NovelToon NovelToon

Bad Boy Karatan

Part 1#Bu Kim

Suara bel tanda masuk kelas terdengar begitu kencang membuat para siswa seketika berhamburan kembali masuk ke kelas masing-masing. Sekolah SMA Nusa Bangsa Internasional Jakarta merupakan sekolah elit pada anak konglomerat. Seharusnya demikian tetapi tetap menerima siswa jalur beasiswa.

Beasiswa yang bukan main karena siswa dengan jalur tersebut memiliki otak briliant. Nilai IQ yang bisa membuat para anak orang kaya bungkam. Seperti dia si anak lelaki dengan tampang urakan yang selalu menjadi pusat perhatian para cewek seantero sekolah.

Namanya Rafandra Darren Adelio atau biasa dipanggil Rafa. Tampang not bad meski selalu menggulung lengan seragamnya, topi terbalik menutupi kepala dengan wajah datar tetapi tengil. Pemuda itu tak banyak omong hanya saja sekali bicara langsung pada kena mental.

Seperti biasanya para siswa kelas dua belas IPA 1 berkumpul di lapangan karena hari ini jadwal olahraga kelas mereka. Ditemani mentari pagi yang cukup hangat, Anak-anak sudah menunggu guru mereka. Akan tetapi entah dimana Pak Gio saat ini.

Guru olahraga yang selalu menjadi tempat curhat anak basket itu masih belum menampakkan diri. Aneh karena tidak seperti biasanya tetapi setelah menunggu selama sepuluh menit. Justru kepala sekolah yang datang dan meminta para siswa untuk kembali ke kelas.

Kecewa tentunya karena rutinitas hari selasa yang menjadi healing ditiadakan. Bagaimana lagi? Tak mungkin mengeluh karena semua itu keputusan kepala sekolah sendiri. Akhirnya semua siswa kelas dua belas IPA 1 masuk kembali ke kelas tapi tak seorangpun ingin berganti seragam sekolah formal.

"By the way, Gue denger ada guru baru loh." bisik salah satu siswa yang duduk paling depan hanya saja suaranya itu seperti lonceng membuat seisi kelas heboh tak karuan.

Baru saja di dalam kelas lima menit. Suasana sudah berubah kacau akan canda tawa yang tanpa aturan hingga perhatian mereka teralihkan pada suara langkah kaki seorang wanita muda yang memasuki kelas seraya mengucapkan salam.

"Assalamu'alaikum, Anak-anak." sapanya lalu meletakkan sebuah buku tebal ke atas meja guru. Tatapan mata menyusuri wajah satu per satu siswa yang tampak tertegun karena kedatangannya. "Apa kalian tidak mau menjawab salam? Hukumnya wajib untuk menjawab salam."

"Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh," jawab serempak beberapa siswa dengan kesadaran yang tersisa, sedangkan yang lain sibuk berlari memikirkan hal di luar ekspektasi.

Wajah polos dengan tatapan mata tenang, rambutnya panjang tergerai sepinggang. Outfit yang dipakai pun rapi meski kekinian. Wanita modis tetapi rasa sederhana karena polesan make up tak begitu tampak menutupi wajah aslinya.

"Perkenalkan, saya guru olahraga kalian yang baru dan menggantikan Bapak Gio selama sebulan. Beliau menugaskan saya untuk menjadi pembimbing selama melakukan ibadah umroh. Jadi, salam kenal dari saya dan kalian bisa panggil Bu Kim." jelas wanita yang memiliki nama lengkap Kimmy Rosella.

Sambutan hangat tampak akan diterimanya karena anak-anak memang begitu antusias untuk berkenalan tapi dari seluruh siswa. Tatapan matanya terhenti pada seorang siswa yang terlelap menikmati mimpi indah dan mengabaikan sesi perkenalan karena dianggap tidak penting.

"Baiklah, hari ini hanya perkenalan tapi semua anggota basket silahkan kembali ke lapangan! Ibu tunggu kalian." Kim menyudahi obrolannya dengan para siswa, lalu beranjak pergi meninggalkan kelas.

Senangnya ketika mendadak jam pelajaran berubah menjadi kebebasan. Apalagi para pemain basket diminta berkumpul. Apalagi jika bukan untuk tanding. Para siswa cewek memiliki kesempatan untuk melihat bagaimana permainan sang idola.

