Cuaca hari ini cukup bersahabat. Tidak terlalu panas dan juga tidak hujan. Warga masyarakat yang tinggal di kota A kompleks perumahan milik sebuah perusahaan ternama tampak sedang sibuk dengan pekerjaan masing-masing.
Demikian juga dengan Anna, seorang wanita muda sedang membersihkan pekarangan rumah dari daun-daun kering yang bertebaran. Ia berkesempatan karena Felyn sudah tertidur setelah ia mandikan tadi. Felin baru berumur empat belas bulan sehingga butuh tenaga dan kesabaran yang cukup untuk menjaganya.
Semua pekerjaan di rumah dikerjakan oleh Anna dengan ikhlas. Ia bahkan tidak pernah mengeluh membuat suaminya sangat sayang kepadanya.
Suatu hari Eric, suaminya menawarkan untuk mencari seorang asisten rumah tangga karena melihat kerepotan istrinya apalagi setelah punya anak kecil tapi Anna menolaknya dengan alasan bahwa ia masih kuat dan senang melakukan pekerjaan tersebut karena kodrat seorang ibu sudah demikianlah seharusnya.
Pagi tadi Eric sudah berangkat ke kantor sebelum pukul tujuh. Ia sengaja selalu berangkat lebih awal untuk menghindari kemacetan di jalan. Eric bekerja di salah satu kantor milik swasta dan sudah menjadi orang kepercayaan oleh pemilik perusahaan tersebut.
Dua bulan setelah menikah, ia langsung mendapat pekerjaan tersebut. Ia lulusan dari salah satu universitas negeri yang ada di kota tersebut dan sudah punya gelar sebagai sarjana ekonomi. Itulah sebabnya ia cepat memperoleh pekerjaan di kantor.
Dari gaji yang diperoleh ia sanggup membeli rumah yang dihuni sekarang dengan metode pembayarannya diangsur setiap bulan.
Orang tua Eric juga tinggal di kota tersebut dan rumahnya pun tidak jauh dari tempat tinggal mereka sedangkan istrinya berasal dari kota B yang jaraknya cukup jauh, butuh waktu satu hari satu malam untuk bisa sampai ke sana bila menggunakan kendaraan roda empat.
Anna datang ke kota A untuk melanjutkan pendidikannya di bangku kuliah dan di situlah ia bertemu dengan Eric. Keduanya satu kampus dan satu jurusan tapi beda kelas.
Anna adalah wanita yang kedua bagi Eric setelah dihianati oleh kekasih pertamanya yang bernama Dewi. Mereka sudah menjalin hubungan sejak masih berseragam putih abu hingga semester tiga di perguruan tinggi, namun semuanya berakhir dengan sangat menyakitkan bagi Eric. Dewi telah menduakan dirinya dengan seorang pria kaya-raya yang merupakan kakak tingkat di kampus.
Sejak saat itu Eric sangat berubah. Ia menjadi pendiam dan sering menyendiri hingga dipertemukan dengan Anna yang periang. Kehadiran Anna sangat berpengaruh dalam hidupnya hingga ia bangkit dari keterpurukan. Perlahan-lahan ia mulai belajar melupakan cinta pertamanya dan memulai hidup baru bersama dengan kekasih barunya hingga duduk di pelaminan setelah keduanya berhasil meraih gelar sarjana.
Eric adalah anak kedua dari pasangan pak Hendrik dan ibu Elma. Mereka tiga bersaudara, dua perempuan dan satu laki-laki. Kakaknya sudah menikah dan sekarang tinggal di Papua bersama suaminya karena suaminya adalah asli Papua sedangkan adik bungsunya masih duduk di banggu SMA.
Pak Hendrik mempunyai sebuah usaha mebel dan sudah mempekerjakan beberapa karyawan sedangkan istrinya adalah seorang ASN dan mengajar di sebuah sekolah negeri di kota tersebut tempat Erika, anak bungsunya sekarang menuntut ilmu.
