NovelToon NovelToon

Balas Dendam Seorang Istri

Awal Mengenal

Fajar pagi mulai memudar,di gantikan dengan warna yang lebih terang darinya. Cahaya itu mulai menyilaukan mata siapapun yang hendak menatap ke arah langit.

Seorang gadis desa yang baru saja memetik sayuran di kebun.Tengah berjalan ke arah rumah sederhana milik keluarganya.Dengan alas sandal jepit, serta beberapa jejak lumpur yang tertinggal di pinggir kaki gadis itu.

Namun senyum ceria tak pernah hilang dari sudut bibirnya. Indira baru saja berpapasan dengan seorang pemuda yang selama ini dia sukai.Heru, pemuda yang sejak kecil sudah sering bermain bersamanya.

Gadis itu terbayang wajah Heru hingga tanpa sadar sudah sampai di rumah.Dia meletakkan sayuran yang baru dia petik tadi di atas baskom kecil.

"Indira,Indira. Kamu ini selalu memikirkannya," batin Indira heran pada dirinya sendiri.

Indira membersihkan dahulu kakinya dengan air mengalirq di dekatnya. Kemudian duduk di kursi samping rumah. Sambil memilah sayuran-sayuran tadi.

Suara langkah kaki dari dalam rumah terdengar di telinga gadis itu.Serta suara yang tak asing memanggilnya.

"Ra! Indira!" panggil namanya oleh pemilik langkah kaki tadi.

"Ya bu, Indira di samping rumah nih," Jawab Indira dengan suara khas miliknya yang lembut.

Hidup sebagai gadis desa,Indira terbiasa dengan sopan dan santun yang telah di ajarkan oleh kedua orang tuanya.

Sang ibu bernama Aminah datang menemui Indira dengan langkahnya yang terburu-buru.Wanita berusia hampir kepala lima itu datang sambil membenarkan jilbab yang dia pakai.

"Ada apa bu?" tanya Indira. Tangannya masih sibuk dengan sayuran yang dia petik tadi.

"Indira,cepat kamu ganti pakaianmu itu!" pinta Aminah pada putri bungsunya.Indira adalah bungsu dari tiga bersaudara, dia memiliki dua kakak laki-laki. Keduanya masih berada di kebun pagi ini.

"Tapi bu, Indira belum selesai memilah sayuran ini?" balasnya.

"Sudah,letakkan saja di situ! Sekarang kamu berganti pakaian yang bagus sana!" pinta Aminah. Indira tampak kebingungan, terlihat dari raut wajahnya.

"Memangnya mau kemana bu?" tanya Indira.

"Sudah,jangan banyak tanya. Kamu turuti saja perintah ibu.Ayah kamu sudah menunggu di ruang tamu." Aminah mendorong pelan tubuh Indira agar segera masuk ke dalam kamarnya.

Indira hanya diam sambil mematuhi sang ibu. Dia tidak berhenti bertanya dalam hati,ada hal apa yang membuat ibunya tampak begitu bersemangat seperti sekarang ini.

"Kamu pakai ini saja Dira!" ucap Aminah sambil menyerahkan pakaian yang dia ambil dari almari baju Indira.

"Kita mau kemana sih bu?" tanya Indira masih penasaran.

"Sudah kamu pakai saja, hari ini kita kedatangan tamu dari luar kota nak," jawab Aminah.

Indira menatap heran, tamu dari kota yang di maksud ibunya siapa. Setahu Indira mereka tidak memiliki sanak saudara di kota sana. Lalu siapa yang akan bertamu?

Kepala Indira pusing ketika mencoba memikirkannya. Dia akhirnya segera mengganti pakaiannya tadi. Setelah itu merapikan rambutnya.

Aminah keluar terlebih dahulu dari kamar putrinya. Dia berlari ke dapur untuk menyiapkan minuman dan camilan untuk tamunya.

Langkahnya terhenti di depan kamar Indira kembali. Di kedua tangannya tampak sibuk dengan membawa nampan berisi camilan dan minuman.

"Indira, bawa ini ke ruang tamu!" pinta Aminah.

"Baik bu," Indira segera keluar dari kamarnya dan menerima nampan itu. Dia mengikuti langkah ibunya menuju ke ruang tamu.

Ekor matanya tampak melirik ke arah kursi di ruang tamu itu. Namun hanya tubuh bagian belakang yang bisa Indira lihat. Tampak dua pria duduk berdampingan di depan bapaknya.

