata Sadam tanpa rasa takut kepada 15 orang berwajah garang itu.
"Haha...apa Lo takut?" tanya salah seorang pria itu sambil tertawa. Mereka mengejek Sadam karena mereka pikir Sadam takut.
"Gue lagi buru-buru..." decak Sadam kesal.
Kemudian salah seorang dari mereka memukul wajah Sadam dan menyulut emosinya. Hingga Sadam pun membalas pukulan mereka. Dan terjadilah pertarungan sengit antara Sadam melawan 15 orang geng Thanos.
Jelas, Sadam kalah jumlah dan kalah kekuatan. Dia tersudutkan oleh kelicikan mereka yang main keroyokan. "Pengecut! Beraninya main keroyokan, ciih!" Sadam mengeluarkan ludah darah dari bibirnya. Wajahnya penuh luka dan lebam-lebam karena ulah 15 pria itu.
BUGH!
Tiba-tiba saja sebuah pukulan dari tingkat besi melayang di kepala Sadam, hingga membuat Sadam jatuh tak sadarkan diri dengan kepala berlumuran darah.
"Buang dia ke sungai! Biarin dia jadi santapan buaya atau ikan-ikan disana!" ujar seorang pria dengan bengisnya kepada anak-anak buahnya itu.
"Baik bos!"
Dengan teganya mereka mengambil motor milik Sadam dan membuang Sadam ke sungai. Mereka pikir Sadam sudah mati.
"Haha...mulai sekarang geng Thanos yang akan berkuasa! Bukan geng Black Phantom!" 15 pria itu tertawa-tawa bahagia melihat Sadam hanyut di sungai. Sadam si ketua black Phantom sudah mati!
****
Keesokan harinya, pagi itu seorang gadis membawa keranjang cucian berisik pakaian kotor. Dia memakai hijab berwarna merah muda, kulitnya putih bersih dan dia cantik natural tanpa polesan make up. Hanya saja penampilannya sederhana.
"Dingin banget pagi ini, duh..." gumam gadis itu sambil melihat air sungai yang deras. Dan merasakan dinginnya suhu pagi hari. Wajar saja ,ini daerah Situ Patenggang. Daerah yang terkenal dengan suhu udara dingin di Jawa Barat.
Gadis itu berjalan mendekati bebatuan yang ada di sungai dan akan mulai mencuci baju. Dengan hati-hati ia berjalan karena takut jatuh. Namun, tiba-tiba saja atensinya tercuri pada sesuatu yang hanyut melewatinya.
"Astagfirullahaladzim! Itu kayak orang!" pekik gadis itu, lalu ia berlari mengejar sesuatu yang ia pikir manusia. Sesuatu yang hanyut itu.
...****...
Arus sungai kala itu cukup deras hingga membuat Aisha kesulitan untuk mengejar seseorang yang hanyut di sungai. Aisha bahkan meninggalkan keranjang juga pakaian cuciannya, demi menolong orang yang bahkan tidak dikenalnya.
Seorang ibu-ibu yang akan mencuci baju, melihat Aisha berlari terbirit-birit seperti mengejar sesuatu. "Neng Aisha! Neng mau kemana neng? Bahaya neng! Jangan lari-lari begitu, nanti neng jatuh!" teriak si ibu itu pada Aisha yang masih terus berlari mengejar sesuatu yang mirip orang itu.
Aisha sempat terjatuh sebelum dia berhasil menggapai seorang pria yang tidak sadarkan diri di sungai itu. Dengan sekuat tenaga, Aisha menarik tubuh pria yang bisa bisa jatuh ke air terjun bila ia tak menyelamatkannya. Setelah mendapatkan pria itu dengan susah payah dan kebasahan, Aisha menariknya ke pinggir. Jelasnya, ke tempat yang aman.
"Akang! Akang bangun kang! Akang nggak apa-apa?" Aisha melihat pria yang wajahnya tampak babak belur itu. Banyak darah di sekujur tubuhnya terutama di kepala.
"Astagfirullah...si Akang ini teh masih hidup atau sudah meninggal?" gumam Aisha yang cemas karena tidak ada pergerakan dari pria yang ditolongnya. Akhirnya ia pun memeriksa denyut nadi dan detak jantung pria itu.
Tak lama kemudian, dua orang ibu-ibu menghampiri Aisha dengan wajah cemas dan langkah yang terburu-buru. Mereka tadi melihat bagaimana heroiknya Aisha bertaruh nyawa menyelamatkan pria itu.
"Aisha! Kamu teh benar-benar ya! Arus sungai lagi deras dan kamu malah lari-lari kayak gitu!" dengus seorang wanita paruh baya dengan kening berkerut, dia sangat mencemaskan Aisha. Dia adalah tetangga Aisha, seorang pedagang nasi kuning. Namanya, Bu Titin.
