Sebuah pernikahan sederhana di gelar di rumah pribadi bapak Usman Afwan.
Hanya ada tenda kecil dan beberapa orang tamu saja yang hadir di acara tersebut.
Pernikahan tersebut terjadi secara mendadak karena rencananya calon menantu pak Usman Afwan akan diberangkatkan sebagai prajurit di wilayah konflik sebagai pasukan perdamaian di luar negeri.
Pernikahan Rafly dan Zakira sebenarnya akan berlangsung tiga bulan kedepan. Rafly ditugaskan untuk mengganti salah seorang personil yang menderita cedera parah saat latihan militer.
Karena tugas mendadak itulah, Rafly dan keluarga berniat untuk mempercepat pernikahan tersebut.
Pernikahan pun digelar secara sederhana.
"Bagaimana Pak sudah siap?" tanya penghulu pada pak Usman yang menjadi wali nikah bagi Zakira.
'Insyaallah siap pak penghulu."
"Nak Rafly sudah siap?"
"Siap Pak!" sahut Rafly dengan tegas dan penuh semangat.
Seperti semangat seorang prajurit di Medan pertempuran.
"Kalau begitu kita mulai saja, pak Usman dan Rafly silahkan berjabat tangan, kita langsung mulai akad nikahnya."
Pak Usman menyodorkan tangannya.
"Rafly Aiman saya nikah dan kawinkan kamu dengan keponakan saya yang bernama Zakira Radisti binti Husein Idris dengan mas kawin seperangkat alat sholat dibayar tunai!"
"Saya terima nikah dan kawinnya Zakira Radisti binti Husein Idris dengan mas kawin seperangkat alat sholat dibayar tunai."
"Bagaimana para saksi?" tanya penghulu.
"Sah!" sahut para saksi
"Alhamdulillah. Kini nak Rafly dan Zakira sudah resmi menjadi suami istri.
Kedua belah keluarga tersenyum ikut merasakan kebahagiaan kedua mempelai.
Setelah akad nikah, seorang gadis cantik berkerudung putih datang menghampiri Rafly, gadis cantik itu adalah Zakira wanita berusia dua puluh tahun yang kini telah resmi menjadi istrinya.
Zakira mencium punggung tangan Rafly.
Raut wajah bahagia terpancar dari Rafli saat itu, dimana sebelum berangkat, dia bisa menikahi wanita yang selama tiga tahun ini bersamanya, meski harus melewati proses administrasi yang panjang.
Seorang pria dengan wajah masam menatap ke arah Zakira dan juga Rafly yang tengah diliputi perasaan bahagia.
'Sudah berapa kali aku menyatakan cinta pada mu, tapi selalu saja kau menolak cintaku. Padahal Apa kurangnya aku dibanding dia. Aku lebih kaya lebih mapan, sementara dia hanya prajurit biasa." Pria itu kemudian bangkit dan berdiri meninggalkan tempat nya saat ini.
Rasanya ia tidak kuat melihat gadis yang dicintainya menikah dengan seorang laki-laki yang menurutnya tidaklah lebih baik dari dirinya sendiri.
Pria itu sudah mencintai Zakira sejak lama. Namun, Zakira selalu menolak pernyataan cinta darinya, dengan alasan sudah memiliki pacar dan tunangan.
Seminggu yang lalu dia mendapat kabar jika Zakira akan melangsungkan ijab kabulnya di hari ini. Padahal sebelumnya pria itu masih berharap Zakira batal menikahi sang pria, karena akan terjadi suatu insiden besar ketika sang pria berangkat menunaikan tugasnya.
Namun harapannya pupus begitu saja, dan meninggalkan kekecewaan yang mendalam, karena ternyata sebelum berangkat mereka sempat melakukan ijab kabul.
Perasaan kecewa dan patah hati pun menghampiri sang pria yang sudah lama memendam perasaannya terhadap Zakira. Kali ini dia benar-benar gagal dalam mendapatkan sang pujaan hati.
Pria itu melangkah menuju mobil kemudian pergi meninggalkan tempat tersebut.
Brummm…auman mobil sang pria terdengar seperti amarah yang sedang bergemuruh di hatinya.
"Sial! Harusnya Aku tak pergi di acara ini,meski aku diundangnya,"ucap pria itu sambil memukul stir.