Lapangan basket sekolah begitu luas dan terbagi menjadi beberapa bagian dengan fungsi berbeda-beda. Beberapa siswa yang tergabung menjadi anggota basket sudah berkumpul. Baik pemain utama dan juga anggota cadangan.

"Pagi, Anak-anak. Coba kalian berdiri jadi dua team. Pemain utama sisi barat dan pemain cadangan sisi kiri." tegas Bu Kim tanpa basa-basi begitu memasuki lapangan basket langsung siap mengeksekusi.

Meski yang lain sudah berkumpul tapi seseorang masih saja belum datang. Entah kemana anak satu itu. "Bu Kim, bisa tunggu sebentar. Kapten kami masih di kelas."

"Kapten? Apa kalian sadar bahwa tugas seorang pemimpin memberikan contoh yang baik." jawab Bu Kim tak ingin diganggu gugat, membuat siswanya menundukkan kepala. "Hars, kamu pindah ke team inti!"

"Tapi, Bu. Saya ...," Hars merasa akan menjadi sasaran amukan jika sampai melakukan permintaan guru baru yang tidak tau apapun tentang penghuni sekolahnya. "Lima menit saja, Bu. Kita tunggu Kapten Rafa datang."

Penolakan Hars justru semakin membuang waktu sedangkan bagi seorang guru ia tidak menyukai waktu yang terbuang sia-sia. Entah kenapa wajah murid satu itu tampak ketakutan seakan jika melakukan permintaannya akan berakhir di atas brankar rumah sakit.

"Kalian mau mulai atau ibu sendiri yang pergi dari sini?" Bu Kim menatap satu per satu anggota team basket dengan tatapan serius tak berkedip membuat anak-anak saling pandang kebingungan.

Part 2#Bu Kim VS Rafa

Kemarahan Bu Kim hanya sekedar bentuk ketegasan yang memang diterapkan selama ia mengajar. Baginya konsisten untuk menghargai waktu merupakan hal yang wajib karena itu kedisiplinan. Hari pertama mengajar bukan berarti santai seperti menikmati sepoi angin pantai.

Semua anggota team basket hanya bisa terdiam hingga membuat sang guru memutuskan pergi dari lapangan. Langkah kaki yang menjauh menjadi pemandangan nanar para siswa. Kecewa karena guru baru tidak mau bersabar. Itu yang ada dibenak anak-anak.

"Haish, ini kemana perginya Rafa sih? Kok main ngilang aja tuh anak." ucap gusar Mahmud yang ikut menjadi tim inti basket sekolahnya.

Hars dan yang lain hanya bisa mengedikkan bahu karena memang tidak tahu kemana sang kapten. Apalagi setelah Bu Kim pergi, mereka justru berjemur di bawah matahari pagi. Bisa saja ke kelas tapi takutnya dianggap tidak punya konsisten lagi.

Sementara yang di nanti malah asyik duduk di kamar mandi sembari mendengarkan lagu kesukaannya. Siapa lagi yang bisa berbuat seenak hati? Rafa sang idola tentunya. Pemuda itu tak peduli karena ia pikir memiliki waktu senggang jadi untuk menikmati kesendirian tanpa gangguan.

Sedangkan di sisi lain, Bu Kim yang baru saja masuk ke ruangannya bergegas mencari berkas anggota team basket. Ia ingin tahu sejarah dari setiap anggota yang digadang akan mewakili sekolah di kejuaraan nanti. Sebenarnya berat karena tugas itu berbanding terbalik dari profesinya.

Ia memang seorang guru olahraga dan paham serta bisa bermain basket. Akan tetapi dari semua olahraga, basket menjadi pilihan terakhir karena ia tak ingin mengingat masa lalu yang pernah mengisi kehidupannya. Egois sih tapi ya apapun itu demi menjaga emosi di hati.

Berkas dari laci meja Pak Gio dikeluarkan, lalu ia menarik kursi, kemudian duduk. Jemari lentik mulai membuka halaman pertama yang langsung menampilkan prestasi sekolah tempatnya bekerja. Satu per satu nama anggota team basket diperiksa tanpa terkecuali.

Baginya mengetahui kelebihan dan kekurangan anak-anak sangat diperlukan hingga halaman terakhir sebuah nama menarik perhatiannya. "Rafandra Darren Adelio. Leader team basket terbaik selama dua tahun berturut-turut dan siswa dari jalur beasiswa."