"Maaf ya menunggu lama. Ayo Indira berikan minumannya pada tamu kita," ucap Aminah sesampainya tak jauh dari kursi tamu.

"Baik bu," Indira menganggukkan kepalanya. Dia segera meletakkan nampan berisi minuman dan camilan yang sejak tadi dia bawa.

Indira sekilas melihat wajah dua pria di depannya itu. Satu sudah seusia bapaknya sedangkan yang satu lagi. Tak jauh beda dengan dirinya.

"Terima kasih bu, maaf merepotkan," ucap salah satu diantara mereka.

"Tidak apa-apa kok nak Reno, jangan sungkan. Ayo silahkan di minum, pak Ilham,nak Reno." Ucap pak Wahid, bapak dari Indira.

"Baik pak," jawab Reno dan di ikuti dengan anggukan dari pak Ilham. Ayah dari Reno.

"Oh iya Indira. Perkenalkan,ini pak Ilham dan di sampingnya itu Reno. Putra semata wayangnya. Dan nak Reno, ini anak bungsu saya,Indira." Ucap pak Wahid memperkenalkan keduanya.Mereka bersalaman sambil melempar senyum.

Indira duduk di samping ibunya. Sejak dia datang ke ruang tamu. Reno tidak bisa lepas memandang wajah ayu milik Indira.Namun dia merasa tidak nyaman dengan tatapan itu.

Reno tampak terpesona,sangat terlihat oleh Ilham. Sang ayah memperhatikan Reno dan Indira sejak tadi.

"Nak Indira ini benar-benar cantik, iya kan Reno?" tanya pak Ilham setelah selesai meneguk minumannya.

"Benar yah," jawab Reno tanpa malu. Indira merasa ada hal yang di sembunyikan kedua orang tuanya.

"Kalau begitu, kamu mau kan menikah dengannya?" tanya Ilham pada putranya.

Reno mengangguk, sedangkan Indira membulatkan kedua matanya. Dia berpikir mungkin salah mendengar ucapan pak Ilham tadi.

"Bagus, tapi nak Indira kira-kira mau atau tidak ya?" tanya pak Ilham.

Kini semua mata tertuju pada Indira. Dia terdiam sambil meremas jari-jari miliknya.

"Menikah?" satu kata itu akhirnya keluar dari bibir sang gadis.

"Iya nak, pak Ilham dan Reno datang kesini untuk melamar mu," jelas pak Wahid.

Kedua mata Indira mulai berkaca-kaca. Namun dengan sekuat tenaga dia menahannya agar tidak sampai terjatuh.

"Tapi pak, Indira baru saja bertemu dengan mas Reno hari ini. Sebelumnya Indira tidak pernah bertemu. Kenapa tiba-tiba menikah?" tanya Indira dengan suara parau.

"Hahaha, sepertinya nak Indira sedikit terkejut. Tidak apa-apa, nak Indira bisa memikirkan terlebih dahulu saja. Sambil kedepannya bisa mengenal baik Reno," ucap pak Ilham.

"Benar nak, kalian bisa saling mengenal terlebih dahulu," Aminah mengelus punggung tangan putrinya. Dia tahu apa yang sedang di rasakan oleh Indira saat ini.

Reno dan Indira saling bertemu tatap, mereka memiliki pikiran masing-masing di kepalanya.

"Iya, pak bu,biarkan kami saling mengenal dahulu," ucap Reno.

"Iya nak Reno, Indira kamu bawa nak Reno jalan-jalan di dekat sini. Bapak dan ibu hendak berbincang dengan pak Ilham,bisa kan nak?" pinta pak Wahid.

"Baik pak,mari mas ikut saya." Indira pamit undur diri.

"Baik," di ikuti Reno di belakang gadis itu.

Keduanya berjalan ke luar rumah, melihat di sekeliling rumah milik Indira. Suasana pedesaan yang tenang,serta udara yang masih sejuk. Membuat Reno merasa segar. Dia tidak berhenti memperhatikan wajah cantik Indira. Meski pun tanpa make up yang terpoles di sana.Indira tetap cantik alami.

Di Persunting

Reno mengikuti langkah Indira. Keduanya berhenti di belakang rumah. Tepat menghadap ke arah kebun sayur yang terbentang luas di hadapan mereka.