"Lihat saja nanti suatu saat aku akan mendapatkanmu Zakira apapun caranya aku harus memilikimu!" Tekad pria itu begitu bulat, di dalam hatinya hanya ada satu cinta dan itu hanya untuk Zakira.
***
Waktu terus berlalu, besok kedua sepasang suami istri itu harus berpisah karena Rafly akan menunaikan tugasnya.
Selama seminggu ini, Zakira ambil cuti, karena dia ingin menghabiskan waktunya bersama sang suami sebelum keberangkatan Rafly ke daerah konflik.
Zakira berbaring dengan tubuh yang masih bugil dan bercucur keringat setelah melayani sang suami untuk kesekian kalinya setelah mereka menikah.
Rafly memeluk erat Zakira dalam dekapannya. Dicium ceruk leher sang istri berkali-kali.
"Za, Terima kasih ya karena kamu menerima mas sebagai suami kamu. Kamu tahu sendiri kan tugas Mas bagaimana?"
Zakira membalikkan tubuhnya sehingga berhadapan langsung dengan Rafly.
"Kan sebelumnya kita sudah komitmen dengan hubungan kita Mas, aku sudah tahu resiko menjadi istri seorang prajurit sepertimu," ucap Zakira sambil membenamkan kepalanya di ceruk leher Rafli.
"Kalau Mas Rafli pergi, kemungkinan Mas Rafli akan jarang menghubungi kamu Za, maklum saja di sana tak bisa setiap waktu memegang alat komunikasi apalagi daerah di sana biasanya kualitas sinyalnya berbeda dengan negara kita ini."
"Iya Mas aku ngerti kok, asal kamu jangan nakal saja ya di sana," ucap Zakira.
"Gak akan nakal kok sayang, cuma kamu yang mas cinta Za," ucap Rafli sambil memeluk erat Zakira.
Zakira menerima pelukan hangat suaminya itu.
"Za, sekali lagi boleh ya, besok kan mas Rafly mau berangkat Za."
"Berkali-kali juga boleh Mas," balas Zakira.
Rafli tersenyum kemudian memulai pertarungan hangat di ronde berikutnya.
***
Pagi ini kedua pasangan suami istri yang saling mencintai itu, tak banyak berkata-kata.
Jauh di lubuk hati Zakira, dia merasakan sedih, karena sang suami harus meninggalkannya selama enam bulan, dimana seharusnya mereka berbulan madu dan menghabiskan bersama.
Namun Zakira tak mau terlihat lemah, dia harus kuat dan menguatkan suaminya.
Ini adalah tugas negara, dan ada banyak manusia yang membutuhkan Rafly dan personil lainya, ya meskipun resikonya tak main-main. Resiko terbesar adalah kepergian Rafly dan tak akan kembali lagi.
Hiks hiks, memikirkannya saja Zakira tak sanggup.
Zakira berharap sang suami pulang dalam keadaan selamat.
Meski menguatkan hatinya, air mata Zakira tak lagi dapat dibendung, dia pun menangis sambil memasukkan pakaian sang suami di ransel besarnya.
Rafly tersenyum sambil memeluk Zakira.
"Tenanglah sayang, jangan sedih. Aku pasti kembali," bisik Rafly sambil menciumi pipi Zakira lekat.
Hiks hiks, Zakira memutar tubuhnya kemudian memeluk suaminya.
"Kau harus pulang Mas, aku mencintaimu hanya mencintaimu," ucap Zakira sambil mempererat pelukannya.
"Iya sayang aku pasti akan pulang untuk mu."
Beberapa saat pasangan suami itu itu habiskan dengan saling memeluk dan bercumbu sebelum mereka berangkat ke lapang udara TNI.
***
Tak hanya Rafly, kedua orang tua Rafly juga ikut mengantar kepergian Rafly.
Sebelum naik ke dalam pesawat tempur, Rafly menghampiri sang istri yang terlihat menahan derai air matanya.
Di pelukannya sang istri .
"Mas pergi dulu ya, Za. Doakan mas selamat hingga pulang nanti kita bisa berkumpul bersama lagi."
"Iya Mas, doaku selalu menyertaimu, pergilah pahlawan ku," ucap Zakira dengan lirik sambil membendung air matanya.
Keduanya semakin erat memeluk, sebelum akhirnya perintah sang komandan meminta para pasukan tersebut untuk bersiap memasuki pesawat.