Usai menyapu di luar, Anna masuk ke rumah dan mendapati Felyn masih tertidur nyenyak sehingga ia masih mempunyai kesempatan untuk menyiapkan makan siang.
Suaminya berkantor sampai jam empat sore bahkan kadang lewat dari itu namun ia selalu pulang ke rumah pada jam istirahat siang untuk makan karena jarak rumah dengan kantor tempat ia bekerja cukup dekat, hanya butuh waktu sepuluh menit naik kendaraan roda dua.
Baru saja Anna selesai menyiapkan makanan di meja ketika mendengar suara motor suaminya memasuki pekarangan rumah.
"Selamat siang, Sayang!" sapa Eric dengan ramah.
"Selamat siang, Mas!" sahut Anna menyambut suaminya dengan senyum.
"Hhhmmm, masakanmu pasti enak... dari luar sudah tercium aromanya. Mas udah lapar nih!"
"Ahh, Mas selalu memujiku,"
Eric membuka jas yang masih melekat di tubuhnya lalu menghampiri meja makan. Di meja, makanan sudah tertata rapi. Ada ikan laut yang disambal, udang goreng, dan sayur bening yang uapnya masih mengepul.
Inilah yang selalu membuat Eric lebih suka makan di rumah ketimbang beli makanan di warung atau makan di luar karena masakan istrinya selalu segar, enak, dan pastinya lebih sehat karena tidak mengandung banyak penyedap rasa seperti di rumah-rumah makan pada umumnya yang tak jarang membuat kepala sakit setelah mengkonsumsinya.
"Di mana Felyn?" tanya Eric sambil mengunya makanannya. Mungkin karena terlalu lapar sehingga ia lupa menanyakan keberadaan putrinya padahal biasanya baru muncul di pintu ia langsung mencari anaknya.
"Masih tidur," jawab Anna.
Waktu istirahat selama satu setengah jam masih bisa digunakan oleh Eric untuk bersantai di rumah bersama anak dan istrinya sebelum ia kembali ke kantor. Keduanya ngobrol di ruang tengah sambil nonton TV setelah makan siang.
Eric memandangi istrinya dengan tatapan lekat lalu tersenyum.
"Ada apa sih, Mas?"
"Kamu semakin cantik aja, Sayang!"
"Ihhh, gombal,"
Wajah Anna bersemu merah karena suaminya terus menggoda dengan kata-kata romantis untuk memujinya. Hal ini bukanlah hal baru bagi Anna karena Eric memang orangnya sangat romantis walaupun sedikit pendiam.
Anna selalu membagi waktunya dengan baik dan ia tak lupa merawat tubuhnya agar selalu tampak menarik di depan orang terutama di depan suaminya. Walaupun ia sudah punya anak tapi tubuhnya tetap indah.
Eric mendekatkan bibirnya ke wajah sang istri dan menciumnya dengan lembut. Tangannya merabah-raba dan ingin sekali meremas benda kenyal yang berukuran lebih besar dari sebelumnya.
"Mas sudah sangat rindu dengan kedua gunung ini soalnya udah setahun lebih nggak pernah didaki,"
"Mas harus sabar dong, soalnya gunung ini untuk sementara dalam kekuasaan putri kita,"
Anna punya tekad untuk menyusui anaknya hingga umur dua tahun sesuai dengan anjuran dari dokter karena ASI sangat bermanfaat bagi pertumbuhan anak dan juga bisa menghemat pengeluaran karena tidak usah dibeli.
Keduanya tertawa karena merasa lucu. Eric melirik ke arah jam yang tergantung di dinding, masih ada waktu empat puluh lima menit. Ia pun menggendong istrinya ke kamar dan membaringkan di kasur empuk. Semalam ia enggan mengganggunya karena sadar bahwa istrinya cepat tidur lantaran seharian capek mengurus si kecil.
