Ada pepatah yang mengatakan jika kau ingin kaya, maka pujalah Sang Dewa Tertinggi. Jika kau ingin gadis cantik, maka pujalah Sang Dewa Tertinggi. Jika kau ingin kekuatan, maka pujalah Sang Dewa Tertinggi. Apapun yang kau minta maka solusinya pujalah Sang Dewa Tertinggi. Ya, itulah pepatah yang mereka dengar dari orang-orang zaman dulu. Maka tidak heran jika kau melihat orang-orang banyak berdatangan untuk memuja Sang Dewa Tertinggi.
Seperti sekarang di sebuah istana yang megah terlihat banyak orang yang membawa hadiah terbaik mereka untuk memuja Sang Dewa Tertinggi. Istana yang terbuat dari emas itu begitu padat oleh orang, entah itu dari kalangan atas maupun bawah semuanya tampak berbaur disana.
Mereka bersujud dan berdoa pada Sang Dewa Tertinggi memintanya untuk mengabulkan permintaan mereka, lantainya yang dingin tidak menghalangi mereka untuk melakukan pemujaan pada Sang Dewa Tertinggi.
Hadiah-hadiah yang mereka bawa tampak menggunung dipojokan ruangan, dari yang terkecil hingga terbesar ada disana.
Sedangkan disisi lain Dewa yang mereka puja tengah duduk di kursi kebesarannya. Disana juga terlihat seorang gadis cantik yang berdiri disamping untuk siap jika diberi perintah.
"Lili, kabulkan permintaan mereka"
"Baik"
Lili, gadis pelayan tersebut pergi menuruni anak tangga dan berjalan ketengah-tengah ruangan yang dimana di sana terdapat sebuah layar dari kekuatan Sang Dewa Tertinggi yang menampilkan apapun yang ingin dilihatnya.
Lili mengulirkan tangannya dan menekan sebuah tombol dibawah kanan lalu berkata 'Kabulkan mereka' tidak lama sebuah cahaya putih bersinar dengan terang menandakan bahwa permintaan telah dikabulkan.
Lili kembali menaiki anak tangga dan berdiri didepan Sang Dewa Tertinggi.
"Perintah sudah selesai Ya, Dewa"
Setelah mendapatkan anggukan dari Sang Dewa Tertinggi Lili kembali ke posisi semula.
...****************...
"Terimakasih Ya, Dewa. Terimakasih"
"Hahahaa akhirnya aku memiliki kekuatan"
"Hiks syukurlah syukurlah kau sembuh nak"
"Ibu..!"
"Kau milikku mulai sekarang cantik"
"Hahahaa Aku kaya, aku kaya hahahaa"
Berbagai tanggapan yang mereka lontarkan setelah permintaan mereka dikabulkan.
Satu-persatu dari mereka pergi meninggalkan Istana emas itu dengan kebahagiaan di wajahnya. Mereka pulang dengan hasil yang sangat memuaskan, mereka pergi dengan begitu saja melupakan ucapan terimakasih yang harusnya mereka berikan.
"Kau lihat Lili, mereka datang ketika membutuhkan sesuatu dan mereka pergi setelah mendapatkan sesuatu." ucapnya dengan datar.
"Apa kau tidak puas dengan mereka Ya, Dewa? Mereka bahkan tidak mengucapkan rasa terimakasih mereka."
Sang Dewa Tertinggi hanya tersenyum mendengar ucapan dari pelayan setianya tersebut.
...****************...
Hari-hari berlalu dengan membosankan tidak ada lagi yang menarik minat Sang Dewa Tertinggi, bahkan kini semua pekerjaannya dia lemparkan pada pelayan setianya, karena dirasa tugas-tugas yang menumpuk itu sama semua.
