Prangg.
Suara pecahan kaca menggema dalam rumah mewah itu. Teriakan dan jeritan ikut menyertai, dua orang dewasa yang pernah mengucapkan janji suci pernikahan kini saling memakai dan carut marut.
Entah di mana kata cinta dan janji suci itu? Semuanya menghilang membuat seorang pemuda yang menyaksikan nya menatap datar pertengkaran hebat itu.
Dirinya terbiasa mendengar suara teriakan dan kata-kata kasar. Sudah menjadi makanan sehari-hari melihat orang tuanya berdebat.
"Dasar bajingan kau?! Menyesal aku menikah denganmu dulu?!" teriak Lena dengan suara meninggi. Memaki suaminya habis-habisan.
"Kamu kira cuma kamu yang menyesal?! Aku juga nyesel nikah sama kamu?! Dasar wanita matre, sok-sokan jadi wanita independen dan sosialita tapi tidak bisa ngurus anak?! Lihat tuh anak kamu bikin ulah lagi. Lulus kuliah bukannya kerja malah sok-sokan jadi ketua geng motor?!" maki Herman dengan suara yang tak kalah tinggi.
Tak terima disalahkan, Lena angkat suara.
"Hey, dia juga anak kamu?! Nakalnya itu menurun dari kamu?!"
"Kamu yang ngga becus didik anak. Di mana-mana kalau anak nggak bener ya ibunya juga nggak bener?!"
"Ahhh … capek aku sama kamu?! Udah habis kesabaran aku puluhan tahun hidup sama laki-laki brengsek seperti kamu?! Lebih baik aku ke pengadilan agama dan gugat cerai kamu?!"
"Ha ha … silahkan?! Jangan harap ada harta gono-gini?!"
"Cih … kau kira aku miskin?!"
Seorang pemuda memutar bola matanya malas. Dia sudah lelah menjadi penonton sedari tadi.
Dia memilih pergi dari sana tanpa berpamitan. Dua orang dewasa itu bahkan tak menyadari kalau anak mereka telah pergi dari sana.
Angkasa Galaksi adalah anak broken home. Lahir dari keluarga kaya raya tak selamanya indah. Sedari kecil terbiasa mendengar dan melihat orang tuanya bertengkar.
Kurang kasih sayang dan cinta dari orang tuanya membuat Angkasa menjadi anak nakal.
Karakter nya dingin, cuek dan tidak peduli terhadap sekitar.
Angkasa melangkah mendekati motor kesayangannya. Benda yang menjadi pelampiasan kemarahannya.
Angkasa seringkali melanggar rambu lalu lintas saat kepalanya sedang ribut karena ulah orang tuanya.
"Hai Blackie, temani aku menantang maut lagi. Siapa tahu sebentar lagi malaikat maut beneran datang. Capek hidup di dunia ini, punya orang tua tapi berada yatim piatu," gumam Angkasa pelan seraya mengelus body motornya.
Setelah memakai helm. Pria itu segera menaiki motornya.
Angkasa mengendarai motornya dengan kecepatan tinggi. Berharap kali ini dia kecelakaan dan mati di jalan.
"Kalau aku mati kecelakaan, orang-orang nggak akan tahu kalau aku bunuh diri. Tapi, kalau aku bunuh diri orang-orang akan tahu kalau aku lemah dan hidupku sulit. Mereka pasti akan menatapku dengan penuh iba. Sungguh menjijikkan," gumam Angkasa dalam hati.
Pria itu menambah kecepatannya lagi. Dia menyalip semua motor atau mobil yang menghalanginya.
Angkasa tersenyum manis saat melihat sebuah truk Fuso menuju ke arahnya.
"Selamat tinggal broken home, selamat datang kematian."
Brakk.
*
*
Seorang dokter magang berparas cantik dan pintar tersenyum senang. Dia bisa bernafas lega, karena sudah waktunya dia pulang ke rumah.
"Cika, bisa kamu tolong saya?" tanya seorang dokter pria paruh baya.
"Bantu apa, Dok?" Cika bertanya balik menatap lekat wajah panik sang dokter.
"Bantu saya untuk menangani korban kecelakaan. Di tim saya kekurangan satu orang!" jelas sang dokter membuat Cika terhenyak.
Gadis itu mengangguk kepalanya mantap. Jiwa dokternya memanggil untuk membantu menyelamatkan nyawa pasien.
Keduanya segera beranjak ke ruang UGD. Cika ikut membersihkan wajah pasien yang dipenuhi noda darah.
Degg.
Cika terkejut saat melihat wajah pasiennya. Jantungnya berdegup kencang. Matanya melebar sempurna.
"Kak Angkasa," gumam Cika pelan.
*
*
Mohon dukungannya ya, guys. Ini novelnya author ikutkan lomba ❤️🌹
Bersambung.
Jangan lupa like coment vote dan beri rating 5 yah kakak 🥰🥰
Salem Aneuk Nanggroe Aceh ❤️🙏
Perlahan pemilik bulu mata lentik itu terbuka. Retinanya berusaha menyesuaikan dengan cahaya yang masuk. Kepalanya berdengung nyeri, entah berapa lama dia tak sadarkan diri. Tubuhnya terasa remuk, hal pertama yang dia lihat adalah wajah gadis cantik berkacamata.