Rafli dan Zakira melepaskan pelukannya, tanpa banyak berkata-kata.
"Mas Rafly harus pergi Za," ucap Rafly.
"Hati-hati semoga sampai di tempat tujuan."
Zakira menatap punggung suaminya yang perlahan menjauh darinya, hingga Rafli masuk ke dalam pesawat tempur yang sudah siap lepas landas sebentar lagi.
Zakira terus berdoa berharap sang suami pulang dalam keadaan baik-baik saja.
Zakira melambaikan tangannya ke arah pesawat yang sudah lepas landas.
"Ya Allah selamatkan lah mas Rafli, bawalah dia pulang pada ku dalam keadaan sehat tanpa kurang satu apapun."
Zakira mempersiapkan diri untuk pergi ke kantor, setelah dua Minggu dia cuti.
Karena sebelumnya Zakira menumpang tinggal di rumah pamannya, Zakira terpaksa tinggal di rumah mertua sambil menunggu Rafly datang.
Zakira keluar dari kamar dan menemui kedua mertuanya yang merupakan pensiunan pegawai negeri.
"Sudah mau kerja Zakira?" tanya Ayah mertuanya.
"Iya Yah, Zakira pergi dulu ya."
Zahra menghampiri kedua mertuanya walaupun dia tahu, kedua mertuanya itu kurang menyetujui pernikahan mereka.
Ada seorang gadis yang naksir Rafly, gadis itu seorang pengusaha restoran, memiliki kehidupan yang mapan. Tentu saja sangat berbeda jika dibandingkan dengan dirinya yang hanya karyawan biasa.
"Zakira pergi dulu ya Yah, Bu."
"Iya, sahut mereka."
Hari ini hari pertama kalinya Zakira tanpa Rafly dan semua terasa lebih berat dari hari sebelumnya.
Di mana dia harus menghadapi ibu mertua yang tak ramah.
Zakira ke kantor dengan menggunakan motor matic kesayangannya.
Tiba di kantor dia langsung mendapatkan ucapan selamat dari para karyawan yang tak sempat menghadiri pernikahannya.
Walaupun sudah dua minggu pernikahannya.
"Zakira, kamu dipanggil oleh pak Raymond tuh," kata Santi rekan Zakira
"Kenapa? Gue gak di pecat kan?"
"Ngak tahu, kayaknya pak Reymond tahu saja jika kamu hari ini sudah masuk kerja."
"Iya gue sudah kasih tahu sama pak Reymond sebelumnya."
"Oh pantesan."
"Kok pak Reymond datang pagi sekali."
"Gak tau, Lo tanya sendiri saja."
Zahra masuk ke dalam ruangan pak Raymond.
"Permisi Pak."
"Iya silahkan Zakira."
"Ada apa Pak?"
"Zakira, rencananya ada proyek di luar kota, dan saya ingin mengajak kamu untuk bertemu klien. Jadi kamu bersedia kan mendampingi saya hari ini."
"Ehm, menginap ya pak?"
"Gak kok, nanti sore kita sudah pulang."
Sebenarnya Zakira merasa berat untuk pergi bersama Reymond, jika dulu statusnya masih single, dia tak akan keberatan, tapi statusnya saat ini adalah seorang istri, ya meskipun sang suami sudah merelakan Zakira untuk tetap bekerja.
"Gak lama kok Zakira."
"Aduh bagaimana ya, mau ijin dengan mas Rafly, mas Rafly gak bisa di hubungi lagi."
"Zakira, bisa kan?" tanya Reymond mendesak.
Karena tak enak menolak, Zakira mengirim pesan kepada Rafly untuk meminta izin.
"Oh iya bisa pak."
Zakira dan Raymond pun keluar dari ruangan.
Santi tersenyum menyeringai melihat Zakira dan Reymond yang keluar
"San, gue pergi dulu ya."
"Oke hati-hati."
Mereka langsung menuju lobby karena mobil Reymond sudah dipersiapkan di lobby.
Seorang pria membukakan pintu bagian depan untuk Zakira.
"Silahkan, nyonya."
Sebenarnya Zakira sedikit risih, dia diperlakukan bak nyonya Raymond saja.
"Loh kita gak pakai supir pak?" tanya Zakira ketika melihat Reymond duduk di kursi kemudi.