Tidak ada pekerjaan yang sulit untuk dilakukan, tidak ada hiburan yang menarik untuk dilihat, tidak ada perkelahian yang menyenangkan, tidak ada lawan yang kuat melawannya mereka semua mati hanya dengan satu jentikan tangan. Sungguh menjadi kuat dan memiliki segalanya tidak seindah yang kalian pikir. Nyatanya tidak ada yang bisa kau lakukan, jika ingin sesuatu kau tidak perlu beli karena pasti mereka akan memberikannya dengan gratis tentunya dengan permintaan agar keinginannya di kabul. Jika kau ingin bertarung maka tidak ada yang akan menjadi lawanmu alasannya tentu saja mereka tida ingin mati konyol dengan melawan Sang Dewa Tertinggi. Dewa dari para Dewa, Sang Dewa Kekuatan, kecantikan, kemuliaan, keagungan, dan kekayaan.
Dialah Sang Dewa Tertinggi, semua tunduk padanya, apapun yang dia inginkan akan dia dapatkan dengan mudah.
Dialah Sang Dewa Tertinggi, Dewanya para Dewa. Bukan hanya apa yang dimilikinya membuat orang iri bahkan rupanya pun membuat orang ingin menirunya.
Parasnya yang tampan dengan rambut keperakan, matanya yang berwarna biru safir begitu indah bersinar, hidungnya mancung ke prosotan, bibirnya yang berwarna pink alami itu membuat orang ingin mencicipinya ( tapi siapa juga yang berani ) rahangnya yang kokoh membuatnya begitu tampan, sungguh-sungguh tampan. Kulitnya yang putih, tubuhnya yang tinggi dengan otot-otot yang pas ditubuhnya membuatnya begitu sempurna. Aura wibawa yang dia bawa membuat orang dengan otomatis akan menghormatinya.
Kenalkan dialah Tokoh kita Sang Dewa Tertinggi
Saat ini Lili sedang disibukan oleh tugas-tugas yang harusnya dikerjakan oleh Dewanya, namun mana berani dia memerintahkan Sang Dewa.
"Haaah... Kapan ini akan selesai"
Lili sesekali akan mengusap keringat yang mengalir di pelipisnya.
"Apa kau kesusahan, Lili?"
!
"Ya, Dewa"
Lili yang kaget segera membukukan badannya ketika mendengar suaranya.
"Jawab aku, Lili"
"Anda mau saya jawab jujur atau bohong Ya, Dewa?"
"Hm. Kalau begitu beri aku jawaban bohong"
Sang Dewa Tertinggi berjalan dan mendaratkan bokongnya disebuah kursi yang tidak jauh dari tempat Lili bekerja.
"Kalau itu mau anda, baiklah"
Lili mengambil nafas sebelum berkata.
"Kau tahu Ya, Dewa. Tugas-tugasmu ini sangat banyak dan merepotkan tentu saja aku sangat kesusahan mengurusnya, harunya anda yang mengurus ini semua bukan saya. Belum lagi saya harus menangani para orang tidak waras itu yang terus-menerus meminta untuk bertarung dengan anda padahal sudah saya peringatkan untuk tidak lagi melakukannya. Ya, dasar orang gila mau saja bertarung dengan orang gila juga.
Sejujurnya, apa anda tidak ingin kembali mengerjakan tugasmu Ya, Dewa? Aku ini sangat sibuk jadi ayolah bantu aku sedikit untuk mengurusnya. Haisss anda memang tidak bisa diandalkan, anda tahu Ya, Dewa. Tanpaku anda tidak akan bisa melakukan apapun, huft.."
Lili menghembuskan nafasnya yang lega setelah mengatakan kalimat panjang tersebut.
Sedangkan Sang Dewa Tertinggi yang mendengarnya hanya diam sebelum tertawa terbahak-bahak.
"Kau benar, Lili. Aku tanpamu tidak bisa apa-apa, dan" Sang Dewa Tertinggi tersenyum sebentar sebelum melanjutkan ucapannya.
"Kenapa aku merasa terganggu dengan senyumannya" batin Lili.
"Dan apa Ya, Dewa?" Tanya Lili penasaran.
"Hehe apa kau bisa membantuku sekali lagi, Lili?"
"Tuh Kan apa aku bilang. Tentu apa yang ingin anda perintahkan Ya, Dewa?"
"Bagus. Aku ingin terlahir kembali atau apalah untuk pergi jauh dari semua ini" ucapnya dengan tenang.
