NovelToon NovelToon

Kampung Rentenir

Tiktik

Kampung tempat aku tinggal memang sedikit berbeda dan cukup unik dengan kampung lainnya yang ada di kota kami, aku tinggal seorang diri sejak duduk di bangku sekolah dasar, karena ayah dan ibuku meninggal dunia, dulunya ayah meninggal karena di kejar-kejar rentenir, bahkan sampai sekarang hutangnya masih ada dan terus berbunga, padahal ayah dan ibu sudah tiada.

Jangan tanya namaku tapi aku sendiri yang akan memperkenalkan diri, aku Tiktik, bukan tiktok apalagi tiktuk, aku manusia, dan itu nama pemberian ibuku, tidak tahu kenapa dia memberiku nama yang terdengar sedikit melenceng, padahal aku ingin memiliki nama yang setidaknya lebih bagus dari kehidupanku yang mengenaskan ini, misalnya Enjely, Amelda, Claudya, atau nama lainnya yang lebih keren, tapi apalah dayaku orang se kampung sudah tahu namaku Tiktik sejak kecil, tidak bisa aku ubah lagi, meski aku sangat ingin merubahnya, bukan apa-apa tapi kalau mau merubah nama pasti harus merayakan syukuran dan acara lainnya, itu merepotkan, aku tidak punya banyak uang untuk melakukan hal seperti itu, bahkan untuk makan sehari-hari saja aku masih butuh memalak jongko di pasar, eehh... Tapi jangan salah, aku bukan preman brandalan yang kejam dan tidak ada ampun, aku hanya menjaga keamanan pasar dari para preman musiman, dan aku sudah di tugaskan langsung oleh umi Salma, kepala desa wanita pertama di sini.

Dia islami sekali dan sangat baik hati, setiap kali memandang wajah umi Salma rasanya hati terasa tentram dan perut akan kenyang, ya tentu saja setiap bertemu denganku umi Salma selalu memberiku makan, jadi pasti perutku kenyang tiap kali bertemu dengannya.

Dia tidak punya anak dan suaminya telah meninggal dunia beberapa tahun yang lalu, jadi bisa dikatakan beliau ini ibu kepala janda, ehh..salah, maksudku ibu kepala desa.

Selain ada umi Salma yang baik hati dan memberiku pekerjaan di pasar, di kampung yang isinya bedebah semua ini ada juga rentenir sialan yang sangat merajalela, hampir semua warga di kampung ku ini semuanya adalah rentenir bukan hanya tukang meminjamkan uang lalu harus bayar lebih saja, tetapi aku pernah di beri santunan anak yatim dari salah satu orang kaya di kampungku dan kalian tahu apa? Ya aku harus mengembalikan santunan itu kepada anaknya sendiri dengan jumlah yang dilebihkan, karena dia bilang anaknya juga sudah tidak punya ayah, jadi dia anak yatim dan harus di berikan santunan juga olehku.

Benar-benar sangat menjengkelkan bukan. Aku juga sudah sangat muak tinggal di kampung rentenir ini, semua orang di dalamnya selalu mengutamakan uang adalah segalanya dalam hidup, dan selalu perhitungan bahkan untuk hal sekecil beras, makanya aku lebih suka nongkrong di pasar dengan banyak anak buahku yang bisa aku ajak bercanda ataupun bersantai dalam menikmati hidup.

Sama seperti hari ini kejadian menjengkelkan harus aku alami lagi untuk ke sekian kalinya, di saat aku hendak meminta bayaran pajak sewa tempat di pasar, ada satu penjual yang sangat keras kepala sekali, dia terus saja tidak mau membayar uang sewa tempatnya dengan banyak alasan yang dia katakan saat itu, padahal aku tahu bahwa dia sudah mendapatkan hasil yang sangat banyak dari dagangannya tersebut, tapi dia tetap saja tidak mau mengeluarkan sepeserpun uangnya untuk membayar uang sewa yang bahkan tidak semahal harga jualannya itu.

