NovelToon NovelToon

GADIS BAR-BAR DAN GURU RELAWAN

Kecelakaan

Terkadang kehidupan manusia tak pernah cukup untuk seseorang yang tak pernah bersyukur. Sebuah kehidupan yang telah digariskan oleh sang Maha Kuasa ternyata tak pernah cukup untuknya. Sebuah hal yang mungkin telah Tuhan berikan untuknya agar menjadi ujian atau sebuah kebahagiaan. Ternyata membuatnya menjadi sosok pribadi yang semakin lalai dan jauh darinya.

Sebuah hidup yang menurutnya tak pernah adil untuknya. Sebuah garis hidup yang membuatnya menjadi sosok yang sering dihina dan dikucilkan. Perkataan satu per satu orang itu menjadi trauma untuknya dan tertanam dalam pikirannya sehingga membuatnya menjadi pribadi yang keras.

Begitulah kehidupan dan cara pandang seorang gadis yang saat ini tengah berdiri di samping kanan kiri teman-temannya dengan ditemani suara dentuman musik disko di sana. Tatapan matanya menatap ke arah meja permainan yang terdapat lembaran kartu disana.

Sebuah hal biasa yang dia lakukan dengan teman-temannya. Menghabiskan banyak uang, berpesta dan bermain sebagai pelarian dari segala trauma yang pernah diterima di masa lalu.

"Kau hebat, Sea!" kata Elara, gadis rambut pirang yang berdiri tepat di sampingnya.

Sea hanya tersenyum miring. Dia segera memegang pinggiran meja permainan dan menatap lawan mainnya yang ada di depannya.

Dia mampu mendengar decakan lidah dari lawan mainnya dan itu tentu membuatnya semakin merasa bahagia.

"Pecundang!" seru Sea dengan mulai mengambil deretan uang yang menjadi taruhan di permainan dan memberikan pada teman-temannya.

"Ayo kita pulang!" ajak Sea kepada teman-temannya.

"Tunggu!" seru wanita yang menjadi lawan mainnya dan membuat Sea kembali berbalik.

Perempuan dengan celana panjang jeans dan robek dibagian lututnya itu mengangkat salah satu alisnya.

"Aku ingin bermain dengan taruhan yang lebih besar!" seru gadis dengan bibir berwarna merah merona itu sambil memegang kalung yang dia pakai.

Spontan hal itu membuat sahabat Sea saling menatap.

"Jangan, Sea!" kata Elara menolak.

"Kau ingat, kalung itu hadiah ulang tahun dari bundamu!" tambah Aschella dengan cepat.

"Ya, Sea. Jangan! Jangan turuti kemauan dia!" lanjut Luna mencoba membuat sahabatnya ini paham.

Namun, Sea tetaplah Sea. Dia adalah sosok yang paling tak suka diremehkan. Dia bahkan tak mau terlihat rendah di mata siapapun.

"Deal!" ucap Sea dengan mengangkat tangannya dan mulai melepas kalung yang dipakai selama 10 tahun tersebut.

Sea meletakkan kalung itu di atas meja permainan. Mereka mulai bermain kartu lagi dan membuat suasana semakin panas dan tegang. Tentu bukan perihal permainan, melainkan kalung dengan banyak kenangan itu yang menjadi taruhan di atas sana.

Sea mulai mengambil kartu miliknya. Membuka kartu itu dengan jantung yang berdebar. Namun, matanya sesekali menatap ke lawan mainnya yang juga tengah membuka kartu yang didapat.

"Yes!" gumam Sea dalam hati dengan mulai menatap lawan mainnya. "Bagaimana?"

"Jangan tersenyum dulu, Sea. Kalung itu akan menjadi milikku!" kata perempuan dengan pakaian seksi dan mulai beranjak berdiri lalu membuka kartu yang di dapat di atas meja. "Kau kalah!"

Perempuan itu tersenyum lebar. Saat tangannya hendak meraih kalung Sea. Tiba-tiba gadis dengan bibir yang dip!oles tipis itu memegang tangan lawan mainnya sambil membuka kartu yang dia punya.