"Tidak usah."
Zakira menggigit bibir bagian bawahnya, dia takut Reymond berbuat macam-macam. Reymond pernah menyatakan cintanya terhadap Zakira , tapi sudah ditolak olehnya.
Reymond melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang, meski mereka berada di jalur luar kota.
Waktu masih menunjukkan pukul delapan lewat beberapa menit saat itu.
"Zakira , kita singgah sarapan sebentar ya, baru jam delapan nih."
"Ehm, iya pak."
Zakira semakin gelisah karena Reymond sepertinya menunda-nunda waktunya untuk berangkat..
Setelah sarapan mereka pun melanjutkan perjalanan lagi. Setelah dua jam perjalanan mereka bertemu dengan seorang pria.
Pria itu terlihat biasa saja. Tak seperti investor seperti yang di pikiran Zakira.
Pertemuan pun terjadi, Zakira di buat kesal, karena sepertinya tak ada obrolan penting hingga mengharuskan mereka bertemu di luar kota.
Setelah pertemuan, Reymond kembali mengajak Zakira makan siang bersama, setelah itu mereka singgah di salah satu supermarket.
Entahlah, Zakira merasa jika kerjaannya saat itu hanya buang-buang waktu dan hanya menemani Raymond, bukan untuk bisnis dan sejenisnya.
Sepanjang perjalanan Zakira tampak bete. Sementara Reymond tampak senang karena bisa bersama sang pujaan hatinya.
Berhubung hari sudah sore jam kantor pun sudah usai, Reymon bermaksud mengantar Zakira pulang ke rumah.
Mobil Reymond berhenti di depan rumah mertua Zakira.
Tentu saja hal itu membuat kedua mertua Zakira menjadi curiga.
Zakira turun dari mobil
"Terima kasih ya Pak," ucap Zakira dengan wajah yang cemberut.
"Iya sama-sama Zakira." Reymond tersenyum puas, kemudian dia membawa mobilnya kembali ke jalan raya.
"Siapa dia Zakira?" tanya ibu mertua di depan pintu.
"Oh dia bos Zakira, Bu. Tadi kami ada pertemuan di luar kota."
"Pertemuan di luar kota? kamu hanya pergi berdua dengan bosmu itu?"
"Iya Bu."
Bu Rita menatap Zakira dari atas sampai bawah dengan tatapan sinis.
"Zakira masuk dulu ya Bu."
Bu Rita tak menjawab, matanya terus mengekori ke arah Zakira.
"Lihat deh Yah, menantumu itu! Apa pantas seorang istri yang suaminya sedang bekerja di luar negeri, pulang dengan laki-laki lain ya meskipun itu bosnya."
"Sudahlah Bu, jangan suudzon mungkin saja memang ada tugas yang mengharuskan Zakira pergi ke luar kota bersama bosnya."
"Tapi Ibu jadi curiga dengan Zakira "
"Sudahlah, kita percayakan saja sama menantu kita, kalau dia berbuat yang tidak-tidak, dia juga yang akan mendapatkan balasannya. Kita juga tidak boleh menuduh orang tanpa bukti."
"Apa kita sadukan saja pada Rafli ya Pak, tentang kelakuan istrinya."
"Sudahlah Bu, belum tentu Zakira berbuat macam-macam. Siapa tahu apa yang dikatakannya itu memang benar."
"Tapi kasihan anak kita, Yah. kerja jauh-jauh dengan resiko yang tinggi demi menghidupi istri, tapi istrinya justru bermain serong dengan bosnya sendiri."
"Jangan asal bicara Bu. Berdosa menuduh orang tanpa bukti."
"Ayah jangan terlalu membela Zakira ya nanti dia besar kepala. Rafli menitipkan Zakira kepada kita, agar kita menjaga istrinya itu. Kita kan nggak tahu bagaimana Zakira sebelumnya."
"Terserah ibu sajalah."
Bu Rita melaporkan kejadian barusan pada Rafli.Dan Rafli lebih percaya terhadap istrinya itu.
***
Hari ke hari berlalu, kini sudah dua bulan Zakira ditinggal oleh Rafli.
Zakira mencoba untuk tetap kuat tinggal serumah dengan mertuanya yang selalu menatapnya dengan tatapan curiga.
Memang ada beberapa kali dia diantar oleh bosnya, itu pun karena memang ada pekerjaan.
