NovelToon NovelToon

I'M Not A Game

Bab 1. Pria Asing

"Astaga! Tinggal pulang aja malah hujan lagi." Nabila terpaksa berteduh di teras sebuah bangunan.

Malam sudah sangat larut tetapi dia terpaksa harus keluar karena stok pembalut yang dia bawa tinggal yang dipakainya saja. Besok pagi dia sudah mulai masuk di sekolah barunya.

Cukup lama hujan turun dan membuatnya merasa kedinginan. Saat tinggal gerimis saja, dia mulai berjalan menyusuri jalanan sepi menuju tempat kosnya. Namun, langkahnya terhenti saat dia mendengar suara beberapa orang sedang berlari.

'Aku seperti melihat sebuah bayangan hitam. Tidak-tidak. Pasti hanya perasaanku saja.' Nabila bermonolog dalam hati.

Berjalan sendirian di malam hari membuatnya merasa ngeri juga. Terlebih lagi dia belum mengenal lingkungan barunya itu. Nabila melangkah cepat agar bisa segera sampai di tempat kosnya.

Di belokkan terakhir menuju tempat kosnya, Nabila menabrak tubuh seseorang yang tiba-tiba muncul di hadapannya. Seorang pria berpenampilan badboy menariknya ke tempat yang gelap dan menghimpitnya ke dinding.

"Bekerjasamalah denganku!" bisiknya.

Nabila yang ketakutan pun mengangguk pasrah. Setelah diamati dengan jelas rupanya pria itu kurang lebih seusia dengannya. Ada beberapa luka lebam di wajahnya dengan darah yang mengering di sudut bibirnya.

Pria itu lalu menukar posisi dengan menyandarkan tubuhnya di dinding dan Nabila berada di depannya menutupi tubuhnya. Saat beberapa orang datang ke arah mereka, pria itu memeluk tubuh Nabila dengan erat seolah mereka sedang bermesraan. Lagi-lagi Nabila tidak berkutik dan diam mengikuti kemauan pemuda itu.

Orang-orang berpakaian berandalan yang datang menatap keduanya hingga beberapa saat. Sepertinya mereka menaruh curiga tetapi merasa sungkan untuk mengganggu. Mereka akhirnya pergi.

Suasana masih terasa tegang.

"Kamu terluka. Apakah kamu baik-baik saja?" tanya Nabila panik.

Pria yang memeluknya hanya mengangguk. Wajahnya terlihat pucat dengan keringat yang membasahi tubuhnya. Sepertinya dia benar-benar tidak berdaya saat ini.

Nabila menimbang-nimbang apakah akan menolongnya atau meninggalkan pria itu. Mereka tidak saling mengenal dan tidak tahu mengapa pria itu dikejar-kejar oleh para preman. Rasa kemanusiaannya yang tinggi akhirnya membuatnya berbaik hati untuk menolongnya.

Pria asing terlihat pasrah saat Nabila membawanya pergi ke tempat kosnya. Beruntung orang-orang yang tinggal di sana sudah tidur jadi mereka tidak perlu menjawab banyak pertanyaan.

Tepat ketika sampai di dalam kosnya, pria asing yang ditolong Nabila tidak sadarkan diri. Dengan sigap dia lalu membersihkan luka-lukanya dan mengobatinya.

"Badannya panas," ucap Nabila saat menyentuh kening pria asing.

Diam-diam dia mengagumi ketampanannya. Hanya saja Nabila tidak menyukai penampilannya yang sangat berantakan. Celana jeans sobek-sobek, jaket kulit hitam dan aksesoris yang dia gunakan menunjukkan jika dia seorang berandalan.

"Semoga saja menyelamatkanmu bukanlah sebuah kesalahan." Nabila mengompres kening pria asing lalu mengambil tempat yang sedikit jauh untuk beristirahat.

***

Pagi hari,

Saat Nabila terbangun pria asing yang ditolongnya sudah tidak ada. Selimut yang dia gunakan untuk menyelimutinya pun telah berpindah ke tubuhnya. Kemungkinan pria itu menyelimutinya sebelum pergi.

"Dia sudah pergi. Sudahlah! Buat apa aku memikirkannya."