Meskipun cuaca di luar sedang panas tapi di kamar terasa sejuk karena ada AC. Eric melucuti daster yang melekat di tubuh istrinya dengan mudah dan mulai memberikan sentuhan mautnya. Ketika melewati gunung kembar, ia mengelusnya dengan lembut lalu menciumnya dengan hangat.
"Ahhh... ahhh... !" Anna sudah mulai mengeluarkan suara ketika tangan suaminya sudah merayap ke mana-mana.
"Suaranya jangan keras-keras Sayang, nanti si kecil bangun di saat yang kurang tepat!" bisik Eric sambil tersenyum.
Wajah Anna memerah karena malu namun tak berselang lama suaranya kembali terdengar karena kenikamatan yang tiada tara. Ia berusaha mengimbangi perlakuan suaminya hingga Eric pun ikut mengeluarkan suara. Anna juga sudah berpengalaman untuk menyenangkan suaminya. Keduanya saling memberi dan saling menerima atas dasar cinta dan kasih sayang yang melebur jadi satu.
"Ma... ma, ma... ma!" Felyn terjaga dari tidurnya.
Eric dan Anna saling berpandangan lalu tertawa karena mereka masih dalam keadaan polos tanpa sehelai kain.
Eric bergerak cepat. Ia menyambar handuk di gantungan dan melemparkan kepada istrinya sedangkan ia sendiri bergegas masuk ke kamar mandi sebelum Felyn melihatnya.
"Ehh, anak cantiknya Mama udah bangun," ucap Anna yang sudah menutup tubuhnya dengan handuk sambil menepuk-nepuk paha Felyn dengan lembut.
Felyn tersenyum menggemaskan.
"Mas, cepat dong, Mama mau mandi nih!" seru Anna.
Eric keluar dari kamar mandi dengan handuk melilit di pinggangnya.
"Apakah Mas nggak telat ke kantor kalau Mama nitip Felyn sebentar?"
"Ngggak kok, Sayang,"
Anna tersenyum lalu masuk ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya. Setelah keluar, suaminya sudah berpakaian rapi dan siap untuk kembali ke kantor. Ia segera berpkaian dan mengambil anaknya dari gendongan sang papa.
Sekitar pukul tiga sore Anna bangun. Tadi ia ketiduran pada saat menidurkan Felyn yang rewel terus sejak semalam karena ada giginya yang mau tumbuh. Kata orang tua, anak-anak akan rewel jika giginya tumbuh dan biasanya satu paket dengan sakit perut. Persis yang dialami oleh Felyn saat ini, namun entah benar, entah salah atau hanya terjadi secara kebetulan.
Sambil mengucek-ngucek matanya ia menengok dari balik jendela kamarnya untuk melihat asal suara gaduh. Rupanya ada pendatang baru yang akan mengisi rumah kosong di sebelahnya. Pemilik rumah tersebut sedang berada di rantau orang karena tuntutan pekerjaan sehingga rumah itu dikontrakan.
Baru satu bulan rumah itu kosong setelah orang yang mengontraknya pindah ke tempat lain dan hari ini sudah ada lagi orang yang akan mengisinya.
Tampak sebuah mobil truk penuh dengan barang-barang dan sementara diturunkan membuat suara gaduh hingga terdengar ke rumah Anna.
Sebagai tetangga, Anna ingin tahu siapa kira-kira yang akan menjadi tetangga barunya.
"Ada yang mau pindah ke rumah ini, Pak?" tanya Anna kepada salah seorang laki-laki paru baya yang turut membantu menurunkan barang-barang dari mobil.
"Iya Bu, tapi orangnya belum datang, rencananya besok siang baru tiba di sini karena ia berangkat dari luar kota," sahut bapak itu.
Anna segera kembali ke rumahnya karena mengingat anaknya yang tidur sendirian di kamar.
***
Malam hari sebelum tidur Eric dan Anna saling bincang-bincang dan bertukar cerita tentang pengalaman seharian di rumah dan di kantor.