"Pak Dodi, ayo cepat bayar kalau kau tidak mau bayar mulai besok tidak usah jualan lagi kemari!" bentakku kepadanya dengan berkacak pinggang dan sedikit menggebrak meja dagangannya saat itu.

"Maaf neng tapi bapak belum dapet banyak, lihat saja ini dagangannya belum sempat laku, masih ada lagi disana yang belum di keluarkan juga, apalagi anak bapak si Teri dia lagi demam, bapak butuh uang buat beli obatnya, bisa di satuin sama besok aja ya neng bapak janji besok kalo dagangannya laku, bakal dilunasi juga kok neng." Balas pak Dodi dengan alasan yang sama setiap hari dan penyakit anaknya yang selalu berbeda beda.

Aku bahkan sudah sangat bosan mendengar alasan sampah seperti itu. Bahkan saat ini aku sudah harus menghela nafasku dengan sabar untuk menghadapi manusia seperti ini, sebenarnya aku tidak ingin melakukan hal yang sering di lakukan oleh hampir seluruh warga di kampungku, tetapi jika bukan dengan cara ini mungkin pak Dodi yang kikir melintir ini bisa saja tidak akan membayar uang sewa kiosnya hingga dia mati.

"Hei..pak Dodi kau boleh saja tidak membayarnya hari ini tapi kalau kau membayarnya besok aku akan memberikan denda dua puluh persen atas keterlambatan kau membayarnya, bagaimana?" Ucapku kepadanya mengikuti apa yang sering dilakukan oleh semua orang disana.

Seketika pak Dodi langsung saja protes kepadaku dengan keras, matanya terbelalak lebar bahkan dia sampai menggebrak meja dagangannya sendiri saking kagetnya mendengar apa yang aku katakan, padahal jika di hitungkan atas keterlambatan yang sudah dia lakukan seperti ini selama 10 Minggu, tentu saja semua itu tidak akan cukup.

"Brak....heh neng kau mau memeras saya ya? Apa kamu tidak tahu saya ini pak Dodi pemilik jongko terbesar di pasar, istri saya juga guru di sekolah dasar Mekar Jaya, kau pernah sekolah disana kenapa sekarang berani tidak memberikan sedikit toleransi kepada saya, saya hanya pedagang kenapa harus ada denda yang mencekik seperti ini, apa kau sudah berani berlagak di pasar ini ya!" Bentak pak Dodi kepadaku saat itu.

Aku benar-benar terus saja mengeratkan gigiku dan mengepalkan kedua tanganku dengan sangat kuat saat itu.

Lalu langsung saja aku cengkram kerah pakaian pak Dodi sialan tersebut dengan sangat kuat dan bicara sangat dekat dengan wajahnya.

"Pak Dodi apa kau lupa, sudah berapa kali kau mencoba untuk menghindari ku, ini sudah sepuluh Minggu kau tidak bayar harusnya denda itu menjadi lima puluh persen, aku sudah baik tidak memberikanmu denda untuk kau membayarnya sekarang, tapi kau masih mau mengundurnya, apalagi alasan yang kau katakan sangat tidak masuk akal, apa kau pikir aku ini buta, anakmu tiap hari bermain sepeda melewati rumahku bagaimana bisa dia terus sakit setiap kali aku menagih uang sewa padamu, aku tidak akan pandang bulu pada siapapun termasuk rentenir pelit seperti dirimu, cepat bayar atau dendanya akan semakin aku naikkan!" Bentakku mengancamnya dengan keras.

Seketika pak Dodi terlihat gemetaran takut dan dia segera saja mau membayar uang sewa yang sudah dia tunggak selama sepuluh bulan itu.

"Ba..ba..baik neng, aku bayar sekarang aku bayar, le...le...lepaskan dulu ini," ucap pak Dodi yang langsung saja aku dorong tubuhnya ke belakang sedikit kuat hingga dia sempoyongan dan hampir jatuh saat itu.