Sebenarnya Zakira dilema, antara pekerjaan dan perasaan mertuanya.
Untuk mencegah timbulnya fitnah Zakira memberitahu apa yang terjadi pada Rafli, setiap hari mereka berkomunikasi meski hanya lewat pesan singkat dan terkadang beberapa hari pesannya itu baru dibalas oleh Rafli.
Di dalam balasannya Rafli selalu percaya pada istrinya.
***
Seperti biasa, hari ini Zakira berangkat bekerja dengan menggunakan motornya.
Setiba di kantor Zakira langsung membereskan barang-barangnya.
Waktu menunjukkan pukul 09.00 pagi dan Sinta belum juga datang.
"Sinta ke mana sih? Apa dia tidak masuk ya?" guman Zakira
Kring …Zakira melirik ke arah telpon yang berdering di atas mejanya.
"Iya pak."
"Ke ruangan saya sekarang Zakira."
Zakira menutup teleponnya dan bergegas menghampiri ruangan Reymond.
"Zakira nanti kamu periksa berkas proyek ini satu persatu ya, Saya minta besok sudah harus selesai."
Zakira melihat setumpuk berkas di atas meja Pak Raymond.
'Wah sepertinya aku harus lembur nih mana Sinta nggak datang lagi,' batin Zakira
"Iya Pak." Mau tak mau Zakira menyanggupi permintaan Raymond.
Zakira memeriksa berkas tersebut dari siang hingga jam kerja sudah usai.
Waktu menunjukkan pukul setengah lima dan masih ada beberapa berkas yang harus diperiksa oleh Zakira.
Seorang OB menghampiri Zakira.
"Nggak pulang Mbak?" tanya wanita yang sedang menyapu lantai.
"Belum beres, nggak bisa pulang mbak."
Oh mau dibikinin minum Mbak?" tanya OB itu," kebetulan saya mau kembali ke Pantry."
"Oh ya boleh, kalau begitu buatkan saya minuman hangat ya."
"Baik mbak."
Beberapa saat kemudian OB itu kembali dengan secangkir teh hangat.
Zakira masih melanjutkan pekerjaannya sambil sesekali menyeruput teh hangat itu.
Tiba-tiba saja dia merasa begitu mengantuk. Perlahan ruangan itu gelap, .ungkin ada yang sengaja mematikan lampunya.
Pandangan Zakira semakin berkunang-kunang, ditambah dengan lampu dari layar komputer yang temaram membuatnya semakin mengantuk.
Zakira pun tidak sadar lagi apa yang terjadi padanya.
Zakira tersadar kemudian membuka matanya, ia melihat seluruh ruangan tersebut gelap.
"Ah dimana gue, gue ketiduran ya?" guman Zakira.
Zakira mencoba untuk bangkit dan duduk, dia merasa pakaiannya sedikit berantakan di mana beberapa kancing kemeja tak terkancing hingga bagian dadanya terbuka, tak hanya itu, bagian bawah tubuhnya juga terasa basah.
Zakira membelalakkan bola matanya dia menduga sesuatu pasti sudah terjadi pada dirinya.
"Ya Allah, siapa yang telah melakukan ini padaku hiks," tangis Zakira.
Zakira panik, ia tak tahu harus berbuat apa di ruangan gelap itu tak ada seberkas sinar pun di ruangan tersebut.
Zakira meraba-raba di sekelilingnya mencoba mencari tas miliknya. Beruntung tas tersebut berada tak jauh dari tempatnya berbaring.
Zakira merogoh tas miliknya mencoba untuk mencari ponsel.
Setelah menemukan ponsel Zakira melihat penunjuk waktu di ponselnya.
"Ya Allah sudah jam 10.00 malam. Aku bagaimana Harus bagaimana apa yang akan ku katakan pada mertuaku?"
Lagi-lagi Zakira panik, belum Lagi apa yang sudah terjadi padanya membuatnya takut.
"Ya Allah siapa yang telah menodaiku, kenapa aku bisa berada di ruangan ini hiks, apa yang harus aku lakukan sekarang?" tangis Zakira lagi.
Bingung, sedih dan kecewa perasaan Zakira bercampur aduk.
Zakira menangis sembari mengingat sang suami yang begitu percaya padanya.