Eric selalu menjadi pendengar yang setia ketika istrinya menceritakan pekerjaannya, kenakalan anaknya, dan ada saja yang jadi bahan ceritanya hingga mas-mas penjual sayur dan ikan tak ketinggalan dari cerita yang diungkapkan.
"Ehh, hampir lupa Mas, besok kita akan punya tetangga baru loh!"
"Oh, yah,"
"Iya, tadi barang-barangnya udah datang. Mudah-mudahan aja orangnya baik sehingga kita punya teman lagi seperti ibu Mira, tetangga kita dulu,"
"Semoga aja,"
Tak lama kemudian rasa kantuk pun datang membuat mata terasa berat. Keduanya pun tertidur sambil berpelukan.
Keesokan harinya Anna bangun ketika hari masih malam seperti biasanya dan ia akan gelisah apabila sudah tiba waktunya. Dengan lincah ia menyiapkan sarapan sambil menggiling pakaian kotor menggunakan mesin cuci. Ia selalu menggunakan peribahasa "Sekali merengkuh dayung dua tiga pulau terlampaui", dan suaminya akan bangun setelah sarapan sudah siap di meja.
Sejak kehadiran Felyn di tangah-tengah keluarga mereka terkadang membuat jam tidurnya di malam hari terganggu tapi walaupun demikian ia tidak pernah ketiduran dan lupa bangun di pagi hari.
Eric selalu mengakui dan memuji sifat istrinya yang rajin dan lincah. Di tengah kesibukannnya setiap hari Ia tidak pernah lupa untuk merapikan pakaian suaminya karena itu Eric selalu berpakain bersih, rapi, dan harum saat ke kantor.
Menjelang sore, sebuah mobil Avanza berwarna putih tulang memasuki pekarangan rumah tetangga sebelah. Rupanya orang yang akan menghuni rumah tersebut sudah datang.
Anna mengintip dari balik jendela kaca rumanya. Seorang perempuan muda dengan rambut panjang berwarna kuning keemasan dan terurai turun dari mobil. Wanita itu memakai kaca mata riben.
Kerena penasaran, Anna pindah ke ruang tamu untuk melihat calon tetangganya itu lebih dekat.
Tampak wanita itu melangkah dengan gemulai, lekuk-lekuk tubuhnya terlihat sangat jelas karena ia memakai pakaian pas badan. Anna heran karena tidak ada lagi orang yang turun dari mobil.
Sebelum ia masuk ke rumah, wanita itu kembali ke mobilnya, mungkin ada sesuatu yang tertinggal. Ia menaikkan kaca matanya menjadi bando di kepala dan kini wajahnya sudah sangat jelas. "Sepertinya saya pernah lihat wanita itu," guman Anna dalam hati. Ia berusaha mengingat-ingat siapa wanita yang akan menjadi tatangga barunya.
"Tidak mungkin... tidak mungkin!" katanya sambil mondar-mandir di ruang tamu.
Ia kembali mengintip wanita itu dan jaraknya semakin dekat karena wanita itu sedang menelepon dan ia berbicara sambil jalan-jalan mengintari pekarangan rumahnya.
Dada Anna berdebar kencang karena ia sudah yakin bahwa penglihatannya tidak salah. Wanita itu adalah Dewi, mantan kekasih Eric. "Apa yang harus kulakukan? Mengapa dia muncul di saat kami sudah bahagia? Apa maksudnya ia datang mendekat?" jeritnya dalam hati.
Anna duduk di sofa dengan perasaan yang kurang enak. Rasa khawatir dan takut membuatnya gelisah. Ia mencoba meredam dengan cara menghirup udara dan menghembuskan secara perlahan.
