Chesy sedang memilih baju di lemari, tiba- tiba pundaknya disentak hingga tubuhnya berbalik seratus delapan puluh derajat. Kini menghadap sosok pria bertubuh tinggi dengan rambut potongan mirip tentara.
"Siapa kau?" Chesy histeris menatap lelaki asing yang menyusup ke kamarnya.
Chesy baru saja selesai mandi. Kini hanya mengenakan kimono dengan bawahan sepanjang betis.
Pria dengan lengan bertato itu menelan menatap dada putih Chesy diantara belahan kimono. Salah satu tangannya cepat- cepat membekap mulut Chesy, tangan lainnya berusaha menyingkap kimono yang dikenakan oleh gadis itu, namun tidak berhasil karena Chesy lebih cekatan mengelak dan memundurkan tubuh dengan sempurna. Ia terlepas dari pegangan pria asing itu.
"Tolooooong...!"
Jeritan Chesy sangat keras bak petir mengguntur, membuat si pria asing berpikir dua kali untuk bisa melanjutkan aksinya. Segera pria itu menghambur keluar, melompat dari jendela yang entah sejak kapan sudah dalam keadaan terbuka. Chesy tidak menyadari hal itu sebelumnya.
Merasa sudah dilecehkan, Chesy tak mau tinggal diam. Ia ikut melompati jendela sesaat setelah menyambar jilbab dan memasang di kepala sambil berlari mengejar pria asing.
"Maliiiiing!" seru Chesy sambil menunjuk pria yang berlari di hadapannya.
Lebih baik meneriaki maling, kesannya lebih simpel dari pada meneriaki tukang mesum.
"Mana maling? Mana malingnya?" Warga pun berhamburan turut mengejar.
Chesy melihat pemuda tadi berbelok, melompat seperti ninja melewati jemuran warga.
Chesy sudah bisa menebak kemana arah pria itu, ia pun memotong jalan supaya bisa cepat menangkap si pria yang sudah berbuat tak senonoh padanya.
Dari kejauhan, Chesy melihat pemuda itu memasuki sebuah rumah yang ditinggali oleh pria muda, yang dikenal sebagai ustad Cazim. Dia tinggal sendirian di rumah itu sejak sebulan terakhir, dia seorang pendatang. Belakangan selalu menjadi topik pembicaraan para gadis karena fisiknya yang sempurna, tampan dan salih dengan penampilan khas ala ustad muda, masih lajang lagi.
Chesy memasuki rumah Cazim melalui pintu belakang mengikuti pria asing tadi.
Begitu memasuki ruangan belakang, Chesy dikejutkan oleh pemandangan yang tak main- main. Tampak seorang pria bertubuh gagah dengan lengan berotot, wajah tampan melankolis duduk di kursi, kedua kaki naik ke atas meja sambil menyesap rokok. Rambutnya sedikit menutupi alis. Ia bertelanjang dada hingga bentuk bidang di dadanya itu terekspos. Ada tato kecil di lengan berotot itu, tepat di dekat pundak pria itu.
Chesy hampir tidak mengenali pria itu jika saja ia tidak melihat dagu yang terbelah milik ustad Cazim. Iya, pria yang sedang dia temui itu adalah sosok yang sering dipanggil dengan sebutan ustad Cazim.
Tak pernah sebelumnya ustad Cazim berpenampilan seperti itu, dia ke luar rumah dan tampil di depan umum selalu dalam keadaan rapi dengan tampilan ustad selayaknya. Baju koko dan celana gombrang serta kopiah di kepala. Tak jarang pula mengenakan sorban di pundak. Tapi ini?
Chesy menelan. Gadis berkulit putih itu tidak pernah berinteraksi dengan ustad yang baru tiga bulan menjadi guru ngaji di komplek itu, bahkan Cazim juga sering menjadi imam masjid ketika ayahnya Chesy yang notabene adalah imam masjid berhalangan hadir ke masjid dan tidak bisa shalat berjamaah.
Chesy hanya sering melihat Cazim dari jarak jauh saja. Menurut kabar burung, Cazim juga sudah beberapa kali diundang untuk mengisi tausiah di acara- acara yang diselenggarakan di komplek itu, contohnya seperti acara saat memperingati hari besar umat Islam.
Lelaki yang sudah terlanjur kepergok dalam keadaan urakan itu terdiam menatap kehadiran Chesy. Sekali lagi ia menghisap batang rokoknya dan mematikannya di dalam asbak yang ada di meja.
“Mas Cazim?” lirih Chesy heran. Ia terpaku menatap keadaan Cazim yang jauh dari kata ustad. Masak sih ustad merokok? Bahkan punya tato begitu?