Reno merasa matanya begitu disegarkan melihat pemandangan di depannya ini. Di sampingnya berdiri Indira dengan raut wajah yang tak bisa Reno perkirakan.

Rasa canggung hadir di antara keduanya. Reno sedikit segan dengan ketenangan Indira.

"Indira," panggil Reno akhirnya,dia ingin memecah kecanggungan diantara mereka. Reno memperhatikannya sejak tadi.

"Iya mas," jawabnya lemah lembut. Suara Indira begitu tenang masuk ke dalam telinga Reno. Namun gadis itu tidak berani menatap wajah Reno.

"Apa kamu punya kekasih atau orang yang kamu sukai di sini?" tanya Reno tanpa berbasa-basi. Pertanyaan itu membuat Indira semakin menutup rapat bibirnya.

Dia dalam kebimbangan antara harus menjawab apa.Jika dia mengatakan tidak memiliki kekasih. Nyatanya ada seseorang yang bersemayam di hatinya. Jika dia mengatakan iya, maka dia belum berhak atas pria itu.

Indira hanya bisa menghela napas panjang. Dia takut menyakiti dirinya namun juga tak ingin menyinggung Reno. Jika sampai perjodohan mereka benar-benar terjadi.Indira tidak tahu apa yang harus di lakukan.

"Maaf mas, Indira tidak bisa mengatakannya sekarang,bisakah mas memberi Indira waktu untuk memikirkannya? Semua ini terlalu mendadak bagi Indira," pinta Indira lembut.

Reno menganggukkan kepalanya,dia juga tidak tergesa-gesa. Dia ingin mendekati Indira dengan sewajarnya.

"Baiklah, mas ngerti kok. Kamu bisa memikirkan semuanya terlebih dahulu. Tapi mas harap kamu bisa nyaman sama mas. Jangan takut saat bersama ku," balas Reno diselingi senyum di bibirnya.

"Iya mas," jawab Indira sopan. Setelah itu keduanya kembali berjalan ke arah rumah milik Indira. Di sepanjang jalan banyak pasang mata yang menatap heran pada keduanya.

Mereka tengah bertanya-tanya siapa pria yang bersama dengan Indira saat ini.

"Assalamualaikum," ucap Indira ketika dia masuk ke dalam rumah.

"Waallaikumsalam," jawab tiga orang yang berada di ruang tamu rumah itu.

"Sudah jalan-jalannya?" tanya Aminah pada keduanya.

"Sudah bu," jawab Indira singkat. Dia dan Reno berjalan ke arah kursi dan duduk di tempat mereka sebelumnya.

"Gimana nak? Di sini suasananya bagus kan?" tanya Wahid berbasa-basi pada Reno.

"Bagus kok paman, di sini masih asri dan segar," jawab Reno disertai senyuman.

"Sering-sering datang ke sini ya nak,sekalian kalian berdua saling mengenal terlebih dahulu," pinta Aminah.

"Iya bi," Reno sangat sopan pada kedua orang tua Indira. Namun gadis itu belum bisa menerimanya saat ini.

Mereka kembali berbincang sambil menikmati suguhan yang telah di sediakan oleh Aminah. Hingga akhirnya pak Ilham dan Reno berpamitan untuk kembali ke kota.

"Loh kenapa tidak tinggal semalam di sini?" tanya Aminah menyayangkan keduanya harus pulang secepat itu.

"Maaf bibi, besok ada pekerjaan penting di kantor. Jadi kami harus kembali," jawab Reno.

"Benar, kami pasti akan sering ke sini. Khususnya Reno, ya kan nak Indira?" ucap pak Ilham.

"Iya om," jawab Indira.

Setelah selesai berpamitan, Reno dan ayahnya segera naik ke mobil mereka yang telah di parkir di depan rumah milik Indira.

Pak Wahid dan istrinya serta Indira mengantar sampai di depan rumah. Mereka masih berdiri di depan pintu.

Para tetangga memandang ke arah mobil yang mulai melaju. Setelah jauh, mereka berkerumun di rumah Indira.

"Bu Aminah, siapa mereka tadi? Sepertinya dari kota?" tanya salah satu tetangga mereka.

"Iya mereka dari kota, yang muda itu calon suaminya Indira," ucap Aminah bangga. Karena sebentar lagi dia akan memiliki menantu dari kota.

"Wah calon suami?" tanya ibu-ibu terkejut. Indira merasa tidak nyaman dengan pembicaraan itu.