Nabila melupakan rasa bingungnya dan bersiap untuk pergi ke sekolah. Dia harus berangkat pagi-pagi karena harus sarapan di warung pinggir jalan di ujung area kos.

Hari ini dia akan memulai hal barunya di sekolah yang baru. Meskipun bukan pengalaman pertama dirinya pindah sekolah, masih saja ada perasaan was-was di hatinya. Sebelumnya dia bersekolah di pedesaan, dimana orang-orangnya sangat ramah dan menerimanya dengan senang hati, berbeda di kota besar yang saat ini dia tinggali dengan penghuni yang memiliki individualisme yang tinggi.

"Semoga saja murid-murid sekolah ini tidak jauh beda dengan teman-temanku sebelumnya."

Nabila berhenti sejenak di depan gerbang sekolah untuk mengumpulkan semangatnya. Dia tidak sendirian, ada beberapa murid lain yang datang bersamaan dengannya. Namun, tidak satupun dari mereka menyapanya dan bersikap acuh.

'Sudah kuduga, suasana di sekolah ini pasti sangat berbeda.'

Perasaan asing membuat Nabila melangkahkan kaki dengan ragu-ragu menuju ke ruang kepala sekolah. Kemarin dia belum diberi tahu di kelas mana dia akan belajar. Beberapa murid yang berpapasan dengannya terlihat saling berbisik saat melihat kedatangannya.

***

Bab 2. Murid Baru

Di ruang kepala sekolah Nabila sudah ditunggu oleh wali kelas barunya. Kebetulan dia ada jadwal mengajar di ruang kelas yang akan di tempatinya.

"Mari kita ke kelas baru kamu, Nabila. Semoga kamu bisa segera beradaptasi. Tadi baru saja ayahmu mengirim pesan agar kamu belajar dengan rajin di sini," ucap Pak Karim, wali kelas sekaligus guru yang mengajar pelajaran Kimia.

"Baik, Pak. Terimakasih. Saya akan belajar dengan baik di sekolah ini."

Keduanya pun berjalan melewati koridor yang telah sepi. Satu menit yang lalu bel masuk sekolah telah berbunyi. Semua murid sudah berada di kelasnya masing-masing.

Pak Karim dan Nabila berhenti di depan kelas XII IPA 3. Suara gaduh terdengar dari luar.

"Apakah kamu sudah siap untuk bertemu teman-teman baru kamu, Nabila?" tanya Pak Karim sebelum mereka memasuki kelas.

"Insya'allah aku siap, Pak."

Pak Karim mengangguk dan tersenyum.

"Bagus. Kita masuk sekarang."

Mendadak seisi kelas menjadi senyap ketika mereka memasuki ruangan. Nabila berdiri di depan kelas bersama Pak Karim dan menunggu diminta untuk memperkenalkan diri. Saat ini dia menjadi pusat perhatian seluruh penghuni kelas itu.

Perkenalan yang dilakukannya tidak berlangsung lama. Dia hanya memperkenalkan diri secara singkat dan terkesan buru-buru. Teman-temannya tidak banyak bercuit karena Pak Karim terkenal sebagai guru galak di sekolah itu.

"Permisi, aku duduk di sini, ya?" ucap Nabila meminta ijin pada seorang siswi yang duduk di samping bangku kosong.

"Silakan!" jawabnya sambil tersenyum.

"Namaku, Leny," lanjut siswi itu sambil mengulurkan tangan ke arah Nabila.

"Semoga kita bisa menjadi teman baik, Leny."

"Hmm." Leny mengangguk sambil tersenyum tulus.

Obrolan mereka terhenti karena harus bersiap untuk mengikuti pelajaran. Pak Karim sudah mulai menulis materi di papan tulis untuk diterangkan sesudahnya. Semua murid di kelas segera mencatat karena tidak ingin tertinggal materi.

Jam pelajaran berganti. Nabila dengan cepat beradaptasi dan mengikuti apa yang dilakukan oleh teman-teman sekelasnya. Leny juga banyak membantu mengarahkannya.

Di jam istirahat pertama, Leny mengajaknya untuk pergi ke taman samping. Menurutnya terlalu pagi untuk pergi ke kantin dan merasa masih kenyang. Dengan kata lain dia tidak terbiasa jajan.