Dengan cepat pak Dodi segera mengambil uang di lacinya dan aku kaget ternyata ada banyak uang disana bahkan uangnya itu lebih banyak daripada uang yang aku pegang hari ini dari hasil pembayaran sewa kios di pasar ini.

"Wahh..... benar-benar kau manusia kikir, apa kau tidak takut mati ya, dasar sini, ini masih belum semuanya ada masih kurang bayaran tiga Minggu, aku akan menagihmu besok atau lusa, dan kau tidak di izinkan untuk mengelak lagi dariku!" Bentakku sambil membelalakkan mata dengan lebar kepadanya.

Ku pakai topiku kembali dan menggunakannya dengan terbalik lalu mulai langsung pergi dari sana melanjutkan menagih sewa kios ke tempat lainnya.

"Hahayy....kenapa aku tidak membentak si tua Bangka sialan itu sejak dulu, mungkin jika aku melakukannya dari kemaren-kemaren sudah lama aku bisa gajihan dengan full dari umi Salma, aishh.. benar-benar manusia kikir itu, apa dia mau mati di kubur dengan uang apa?" Gerutuku di sepanjang jalan sambil terus menghitung hasil tagihanku hari ini dan segera memasukkannya ke dalam tas kecil yang aku selempangkan di dada.

Saat aku hendak kembali ke posko tempat aku dan anak buah lainnya kumpul, tidak sengaja aku melihat ada seorang kakek tua yang tengah di tagih hutang oleh rajanya rentenir di kampungku, yang tidak lain dan tidak bukan adalah bu Yati dia juga yang dulu terus mendesak bapak dan ibuku sampai mereka harus bekerja keras banting tulang hingga lupa makan dan tidak menjaga kesehatan, tidak bisa hidup tenang bahkan sampai meninggal dunia dan rumahku hampir saja di gusur olehnya, aku melihat dia tengah melakukan hal yang sama kepada seorang kakek yang memiliki jongko kecil di pojok pasar saat itu.

Aku tidak bisa membiarkan hal seperti ini terjadi di depan mataku tanpa aku melakukan apapun sehingga saat melihat bu Yati yang mendorong kakek tersebut sampai dia jatuh tersungkur ke dekat pembuangan sampah aku semakin marah dan emosiku tidak terkendali saat itu.

"Cepat kau bayar hutangmu, atau aku akan mengambil alih kiosmu ini, dan juga rumah serta tanah yang kau tempati!" Bentak ibu Yati di saat kakek tua itu sudah sulit bergerak akibat dia dorong sampai jatuh sebelumnya.

"Wah....wah..si Yati ini benar-benar manusia pencari gara-gara, aku tidak bisa diam saja menghadapi manusia biang kerok sepertinya." Ucapku samb segera menggulung kedua lengan pakaianku dan langsung menghampirinya sambil berjalan tegas dan mulai membantu sang kakek tua terlebih dahulu.

"Kek ayo bangun apa kau baik-baik saja?" Tanyaku pada kakek itu lalu mendudukkannya perlahan di dekat jongko nya.

"Heh...kau kenapa kau membantunya aku sedang menangis hak milikku dari manusia yang hampir mati ini!" Bentak ibu Yati sambil mendorong bahuku saat itu.

Padahal aku belum mengatakan apapun untuk melawannya tetapi dia sudah berani bermain fisik padaku saat itu.

Langsung saja aku berbalik sekaligus dan menarik tangannya lalu memelintirkan tangannya itu sampai dia meringis kesakitan.

"Aaaaa....aaa...adududuh.....hei..hei..Tiktik sialan lepaskan tanganku aaahh..kau brandal tidak tahu diri aaaahh lepaskan!" Teriak dia meringis kesakitan dan barulah aku melepaskan dia sambil mendorongnya menjauh dari diriku.