"Ibu," ucap Indira hendak menghentikan ibunya berbicara sembarangan di depan para tetangga.

"Memang benar kan Indira, biarin para tetangga tahu," jawab Aminah. Indira hanya bisa menghela napas panjang. Dia segera berbalik dan masuk ke dalam rumah. Di ikuti sang ayah,sedangkan Aminah masih asik mengobrol dengan tetangganya.

Kabar Indira,si bunga desa di persunting pria kota tersebar dengan cepat. Tak terkecuali Heru, dia sudah mendengar berita itu. Hatinya mulai di landa gelisah.

Gadis yang diam-diam berada di hatinya itu hampir di rebut oleh pria lain. Heru yang sibuk berada di ladang segera meninggalkan pekerjaannya untuk sementara.Dia berlari menuju ke arah rumah Indira.

Sesampainya di sana,dia melihat Indira yang duduk di samping rumah. Seperti biasanya,tempat gadis itu suka menyendiri. Heru berjalan ke arah Indira. Di dalam hatinya berharap bahwa kabar yang dia dengar itu hanyalah kabar burung saja.

"Indira," panggil Heru dengan suara pelan.

Indira memalingkan wajah ke arah Heru. Tatapan gadis itu sendu, Heru bisa melihat raut kesedihan dari wajahnya.

"Heru!" Indira beranjak dari tempatnya duduk. Menghampiri Heru yang berada di depannya.

"Indira,apa benar kabar yang beredar itu. Kamu di persunting pria dari kota?" tanya Heru ingin mendengar berita itu langsung dari mulut Indira.

Indira tidak langsung menjawabnya,dia masih terdiam sambil mencoba mengatur napas di rongga paru-parunya. Sesak, mendengar pertanyaan dari pria yang dia harapkan akan menjadi imamnya. Namun malah harus pria lain yang menggantikan dirinya.

Indira menganggukkan kepalanya,lalu menunduk lemas. Begitu pula Heru, dia seperti kehilangan daya untuk berdiri.Bukan itu yang dia harapkan selama ini.

"Lalu apa kamu menyetujuinya?" tanya Heru.

Kali ini Indira berani menatap kedua mata Heru.

"Aku belum menjawabnya, semua ini terlalu mendadak bagiku Heru."

Heru masih memiliki kesempatan sebelum janur kuning benar-benar melengkung.

"Jangan menerimanya Indira," pinta Heru.

"Kenapa?" tanya Indira, dia ingin mendengar alasan apa yang akan di ucapkan oleh pria di depannya itu.

"Karena aku sebenarnya," ucapan Heru terhenti ketika Aminah memanggil Indira.

"Indira!"

"Iya bu," jawab Indira.

"Maaf ya Heru, ibu sudah memanggilku. Besok kita bisa melanjutkan pembicaraan kita," ucap Indira.

"Tapi Ra," Heru ingin mengatakannya sekarang. Namun Aminah tidak berhenti memanggil Indira untuk segera masuk ke dalam rumah.

Alhasil Heru gagal mengatakan isi hatinya pada Indira. Bagaimana pun dia ingin Indira tahu bahwa Heru menyukainya. Dan berharap Indira tidak menyetujui lamaran dari pria lain.

Indira masuk ke dalam rumah. Tampak Aminah sibuk menyiapkan makan siang mereka.

"Kenapa bu?" tanya Indira.

"Sini bantu ibu, sebentar lagi kakak-kakakmu pulang. Mereka pasti lapar," pinta Aminah pada putrinya.

"Baik bu," Indira akhirnya membantu ibunya menyiapkan makanan. Dia juga merasa sangat lapar setelah pagi tadi belum sarapan. Dan sekarang sudah masuk waktunya makan siang.

Heru memilih untuk kembali ke rumahnya terlebih dahulu.Dia akan kembali menemui Indira nanti malam.

Tentang Perasaan

Heru mencoba menghubungi Indira ketika malam hampir tiba. Lewat ponsel jadul yang dia miliki. Dia mencoba mengirim pesan pada gadis itu.

"Ayolah Indira, balas pesanku?" gumam Heru di teras depan rumahnya sambil melihat kearah ponsel di tangan.

"Heru," panggil nenek dari pria itu.

"Iya nek," jawab Heru. Sang nenek menghampiri Heru. Ikut duduk di samping pria itu.