"****!" pekik gadis berlipstik merah dengan wajah memerah padam.

Sea tersenyum licik. Dia mengambil kalung miliknya dan sekaligus milik lawan mainnya itu lalu mengusap rambut wanita yang nafasnya naik turun.

"You lost, baby girl!"

...****************...

Setelah permainan panjang itu, Sea, Elara, Luna dan Aschella melanjutkan pesta mereka. Keempatnya minum dengan puas sampai membuat dua dari yang lain mabuk parah.

"Sea, kau bisa mengemudi sendiri?" tanya Elara yang masih sadar karena dirinya memang paling kuat minum.

Sea yang saat itu sedang mengotak atik ponselnya karena berdering spontan mendongak.

"Tentu. Bukan hal yang pertama ini, El!" jawab Sea lalu mulai memasukkan ponselnya ke dalam saku lalu segera beranjak berdiri.

Dia melangkah mendekati sahabatnya yang tertidur. Sea hanya menggeleng lalu mulai melingkarkan tangan Luna ke lehernya dan menuntunnya.

"Dasar payah! Kau memang pemabuk yang jelek!" umpat Sea yang membuat Elara tertawa.

Keempat wanita itu akhirnya mulai keluar dari klub. Mereka langsung menuju ke parkiran mobil dimana kendaraan mereka berada.

"Kau yakin, Sea? Aku bisa mengantarmu lebih dulu dan mobilmu biarkan disini!" ujar Elara khawatir.

Sea menggeleng. Dia menutup pintu belakang setelah meletakkan Luna disana.

"Aku baik-baik saja. Tenanglah! Kau cepatlah masuk dan bawa mereka pulang!"

Sea berjalan ke samping mobilnya. Dia menyandar disana dan meyakinkan Elara yang masih berdiri di pintu kemudi dengan menatap ke arahnya.

"Oke oke. Jika ada sesuatu, kabari aku. Oke?"

"Okey!"

Akhirnya Elara mulai masuk ke dalam mobil. Meninggalkan Sea yang mulai melambaikan tangan pada sahabatnya itu. Setelah itu dirinya lekas masuk ke dalam mobilnya dan mengambil ponsel yang ada di saku belakangnya.

"Berisik banget sih!" seru Sea dan akhirnya memilih mengangkat panggilan itu.

"Kamu dimana, Sea?" ucap suara seorang wanita dari seberang telepon setelah mengucapkan salam.

Sea menghela nafas berat. Bukan kali pertama dia mendengar pertanyaan ini. Pertanyaan yang selalu ditanyakan kepadanya setiap malam ketika dirinya pulang telat.

"Sea dijalan, Bunda," jawab Sea dengan malas.

"Kamu mabuk lagi?"

"Jangan tanyakan apa yang Bunda sudah ketahui! Sea capek. Sea akan pulang sekarang!"

Sebelum mendapatkan jawaban. Sea lekas mematikan panggilan itu lalu melemparnya ke kursi samping. Dia benar-benar merasa frustasi. Bukan karena telpon dari bundanya yang mengganggu. Melainkan sikap yang selalu bundanya lakukan hanyalah untuk menutupi sakit di masa lalunya.

"Lebih baik Sea melihat Bunda menikah lagi daripada harus menangisi satu orang yang tak pernah datang menjemput kami, " ucap Sea pada dirinya sendiri dengan menghapus air matanya yang menetes tanpa bisa dicegah.

Akhirnya Sea lekas menghidupkan mobilnya. Dia mengemudi dengan kecepatan sedang dan mulai memainkan jalanan. Jarum jam yang sudah menunjukkan pukul satu malam itu membuat jalanan di Kota New York tak sepadat di jam kerja.

Akhirnya Sea menaikkan laju mobilnya. Dia mengendarai dengan kecepatan tinggi agar sampai dirumah dengan cepat. Namun, baru setengah jalan, tiba-tiba Sea mengernyitkan alisnya.