"Bahaya, neng!" celetuk si ibu yang satunya. Ia melihat Aisha sudah basah kuyup, bahkan terlihat ada darah di lututnya.
"Tapi kasihan akang ini Bu, dia masih hidup... ayo kita tolong dia!" tanpa mempedulikan keadaannya sendiri, Aisha meminta ibu-ibu itu menolong Sadam yang tidak sadarkan diri.
"Ibu akan panggil bapak-bapak yang lagi mancing disana, kalian teh tunggu disini!" ujar Bu Titin pada Aisha dan salah seorang ibu-ibu disana.
"Iya Bu, cepetan ya!" sahut Aisha seraya memegang tangan Sadam yang terasa dingin.
Aisha dan Bu Maryam menjaga Sadam disana, selagi menunggu Bu Titin kembali dengan pertolongan. Bu Maryam juga merasa kasihan dengan Sadam. Mereka berdoa agar Sadam baik-baik saja.
****
Di daerah perkotaan sana, kedua teman baik Sadam sedang bicara dengan nenek Sadam tentang keberadaan Sadam. Semalaman Sadam tidak pulang, padahal neneknya menunggu Sadam.
"Genan, Arga, kalian benar-benar tidak tahu Sadam kemana?" tanya bu Rianti cemas.
"Semalam jam delapanan, Sadam ngobrol sama kami di cafe tempat biasanya kita nongkrong, Oma. Tapi-- setelah itu Sadam pulang duluan," tutur Genan menjelaskan.
"Ya Allah, kemana Sadam? Gimana kalau Sadam kenapa-napa? Akhir-akhir ini Sadam jarang pulang," Bu Rianti terlihat gelisah dan cemas, akhir-akhir Sadam berubah. Wanita tua itu pun duduk di sofa sambil memegang dadanya. Genan dan Arga jadi kasihan pada nenek sahabatnya.
"Oma, oma tenang aja ya. Genan sama Arga yang akan cari Sadam. Pasti Sadam nggak apa-apa,"
"Iya Oma, paling Sadam nginep di rumah teman yang lain." Genan dan Arga berusaha untuk menenangkan hati Bu Rianti. Walaupun sebenarnya mereka tidak tahu kemana Sadam. Mereka mulai Nethink bila terjadi sesuatu pada Sadam yang berhubungan dengan geng Thanos, geng yang sedang berseteru dengan black Phantom.
Akhirnya Genan dan Arga memutuskan untuk menanyakan kabar Sadam kepada Evita, meski dirasa tidak sopan. Tapi, mungkin Vita tau dimana Sadam berada.
Vita sendiri baru saja pulang bulan madu dan sekarang dia menempati rumah mewah milik Devan. Kehidupan Vita bahagia karena memiliki suami dan mertua yang baik padanya.
"Ada apa kalian kesini? Bukannya gue udah bilang, jangan pura-pura kenalan sama gue!" ketus Vita pada kedua sahabat Sadam itu, yang juga sahabatnya.
"Hey Vit! Sebenernya gue sama Genan juga malas datang kesini. Kita cuma mau nanyain, apa Lo ada hubungin Sadam atau nerima kabar dari dia?" tanya Arga tanpa basa-basi. Dia muak sekali dengan Vita yang tiba-tiba menikah dan meninggalkan Sadam, padahal status Vita dan Sadam masih pacaran.
"Kenapa kalian nanyain Sadam sama gue? Ya, mana gue tau lah!" ketus Vita seraya menyilangkan kedua tangannya di dada.
"Ya udah kalau dia nggak ada hubungin Lo. Ga, ayo cabut!" ajak Genan pada Arga.
Saat kedua pria itu melangkah pergi, Vita memanggil mereka dan menahan langkah mereka.
"Kenapa kalian nanyain Sadam? E-emang Sadam kemana?" tanya Vita penasaran.
"Lo nggak seharusnya tau," ketus Genan menjawab.
"Ta-tapi, gue penasaran kemana Sadam. Siapa tau nanti dia hubungin gue?" Vita bingung sendiri, kenapa dia masih peduli dengan Sadam.
"Sadam hilang," jawab Arga yang membuat Vita tercengang bukan main. Jantung Vita seakan berhenti berdetak.
...****...
****
Vita terkejut mendengar dari Genan dan Arga bahwa Sadam menghilang. Bohong kalau Vita bilang dia tidak peduli lagi pada Sadam, nyatanya hatinya masih peduli pada mantan pacarnya itu.
"Hilang kemana?" tanya Vita.