"Apa?"
"Maksud anda, anda ingin pergi jauh dari sini? "
"Tepat sekali kau memang cerdas Lili." Pujinya.
Entah kenapa dari pada pujian Lili ingin dia dibebaskan dari kertas-kertas itu.
"Apakah kau bisa, Lili?"
Setelah memikirkannya Lili menyarankan Sang Dewa untuk pergi kesebuah jurang gelap yang akan menjadi jalan ke dunia lain di bagian timur yang letaknya jauh dari istana.
"Baiklah, aku akan pergi sekarang"
Huft..
Lili bernafas lega sebab Dewanya tidak mengetahui soal jurang hitam tersebut, jika dia tahu bisa dipastikan dia akan menolaknya karena dianggap hal sepele. Ya, di jurang hitam sebenarnya bukan jalan menuju dunia lain melain kan sebuah sarang hewan ganas disana, beberapa waktu lalu Lili sempat mendapat sebuah kertas yang menjelaskan kekacauan yang dibuat oleh hewan ganas tersebut.
Sang Dewa pergi dengan kecepatan tinggi dan hanya butuh beberapa menit baginya untuk sampai ditempat.
"Hm? Jadi ini yang Lili maksud"
Dia berdiri di depan jurang hitam yang menganga dengan lebar, asap beracun yang berwarna tipis kehitaman terlihat di sekitar jurang tetapi tidak akan berpengaruh pada Sang Dewa.
"Apa aku harus lompat saja?" Tanyanya pada angin.
Wush...
Seakan mendapatkan jawabannya Sang Dewa pun tanpa ragu melompat ke bawah dengan senyum yang merekah.
"Akhirnya aku pergi dari sini"
Tubuhnya terjun dengan bebas kebawah dan Bruk dia mendarat dengan elegan di sebuah batu besar. Tanda tanya mulai bermunculan di kepalanya, wajahnya kebingungan ketika yang dia temuai bukanlah dunia baru melainkan sebuah sarang hewan.
"Apa Lili salah memberi informasi?" katanya dengan pelan.
"Tidak-tidak Lili tidak mungkin seceroboh itu."
Sang Dewa berjalan kedepan sebuah hewan besar yang mirip dengan ular namun memiliki 3 kepala yang sedang tertidur di sarangnya.
"Oi! Ular ayo bangun! Apa kau tahu jalan menuju dunia lain?"
Sang Dewa bertanya ketika didepan Hewan ganas tersebut.
Srttt...
Desiran ular yang menyeramkan terdengar begitu menyayat bahkan batu batu disekitarnya pun berubah menjadi kerikil.
"Hm? Hey! Apa kau mendengar ku?" Teriaknya sekali lagi.
"Siapa kau?"
Suara serak dan berat terdengar dari arah hewan besar tersebut yang rupanya dia tidak mengetahui siapa pria yang berdiri didepannya sekarang.
"Oh mereka sering menyebutku Sang Dewa Tertinggi"
"Apa kau orang gila? Mana ada Dewa ceroboh seperti dirimu" cibir sang ular.
"Yayaya terserah kau sajalah. Jadi, apa kau tahu jalan menuju dunia lain?"
"Untuk apa kau pergi ke sana?"
"Ck! Kau ini banyak tanya sekali rupanya tinggal jawab saja apa susahnya sih!" Sang Dewa yang kesal langsung meninju perut ular didepannya yang menyebabkan dia langsung tewas seketika.
"Oh! Maaf aku kelepasan" Dengan tidak bersalahnya dia pergi berjalan semakin kedalam sarang hewan ular tersebut.
Hewan ganas yang memiliki bentuk ular besar berkepala 3 itu mati dengan keadaan yang tidak tahu kenapa, dia adalah hewan yang ditakuti semua orang sudah banyak kota-kota yang menjadi mangsanya dan beberapa Dewa pun sudah turun tangan untuk bertarung bersama melawan hewan tersebut namun hasilnya mereka tidak bisa mengalahkannya. Namun sekarang dia mati hanya dengan satu pukulan dari pria yang nampak ceroboh yang mengaku dirinya sebagai Sang Dewa Tertinggi.