Ya, dia mencengkram setir kemudi saat jantungnya kembali sakit.

"Oh ****! Kenapa harus sekarang," lirihnya yang mulai merasa oleng.

Akhirnya sakit yang semakin terasa membuat Sea tentu mulai tak fokus mengemudi. Dirinya yang hampir saja memejamkan mata karena sakitnya semakin berdenyut tiba-tiba terkejut ketika mendengar bunyi klakson dan membuatnya mendongak.

Matanya membelalak tak percaya saat ternyata mobilnya oleng ke kanan dan di depan sana ada sebuah truk besar dengan lampu sinar mengarah ke arahnya. Spontan Sea langsung membanting setir kemudinya ke samping kiri.

"Akhhhh!"

~Bersambung

Hai-hai selamat datang di novel terbaruku.

Novel yang akan menceritakan kisah lebih kompleks. Ikuti terus cerita Sea dan Sky, update setiap hari jam 15.00 dan 21.00

Dua bab aja dulu yakan. Jangan lupa kalian like, komen dan masukkan favorit.

Terima kasih.

Hukuman Sea

Suara ranjang pasien yang didorong dengan cepat serta langkah kaki para suster terdengar di seluruh koridor rumah sakit. Seorang gadis yang tak sadarkan diri dengan alat bantu pernapasan itu terbaring lemah di sana. Ditambah suara tangisan dan panggilan seorang wanita yang baru saja mendapatkan kabar dan langsung ke rumah sakit membuat suasana semakin tegang.

"Sea!" panggil seorang wanita dengan air mata yang menetes membasahi wajahnya.

"Tunggu disini, Bi. Biarkan Dokter merawat Sea dulu!" kata Abraham memeluk Bia yang ingin menyusul Sea ke dalam.

Bia, seorang ibu yang berjuang demi anaknya itu menangis di pelukan kakak pertamanya. Rasa takut itu menghantui pikirannya saat ini. Ketakutan ketakutan itu kembali muncul dan membuat Bia menggelengkan kepalanya.

"Tenanglah, Sea adalah anak yang kuat," ujar Abraham menenangkan sambil mengusap punggung adiknya.

Dia membawa adiknya itu ke kursi tunggu. Mendudukkan Bia di sana dan merapikan jilbab yang dipakai adiknya itu.

"Aku takut, Bang. Aku takut Sea akan meninggalkanku," lirih Bia dengan menunduk dan air mata yang terus mengalir dari ujung matanya.

Abraham memahami ketakutan itu. Dia paham dengan apa yang dipikirkan adiknya. Perlahan dirinya menarik tangan Bia lalu memegangnya dengan hangat.

"Sejak lahir, Sea selalu mampu melewati semuanya bukan?" kata Abraham dengan tersenyum. "Bahkan terlalu cepat ingin melihat dunia, dia lahir duluan sebelum waktunya."

"Tapi dia lahir karena aku terlalu stress dan itu yang membuat keadaan jantung Sea tak baik," lanjut Bia yang masih ingat betul apa yang terjadi di masa lalunya dan membuat hidup anaknya bergantung pada obat.

"Sea harus mengkonsumsi obat setiap hari agar jantungnya tak kambuh. Tapi… mungkin dia juga lelah dengan keadaan ini dan membuatnya tak mau meminumnya lagi," lirih Bia mengatakan apa yang memang terjadi di antara mereka.

"Ini bukan salahmu, Bi. Sea lahir lebih dulu memang sudah takdirnya. Tuhan mungkin ingin bilang, bahwa kamu tak sendiri dan masih punya Sea," kata Abraham dengan pelan lalu memeluk adiknya dari samping.

Abraham tahu yang dibutuhkan Bia saat ini hanya penguat. Saat ini yang dibutuhkan adiknya itu hanya support dirinya dan keluarganya.

"Keluarga pasien?" panggil seorang dokter dengan pakaian berwarna hijau yang baru saja keluar dari ruang UGD.