“Kau … Kau adalah anaknya Pak Yunus kan?” Lelaki berhidung mancung itu mengingat- ingat. Ini adalah pertama kalinya ia mengobrol dengan gadis cantik itu.
Chesy melangkah mundur melihat lelaki bertubuh gagah itu berjalan mendekatinya. Perasaan takut menyergap benaknya.
Bersambung
Cek ombak dulu, kalau rame, lanjut. Komen yah biar tau ada yang baca atau enggak.
"Kk kamu mau apa?" Chesy ketakutan.
Cazim tidak menjawab, tatapannya tajam.
“Kk kamu benar- benar berbeda.” Chesy menatap tubuh gagah Cazim yang tanpa lapisan baju. Dalam kondisi seperti ini, Cazim benar- benar tidak pantas dipanggil dengan sebutan ustad seperti yang digaungkan oleh kebanyakan orang.
“Bisakah kau masuk ke rumah orang mengucap salam, permisi atau ketuk pintu? Apa ini yang diajarkan oleh ayahmu? Tidak ada etika.” Suara Cazim datar, namun ia memendam kekesalan. Cazim terlihat kesal bukan karena Chesy yang masuk rumahnya tanpa permisi, tapi lebih kepada Chesy telah memergoki keadaanya. sepertinya ia lupa mengunci pintu belakang.
Lah, Cazim yang kelihatan alim dan murah senyum itu bisa ngamuk juga? Lelaki ini benar- benar mengerikan. Semuanya yang tampil di depan umum ternyata hanyalah casing saja. Chesy tertegun.
Cazim menghela napas.
“Ada apa kau kemari? Seorang gadis mencari laki- laki malam hari itu tidak baik. Masih ada hari esok bukan? Pulanglah!” kali ini Cazim rileks sekali seakan tidak terjadi apa- apa. Padahal ia tadi tampak sangat emosi.
“A aku mencari maling. Maksudku, ada penyusup masuk ke rumahku. Dan dia kabur ke sini. Mana dia?”
“Jangan bercanda. Itu kedengaran konyol dan bod*h.”
Chesy kesal sekali mendengar perkataan itu. dikira ia berhalusianasi hingga dikatain konyol. Dan apa tadi? Bod*h? Setelah kepeergok dengan tampilannya yang urakan begini, Cazim seolah kepalang basah. Sama seperti peribahasa terlanjur basah, ya sudah mandi sekali. Sudah ketahuan kedoknya, ya sudah perlihatkan saja sekalian aslinya. Buat apa ditutup- tutupi?
“Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri penyusup itu masuk ke sini.” Chesy meyakinkan.
“Wanita akhir jaman memang berbahaya, modusnya mengerikan dan caranya manis sekali.”
Loh kok Chesy malah dituduh modus? Keterlaluan!
“Aku ke sini bukan untuk modus ya, beneran aku melihat penyusup masuk ke sini. Justru aku menolongmu juga. Bisa jadi orang itu membahayakanmu.”
Cazim geleng- geleng kepala.
“Oh atau jangan- jangan orang itu adalah komplotanmu?” tebak Chesy dengan mata membulat sempurna.
“Makin ngaco!”
“Aku bersungguh- sungguh. Kamu mau kan menggeledah rumah ini sama- sama?”
Bukannya menjawab, Cazim malah memusatkan perhatiannya ke kaki Chesy yang kimono bawahannya hanya sampai ke lutut, membuat Chesy segera menangkupkan kedua tangannya ke bagian yang dipandang.
“Lebih baik kau pulang dan memasang celana. Tidak baik seorang gadis keluar malam malam dalam keadaan begini!”
Huh, Chesy kesal sekali. Cazim bukannya mendengarkan perkataannya, malah membahas hal lain yang membuat Chesy jadi malu. Gadis itu menghambur keluar.
Loh, kenapa Chesy harus keluar dari rumah Cazim? Bukankah maksudnya memasuki rumah Cazim adalah untuk mencari keberadaan si penyusup yang jelas- jelas memasuki rumah Cazim? Dan satu lagi, tampilan Cazim benar- benar memperlihatkan seorang preman, bukan sosok ustad. Jangan- jangan lelaki itu sebenarnya penjahat.
Lelaki itu baru tiga bulan berada di sini dan mengaku sebagai orang yang paham agama, jangan- jangan itu kedok doang. Tapi apa tujuannya dia berkedok seperti itu?