"Menarik, tapi sayang kurang bisa diandalkan. Bagaimana anak sepertinya menjadi leader? Ya sudahlah kita lihat besok saja. Sekarang aku kembali ke kelas saja. Mengajar lebih baik daripada mengeluh sendirian." gumamnya dan mengembalikan berkas ke tempat sebelumnya.

Gagal melakukan pelatihan pertama, justru membuat Bu Kim berpindah tempat, lagi. Wanita itu tak mau ambil pusing sehingga memilih kembali ke kelas yang membuat anak-anak merasa gagal bersantai. Bisikan-bisikan juga terdengar begitu riuh menyambut kedatangan sang guru olahraga.

"Bu Kim, gak jadi latihan?" tanya seorang siswi dengan rambut kepang yang dijadikan bando menyisakan helaian rambut panjang dibelakang.

Bu Kimmy membuka bukunya, lalu melihat catatan terakhir dari Pak Gio. "Tidak ada latihan sampai minggu depan. Silahkan buka buku kalian halaman lima puluh enam. Hari ini kita akan membahas materi renang."

Anak-anak pasrah dengan perubahan jadwal yang mengharuskan kembali menelan huruf dari buku nan tebal. Apalagi melihat sang guru mulai menuliskan beberapa pertanyaan tentang seputar renang. Mau, tak mau mereka mengeluarkan buku dari dalam tas masing-masing.

"Sekarang siapa yang bisa menjawab pertanyaan pertama. Jelaskan pengertian dan sejarah renang secara singkat yang kalian ketahui. Ada yang mau jawab?" Tatapan mata mengedarkan pandangan ke seluruh kelas. Dimana hanya ada keheningan hingga seorang siswa yang duduk di bangku pojok mengangkat tangan. "Silahkan, jelaskan!"

"Ada banyak pendapat yang menjelaskan pengertian mengenai olahraga ini, namun ringkasnya renang merupakan olahraga yang dilakukan di air, dengan menggerakkan tubuh (tangan dan kaki) agar tidak tenggelam." jawab siswa itu membuat Bu Kim tersenyum tipis, dan kembali membiarkannya untuk duduk.

Namun, siswa itu tetap berdiri dan melanjutkan apa yang dia ketahui, "Jadi, jauh sebelum olahraga renang di-launching secara resmi, renang sudah dilakukan berabad sebelumnya. Ditemukannya lukisan perenang di dinding Gua Perenang yang tidak jauh dari Wadi Sora, Gilf Kebir, Mesir, menjadi bukti adanya renang sudah terdokumentasi dengan jelas sejak zaman prasejarah."

"Lukisan-lukisan di gua tersebut menggambarkan orang-orang yang berenang dengan gaya bebas dan gaya yang menyerupai binatang saat berenang. Itulah sejarah renang yang harus kita ketahui sebagai penerus bangsa. Sekian terima kasih," Siswa itu menundukkan kepala menerima aplaus dari teman sekelasnya.

Sebagai penghapal sejarah olahraga, ia merasa memiliki kewajiban untuk menyebar luaskan ilmu pengetahuan. Bahkan Bu Kim ikut memberi tepuk tangan sebagai bentuk apresiasi. Rasanya senang sudah mendapatkan tempat di hati sang guru. Padahal terlalu kepedean.

Belum juga melanjutkan pertanyaan kedua.Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu yang mengalihkan perhatian semua orang. Dimana seorang pemuda berdiri dengan wajah tak bersalahnya, "Maaf, Bu. Anak-anak sudah nunggu latihan basket di lapangan. Apa mau nunggu mereka pingsan dulu?"

Laporan itu terdengar baik bahkan sangat pengertian tetapi setelah apa yang terjadi. Tentu saja sudah menjadi basi. Bu Kimmy justru menarik kursi, lalu duduk dengan tatapan terpatri pada siswa yang berdiri di depan pintu. Wajah memang tampan hanya saja penampilan urakan. Apalagi anting di telinga terlihat begitu jelas seperti anak jalanan.

"Latihan saja! Siapa yang kamu tunggu?" tanya Bu Kim santai membuat Rafa mengernyit.

Sebenarnya apa yang salah hingga guru baru itu terlihat tidak suka dengannya. Aneh saja karena belum mengenal tapi tampak bermusuhan seabad. "Kami menunggu Ibu, kan pelatihnya Ibu."