Bia dan Abraham tentu langsung terjaga. Mereka menghampiri dokter yang berdiri di dekat pintu tersebut.

"Bagaimana, Dokter?"

"Bagaimana dengan putriku, Dok?" Tanya Bia dengan wajah paniknya.

"Putri anda baik-baik saja, Dokter Bia. Hanya saja, dia benar-benar harus berhenti minum. Jantungnya tak kuat lagi jika dia terus minum seperti ini," ucap Dokter menjelaskan keadaan Sea dengan jujur. "Pasien juga harus tetap meminum obatnya untuk menjaga jantungnya."

Bia terlihat lemah tapi setidaknya dia lega. Lega jika putrinya baik-baik saja.

"Terus apa yang harus kami lakukan, Dok?" tanya Abraham dengan tanggap.

"Pasien harus kembali melakukan perawatan untuk jantungnya, istirahat yang cukup, minum obat dan jangan minum-minuman lagi," kata Dokter menjelaskan.

...****************...

Entah sudah berapa lama dirinya tak sadarkan diri. Entah sudah berapa dirinya tidur, perlahan mata yang semula terpejam kini mulai terbuka. Meski remang-remang dia mampu melihat langit-langit kamar yang berwarna putih dan juga aroma obat dan infus yang membuatnya sadar jika dirinya berakhir di rumah sakit.

Namun, samar-samar telinganya mendengar pembicaraan dua orang yang sangat dia kenal. Suara yang sangat dia hafal karena memang selalu ada bersamanya.

"Apa kamu masih memikirkan dia, Bi?" tanya Abraham pada adiknya itu.

"Siapa yang bisa melupakannya, Bang?" tanya Bia balik dengan nada suara yang sumbang.

Sea tentu mampu mendengarnya. Sea tentu jelas sadar jika ibunya masih memikirkan seseorang. Seseorang yang tak ia tahu wajahnya, seseorang yang tak pernah dia tahu namanya juga.

"Karena dia, Sea hadir di antara kita," lanjut Bia yang membuat tangan Sea mengepal kuat di dalam selimut.

Perlahan tak mau mendengar ibunya sedih dan menangis. Sea akhirnya membuat gerakan. Dia mulai menarik nafasnya begitu dalam dan menggerakkan tangannya yang membuat Abraham dan Bia lekas mendekat.

"Kamu sudah sadar, Nak? Kamu baik-baik saja, 'kan?" tanya Bia dengan wajah yang benar-benar masih dihantui rasa takut.

"Mana yang sakit? Bilang sama Bunda. Bunda akan panggilkan dokter!"

"Bia Bia tenanglah. Lihat putrimu juga khawatir padamu," kata Abraham menenangkan adiknya yang benar-benar panik tersebut.

Bia meneteskan air mata. Dia mengusap kedua sisi wajah putrinya dengan pelan.

"Maafkan Bunda ya, Nak. Bunda benar-benar tak bisa menjagamu dengan baik," ujar Bia dengan lirih.

Sea mengangkat tangannya. Dia menghapus air mata ibunya dengan pelan.

"Kenapa Bunda cengeng sekali? Sea masih disini, Bunda," ucap Sea dengan nada suara yang kesal.

"Bunda hanya takut. Bunda khawatir kamu… "

"Pergi ninggalin, Bunda?" lanjut Sea yang membuat Bia terdiam cukup lama.

"Sea ini punya Bunda dokter. Sea juga mahasiswa kedokteran. Sea tahu apa yang harus Sea lakukan, Bu!"

"Tapi kamu sering tak mendengarkan Bunda. Kamu selalu keluar malam dan bermain dengan teman-temanmu. Kamu tak menjaga kesehatan kamu dan mendengar nasehat Bunda agar tetap minum obat!"

"Sea bosan!" jawabnya dengan jujur. "Sea capek minum obat terus, Bunda."

"Tapi itu satu-satunya jalan agar jantungmu tetap sehat, Nak!"