Seharusnya Chesy membawa hape dan merekam kejadian tadi. Tapi sialnya, benda canggih itu tidak ada di tangannya. Kalau saja ia sempat merekam posisi Cazim yang seperti tadi, maka hal itu tentunya akan menjadi viral dan menghebohkan seluruh warga.
Chesy berhenti, menunduk dan menatap kimono menyebalkan yang panjangnya hanya sampai ke lutut. Seharusnya ia tidak dipermalukan oleh Cazim jika memakai pakaian pantas. Ia berlari secepat kilat memasuki rumah. Jangan sampai ada orang lain yang memergokinya begini.
Bersambung
Masih sepi. Yuk share di grup FB kalian. 😊😊
Makasih yg udah pada baca sampai sejauh ini. Kalau rame Emma Shu semangat update dan bersedia crazy up.
Klik like loh, jangan sampai melupakan itu.
“Dari mana kamu?”
Pandangan Chesy tertuju ke sumber suara, menatap Yunus yang baru saja keluar dari ruangan sebelah. Lelaki berkopiah putih itu membawa segelas kopi. Seperti biasa, ia membuat kopi sendiri. itulah yang ia lakukan semenjak istrinya meninggalkannya untuk selama- lamanya. Ia tidak pernah merepotkan Chesy dan meminta putrinya itu untuk membuatkan kopi, ia lebih suka melakukannya sendiri. cita rasa kopi buatannya lebih nikmat.
“Aku dari …”
“Kamu dari luar dalam kondisi begini?” Tatapan lelaki paruh baya yang rambutnya sebagian sudah memutih itu melebar ke arah betis Chesy.
“Abi, ini… ini…” Chesy malah jadi gugup gara- gara mendapat tatapan tajam dari ayahnya.
“Bagaimana bisa kamu keluar rumah malam- malam begini hanya memakai kimono, Chesy? Malu! Kamu perempuan! Ndak elok berperilaku begini?” Yunus tampak frustasi. Pasalnya, putrinya itu memang pecicilan dan suka bikin masalah. Sering melakukan hal- hal yang di luar nalar. Malas shalat, malas mengaji, malas memasak dan suka bangun kesiangan. Shalat subuh pun mesti dibangunin terus.
Setiap kali Yunus menceramahinya, ia hanya akan cengengesan dan menghambur pergi. Meski pun begitu, Chesy tetap melakukan apa saja yang diperintahkan ayahnya. Tidak perah sekali pun ia membantah meski mengerjakannya dengan malas- malasan.
Bahkan dulu juga kabur dari pondok dan pulang dengan kaki nyeker. Pokoknya tingkah Chesy benar- benar telah membuat Yunus kehabisan kesabaran. Yunus mengira kesalahan Chesy kemarin yang telah membuat telur dadar menjadi gosong karena ditinggal main game itu adalah kesalahan terakhir, tapi ternyata Chesy membuat ulah lagi.
“Abi tidak pernah mengajarkanmu kelayapan malam- malam, apa lagi pakai pakaian begini. Duh, gusti pangeran! Masuk sana!” titah Yunus menunjuk pintu kamar Chesy.
Gadis cantik itu melompat dan langsung mengejar pintu kamarnya. “Nanti aku jelasin, Abi!”
Chesy berteriak sambil masuk kamar. Ia langsung menukar kimono dengan memasang baju tidur.
Setelah itu Chesy buru- buru keluar kamar untuk menemui abinya. Ia sudah tidak sabar ingin menceritakan fakta amazing yang baru saja dia saksikan di rumah Cazim. Bisa- bisa abinya itu akan pingsan karena saking kagetnya.
"Abi, abi harus mendengar ceritaku. Ini sesuatu banget, Bi." Chesy melompat dan duduk di sofa sisi ayahnya. Raut wajahnya menggebu- gebu.
"Jadi tuh gini ...."
"Lebih baik kamu pakai dulu jilbabmu itu!" potong Yunus yang melihat putrinya menghambur keluar kamar tanpa hijab. Rambutnya yang hitam dan berkilau bak model shampo itu pun tergerai indah sekali, menambah kesan cantik di wajah gadis dua puluh tiga tahun itu.
Chesy sontak mengangkat tangan dan meraba kepalanya yang ternyata tanpa hijab.
"Abi kan sudah selalu bilang ke kamu, jangan pernah melepas jilbab meski kamu berada di rumah. Kecuali di kamar. Rumah ini kan ada Mang Darel yang bekerja sebagai asisten rumah tangga, dia bukan mahram kamu, jangan biarkan Mang Darel melihat auratmu. Jika dalam kondisi kamu tidak menutup aurat dan itu mengundang kejahatan lelaki terhadapmu, maka jangan salahkan orang lain," tegas Yunus, sama seperti kalimat yang kerap ia ucapkan sebelumnya.