"Heh...aku peringatkan kau, jangan pernah berani-beraninya mendesak pedagang yang ada di wilayahku atau kau akan menerima akibat yang lebih parah dari ini!" Ucapku memberikan peringatan kepadanya.

Tetapi dia sama sekali tidak takut dengan peringatan yang aku berikan saat itu, dan justru malah semakin berani menantang aku.

"CK ...kau pikir aku akan takut dengan bocah ingusan sepertimu, ingat Tiktik kau masih memiliki hutang lima ratus ribu kepadaku kau masih harus membayarnya beserta bunganya dia ratus ribu!" Bentak dia kepadaku.

Lagi-lagi masalah hutang dan hutang, aku sangat muak ketika wanita sialan itu terus membicarakan hutang di hadapanku, bahkan sejak kecil hingga sebesar sekarang aku tidak pernah berhutang atau meminjam uang pada siapapun, karena aku tahu semua orang di kampung ini nyatanya adalah rentenir di dunia nyata, sekecil apapun yang kita pinjam dari mereka akan selalu harus di kembalikan dalam jumlah yang lebih dan itu sangat membuat aku emosi.

Karena tidak ingin dia terus mengungkit-ungkit hutangku aku terpaksa harus memberikan gaji yang aku punya selama dua bulan tidak aku pakai dan aku tabung untuk keperluanku kedepannya, kini harus aku bayarkan pada dia seluruhnya.

"Aishh....ini aku sudah membayar semua hutangku beserta bunga yang kau harapkan itu, jadi sekarang semua hutangku lunas padamu. Dan kau sekarang aku tidak memiliki ikatan apapun lagi denganmu, aku bebas melakukan apapun terhadap rentenir sialan sepertimu, pergi kau dari sini, ayo cepat pergi!" Bentakku kepadanya sambil memberikan uangku padanya.

"CK...awas kau jika nanti mengemis untuk berhutang padaku, aku tidak akan memberikan pinjam padamu, bocah ingusan!" Balas bu Yati kepadaku yang semakin membuat emosi.

Tapi di saat aku hendak mengejarnya bu Yati sudah langsung berlari terbirit-birit dengan penuh ketakutan saat itu, padahal aku hanya menggertak dia saja, agar cepat pergi dari tempat itu.

Tapi setelah dia pergi dengan membawa uang bekal untuk makanku tiga Minggu lagi, aku sudah langsung menjadi miskin sekarang, tidak ada uang yang tersisa di dompetku hanya selembar uang seratus ribu saja yang ada, dan tentu itu tidak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup dan biaya makanku selama tiga Minggu sampai aku bisa gajian lagi bulan depan.

"Aaahhh...sial sekali, dasar manusia biadab, kenapa aku harus tinggal di kampung yang konyol seperti ini, kalau terus begini bagaimana caranya aku bisa cepat-cepat minggat dari sini, aku sudah seperti tinggal di dalam sel saja yang terkurung dengan banyaknya rentenir dan manusia perhitungan di kampungku, benar-benar membuat kepalaku pusing." Gerutuku sangat kesal sendiri saat itu.

Tiba-tiba kakek tua tadi memanggilku dan dia malah memberikan aku beras satu kilogram, aku tersentak kaget dan sudah siap langsung berjaga-jaga takutnya ini hanya pemberian semata saja, karena aku sudah sangat mengenali sifat-sifat dari orang yang tinggal di lingkungan rentenir ini.

"Neng ini ambil saja beras dari kakek setidaknya kamu masih bisa makan," ucap kakek itu kepadaku.

"Eehhhh.....untuk apa memberiku beras, sudahlah palingan nanti aku harus balik memberimu hal lain dengan jumlah yang lebih banyak atau tidak aku harus mengembalikan berasmu lagi nantinya aaahh aku tidak mau, jadi kau tidak perlu memberikan aku apapun, jual saja berasmu itu dengan benar dan lunasi semua hutangmu pada si rentenir gila itu, atau hidupmu akan berakhir mengenaskan seperti ayahku." Ucapku padanya lalu segera pergi dari sana dengan cepat.