"Baiklah, aku sudang berjalan cukup jauh dan masih tidak menemukan jalan itu juga" Sang Dewa duduk disebuah batu dan mengamati sekitarnya.
"Apa itu jalannya?"
Karena penasaran dia pun berjalan kearah sebuah gua yang tadi dia anggap hanya gua biasa, ketika dia memasukinya benar saja ada sebuah lingkaran aneh berwarna hitam dengan pusaran angin didalamnya yang dapat terlihat dengan jelas.
Dengan Semangat Sang Dewa melompat masuk kedalam lingkaran aneh itu.
Angin yang berputar dengan dahsyat menghantam tubuhnya, rasanya seperi pijatan Choki hewan peliharaan Lili. Dengan santai Sang Dewa duduk bersila menunggu lingkaran aneh itu membawanya ke dunia lain.
Satu jam
Satu hari
Satu minggu
Satu bulan
Satu tahun
Dua tahun
100 tahun
500 tahun
Entah sudah berapa waktu yang terlewat sejak Sang Dewa memasuki lingkaran aneh itu dan akhirnya dia kini bisa melihat sebuah cahaya di kejauhan.
"Akhirnya"
"Rumah baru, tunggulah aku akan datang menemui mu" dengan senyum lebar dia keluar dari lingkaran aneh itu.
Cahaya putih menyambut kedatangan Sang Dewa Tertinggi keluar dari lingkaran aneh tersebut. Kini dia tengah berdiri didepan sebuah rumah kayu biasa yang letaknya agak terpencil, Sang Dewa Tertinggi melihat sekitarnya dengan bingung lalu berjalan kedepan dan mengetuk pintu kayu didepannya.
Tok! Tok! Tok!
Tidak berselang lama keluar seorang wanita paruh baya yang mengenakan daster selutut dan berkata "Ada apa Max?"
"Max?" ujarnya dengan bingung.
"Kau kenapa nak? Ada apa denganmu?" Tanya wanita itu lagi.
Sang Dewa Tertinggi yang masih bingung dengan semuanya memundurkan tubuhnya dan menatap wanita paruh baya itu, dalam hati dia bertanya-tanya Mengapa dia memanggilku dengan sebutan Max? Bahkan nak? Apa aku anaknya?.
"Tunggu, kenapa kau memanggilku Max?"
"Tentu saja karena itu namamu." Jawab wanita itu dan kemudian mengusap rambut Sang Dewa Tertinggi yang dia panggil dengan sebutan Max.
"Apa?"
"Ayo masuk dulu, ibu tahu kamu pasti lapar kan?."
Wanita paruh baya itu menuntun Sang Dewa Tertinggi untuk masuk kedalam rumah dan mendudukkan di kursi kayu yang terdapat di ruangan tersebut.
"Duduklah Max. Ibu akan pergi mengambilkan makanan untukmu."
"Tidak! Ah maksudku aku tidak lapar bisakah kau mengantarku untuk beristirahat?"
".....Tentu"
Dengan di pimpin oleh wanita itu Sang Dewa Tertinggi meninggalkan ruangan tadi dan pergi menuju kedalam sebuah kamar yang cukup sederhana.
"Istirahatlah, nak. Jika kau butuh sesuatu panggil saja ibu." Setelah menyematkan untuk mengusap rambutnya wanita itu pergi dan menutup pintu kamar.
Kini hanya Sang Dewa Tertinggi saja yang berada didalam ruangan yang disebut dengan kamar, luasnya bahkan tidak sepertiga dari ruangannya dahulu bahkan disana hanya terdapat sebuah tempat tidur kecil dan satu buah lemari di pojok.
Sang Dewa Tertinggi berjalan dan duduk diatas kasur dengan pandangan menerawang jauh memikirkan semuanya. Dia bahkan belum sadar kalau tubuhnya sudah menyusut menjadi seorang anak berusia 15 tahun, meski wajahnya tidak terlalu berbeda dengannya dulu.