"Maafkan aku Mas Rafli, aku tidak bisa menjaga kesucianku sebagai istri," tangis zakira penuh sesal.
Butuh beberapa saat untuk menenangkan dirinya.
Setelah menangis dan perasaannya cukup tenang, Zakira berdiri kemudian merapikan pakaiannya.
"Apa yang harus aku lakukan sekarang apa aku harus katakan aib ini pada Mas Rafli. Tapi aku khawatir mereka akan memfitnahku, apalagi kedua orang tua Mas Rafli tidak pernah menyukaiku."
Zakira kembali bersandar di atas kursi tubuhnya terasa lemas seketika dengan kepala yang masih berkunang-kunang.
"Apa yang harus aku lakukan sekarang Ya Tuhan, ibu mertuaku pasti sedang menunggu kedatanganku, aku harus cari alasan apa agar mereka tak curiga."
"Atau aku laporkan saja peristiwa ini kepada pihak kepolisian, tapi aku pasti akan malu pada keluargaku dan juga keluarga suamiku."
Zakira terus memutar otaknya berpikir apa yang akan ia lakukan selanjutnya.
"Aku harus segera keluar dari sini secepatnya, aku tidak mau penjahat itu menemukanku lagi."
Zakira bangkit sambil menghapus air matanya, sebenarnya ingin sekali ia membersihkan tubuhnya yang sudah ternoda itu.
Namun Zakira lebih memilih meninggalkan tempat tersebut karena tak ingin kejadian itu terulang lagi.
Zakira berjalan menyusuri koridor dengan menggunakan senter handphone.
Ruangan itu begitu gelap dan menakutkan, tapi tak membuat Zakira merasa takut, dia lebih takut apa yang terjadi padanya saat itu diketahui kedua mertuanya.Zakira terus memikirkan alasan apa yang harus dia lakukan.
Setelah berjalan menuruni anak tangga. Zakira tiba juga di pintu keluar dari gedung
Di luar kantor, Zakira melihat ada beberapa mobil terparkir di depan kantornya.
Entah mobil siapa itu, dia pun tak ingin ambil pusing. Zakira menuju parkiran motornya.
Segera mungkin ia keluar dari kantor tersebut.
Zakira melewati pos satpam yang menatapnya dengan heran. Karena Zakira membawa motor dengan kecepatan tinggi, sang satpam pun tak sempat bertanya kenapa Zakira kenapa pulang semalam ini.
Di perjalanan Zakira kembali bingung, ia harus kemana tak mungkin dengan keadaan yang acak-acakan, ia pulang ke rumah mertuanya.
"Ya Allah, aku harus ke mana? dengan penampilanku seperti ini, akan membuat ibu mertuaku curiga aku takut dia akan mengatakan hal ini pada suamiku dan suamiku jadi salah paham."
"Maafkan aku mas rafi bukan maksudku untuk menyembunyikan peristiwa ini, tapi aku tak ingin hanya karena peristiwa ini, rumah tangga kita bisa berantakan. Apalagi kamu saat ini sedang menjalankan tugas militer. Aku nggak mau kamu menjadi kepikiran."
Zakira memperlambat laju motornya.
Ketika di lampu merah ia teringat akan sesuatu.
"Oh ya, kalau begitu aku bermalam saja di rumah Sinta aku akan beritahu ibu mertuaku, jika aku harus mengerjakan tugas dan lembur dengan demikian mereka tidak akan curiga padaku."
Setelah lampu hijau, Zakira langsung menarik gas motornya dan melaju menembus pekatnya malam.
Zakira tiba di depan kosan Sinta, dia pun menelpon sahabatnya itu.
"Halo Zakira Ada apa lo telpon gue malam-malam gini?" tanya Sinta.
"Sin, gue boleh kan nginep di rumah lo malam ini saja."
"Boleh dong, setiap malam juga boleh. Tapi kenapa tumben banget lo mau nginep di rumah gue, apa lu nggak takut dimarahin mertua lo?"
"Gue sudah ada di depan kosan lo Sin, nanti saja gue cerita semua ke lo."
"Oke gue buka pintu ya."
Zakira menunggu dengan resah, saat itu dia mengirim pesan kepada Ibu mertuanya dan memotret halaman rumah Zakira agar sang mertua percaya bahwa saat ini dirinya berada bersama Sinta dan menginap bersama Sinta.