Sea hanya mampu mendengus. Dia benar-benar selalu kalah jika berdebat dengan bundanya itu. Sampai akhirnya perdebatan itu berakhir dengan seorang suster yang baru saja masuk ke dalam ruangan Sea.

"Permisi!"

"Ya, Suster?" sahut Abraham menjawab.

"Dokter memanggil keluarga pasien sekarang!" kata Suster menyampaikan maksud kedatangannya.

Akhirnya Bia dan Abraham mengangguk. Dia mendekat ke arah putrinya dan mengusap kepalanya.

"Tunggu disini sebentar ya. Bunda akan ke dokter sebentar," pamit Bia lalu keduanya mulai pergi meninggalkan ruangan Sea dan menuju ke ruangan dokter.

"Sebelumnya saya harus mengatakan dengan jujur kondisi jantung putri anda, Dokter Sea," ucap dokter yang menangani Sea sejak lahir.

"Terlalu banyak mabuk, tak meminum obat membuat jantung Sea tentu tak baik. Ini hasil rontgen jantung Sea sekarang," Ujar dokter sambil menyerahkan lembaran hitam yang berisi gambar foto keadaan jantung Sea.

"Jika Sea terus minum-minuman. Jantungnya akan rusak dan dia membutuhkan jantung baru," kata dokter yang membuat tangan Bia gemeteran.

"Lalu apa yang harus saya lakukan, Dok?" tanya Bia dengan wajah yang benar-benar khawatir.

"Sebagai teman kerjamu, Bi," ucap Dokter dengan bahasa yang tak formal lalu menatap ke arah teman kerjanya itu dengan pandangan prihatin. "Jauhkan putrimu dari pergaulan bebasnya. Kirim dia ke tempat dimana dia tak bisa minum-minuman lagi untuk sementara waktu!"

Kata kata itu terus terngiang di kepala Bia sampai perempuan dengan wajah yang masih terlihat cantik di usianya yang sudah berkepala hampir empat itu sampai di ruangan putrinya. Dia menatap ke arah sosok Sea yang terbaring lemah dan sedang menatapnya dengan pikiran mulai memutuskan.

"Jangan gegabah dengan keputusan kamu, Bi. Ingat! Ini demi masa depan Sea!" kata Abraham pada adiknya yang mulai berjalan ke arah putrinya itu.

"Sea," panggil Bia pelan yang membuat Sea menatap bundanya.

"Ya, Bunda?"

"Setelah keluar dari rumah sakit. Kamu akan Bunda kirim ke Indonesia dan menjadi dokter relawan selama enam bulan di tempat yang sudah Bunda tentukan, Sea!"

~Bersambung

Ning nung, yuhuuu.

Mulai mulai dateng nih, pulang negara Mbak Sea yakan.

Jangan lupa like, komen dan masukkan favorit yah. Biar kalian gak ketinggalan jadwal updatenya.

Desa Guci?

"Bia, sudah kamu pikirkan ini secara baik-baik, Nak?" tanya Almeera dengan suara lirihnya.

Bia membalikkan tubuhnya. Dia menatap sosok wanita yang sampai detik ini selalu menemaninya. Sosok wanita yang melahirkannya di dunia itu masih terlihat segar bugar meski kini usianya memang sudah tak lagi muda.

Wanita yang cantik, kuat dan tangguh itu kini hanya bisa duduk di kursi roda. Kakinya sudah tak sekuat dulu, Almeera sudah tak bisa berjalan dengan lancar dan membuat ke empat anaknya meminta dirinya duduk di kursi roda.

"Sudah, Bu," sahut Bia dengan pelan.

Wanita cantik dengan mata yang membengkak karena terlalu memikirkan putrinya itu mendudukkan dirinya. Dia memegang kedua tangan Almeera dan menciumnya.

"Aku tak mau kehilangan Sea, Bu. Jika dia terus berada disini. Maka, Sea tak akan bisa jauh dari teman-temannya," kata Bia dengan pasti dan membuat siapapun mengerti jika keputusannya tak bisa diganggu gugat.