Mencari Uang Tambahan

Sekarang aku justru malah kebingungan karena sudah tidak memiliki uang lagi, sisa satu lembar saja jelas tidak akan cukup untuk membiayai hidupku dan makanku selama beberapa Minggu ke depan ini, dan sekarang aku harus kembali memutar otak agar bisa mencari pekerjaan sampingan lainnya agar bisa menghasilkan uang untuk biaya makanku saja.

"Aishh ..kemana aku harus mencari pekerjaan sekarang, mana sulit sekali lagi, apa aku harus jadi kenek di bus juga? Aaahh... Kalau jadi kenek aku pasti akan masuk angin kalau tidak tanganku yang akan pegal dan tenggorokan yang kering karena harus terus berteriak dengan kencang. Tapi apa lagi yang bisa aku kerjakan." Gerutuku saat itu.

Terpaksa aku tetap harus melakukannya, saat tugasku di pasar sudah selesai, aku langsung pergi ke terminal dan menjadi calo untuk beberapa bus yang ada disana, selain itu aku juga bisa membantu banyak orang untuk mengangkut beberapa barang bawaan mereka dan mendapatkan uang tip yang lumayan untuk menambah-nambah uang makanku saat ini.

Walau tanganku terasa sangat pegal dan masih tetap harus mengangkat banyak kardus disana, tetap saja aku harus melakukannya, bahkan jadi tukang ojek sekalipun aku akan melakukannya asalkan aku mendapatkan uang yang halal saat ini.

Seperti sekarang ketika aku tengah duduk di motorku dan menghitung hasil uang tip yang aku dapatkan dari beberapa orang yang aku bantu membawakan barang disana itu sudah cukup lumayan dan tadinya aku berniat untuk pulang karena ini sudah hampir malam, namun disaat aku baru saja menyalakan sepeda motorku, seorang pria memanggil aku dari samping dan dia mengira aku sebagai ojek saat itu.

Mungkin karena penampilanku yang memang mirip seperti tukang ojek saat itu, jadi wajar saja jika pemuda tersebut berpikir demikian tentangku dan aku juga tidak keberatan tentang hal tersebut.

"Permisi mbak, apa kamu tahu dimana kampung rentenir?" Tanya pria tersebut kepadaku.

"Tahu, itu kampung tempat aku tinggal, memangnya kenapa? Mas nya mau pergi ke sana ya?" Balasku kepadanya dengan cepat.

"Oh... syukurlah, kalau gitu bisa antarkan aku ke sana? Kamu ojek kan?" Ucap pria itu kepadaku.

"Ahh..iya.. boleh-boleh, ayo naik aku akan mengantarmu dengan selamat, pakai helm nya," ucapku kepada pria tersebut dengan cepat.

Dia pun segera naik ke belakang dan aku segera melanjukan motorku dengan cepat menuju kampung rentenir sekaligus untuk pulang saat itu.

Aku terus saja mengantarkan pria tersebut yang kelihatan dia bukan dari kampungku dan dia justru meminta aku untuk mengantarkannya ke rumah milik kepala desa yang tidak lain adalah rumah umi Salma, aku mengantarkannya dengan cepat dan sangat penasaran kenapa pria itu malah mengenali umi Salma sebab setahuku umi Salma tidak memiliki seorang anak pun selama ini.

"Kamu antarkan saya ke rumah umi Salma ya, pasti tahu umi Salma yang kepala desa itu kan?" Ujar pria itu pada awalnya kepadaku.

"Ohhh...umi ya, iya aku tahu aku bekerja padanya tentu saku tahu, rumahnya ada di perbatasan kampung, cukup jauh dari sini," balasku kepadanya.