"Kamu kenapa? Nenek lihat sejak pulang dari ladang,gelisah sekali?" tanya neneknya.

"Heru baik-baik saja kok nek," jawab Heru tidak ingin membuat neneknya khawatir.

"Kamu yakin?" tanyanya.

Heru menganggukkan kepalanya. Dia hanya bisa memendam masalahnya sendiri. Tidak boleh membuat neneknya kepikiran. Karena wanita itu sering sakit-sakitan sejak beberapa bulan ini.

Heru hanya tinggal berdua dengan sang nenek. Kedua orang tuanya entah dimana. Heru sejak kecil tidak pernah bertemu dengan mereka.

"Heru, kalau ada masalah jangan di pendam sendiri. Nenek tahu kamu sedih karena kabar Indira kan?" tanya neneknya.

"Iya nek, Indira dipersunting oleh pria dari kota. Heru tidak rela nek," jawab Heru.

"Apa Indira tahu perasaanmu kepadanya?" tanya neneknya lagi. Heru menggelengkan kepalanya.

"Heru belum sempat mengatakannya nek," ucap Heru sambil menghela napas berat.Sang nenek menepuk pundak Heru.

"Jangan menyerah nak, kamu coba mengatakannya pada Indira. Siapa tahu dia juga sama,menyukai dirimu," ucap nenek.

"Baik nek," balas Heru sambil melemparkan senyumnya.

Suara ponsel di tangan Heru menghentikan percakapan keduanya. Sebuah pesan balasan dari Indira tertera di layar ponselnya.

Gadis itu menyetujui bertemu dengan Heru, tapi tidak malam ini. Dia meminta bertemu besok pagi di taman desa. Heru segera membalasnya.

"Nek, doain ya semoga Indira adalah jodoh Heru," ucap Heru pada neneknya sambil memegang tangan wanita itu.

"Iya, nenek selalu mendoakan yang terbaik untukmu Heru," balas sang nenek.

Di dalam kamar, Indira meletakkan ponselnya begitu saja. Dia berbaring di atas ranjang. Membenamkan wajahnya pada bantal.

"Bagaimana ini? Aku tidak ingin menikah dengan mas Reno." Batin Indira gelisah.

Pintu kamarnya tidak tertutup, Aminah melihat putrinya yang tampak gelisah sejak Reno datang.

Aminah masuk ke dalam kamar,mendekati putri bungsunya itu.

"Dira," panggil Aminah.

Indira bangun dari tempatnya tidur,duduk di pinggir ranjang.

"Iya bu."

"Ibu perhatikan,kamu kok tampaknya sedih nak. Kenapa? Apa karena nak Reno?" tanya Aminah tidak tega melihat Indira bersedih.

"Tidak kok bu, Indira cuma bingung. Kenapa harus mas Reno yang di jodohkan sama Indira?" gumamnya pelan.Aminah lalu mengelus rambut Indira.

"Sebenarnya ada cerita di balik perjodohan ini nak," jelas Aminah.

"Apa itu bu?" tanya Indira penasaran.

"Kakek mu dulu pernah menolong seorang teman, beliau dalam kesulitan saat itu. Tepatnya malam ketika kakek mu berjalan di lereng gunung. Beliau melihat seseorang yang hampir meninggal karena jatuh dari jurang. Kakek mu membawanya ke rumah dan merawatnya hingga sembuh. Pria yang di tolong itu adalah kakeknya Reno."

Jelas Aminah menceritakan apa yang dia ketahui.

"Dan sejak beliau sembuh, keduanya sepakan untuk saling berkomunikasi dan menjadi keluarga. Hingga mereka memutuskan untuk menjodohkan masing-masing dari keturunan mereka. Dan kamu lah yang beruntung itu nak," jelas Aminah.

"Tapi bu, Indira tidak mencintai mas Reno." Indira masih berharap perjodohan mereka tidak akan terjadi.

"Cinta bisa tumbuh setelah kalian menikah Indira. Kamu jangan khawatir akan hal itu, lagi pula Reno sepertinya anak yang baik. Ibu yakin kamu pasti akan bahagia jika bersama dengannya.

Indira hanya bisa terdiam, tak tahu lagi apa yang harus dia katakan pada ibunya. Hatinya semakin di landa kegelisahan. Dia hanya berharap bisa bertemu Heru secepatnya dan mengatakan tentang perasaannya pada pria itu. Sebelum dia menikah dengan Reno.