"Apa aku sudah mati?" tanyanya parau dengan suara lemah khas orang baru sadar dari koma.
Gadis cantik itu tersenyum cerah. Menampilkan lesung pipinya, dia memiringkan kepalanya ke kanan lalu mencubit pipi pemuda di atas ranjang rumah sakit itu.
"Apa aku mirip bidadari, sampai kakak kira aku bidadari surga," ujarnya ceria membuat pemuda itu meringis pelan, karena pipinya di cubit.
Dia segera mencekal tangan gadis itu. Berani sekali dia menyentuh pipinya, padahal selama hidup, tak ada seorang pun gadis yang menyentuhnya.
"Jangan lewati batasmu," desis Angkasa dingin membuat Cika menelan ludahnya.
Dalam hati Cika menggerutu kesal, ternyata masa depan tetap sama saja. Angkasa tak meliriknya, padahal Cika sudah sukses jadi dokter magang. Sebentar lagi dirinya juga akan menjadi dokter.
Terlebih lagi penampilannya sekarang sudah rapi, tidak burik seperti dulu.
"Hais … kak Angkasa nggak pernah berubah. Masih saja seperti es balok! Nyebelin banget jadi manusia!" gerutu Cika dengan nada kesal membuat Angkasa mengernyitkan keningnya.
Dia merasa tak asing dengan wajah gadis berseragam putih di dekatnya.
"Apa kita pernah bertemu sebelumnya?" tanya Angkasa penasaran membuat Cika tersenyum cerah.
Ahh … rasanya ada kupu-kupu berterbangan di dalam perutnya, menggelitik hati mungil Cika sehingga membuat rona merah di pipinya muncul.
Cika dan Angkasa pernah satu sekolah saat menduduki bangku sekolah menengah atas (SMA). Angkasa merupakan kakak kelas yang sangat populer pada masa dulu.
Cika bahkan sampai jatuh hati. Angkasa adalah cinta pertamanya dan alasan Cika menjadi dokter agar suatu saat nanti bola dia berjodoh dengan Angkasa, pria itu bangga padanya.
"Aku Cika, Kak … adik kelas kakak dulu waktu SMA!" balas Cika dengan senyuman ceria terpasang di wajahnya. Dia merasa sangat bahagia. Akhirnya Angkasa mengingat wajahnya.
Pemuda itu mengernyitkan dahinya heran. Dia berusaha mengingat sosok Cika di masa lalunya.
Hingga wajah seseorang terlintas dalam benaknya. Angkasa terkejut, lalu kembali menatap lekat wajah Cika.
"Kamu …gadis cupu yang kalau ke sekolah pakai sepeda butut, 'kan!" tebak Angkasa cepat membuat wajah Cika muram.
Tebakan Angkasa memang benar, namun tak seharusnya pria itu blak-blakan. Hati mungil Cika tersakiti, ahh … gadis itu memang lebay seperti biasanya.
"Dari sekian banyak kenangan kita di masa lalu, cuma itu yang kakak ingat! Haiss … terserahlah, yang penting kakak ingat aku. Daripada tidak ingat sama sekali!" gerutu Cika pelan.
Angkasa tersenyum samar melihat wajah muram Cika. Gadis itu selalu saja menggemaskan bila sedang kesal. Sama seperti di masa lalu.
Angkasa tak sadar kalau gara-gara Cika, dirinya tersenyum lagi. Meski hanya samar.
"Oh iya, minum dulu, Kak. Hampir saja lupa aku."
Cika mengambil gelas minuman, lalu membantu cinta pertama nya itu minum. Setelah minuman tersebut tandas, Cika tersenyum cerah.
"Berapa lama aku tidak sadarkan diri?" tanya Angkasa datar.
"Dua hari," balas Cika cepat membuat Angkasa menghela nafas berat.
Dia menatap langit-langit kamar rumah sakit. Mengapa sangat sulit untuk mati? Padahal Angkasa sudah berusaha sebisa mungkin untuk bunuh diri lewat jalur menabrakkan motor sendiri ke truk atau pembatas jalanan.
Mengapa Tuhan masih memberinya nyawa? Tetapi, tidak dengan kebahagiaan.
"Orang tua kakak … aku sudah mencoba menghubungi mereka. Tapi, mereka sibuk dan hanya mengirimkan uang untuk biaya administrasi. Dan … mereka mengirimkan parcel buah itu untuk kakak!"
Cika menunjukkan parcel buah yang berada di sofa. Dada Angkasa terasa sesak, dirinya benar-benar tak berarti bagi orang tuanya.
"Buang!" titah Angkasa datar membuat Cika terhenyak.
"Tapi, Kak."
"Aku bilang buang ya buang?! Apa kau tuli, huh?!" sentak Angkasa dengan nada keras membuat Cika terkejut dan takut.
*
*
Guys, mohon dukungan agar karya ini menang yah 🌹🥰❤️
Author up 4 bab hari ini. Jadi, mohon perbanyak komentar biar author semangat 🙏🌹
Bersambung.