"Gue rasa lo nggak perlu tau sejauh itu. Lo kan bilang kalau lo nggak ada hubungan apa-apa lagi sama Sadam," jawab Genan dengan ketus. Lalu dia pun dan Arga pergi dari depan rumah mewah yang ditempati oleh Vita dan suaminya.
Vita tertegun, ia gelisah karena Sadam menghilang. Ia pikir semua ini adalah salahnya, gara-gara dia Sadam menghilang.
"Sadam hilang? Kemana dia ya?" gumam Vita cemas. Lalu ia pun mencoba menghubungi Sadam, sayang ponselnya tidak aktif.
****
Di desa tempat Sadam berada saat ini. Sadam ditolong oleh beberapa pria yang sedang memancing di sungai, mereka membawa Sadam ke klinik desa. Sebab rumah sakit terlalu jauh dan letaknya ada di kota, takutnya Sadam keburu kenapa-napa di jalan kalau dibawa ke rumah sakit.
Akhirnya, disinilah Sadam berada. Sebuah ruangan klinik desa, bersama dengan Aisha dan ayahnya. Dokter desa mengobati luka luar yang ada di tubuh Sadam, terutama dibagian kepala. Dokter mengatakan bahwa ada kemungkinan cedera otak atau gegar otak. Namun, mereka bisa memastikan keadaan Sadam saat pria itu siuman nanti.
"Kasihan sekali akang ini. Untung kamu menemukannya neng," ucap Pak Asep, ayah dari Aisha.
"Alhamdulillah pak, tadinya neng pikir kalau si akang teh barang yang hanyut di sungai. Eh...pas dilihat-lihat lagi dari dekat, kok kayak orang." Kata Aisha seraya menatap lekat wajah Sadam yang dipenuhi luka lebam.
"Ya udah neng, bapak teh mau ngurus administrasinya dulu ya. Neng tunggu si akangnya disini," ucap pak Asep kepada putrinya. Aisha menganggukkan kepalanya. Dia duduk di kursi yang tak jauh dari tempat Sadam berbaring. Sementara pak Asep pergi keluar ruangan di klinik itu, menuju ke bagian administrasi untuk membayar biaya perawatan Sadam.
Asep, ayah Aisha adalah ketua RW di desa tersebut. Dia cukup berpengaruh dan terkenal baik hati. Keramahtamahannya tidak perlu diragukan lagi. Dia suka menolong sesama, tidak peduli siapapun yang ditolongnya. Meski hidupnya sederhana dan hanya bekerja di sawah, tapi hidupnya dan kedua anaknya berkecukupan.
"Akang... sebenernya apa yang terjadi sama akang? kenapa akang sampai seperti ini? Semoga akang teh baik-baik saja," gumam Aisha mendoakan Sadam dengan tulus. Ia memperhatikan wajah Sadam yang banyak luka itu, setelah dilihat-lihat oleh Aisha. Wajah Sadam cukup tampan dan kulitnya juga putih bersih. Namun banyak luka penganiyaan di wajahnya, goresan-goresan dari benda tajam juga ada.
Waktu pun berganti menjadi sore, Aisha dan adiknya masih menunggu Sadam siuman di klinik. Sedangkan ayahnya pulang dulu ke rumah untuk membereskan pekerjaannya dulu di sawah, lalu membersihkan tempat untuk Sadam nanti.
Pak Asep dan beberapa temannya sudah memeriksa identitas Sadam, namun identitasnya tidak ditemukan di dalam pakaiannya. Tadinya pak Asep ingin memasang iklan orang hilang, tapi pak Asep takut bila ini membahayakan Sadam kalau ada orang jahat yang memang sengaja ingin mencelakainya. Jadi, untuk sementara ini pak Asep akan menunggu Sadam siuman dulu.
"Teh, Iki keluar dulu ya cari makanan buat kita. Teteh nggak apa-apa kan Iki tinggal sebentar?" tanya Riki, adik Aisha yang masih sekolah SMA kelas 1. Sedangkan Aisha duduk dibangku kelas 3 dan sebentar lagi lulus ujian.
"Iya udah, nggak apa-apa kok. Teteh juga laper dek," sahut Aisha pada adiknya.
"Ya udah deh, Iki pergi dulu. Assalamualaikum teh!" kata Riki pada Kakaknya.
"Waalaikumsalam," jawab Aisha sambil tersenyum.
Dan sekarang Aisha tinggal berdua dengan pria yang masih terbaring tak sadarkan diri itu. Dia juga sambil menunggu ayahnya yang katanya akan datang lagi ke klinik.