Ia tak habis pikir dengan tetangga barunya yang hanya datang sendirian. "Mungkinkah ia belum bersuami? jika ya, berarti rumah tanggaku sedang dalam ancaman, ataukah mungkin ia datang karena dipanggil oleh Eric? Tidak, tidak mungkin karena selama ini Eric sangat perhatian dan tidak pernah menunjukkan sikap yang aneh-aneh, bahkan ponselnya selalu diletakkan begitu saja dan tidak pernah dikunci atau dipasangi sandi, ataukah Eric punya ponsel lebih dari satu? entahlah!" pikirnya dalam hati.
"Selamat sore Sayang!" suara Eric yang baru pulang dari kantor mengagetkan dirinya.
"Selamat sore," sahutnya dengan suara datar dan wajah tanpa ekspresi membuat suaminya heran.
Eric menghampiri dan meletakkan punggung tangannya pada kening sang istri.
"Apa kamu sedang sakit, Sakit?" tanyanya dengan khawatir.
"Enggak kok, aku baik-baik saja," sahut Anna masih dengan wajah yang datar.
"Tapi kamu kurang semangat, atau kamu lagi capek ngurusun Felyn seharian?"
Anna menggeleng kepala dan beranjak dari duduknya lalu masuk ke kamar untuk merebahkan tubuhnya. Ia sadar bahwa tak seharusnya ia bersikap demikian kepada suaminya tapi rasa takut kehilangan dan rasa cemburu telah menguasai pikirannya membuat ia cuek.
Eric tak habis pikir dengan sikap istrinya yang tidak biasa. Wajah riangnya seketika hilang tanpa alasan. Ia mengganti pakaian seragamnya dengan pakaian santai lalu keluar dari kamar dan mulai menyibukkan diri dengan ponselnya untuk mengurangi rasa penasaran atas perubahan sikap istrinya.
Perlahan Anna bangkit dan mengintip suaminya dari balik pintu kamar. Hatinya semakin galau melihat Eric yang menatap layar ponselnya sambil senyum-senyum. "Jangan-jangan ia sedang chatingan dengan mantan kekasihnya," desianya dalam hati. Debaran jantungnya semakin berpacu cepat dan lututnya ikut gemetar dan seolah tak mampu untuk menopang bobot tubuhnya. Kakinya lemas serasa tak bertulang.
Ia kembali masuk ke kamar dengan perasaan galau. Ingin menangis dan berteriak namun masih punya kesadaran bahwa apa yang ada di pikirannya saat ini belum tentu benar.
Suara Felyn membuatnya terhenyak, ia menghampiri dan menggendong lalu menyusuinya.
"Eh, anak papa udah bangun?" ucap Eric yang muncul di pintu kamar.
Felyn melirik papanya sambil tersenyum dengan mulut masih mengisap ****** susu sang mama dengan lahap.
Eric menatap istrinya yang menunduk lesu lalu mencoba mengingat-ingat, kira-kira apa yang telah ia lakukan hari ini yang membuat istrinya jadi berubah.
Anna menyiapkan makan malam seperti biasanya dan setelah semuanya beres mereka makan dengan suasana sedikit tegang karena Anna lebih banyak diam. Eric sangat tersiksa dengan sikap istrinya.
"Ada apa Sayang? Tolong ngomong kepadaku kalau ada masalah soalnya Mas sangat tersiksa dengan sikap diammu itu!" pinta Eric ketika keduanya masih berada di ruang tengah untuk menemani si kecil yang masih terjaga dan sedang main.
"Tolong Mas jawab dengan jujur!" kata Anna setelah beberapa saat berpikir untuk memulai pertanyaannya yang terasa sangat sulit keluar dari mulut.
"Jujur apanya, Dek? Bukankah selama kita saling kenal, Mas selalu jujur dalam hal apa pun?" ucap Eric dengan serius.
"Termasuk dengan tetangga baru kita, Mas?"
"Maksudnya?"
"Mas udah tahu 'kan, siapa yang jadi tetangga baru kita?"
Eric semakin bingung dengan ucapan istrinya yang dianggap sangat bertele-tele.
"Mas nggak pernah tahu!"