Akhirnya semua keluarga Bia setuju dengan keinginannya. Semua keluarga mendukung, baik yang ada disini dan yang ada di Indonesia. Bia sendiri juga yang menyiapkan semuanya.

Tempat anaknya akan menjadi relawan, desa yang dia pilih dan semuanya sudah diatur sebaik mungkin. Dirinya benar-benar ingin yang terbaik untuk Sea.

Mungkin selama ini Sea terlalu dimanja oleh semua orang dan membuatnya menjadi keras kepala. Apalagi besar tanpa seorang ayah, membuat Sea sering marah dan menangis menanyakan keberadaan ayahnya.

Apalagi kelahiran Sea yang prematur, membuat Bia tak pernah marah dengan apa yang Sea lakukan. Apalagi wajah Sea yang benar-benar duplikat ayahnya, membuat Bia semakin tak bisa menolak keinginan anaknya.

Apa yang Sea lakukan. Apa yang Sea inginkan, akan Bia lakukan. Hingga dirinya bekerja keras menjadi dokter, mencoba membuka praktek sendiri untuknya dirumah juga. Semua yang dia lakukan hanya demi putrinya.

"Bunda, plis! Sea sudah sehat!" Seru Sea dengan mata memutar malas saat ibunya meletakkan obat di atas meja.

Saat ini mereka sudah pulang tapi kondisi Sea masih harus dipantau untuk satu bulan ke depan.

"Kamu harus minum obatmu secara rutin, Sea. Setelah itu Bunda akan menyiapkan keberangkatan kamu ke Indonesia," ucapnya yang membuat Sea menghela nafas pelan.

Dia tak mampu mengatakan apapun lagi. Sea hanya bungkam lalu mulai meraih obat itu dan meminumnya. Bagaimanapun dirinya menolak, bagaimanapun dirinya membujuk. Sea sangat tahu jika keputusan bundanya kali ini tak bisa diganggu gugat oleh siapapun.

"Apa Bunda serius mengirimku ke Indonesia?" tanya Sea pada akhirnya.

Bia yang saat itu hendak merapikan piring kotor bekas sarapan mereka tentu menghentikan gerakannya.

"Bunda serius," jawab Bia dengan tegas.

Sea mendongak. Dia membalas tatapan ibunya dengan pandangan yang benar-benar berbeda.

"Bunda hanya ingin kamu mengerti bagaimana arti hidup yang sebenarnya, Sea. Hidup tak selamanya tentang uang untuk bahagia. Bukan hanya tentang minuman untuk menenangkan pikiran. Kamu harus belajar jika banyak hal lain yang mampu membuatmu bahagia dan tenang di luar sana."

Sea tak mendebat. Dia hanya kembali menatap piringnya dan melanjutkan sarapan. Hal itu tentu membuat Bia kasihan. Namun, dia tak akan mundur. Dirinya harus mulai merubah putrinya meski mungkin dibilang terlambat.

"Bunda mengirimmu kesana bukan karena Bunda membencimu, Sea," lanjut Bia dengan mengusap rambut putrinya yang berwarna pirang. "Bunda hanya ingin kamu belajar di sana selama kamu cuti kuliah. Oke?"

"Iya, Bunda."

...****************...

Akhirnya setelah satu bulan penuh dia berada dirumah. Kini kedua kaki itu menginjakkan kakinya di negara yang baru pertama kali dia datangi. Sebuah negara yang dikenal sebagai negara yang memiliki dua musim.

Negara yang dikenal dengan nasi sebagai makanan utamanya. Negara yang adat istiadat dan semua keberagamannya berbeda dengan negara yang dia tinggali sebelumnya.

Kakinya melangkah dengan tenang. Matanya menatap ke kanan dan kiri sambil mencari seseorang yang dikatakan oleh bundanya untuk menjemputnya.

Dirinya juga sesekali menatap ke arah ponsel yang dia pegang. Dia menunggu panggilan seseorang tapi tak kunjung datang.