"Kebetulan sekali, aku juga sedang tidak ingin pergi ke kantin. Mungkin jam istirahat kedua saja aku ke sana." Nabila menyambut baik ajakan Leny.

"Yuk!" Leny menggandeng tangan Nabila dan membawanya ke taman.

Ada beberapa bangku yang di sediakan di taman tetapi sudah penuh oleh siswa yang lebih dulu datang ke sana. Leny lalu mengajak Nabila pergi ke bawah pohon yang rindang. Mereka duduk pada pagar pembatas yang mengelilingi pohon.

"Murid-murid di sini cukup baik, ya. Semula aku berpikir orang kampung sepertiku akan sulit diterima." Nabila sangat terkesan setelah beberapa orang murid menyapanya.

"Untuk murid IPA memang kondusif. Kalau murid IPS ...." Leny melirik ke kanan kiri takut ada yang mendengar ucapannya.

Dia lalu mendekatkan mulutnya ke telinga Nabila dan menutupinya dengan tangan sebelum membisikkan sesuatu.

"Di sekolah ini ada sekumpulan badboy yang ditakuti. Mereka seringkali membuat onar tetapi pihak sekolah tidak berani menindak tegas. Keempat siswa itu adalah anak dari orang yang berpengaruh di kota ini. Tapi entah mengapa, para siswi di sekolah banyak yang mengidolakannya. Mungkin karena anggota geng Dragon semuanya tampan dan kaya, terutama Gara."

Bola mata Leny tampak berbinar-binar saat menyebutkan nama salah satu anggota grup Dragon itu.

"Terserah mereka. Selagi tidak menggangguku maka aku tidak akan peduli. Waktu kita di tingkat dua belas tidak banyak. Kita harus belajar dengan tekun agar bisa diterima di universitas terbaik." Nabila tidak ingin memikirkan tentang Grup Dragon yang menurutnya tidak penting.

Berita tentang kedatangan murid baru dengan cepat tersebar. Birawa merupakan anggota Grup Dragon yang paling kepo. Dia mengajak ketiga temannya untuk mencari murid tersebut dan berkenalan, terlebih lagi setelah dia mendengar jika wajahnya sangat cantik.

"Sebenarnya aku malas," ujar Anggara sambil berjalan dengan malas mengikuti ketiga temannya.

"Gue tau lu lagi kurang enak badan setelah kejadian semalam tapi lu bakalan rugi kalau nggak ikutan," ujar Daud memprovokasi.

Kedua teman lainnya, Birawa dan Kenzi ikut menimpali. Sangat sulit bagi Anggara untuk menolak keinginan teman-temannya itu.

"Oke, oke! Kita samperin sekarang, puas kalian!" seru Anggara dengan wajah yang masih terlihat kesal karena dipaksa ikut.

***

Bab 3. Bertemu Gara

Jam istirahat hampir berakhir. Leny mengajak Nabila untuk kembali ke kelas meskipun sebagian teman-temannya masih berada di taman. Mereka berjalan dengan santai dan sesekali membalas sapaan murid lain.

"Besar juga ya sekolahan ini," ucap Nabila sambil melihat ke tempat-tempat yang bisa dijangkau oleh pandangan matanya.

"Lumayan. Meskipun nggak begitu famous tapi sekolah ini cukup populer karena banyak anak dari kalangan atas yang bersekolah di sekolah ini."

Nabila mengangguk-angguk mendengarkan penjelasan sederhana dari Leny.

Saat berada di belokan terakhir menuju ke kelas mereka, keduanya melihat empat orang siswa berjalan menuju ke arah mereka. Sikap aneh mulai diperlihatkan oleh Leny. Dia tiba-tiba berhenti dan menarik tangan Nabila agar ikut berhenti juga.

"Ada apa, Len? Bukankah kita sebentar lagi akan masuk ke kelas?" tanya Nabila dengan penuh keheranan.

"Itu ... itu ... emm ...." Leny terlihat gugup.

Nabila bisa merasakan dengan jelas jika tangan Leny terasa dingin. Sepertinya saat ini dia sedang gugup.