Jangan lupa like coment vote dan beri rating 5 yah kakak 🥰🥰
Salem Aneuk Nanggroe Aceh ❤️
Dada Cika terasa sesak, seperti di tusuk ribuan jarum. Ternyata Angkasa tidak pernah berubah, masih saja ketus dan keras padanya. Padahal Cika sudah berusaha untuk menjadi yang terbaik agar menarik perhatian Angkasa.
Gadis itu cukup terkejut saat melihat Angkasa yang berlumuran darah. Dia melakukan yang terbaik untuk menyelamatkan Angkasa. Bahkan, Cika rela mendonorkan darahnya untuk Angkasa yang kala itu kekurangan darah.
Namun, apa yang dia dapatkan?
Tidak bisa dibiarkan. Cika bukan lagi gadis cengeng dan lemah. Sekarang dia adalah seorang dokter magang yang tentunya akan menjadi dokter profesional sebentar lagi.
Dia menegakkan badannya. Lalu memasang senyuman palsu, mentalnya harus kuat untuk menjadi dokter. Karena di masa depan tentu akan banyak manusia berbeda karakter yang akan dia tangani.
"Aku tidak akan membuang buah mahal itu. Tapi, aku akan memberikannya pada pasien yang membutuhkan nya! Kalau begitu aku pamit. Bila butuh sesuatu, tekan tombol nurse, nanti akan datang perawat atau dokter ke sini!"
Cika berbalik lalu segera mengambil parcel buah mahal itu. Angkasa melihat punggung Cika yang perlahan menjauh.
Saat tiba di depan pintu, gadud cantik itu berhenti.
"Lain kali tidak perlu meninggikan nada suara saat berbicara denganku."
"Aku membenci nya … aku benci saat orang-orang membentak ku."
Setelah berkata itu, Cika keluar dari ruangan sambil membawa parcel buah. Dia tak ingin menjadi pengecut yang memilih mengalah dan menyakiti dirinya sendiri.
Cika telah dewasa dan melalui banyak hal. Saat sekolah dulu dia sering kali dibully, namun sekarang dia telah kuat dan tak mau lagi dibully.
Angkasa menghela nafas berat. Ada secuil rasa bersalah dalam hatinya, num.dia segera menepis rasa itu.
"Dia pantas untuk dibentak," gumam Angkasa berusaha untuk meyakinkan dirimu kalau apa yang telah diperbuat benar.
*
*
Cika membagikan buah untuk pasien yang membutuhkan. Mereka semua berterima kasih pada Cika.
"Terima kasih, Dokter cantik."
Cika tersenyum ramah. Pipinya merona saat dipuji.
"Jangan berterima kasih pada saya. Tapi, berterima kasihlah pada pasien yang berada di lantai 3, ruangan VVIP 01. Dia yang menyuruh saya untuk membagikan buah ini untuk kalian semua."
Cika berkata dengan nada lembut. Semua orang yang mendengarnya tersenyum senang. Mereka berjanji bila bertemu dengan pasien itu pasti akan berterima kasih.
*
*
Panggilan alam membuat Angkasa kesal. Dirinya ingin ke kamar mandi, namun tak ada siapa-siapa di sana. Tubuhnya masih lemah, dia belum sanggup untuk bergerak banyak.
Pergerakannya masih terbatas.
"Haiss … panggilan alam memang tidak bisa ditunda," gumamnya kesal.
Dia segera menekan tombol nurse. Tak berselang lama seseorang masuk ke dalam kamarnya.
Angkasa menghela nafas lega, saat melihat perawat pria yang masuk. Tandanya dia tidak perlu malu untuk meminta bantuan ke kamar mandi.
"Ada yang bisa dibantu, Mas?" tanya perawat pria itu ramah.
"Saya ingin buang air besar," ujar Angkasa datar membuang rasa malunya.
Sang perawat menganggukkan kepalanya. Dia tak mengeluh, karena sudah terbiasa merawat pasien seperti Angkasa.
"Baik, mari saya bantu, Mas."
Pria itu membangu Angkasa berjalan. Perlahan dan pasti Angkasa menggerakkan kakinya meski lemah juga tertatih.
Prett.
Wajah Angkasa merah padam saat gas alam keluar dari bokongnya. Seumur hidup baru kali ini dia kentut di depan orang.
Lidahnya kelu untuk sekedar minta maaf. Antara malu dan kesal secara bersamaan.
"Jangan malu-malu, Mas. Keluarkan semua kentut nya, saya sudah terbiasa kok. Kentut itu pantang di tahan, karena kalau di tahan sakit, meski di lepas ribut!" celetuk sang perawatbhat wajah Angkasa merah padam.
"Kentut sialan," batin Angkasa kesal.
*
*
Guys, mohon dukungan agar karya ini menang yah 🌹🥰❤️
Author up 4 bab hari ini. Jadi, mohon perbanyak komentar biar author semangat 🙏🌹
Bersambung.
Jangan lupa like coment vote dan beri rating 5 yah kakak 🥰🥰
Salem Aneuk Nanggroe Aceh ❤️
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!