"Ouh, iya kah?" tanya Bu Kim memastikan tetapi masih melanjutkan pernyataan. "Kalau saya balik ke lapangan. Siapa yang mengajar di kelas?"

Rafa masih bingung kenapa pertanyaan tersebut diajukan guru barunya. Lah mana dia tahu, orang dirinya saja balik ke kelas setelah melihat pesan dari Mahmud. Pemuda itu masih tidak sadar, jika latihan sudah dibatalkan berkat ketidakhadiran sang leader tepat waktu.

"Pergilah dan latihan sendiri. Jangan ganggu pelajaran tapi silahkan duduk di bangku mu kalau tidak ingin berlatih." Percuma saja berbicara dengan siswa yang memiliki tabiat tidak peka keadaan.

Pelajaran kembali dimulai dengan ketegangan para siswa di dalam kelas yang membuat Rafa memilih undur diri. Pemuda itu menyusuri lorong sekolah karena rasa penasaran yang membawa langkah kakinya menuju lapangan. Dari kejauhan terlihat anggota team basket berdiri di bawah sinar matahari yang mulai tinggi.

Heran donk, kenapa pelatihnya justru begitu acuh atas laporannya. Padahal ia hanya berniat baik. Tak menunggu lama ia sampai di depan teman-teman yang menatapnya dengan tatapan menelisik. Apalagi Mahmud justru berpindah tempat ke belakang tak ingin berbicara dengannya sedangkan yang lain menggelengkan kepala serempak.

"Kalian kenapa sih? Gue salah apa sampai pada diem gitu." ucap heran Rafa membuat Hars maju berdiri di hadapannya.

Hars terlihat bingung mau menjelaskan dari mana karena situasi menjadi terjebak. Jika jujur berarti aman dari guru tapi jika tidak jujur bisa kena tabok dari leadernya. "Kamu telat datengnya jadi latihan dibatalkan."

"Lebih tepatnya, Bu Kim tidak mau melatih dan menganggap loe sebagai pemimpin tak bisa diandalkan." sambung Mahmud sedikit keras karena ia ingin Rafa mendengar tanpa harus berdekatan.

Bagaimana bisa terlambat? Apa mungkin karena terlalu asyik mendengarkan musik dan lupa tengah ditunggu guru di lapangan. Padahal selama ini tidak terjadi permasalahan jika dirinya telat sekalipun. Pak Gio selalu memahami tanpa harus menjelaskan.

Rafa lupa jika gurunya sekarang bukanlah Pak Gio. Melainkan Bu Kimmy yang memiliki segudang peraturan demi kesuksesan hidup. Pemuda itu merasa bertanggung jawab atas apa yang terjadi pada teamnya. Sehingga memutuskan akan melakukan sesuatu.

"Ayo, kita ke kelas! Aku akan minta maaf pada guru baru kita." ajak Rafa seraya melambaikan tangan membuat semua anak saling pandang tetapi ia tak memperdulikan itu.

Langkah kaki meninggalkan lapangan diikuti anggota team basket yang masih saja saling senggol karena sikap Rafa tak seperti biasanya. Sementara di dalam kelas Bu Kimmy tengah memberikan tugas tambahan pada muridnya dan berniat untuk melakukan sesi tanya jawab seputar olahraga.

"Bu, apa hari ini tidak bisa libur saja belajarnya?" tanya seorang siswi dengan wajah make up tebal yang terlihat kepanasan.

Part 3#Tantangan Terbuka, Perjodohan

Satu pertanyaan sesaat mengalihkan perhatiannya. Ia tahu anak-anak merasa bosan dengan pelajaran tapi untuk mengatasi kebosanan tetap bisa dengan menambah ilmu pengetahuan. Ditutupnya buku nan tebal, lalu menyandarkan punggung ke belakang.

"Jadi, kalian mau melakukan apa?" tanya Bu Kim bersambut binar kebahagiaan di wajah anak didiknya.

Seorang siswa dengan seragam cekak mengangkat tangan kanan tinggi-tinggi, "Bu, bisakah kita lihat pertandingan basket? Pasti bisa menambah pengalaman."

"Bisa, siapa lawannya? Teman satu kelas atau lain sekolah atau justru teman satu sekolah. Kalian pilih yang mana?" tanya balik Bu Kim membuat siswa tadi berpikir harus menjawab apa.