"Kalau begitu mari kita istirahat, besok Mas akan lihat sendiri siapa yang menjadi tetangga baru kita!"
Anna langsung menarik selimut dan menutupi seluruh tubuhnya lalu memunggungi suaminya.
Eric tak bisa berbuat banyak. Ia jadi penasaran, siapa sih tetangga baru itu? Kenapa membuat Anna bersikap aneh?
Ia pun membalikkan tubuh dan mencoba untuk tidur tapi nyatanya sangat sulit. Ia berharap malam akan segera berlalu dan pagi akan tiba. Beberapa kali ia merubah posisi tubuhnya untuk mencari rasa nyaman hingga tertidur.
"Tok, tok, tok!" suara ketukan di pintu terdengar pada pagi hari. Anna yang sedang menata sarapan pagi di meja bergegas ke pintu utama lalu membukanya.
Anna sangat gugup melihat siapa yang datang bertamu pagi-pagi ke rumahnya. Ia bahkan tidak bisa berkata-kata untuk menyambut tamunya.
"Selamat pagi tetangga baru!" sapa Dewi dengan ramah disertai senyum yang manis. Tubuhnya masih berbalut dengan baju tidur super tipis dan sangat seksi. Bagian dada sedikit terbuka dan panjang bajunya hanya sebatas bagian paha. Di tangannya ada sebuah piring yang berisi kue.
"Ohh... ehhh... iya, selamat pagi juga!" sahut Anna terbata-bata karena masih syok.
"Oh, yah, perkenalkan, nama saya Dewi, penghuni rumah sebelah!" kata Dewi menyodorkan tangannya ke arah Anna. Ia tidak tahu bahwa Anna sudah mengenalnya. Keduanya memang belum pernah bertemu tapi dulu Anna kenal Dewi dari seorang temannya yang mengatakan bahwa Dewi ini adalah mantan pacar Eric. Anna sering mencari tahu seperti apa kehidupan mantan kekasih suaminya itu lewat aplikasi Facebook.
"Anna!" sahut Anna menerima uluran tangan Dewi.
"Sebagai tetangga baru, saya ke sini membawa sedikit makanan sekaligus berkenalan. Nih, tolong jangan dinilai dari makanannya!" kata Dewi lalu menyodorkan piring yang berisi kue itu kepada Anna.
Bersamaan dengan itu, Eric keluar dari kamar dengan pakaian kantor yang sudah rapi di tubuhnya.
"Itu suaminya yah?" tanya Dewi dengan akting yang seolah-olah belum kenal denga Eric.
"Iya," jawab Anna singkat.
Eric kaget setengah mati ketika melihat siapa yang datang ke rumahnya.
"Mas, ayo ke sini! Kenalan dengan tetangga baru kita!" seru Anna yang ikut berpura-pura tidak tahu jika mereka sudah saling mengenal.
"Nama saya Dewi!" ucap Dewi dengan lirikan mata penuh arti. Ia menyodorkan tangannya kepada Eric yang sudah mulai berkeringat dingin. Bagaimana pun juga, perempuan yang ada di depannya saat ini pernah menjadi orang yang berpengaruh kuat dalam hidupnya. Ada banyak kenangan manis yang pernah mereka lalui bersama.
Eric hanya menyambut salaman dari Dewi tanpa mampu berkata-kata. "Jadi ini yang membuat Anna berubah?" pikirnya dalam hati.
"Senang berkenalan dengan kalian berdua! Saya pamit dulu yah soalnya baru mau siap-siap, nanti telat ke kantor!" katanya sambil tersenyum manis. Ia melangkah keluar dari rumah dengan gemulai.
Anna dan Eric masih terpaku di tempat.
"Udah liat 'kan Mas, tetangga baru kita yang cantik dan seksi?" ucap Anna sambil berlalu meninggalkan suaminya yang masih shok karena kaget dengan kehadiran Dewi yang tidak pernah disangkah-sangkah sebelumnya.