"He he... Buru- buru, Abi. Lupa jadinya." Chesy ngibrit masuk kamar dan kembali ke menemui abinya sambil memasang jilbab. "Ada informasi mengejutkan, abi pasti kaget kalau mendengar ini. Jadi begini..."
"Ngomongnya pelan- pelan, Chesy. Muncrat semua ini!" Yunus mengelap keningnya dengan tisu.
"Masak sih, abi?" Chesy terkekeh. "Abi mau denger berita yang bakalan viral nggak? Siap- siap aja, jangan jantungan ya, Abi."
"Ya sudah, katakan!"
"Ternyata Mas Cazim, lelaki yang sering dipanggil ustad sama semua penghuni komplek ini tuh bukan ustad. Casingnya itu cuma kedok doang. Dia tuh aslinya preman."
"Dari mana kamu bisa bilang begitu?" Yunus meneguk minumannya dengan rileks.
"Abi nggak kaget?"
"Katakan saja dari mana kamu bisa bicara begitu? Apa kamu tadi tidur dan bermimpi?"
"Abi mengira semua yang aku katakan ini cuma mimpi?"
Yunus hanya memutar mata, menunjukkan sikap santai.
"Bi, aku tadi baru aja selesai mandi, baru pakai daleman, kimono juga masih melekat di badan. Lalu tiba- tiba ada orang menyusup masuk kamar, terus dia kabur karena aku teriak. Langsung aja aku kejar dia. Aku sampai lupa kalau aku masih pakai kimono."
"Lalu?" Yunus masih tampak santai sekali, tanpa ekspresi.
"Terus lelaki mes*m itu masuk ke rumah Mas Cazim, aku terus ikuti sampai nggak sadar kalau aku udah berada di rumah Mas Cazim. Di sanalah aku memergoki Mas Cazim tampil seperti seorang preman. Dia punya tato, dia merokok, kakinya naik ke atas meja. Pokoknya jauh bila dikatakan seorang ustad."
Yunus berdehem.
"Karena udah kepalang basah kepergok dalam posisi seperti itu, sikap Mas Cazim pun nggak menunjukkan sikap seorang ustad. Dia bicara dengan marah, dia kasar dan sangar. Nggak ada sopan sopannya seperti yang biasanya dia tampilkan di depan umum."
"Lebih baik kamu cuci muka dulu dan tidurlah. Kebanyakan mengarang cerita juga tidak bagus." Yunus melangkah pergi.
Yasalam, sudah sangat lelah lidah Chesy bicara panjang lebar, tapi ayahnya malah tidak mempercayainya. Sebegitu besar kepercayaan Yunus terhadap Cazim. Bagaimana tidak? Cazim selama ini memang terlihat sebagai pemuda yang berbudi baik, sopan dan pantas dijadikan panutan. Beberapa kali menggantikan Yunus menjadi imam masjid dengan bacaan yang fasih dan melantunkan ayat dengan irama merdu, membuat jamaahnya merinding dan kagum.
Ada banyak para ibu ibu berdaster yang mengagumi sosok Cazim dan mengharapkan pemuda itu menjadi mantunya. Cazim juga menjadi guru ngaji. Semua perilaku Cazim sudah cukup membuat Yunus meyakini bahwa pemuda itu adalah pemuda salih. Toh Yunus juga sudah sangat sering berinteraksi dengan Cazim, mengobrol mengenai keagamaan, ilmu Cazim cukup baik dalam hal agama.
Lalu bagaimana bisa Yunus akan mempercayai perkataan Chesy yang kesehariannya jelas- jelas terlihat sebagai anak bandel, nakal dan suka membuat ulah? Tidak hanya sekali saja Chesy membuat abinya kesal karena tingkahnya yang nyaris bikin kepala Yunus hampir pecah. Bahkan setiap dibangunin shalat subuh juga sulit sekali, pernah sampai disiram air baru bangun.
Kini, Chesy mengingat- ingat perlakuan Cazim terhadapnya tadi. Lelaki itu sudah membuatnya muak sekali. Ia tersenyum penuh akal.
Lihat saja nanti, akan aku bongkar kedokmu, Ustad gadungan! Akan kutunjukkan pada abi dan semua orang bahwa kamu tampil alim cuma kedok doang.
***
Bersambung..
Klik tombol subscribe supaya kalian mendapat notif saat cerita ini update,
klik like juga yah.
kalau mau minta update, silakan klik tombol permintaan update sebanyak- banyaknya biar Emma Shu tahu ada yg nungguin update 🥰
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!