Obrolan bisik-bisik mewarnai penantian jawaban yang akan memutuskan sisa jam pelajaran. Siapa sih yang tidak mau bebas? Jelas lebih enak hanya bersorak di tepi lapangan sembari menikmati pemandangan mengagumkan dari para pemain basket sekolah mereka.

"Bagaimana jika aku menantang ibu? Satu lawan satu." sahut seseorang dengan suara tegas penuh kepercayaan diri.

Bu Kim menoleh ke arah sumber suara yang ternyata lagi-lagi murid kesayangan Pak Gio. Entah kenapa hati merasa malas meladeni anak satu itu tetapi pekerjaan mengharuskan ia untuk profesional. Tantangan sudah dilayangkan, maka tidak baik menolak.

"Satu lawan satu? Apa imbalannya?" Tatapan mata saling terpatri menyebarkan aura permusuhan. "Jika kamu menang, Ibu akan menambah waktu latihan kalian dengan berlatih di lapangan khusus."

Awalnya hanya ingin menantang agar bisa mengembalikan semangat team tapi tawaran sang guru lebih menggiurkan membuat Rafa tersenyum tipis. Kesempatan itu untuk dimanfaatkan jadi harus diterima hanya saja ia bingung akan memberikan imbalan apa. Selain posisinya sebagai leader, tak ada lagi yang bisa diberikan.

Mana mungkin menyerahkan kursi beasiswa yang menjadi jembatan masa depan. Sejenak memikirkan baik-baik apa yang akan diberikan sebagai balasan pertaruhan jika ia kalah nantinya. Senggolan tangan mengembalikan kesadaran yang seketika menyaut penyerahan kekuasaan.

"Aku akan menjadi pemain cadangan." putusnya seketika mendapatkan penolakan dari semua anggota basket bahkan teman sekelas tersentak kaget akan jawaban yang terlalu disayangkan.

Raut wajah tampan, tatapan mata menawan nan tajam memberi kepastian. Tidak ada keraguan, maka bisa dilanjutkan. Akan tetapi tak semudah itu karena tantangan dilakukan secara terbuka, maka harus ada bukti yang nyata.

Bu Kimmy mengambil kertas kosong. Wanita itu sibuk menuliskan sesuatu yang entah tujuannya apa. Selama dua menit hanya ada penantian, "Kemarilah! Tanda tangan surat tantangan mu."

Rafa tertegun karena ia tak menyangka akan seserius itu. Bagaimana bisa guru baru bertindak sedemikian rupa. Padahal seluruh sekolah tau, dia yang selalu menjadi perwakilan ketika lomba antar sekolah tengah berlangsung. Tak ingin menambah durasi lebih lama. Akhirnya surat tantangan ditandatangani keduanya secara pergantian.

Sang guru juga meminta beberapa siswa ikut tanda tangan sebagai saksi. Entah apa yang akan terjadi selanjutnya karena pertandingan akan diadakan setelah selesai jam pelajaran sekolah. Sehingga semua siswa kembali duduk ke bangku masing-masing untuk meneruskan materi renang.

Suasana kelas yang tegang berbanding terbalik dengan keadaan hangat antara dua sahabat yang baru saja saling bertemu karena kejadian tak terduga. Salah mengambil pesanan dan berakhir menjadi kumpul bersama membahas masa lalu sekedar bernostalgia. Canda tawa yang terdengar begitu renyah menghadirkan rasa bahagia.

"Ngomong-ngomong berapa anak kalian? Pasti banyak donk, kan nikahnya paling awal." ujar seorang pria dewasa dengan penampilan santai setelan training warna hitam.

"Bisa saja kamu, Lion. Kami punya anak satu, tapi sudah mandiri jadi jarang pulang ke rumah." jawab wanita yang enggan melepaskan garpu dari tangan kanan karena sibuk memilah buah melon dari mangkuk suaminya.

Seorang wanita lain dengan penampilan hijab tersenyum mendengar hal itu. Tiba-tiba saja ia memikirkan sesuatu yang bisa menyatukan persahabatan mereka dan tali silaturahmi tidak terputus begitu saja. Diamnya menyadarkan Lion yang ikut tersenyum penuh arti.

"Kalian kenapa senyum-senyum gitu? Jangan ngasih ide yang aneh, ya. Kita gak muda lagi." tukas pria dengan penampilan rapi yang melihat pasutri di depannya tersenyum tanpa alasan.