"Dimana dia?" gumamnya dengan pelan sambil mencari tempat untuk menunggu.

Dia menatap ke pergelangan tangannya sebentar. Matanya melihat jarum jam yang menunjukkan pukul delapan pagi.

"Dokter Sea?" panggil seseorang yang membuat Sea mendongak.

Dia menatap seorang pria yang berdiri disamping sebuah mobil dan membuatnya menarik kopernya untuk mendekati pria tersebut.

"Apa benar anda Dokter Sea?" tanya pria itu lagi ketika Sea sudah mendekat.

"Iya benar," sahut Sea dengan mengangguk.

"Baiklah. Ayo masuk, Dokter!"

Sea tak banyak bicara. Dia perlahan masuk ke dalam mobil yang akan membawanya. Sebuah mobil Jeep yang sangat amat besar itu terlihat begitu nyaman. Dia duduk dengan tenang dikursi depan tepat di samping kursi kemudi.

Perlahan mobil itu mulai melaju meninggalkan Bandara Surabaya. Bandara yang baru kali ini dia datangi dan akan menjadi kenangan pertama untuknya.

"Kenalkan, nama saya Star, Budok," ucap pria yang duduk sambil mengemudi dengan tenang. "Saya adalah seorang tentara dan keamanan disini."

Sea hanya diam. Dia menatap Star yang bicara padanya dengan begitu santainya.

"Saya juga diperintah oleh Ketua Palm untuk menjemput Anda," lanjutnya yang membuat Sea bingung.

"Ketua Palm?" tanya Sea dengan kening berkerut.

Star menganggukkan kepalanya.

"Siapa dia?"

"Ketua Palm adalah rukun warga di Desa Guci. Beliau adalah orang yang disegani disana," cerita Star dengan panjang lebar.

Sea akhirnya mengangguk. Dia yang memang tak banyak bicara pada orang yang tak dikenalnya tentu merasa canggung.

Sea akhirnya mengalihkan tatapannya. Dia menatap jalanan yang terlihat padat. Hal itu entah kenapa suasananya mulai terasa berbeda dari negara tempat lahirnya.

"Oh iya, Budok."

"Panggil saja Sea," ujar Sea yang merasa tak enak dengan panggilan Star padanya. "Dan jangan terlalu formal, sepertinya usia kita tak jauh berbeda."

Star mengangguk. "Sea, bolehkah aku bertanya sesuatu?"

Sea mengangguk. Dia menatap Star yang sepertinya tengah memendam sesuatu yang ingin dia bicarakan padanya.

"Kenapa Dokter Sea memilih menjadi relawan di Desa Guci?" tanya Star dengan pelan.

Sea terlihat susah menjawabnya. Dia menarik nafasnya dengan pelan karena bingung harus menjawab apa.

"Maaf jika pertanyaanku menyinggungmu tapi Desa Guci adalah desa yang terpencil," cerita Star dengan pelan. "Disana tak ada listrik. Kita masih menggunakan lampu minyak tanah. Lalu mandinya pun masih di sungai. Hanya beberapa tempat saja yang ada kamar mandinya."

Sea menelan ludahnya paksa. Dia menatap ke depan dengan pandangan dan bayangan seperti apa Desa Guci itu. Dirinya benar-benar harus siap dengan situasi yang baru untuknya.

Situasi yang jauh berbeda dengan kehidupan sebelumnya.

"Sebenarnya aku datang kemari karena aku dihukum," kata Sea dengan jujur.

Dia mengalihkan tatapannya. Menatap Star yang ternyata juga sedang menatapnya.

"Dihukum?" ylang Star dengan bingung.

Sea mengangguk. Dia kembali menatap ke depan dengan pandangan yang benar-benar pasrah.

"Ya karena kesalahanku, aku harus mau menjadi relawan di desa ini untuk enam bulan ke depan!"

~Bersambung

Udah siap belum buat ketemu sama guru relawan super ganteng yuhuuuu.

Hihi jangan lupa like dulu terus komen. Biar author semangat updatenya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!