Tak berselang lama kemudian, Aisha mendengar suara erangan pelan dari pria yang terbaring di ranjang itu. Aisha beranjak dari tempat duduknya kemudian mendekati Sadam. Aisha melihat kelopak mata Sadam mulai terbuka secara perlahan-lahan.
"Eungh--"
"Akang, akang teh sudah siuman? Alhamdulillah...kalau gitu saya teh panggil dokter dulu!" Aisha tersenyum lega melihat Sadam sudah membuka matanya, walaupun wajahnya tampak pucat dan kesakitan.
Saat Aisha akan pergi memanggil dokter, tangan Sadam menahan Aisha dan membuat gadis itu berhenti melangkah. Aisha melihat Sadam dengan kening berkerut.
"Kenapa? Apa akang butuh sesuatu?" tanya Aisha lembut.
"Ma...jangan tinggalin aku...mama...aku janji nggak akan nakal lagi. Aku janji..." gumam Sadam dengan bulir air mata yang jatuh membasahi wajahnya. Dia menatap Aisha dengan penuh kesedihan.
"Mama?" gumam Aisha bingung. Ia dapat merasakan tangan Sadam yang gemetaran saat memegang tangannya. "Tunggu akang, saya akan panggil dokter!"
"Jangan pergi Ma...aku mohon..." Sadam menangis terisak, dia tidak mau melepaskan genggaman tangannya dari Aisha. Dia menggenggam tangan Aisha semakin erat.
"Tapi saya teh bukan mama...akang...saya..."
Sadam melepaskan genggaman tangannya dari Aisha, kemudian tangannya meremass rambut di kepalanya. Pria itu memekik kesakitan. "AKHH!!! Sakit....argh!!"
"Akang... astagfirullahaladzim..." Aisha panik melihat kondisi Sadam yang seperti itu, kemudian Aisha berlari keluar dari ruangan dan memanggil dokter.
Tak butuh waktu lama, dokter itu langsung memeriksa kondisi Sadam. Untung saja ada alat Rontgen di klinik desa, hingga kepala Sadam bisa di periksa. Dokter menjelaskan pada Aisha bahwa Sadam mengalami gegar otak juga amnesia. Sadam tidak mengingat namanya ketika ditanya dan dia juga tidak tahu siapa dirinya.
"Serius akang teh amnesia? Kayak si sinetron aja ya." celetuk Riki sambil menatap Sadam dengan heran.
"Sholehah, dia siapa?" tanya Sadam pada Aisha, seraya melihat ke arah Riki.
"Nama saya bukan Sholehah akang, nama saya Aisha." ralat Aisha.
"Terserah Lo aja deh, mau nama Lo siapa kek. Gue gak peduli, yang jelas siapa cowok ini? Pacar Lo?" tuduh Sadam dengan gaya juteknya. Sejak bangun tadi, Sadam hanya bicara pada Aisha walaupun ucapannya ketus dan jutek. Dengan gaya gue-elo yang khas orang kota.
"Astagfirullahaladzim, jangan ngomong sembarangan soal teteh! Si akang ini sombong banget," gerutu Riki yang tidak suka dengan gaya bicara Sadam.
Sadam acuh kepada Riki dan hanya melihat Aisha saja. Sadam juga tidak terlalu ramah dan terkesan menyebalkan. Tapi Aisha tetap sabar menghadapinya.
"Sholehah, dimana rumah Lo?" tanya Sadam pada Aisha. "Gue nggak mau ada disini, bau obat."
"Siapa bilang akang boleh pulang ke rumah saya?" ketus Riki kesal, lalu Aisha pun menyenggol lengan adiknya dan meminta Riki untuk diam.
"Iya nanti kita pulang ya kang. Tunggu bapak dulu," ucap Aisha lembut sambil tersenyum. Sadam tetap cuek meski Aisha tersenyum padanya, pria itu terlihat bingung. Ya, jelas saja karena dia hilang ingatan.
****
Di kota, kedua teman Sadam belum menemukan informasi tentang Sadam ada dimana. Namun, mereka menemukan ponsel Sadam didekat sebuah jembatan yang dibawahnya ada air sungai mengalir deras.
"Kita harus lapor ini ke polisi! Pasti terjadi sesuatu sama Sadam, Ga." kata Genan menyarankan.
"Gue yakin ini ada hubungannya sama geng Thanos. Mending kita temuin dulu si geng Thanos dan tanyain dimana Sadam. Setelah itu kita lapor polisi!" ujar Arga pada temannya.
"Ayo Ga."
Genan setuju dengan usul Arga, kini mereka berdua menuju ke tempat geng Thanos. Tak peduli kalau disana tidak menerima orang asing. Dan taruhannya nyawa, bila mereka datang ke markas Thanos. Tapi demi teman mereka, akan mereka lakukan.
****
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!