Lion terkekeh mendengar ketakutan Fairuz. Ia tahu, sang sahabat trauma dengan kejahilannya, "Gak aneh, kok. Sebenarnya kami punya anak cowok satu tapi ya gitu."

"Gitu? Maksudnya gimana? Suka sama cowok?" tanya Fairuz tanpa pikir panjang yang langsung dihadiahi cubitan kesal sang istri.

Pertanyaan sahabatnya tidak salah hanya saja tidak tepat. Sebagai orang tua tentu cemas ketika memiliki anak yang selalu diam di rumah seharian ketika tidak berangkat sekolah. Meski memang weekend jadwal untuk istirahat. Masa setiap waktu ditanya gak main, jawabannya malas mending tidur.

"Anakku normal, Bro." Lion menatap Fairuz serius karena ia tak mau ada salah paham. "Gini loh, dia itu kerjaan cuma diem di rumah pas libur sekolah. Kalau di ajak keluar saja, susah minta ampun. Jadi kiranya anak kalian cewek. Kenapa tidak kita jodohin saja. Hubungan bisa menjadi lebih erat."

Seperti mendapatkan angin segar mendengarkan tawaran perjodohan yang telah lama dinantikan. Tanpa disadari Lion dan istrinya, bahwa Fairuz memang tengah mencari calon menantu untuk putri tunggalnya. Apalagi ia yakin akan didikan yang pasti selalu berpedoman pada agama dan juga ilmu pengetahuan yang luas.

"Sayang, bagaimana menurutmu? Apakah bisa kita pertimbangan calon menantu satu ini?" tanyanya dengan tatapan mata terpatri menatap wanita yang kini tengah diam memikirkan segala sesuatunya.

Suara helaan napas tertahan mengisyaratkan sesuatu yang pasti menjadi beban. Lily tampak termenung bingung ingin menjawab apa karena merasa semua akan percuma. Ia tahu bagaimana sikap putrinya ketika akan dijodohkan dan jangan sampai justru melukai hati orang lain.

"Ly, kamu kenapa? Apa ada masalah dengan anakmu?" tanya Keisha yang bisa merasakan kesedihan sahabat lamanya.

Diam tak mampu bersuara membuat Fairuz merengkuh tubuh istrinya yang mulai gemetar karena rasa takut di hati yang enggan pergi. Trauma yang sulit untuk dihilangkan karena seorang ibu semakin hancur ketika melihat putri semata wayangnya melewati ujian kehidupan yang tidak mudah.

Lion dan Keisha menatap Fairuz. Keduanya berharap mendapatkan penjelasan karena bingung akan situasi yang ada. Setelah dua puluh tahun terpisah, mereka tak tahu apa saja yang terjadi selama kurun waktu tersebut. Jadi wajar saja merasa tidak tenang dengan situasi yang ada di depan mata.

"Putriku memang sudah pantas menikah hanya saja masa lalunya. Jika aku ceritakan, kalian pun akan menarik lamaran yang sudah ditawarkan." Sejenak menghirup napas dalam-dalam, lalu mengembuskannya perlahan. Ketenangan kembali mesti tak menyudahi kegelisahan hati.

"Putri kami menjadi korban pelecehan s3ksual di usianya yang masih muda. Meski saat itu tidak berhasil merenggut kehormatannya. Tetap saja putriku menolak mengenal pria manapun. Sejak saat itu kami selalu menjaganya lebih dari apapun bahkan Lily memilih berhenti bekerja dan selalu menemani anak kami.

"Selama dua tahun program perawatan pengembalian kepercayaan diri dijalankan hingga kami melihat senyuman di wajah yang selalu kami rindukan. Akan tetapi perkenalan dengan seorang pria menjadi kehancuran kedua yang kini menambah pendirian putri kami untuk menjauh dari kaum lelaki kecuali papanya sendiri." Fairuz menjelaskan tanpa ragu karena kedua sahabatnya sudah menjadi bagian dari keluarga sejak masa SMA.

Keisha mengusap lengan Lily berharap bisa membantu meringankan beban hati seorang ibu. "Aku tidak akan memaksa tapi perjodohan ini lebih baik untuk kedua keluarga kita. Entah kenapa aku merasa pertemuan ini menjadi jawaban Allah atas do'aku selama sebulan terakhir. Apakah kalian mau memikirkan perjodohan anak-anak kita?"

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!