Esok hari tiba, Heru bergegas menuju ke taman di dekat desa mereka. Begitu pula dengan Indira. Dia juga menuju ke tempat janjian mereka berdua.

Tak perlu waktu lama untuk keduanya bisa sampai di tempat itu. Karena kebetulan tamannya tak jauh dari rumah keduanya.

"Indira," panggil Heru ketika melihat Indira datang. Heru datang lebih awal dari gadis itu. Dia duduk di kursi panjang yang ada di taman itu.

"Heru," Indira ikut duduk di kursi itu.

"Indira,ada hal yang ingin aku katakan kepadamu saat ini," ucap Heru tanpa basa-basi lagi.

"Aku juga Heru," jawab Indira.

Keduanya saling duduk berhadapan. Tampak mereka sama-sama gelisah.

"Kalau begitu biarkan aku duluan yang mengatakannya Indira," Heru ingin segera mengatakan apa yang ada di dalam hatinya.

"Baiklah, tentang apa itu?" tanya Indira.

"Sebenarnya,aku sudah lama menyukai mu Indira." Kalimat itu akhirnya keluar juga dari mulut Heru.

Gadis itu tidak terkejut, namun senyum di bibirnya menandakan bahwa dia senang akan pernyataan dari Heru tadi.

"Jadi bisa kah kamu tidak menerima pria itu?" tanya Heru di akhir kalimatnya.

"Hal yang sama, yang ingin aku katakan padamu Heru. Aku juga sudah lama menyukaimu. Namun jika kamu memintaku untuk tidak menerima pria itu. Mungkin akan sulit,karena kami telah di jodohkan sejak kecil oleh kakek kami," jelas Indira dengan suara pelan.

Heru yang tadinya sudah senang mendengar bahwa Indira juga menyukainya berubah sendu. Karena ternyata Indira di jodohkan oleh pria itu.

"Tapi Indira, kita bisa membatalkan perjodohan itu. Selama kamu mau?" ucap Heru masih berharap.

"Bagaimana caranya?" tanya Indira tidak mengerti maksud dari ucapan Heru.

Heru menatap serius ke arah Indira. Dia ingin sekali memeluk gadis di depannya itu.

"Ayo kita kawin lari!" ajak Heru pada Indira. Seketika Indira terkejut mendengarnya. Tidak pernah sedikitpun dia memiliki niatan untuk kawin lari bersama Heru.

"Tidak, aku tidak mau Heru. Aku takut ayah dan ibu ku akan marah," ucap Indira.

"Jangan takut Indira,aku akan melamar kamu secepatnya. Selama kita saling mencintai,mereka pasti akan membiarkan kita bersama."

Heru memegang tangan Indira erat.Dia sangat bersungguh-sungguh ingin memiliki Indira.

"Lupakan saja Heru, niat mu untuk melamar ku. Kedua orang tuaku pasti akan menolaknya," Indira tahu betul bagaimana sifat kedua orang tuanya. Jika memiliki keinginan.

"Kamu menyerah?" tanya Heru.

"Aku tidak tahu Heru, aku menyukaimu. Tapi tidak berani melawan kedua orang tuaku, hanya mereka yang aku miliki," jelas Indira pada pria di depannya itu.Dia berharap Heru bisa mengerti keputusannya.

"Lalu bagaimana denganku,aku tidak bisa melihatmu bersama pria lain Indira." Heru menatap dalam ke dalam mata Indira.

"Indira!" panggil Aminah tidak sengaja ketika melihat putrinya di taman itu.Berduaan dengan Heru.

"Ibu!" Indira segera melepaskan tangan Heru dari punggung tangannya.Dia sangat panik,takut jika ibunya tahu bahwa dia dan Heru saling menyukai.

"Apa yang kalian lakukan berdua di sini? Kenapa saling berpegangan tangan?" tanya Aminah curiga.

"Tidak ada apa-apa kok bu, tadi kita hanya kebetulan bertemu saja. Iya kan Heru?" Indira mencoba menjelaskan pada ibunya agar tidak marah.

"Tante, Heru menyukai Indira. Begitu sebaliknya." Ucap Heru dengan memberanikan dirinya. Indira menatap tajam Heru. Gadis itu takut jika sampai ibunya marah.

Aminah terdiam di depan dua remaja itu. Dia tengah mencerna apa yang telah dia dengar tadi.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!