Ia mencoba menenangkan pikiran dan berusaha menguasai keadaan lalu menuju ke dapur untuk menikmati sarapan sebelum berangkat ke kantor.
Ia mendapati istrinya duduk termenung di kursi dengan tatapan datar. Sepertinya ia sangat resah dengan kemunculan Dewi.
"Sayang... jangan gitu dong, harusnya kamu tetap semangat dan percaya kepadaku! Mas tidak akan terpengaruh dengan kedatangan Dewi karena di dalam hati ini hanya ada kamu. Memang benar, nama Dewi pernah terukir indah tapi itu adalah masa lalu dan Mas sudah melupakan karena sudah ada nama yang indah dan lebih berarti bagiku," ucap Eric sambil mengelus kepala istrinya dengan lembut. Bahu Anna terguncang karena terharu mendengar pengakuan dari suaminya.
"Bagaimana kalau Dewi menggodamu, Mas? Liat aja penampilannya tadi, sepertinya ia sengaja ingin memamerkan tubuhnya yang seksi!" tanya Anna dengan air mata berlinang.
"Mas tidak akan tergoda Sayang dan di mataku kamu lebih cantik dari pada dia," ucap Eric meyakinkan. Ia menyeka air mata istrinya dengan punggung tangannya.
"Ayo senyum dong!" kata Eric lagi sambil kedua tangannya memegang pundak istrinya.
Anna mengulas senyum walau terlihat dipaksa. Entah mengapa rasa khawatir di hatinya terlalu besar. Ia sangat takut jika harus kehilangan suamianya yang begitu berarti baginya.
"Nah, gitu dong, nggak usah menyusahkan hati dengan pikiran-pikiran negatif!" ucap Eric lagi.
Anna melayani suaminya dengan baik dan Eric pun mulai makan dengan lahap. Matanya sempat melirik kue yang dibawa oleh Dewi tadi yang sepertinya enak tapi ia menahan diri untuk mengambilnya karena khawatir jangan sampai Anna semakin sedih dan berpikiran yang tidak-tidak.
Anna mencium tangan suaminya ketika tiba di luar. Hal seperti itu selalu terlihat ketika sang suami hendak berangkat ke kantor.
"Daa Sayang, baik-baik di rumah yah!" ucap Eric dengan mesra.
"Heyy tetangga... tunggu dulu!" suara Dewi yang setengah teriak membuat langkah Eric terhenti. Demikian juga dengan Anna yang sudah berada di ambang pintu, sontak ia membalikkan tubuhnya kemabali.
"Maaf sebelumnya, mobilku nggak mau bunyi, saya mau nebeng sama kamu aja!" katanya dengan wajah penuh harap.
Penampilan Dewi sangat cantik dan mempesona. Ia mengenakan baju kantoran dengan pasangan rok pendek dan sebuah tas bermerek di tangannya.
Eric kelihatan gugup mendengar permohonan Dewi. Baginya tidak salah kalau menolong tapi ini menyangkut perasaan Anna.
"An, boleh yah, aku nebeng sama suami kamu. Aku nggak bakalan macam-macam kok!" pinta Dewi sambil menatap Anna yang masih berdiri kaku di ambang pintu.
"Maaf yah Dewi, saya duluan soalnya udah ditelepon sama pak bos!" kata Eric memberikan alasan karena melihat wajah istrinya yang murung.
"Yahhh... terpaksa deh aku nggak ngantor hari ini, pada hal ini adalah hari pertama mau kerja di kantor tersebut," ucap Dewi dengan kecewa. "Sekarang kamu masih bisa menghindar tapi besok atau selanjutnya kamu akan bertekuk lutut di hadapanku," lirihnya, ia segera berlalu menuju parkiran mobilnya.
Eric tidak mendengar lagi perkataan Dewi karena ia sudah buru-buru melajukan kendaraan roda duanya.
Anna pun masuk ke rumah dengan perasaan lega lalu ia mengintip Dewi dari kaca jendela.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!