Keempat siswa telah berhenti di hadapan mereka sehingga Nabila tidak lagi bertanya pada Leny. Salah seorang di antara mereka tidak asing di mata Nabila. Dia berusaha mengingat-ingat di mana dia pernah bertemu dengannya.

Memori tentang peristiwa semalam kembali terputar dalam ingatannya. Bola mata Nabila membulat setelah mengingat semuanya.

'Bukankah dia adalah pria yang aku tolong semalam? Tidak-tidak, tidak mungkin itu dia. Pasti hanya mirip saja.' Nabila mencoba menyangkal.

"Maaf, tolong beri kami jalan! Sebentar lagi jam istirahat berakhir," ucap Nabila kepada keempat siswa yang menghalangi jalan mereka.

Baru selesai dia bicara, bel masuk benar-benar berbunyi.

"Nah, kan?" ucap Nabila lagi sambil merangsek maju ke depan mencari celah untuk berjalan.

Wajah Leny semakin pucat saat Nabila begitu berani untuk meminta jalan. Di dalam hati dia terus berdoa berharap apa yang dilakukannya tidak menyinggung Grup Dragon. Tidak biasanya mereka datang ke bagian kelas jurusan IPA dan menganggap jika ini adalah momen langka.

Daud menggeser tubuhnya dan menghalangi Nabila.

"Cantik-cantik sombong. Memangnya kamu tidak tahu siapa kami?" tanya Daud dengan wajah tengilnya.

"Sombong? Memang kalian siapa? Boyband Korea? Kalau pun iya, aku tidak ada waktu buat ngladenin kalian. Tujuanku pergi ke sekolah mau belajar. Minggir!" tegas Nabila.

Ucapan Nabila membuat Daud semakin tersulut emosi. Baru kali ini dia bertemu dengan wanita yang dia anggap belagu. Di sekolah ini mereka adalah idola dan penolakan Nabila membuat harga dirinya ternodai.

Daud mengulurkan tangan kanannya dan mencengkeram bahu kiri Nabila.

"Auhh!" Nabila meringis kesakitan.

Anggara menatap tajam ke arah Daud sebagai ancaman dan peringatan. Namun, sepertinya Daud tidak mengerti dan semakin mengeratkan cengkeramannya.

"Lepaskan dia!" seru Anggara lalu berbalik pergi mendahului teman-temannya.

Di antara anggota Grup Dragon, dialah yang paling cuek dan selalu terlihat dingin.

Mau tidak mau ketiga temannya harus segera menyusul sebelum jarak mereka terlalu jauh. Sebelum pergi, Daud dan anggota Grup Dragon lainnya memberi tatapan misterius pada Nabila.

'Mati aku! Sepertinya para cecunguk itu menaruh dendam padaku. Aku harus berhati-hati setelah ini.' Nabila menggigit bibir bawahnya sambil menatap kepergian Grup Dragon.

"Gawat, Nab! Sepertinya kamu telah menyinggung Grup Dragon," ucap Leny setelah merasa Anggara dan kawan-kawannya tidak akan mendengarnya bicara.

Nasi sudah menjadi bubur, Nabila berusaha untuk bersikap tenang. Dia yakin bisa menghadapi semua ini dengan baik. Setidaknya dia akan merasa aman ketika berada di sekolah.

Murid-murid yang baru kembali dari beristirahat menatap keduanya dengan heran. Hanya sebagian kecil saja yang tahu jika baru saja Grup Dragon mendatangi mereka.

"Sudahlah! Guru akan segera tiba di kelas kita, sebaiknya kita bersiap."

Nabila mengajak Leny untuk pergi ke kelas mereka dan berpura-pura tenang seolah tidak terjadi apa-apa.

"Baiklah! Eh, ngomong-ngomong tadi aku lihat Gara menatapmu begitu lama. Di antara anggota Grup Dragon dia yang paling acuh pada wanita. Dia sepertinya juga tidak terima ketika Daud menyakitimu." Leny berbicara banyak.

"Jadi, namanya Gara. Siapapun itu tidak penting." Buru-buru Nabila mengalihkan pembicaraan agar Leny tidak membahasnya lagi.

***

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!