"Dia menyebutku dengan sebutan Max, apa itu namaku? Lalu dia juga memanggilku nak, apa dia ibuku? Lili apa kau bisa mendengar ucapan ku?"
"Ya, Dewa. Anda kini telah memasuki tubuh seorang anak lelaki berusia 15 tahun yang baru saja meninggal akibat serangan jantung, mulai sekarang namamu Max atau Maxine Ya, Dewa" terdengar suara Lili dari kekosongan di dalam ruangan itu.
"Jadi, maksudmu sekarang aku memiliki seorang ibu? Benar begitu" Tanya kembali Sang Dewa Tertinggi atau yang sekarang kita sebut dengan Max.
"Benar, Ya Dewa."
"Lalu apa kekuatan ku juga menghilang, Lili?"
"Tidak. Namun kekuatan anda secar otomatis akan di segel."
"Segel ya. Lalu bagaimana caranya agar aku bisa membuka segel itu?"
"Tidak ada caranya."
"Apa? Apa aku tidak salah dengar, Lili?"
"Ya, Dewa. Tempat mu sekarang tidak akan bisa menahan kekuatan mu yang luar biasa besar itu, dan jika kau memaksakan untuk membukanya kau bisa saja menghancurkan Bumi hanya dengan sekali injak saja." Jelas Lili dengan sabar.
"Bumi?"
"Nama dunia yang sekarang anda tempati." jawab Lili.
"Lalu, Lili. Siapa nama wanita tadi?"
"Anda sekarang memiliki seorang ibu Ya, Dewa. Dia bernama Sandra"
"Ah' begitu rupanya. Baiklah karena aku sudah disini maka mari kita jalani kehidupan menyenangkan."
Max merebahkan tubuhnya di atas kasur meski tidurnya tidak nyaman karena kasurnya yang keras tapi Max masih bisa menahannya, dia sekarang akan mulai membiasakan dirinya dengan kehidupan barunya sebagai Max.
...****************...
Keesokan paginya Max bangun dengan badan yang pegal dan berjalan keruang makan setelah tadi sempat membersihkan diri terlebih dahulu.
"Pagi Max" Sapa wanita yang Max tahu sebagai ibunya.
"Pagi juga" Jawab Max dengan santai, kemudian dia mendudukkan dirinya di salah satu kuri disana.
"Max, ayo makan" Tegur Sandra saat melihat Max yang hanya diam saja.
"Ah' Iya"
Max yang pulih dari lamunannya segera memakan habis masakan ibunya yang menurutnya sangat enak itu, ini adalah kali pertamanya memakan makanan yang enak meski tampilannya sederhana.
Setelah menghabiskan semua makannya Max pamit untuk bermain di luar.
Max menyusuri jalan setapak di pinggir hutan untuk menuju sebuah aliran sungai, sepanjang jalan Max berusaha mengingat kenangan sang pemilik tubuh namun hasilnya nihil dia tidak bisa mengingat apapun.
"Waaah... Meski ini di Bumi tapi tempatnya tidak kalah indah dengan duniaku dulu" Max duduk disebuah batu besar dan menghirup udara segar disana. Dia melepas sepatunya dan mencelupkan kakinya kedalam air yang dingin.
Dari tempatnya duduk Max dapat melihat kedalaman air yang lumayan, dia bahkan bisa melihat ikan yang berenang bersama kawan-kawannya, airnya yang berwarna biru jernih itu memudahkan Max untuk melihat dasar sungai.
"Baiklah Max, apa yang harus kau lakukan mulai sekarang?" Jujur saja ini pertama kalinya aku bermain dengan bebas tanpa harus menghawatirkan rakyatku.
Max mengepalkan tangannya dan mengangkat ke atas sambil berteriak.
"Selamat datang kebebasan! Mulai sekarang aku akan hidup dengan bebas semauku tanpa harus memikirkan tugas-tugas yang merepotkan itu! Hahaha"
Max Berteriak dan tertawa dengan puas kemudian merebahkan tubuhnya diatas batu besar merasakan angin yang berhembus dengan lembut Max memutuskan untuk tidur sejenak disana.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!