Setelah pintu terbuka, Zakira mendorong motornya dia membawa motornya masuk ke dalam garasi.
"Zakira lu kenapa kok loh terlihat berantakan gitu?"
"Lo habis nangis ya?" tanya Sinta kembali.
"Gue mau cerita sama lu Sin."
"Ya sudah ayo masuk."
Sinta dan Zakira duduk di sofa.
"Gue bikin minum dulu ya."
"Gua mau pinjem kamar mandi lo Sin,boleh kan?"
Rasanya Zakira sudah tidak tahan untuk membersihkan tubuhnya, ya meskipun dengan mandi seperti apapun, dia takkan bisa menghilangkan noda yang ada pada dirinya.
"Boleh dong."
Zakira bergegas ke kamar mandi, di dalam kamar mandi Zakira melepas seluruh pakaiannya. Dilihatnya ada beberapa bercak tanda kepemilikan entah milik siapa itu.
Di kamar mandi Zakira kembali menangis, ia menggosok tubuhnya dengan kuat berharap ini hanya mimpi. Tak pernah terpikir olehnya untuk menghianati Rafli karena dia begitu mencintai Rafli.
"Siapa yang telah menodai ku!" Jika mengingat hal itu Zakira kembali menangis.
Sudah setengah jam Zakira di kamar mandi, tubuhnya pun menggigil. Namun, Zakira tak memperdulikan itu masih menggosok tubuhnya dengan sabun berharap jejak kepemilikan itu bisa hilang.
Setelah lama menunggu Zakira Sinta mengetuk pintu kamar mandi.
Tok tok
"Za, lo masih mandi?" tanya Sinta yang mulai khawatir.
Beberapa saat kemudian Zakira keluar dengan bibir yang pucat dan menggigil.
Sinta memperhatikan bagian dada Zakira yang terbuka, karena dia memakai handuk yang hanya menutupi bagian dada dan bagian pahanya.
"Zakira lo habis ngapain sih?" tanya Sinta.
Sinta kembali menatap wajah Zakira yang terlihat sembab.
Zakira kembali menangis.
Hiks hiks hiks.
"Udah stop stop! Sekarang Lo pakai baju gue ini, terus lo ceritain apa yang terjadi pada Lo, Kenapa lo sepertinya sedih banget?"
Sinta menyodorkan sebuah daster pada Zakira. Setelah memakai pakaian, mereka berdua duduk di ruang tamu.
"Lho kenapa sih ZA? kok kelihatan sedih banget."
"Gua hiks, gua sudah diperkosa hiks." Zakira kembali menangis mengingat nasib malangnya.
"Hah di perkosa ?" Siapa yang melakukannya Za?" tanya Sinta.
"Gue nggak tahu! Tadi gue lembur karena lu nggak datang ke kantor, pak Reymond meminta agar berkas itu sudah siap esok hari. Saat gue sedang lembur, ada seorang OB yang menawarkan gue minuman hangat, habis gue minum, kepala gue terasa pusing dan gue nggak tahu lagi apa yang terjadi, karena gue langsung tertidur Saat itu."Bu
"Setelah bangun gue mau mendapati diri gue dan berada di dalam sebuah ruangan yang gelap dan keadaan gue begitu berantakan, bagian bawah gue terasa sangat basah dan lengket."
"Dan gue bisa memastikan Sin, jika gue sudah diperkosa oleh seseorang."
"Terus lo nggak laporin gitu? "
"Gue nggak mau aib ini sampai ketahuan keluarga gue dan keluarga mertua gue, gue juga nggak tahu apa yang akan terjadi jika Mas Rafli tahu istrinya sudah ternoda. Gue nggak bisa bayangin Sin, apa jadinya rumah tangga gue. Jujur gue nggak sanggup kehilangan Mas Rafli."
"Ya sudah kalau lo memang mau menutup masalah ini, gue bisa jaga rahasia lo. Lu anggap saja tidak pernah terjadi apa-apa lagi pula ini semua kan bukan salah lo."
"Sebenarnya gue penasaran Siapa yang telah melakukan ini pada gue. Hanya saja gua nggak mau berita ini menyebar dan membuat malu keluarga."
"Ya sudah gue bakalan jaga rahasia ini kok."
Zakira tersenyum." Terima kasih ya Sin, elu memang sahabat baik gue."
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!