"Begitu ya, tapi nama kampungmu ini cukup aneh ya, aku baru kali ini mendengar nama kampung yang unik seperti ini," ujar pria itu lagi yang hanya bisa aku tanggapi dengan senyuman kecil, karena aku juga memikirkan hal yang sama dengannya dan tidak bisa menjelaskan semuanya dengan rinci kepada dia dalam keadaan seperti ini.

"Tapi darimana kamu mengenal umi Salma, setahuku dia tidak memiliki putra, dan apa kamu dari kota ya, aku belum pernah melihatmu," balasku kepadanya saat itu.

Aku sungguh sangat penasaran dengan pria itu, karena wajahnya terlihat begitu asing, makanya aku memberanikan diri untuk bertanya kepadanya, terlebih dia juga kelihatan cukup ramah padaku saat itu.

"Oh ..iya aku dari kota, aku kemari untuk melakukan penyuluhan saja, karena aku di tugaskan oleh rumah sakit pusat untuk datang membantu perawat di desa ini yang katanya belum ada dokter tetap disini, jadi aku menggantikan dokter sebelumnya, sampai dokter lain bisa di tugaskan kembali ke desa ini," balas pria itu yang membuat aku cukup kaget.

Aku langsung terperangah saat tahu ternyata pria itu seorang dokter, sebab penampilan sama sekali tidak terlihat seperti seorang dokter, wajahnyanterlalu muda untuk jadi seorang dokter, karena biasanya dokter yang datang ke desa ini adalah pria botak atau ibu-ibu yang sudah berumur tua, karena katanya dokter muda dari kota tidak ada yang mau datang ke pelosok desa seperti desaku ini yang cukup sulit untuk di jangkau masyarakat dari kota, sebab perjalanannya yang cukup jauh dan memerlukan satu hari satu malam dengan kendaraan darat untuk sampai ke mari.

Makanya saat mendengar dia dokter baru yang akan menggantikan dokter sebelumnya aku cukup kaget dan kagum dengannya karena dia menjadi dokter muda pertama yang mau datang ke kampung seperti ini.

"Wahh ....jadi aku sekarang membonceng seorang dokter ya, ahah... Kenapa aku jadi gugup ya, apa kau tidak merasa risih atau tidak keberatan di tugaskan di kampung seperti ini, disini sangat jauh sekali dengan dikota, kau lihat jalanan tadi bukan, jalannya sangat kecil dan minim kendaraan di sekitar sini, hanyanbisa masuk sepeda motor saja, mobil hanya bisa sampai di gapura, apa pak dokter yakin bisa betah dan tinggal di kampung seperti ini?" Ucapku kepadanya dengan penuh keberanian.

"Ohhh... Sebenarnya saya cukup sulit untuk menerima semua ini, tapi sebagai penerus pimpinan perusahaan pusat, bukankah seharusnya saya memiliki banyak pengalaman, dan harus mengetahui kondisi di berbagai wilayah, lagi pula meskipun agak sulit tetapi saya harus tetap melakukan, sebagai seorang dokter kita harus bertanggung jawab atas tugas apapun yang di berikan dan membantu semua orang tanpa pandang bulu, mau itu di desa, di kota atau bahkan di luar negeri sekalipun, selama bisa aku jangkau, aku akan melakukannya," balas dokter tersebut yang semakin membuat aku kagum mendengarnya.

Baru kali ini aku menemukan seseorang yang memiliki pemikiran bijak dan luas sepertinya, pola pikir yang dokter itu miliki cukup membuat aku merasa kagum dengannya.

"Pak dokter hebat sekali ya, tenang saja pak dokter kalau sampai sesuatu terjadi pada pak dokter, langsung saja pergi ke posko di pasar, katakan pada anak-anak yang berpenampilan seperti preman disana kalau pak dokter mengenali saya, mereka pasti mau membantu kesulitan apapun yang pak dokter miliki, atau pak dokter bisa pergi mencari saya langsung, saya pasti bantu kok," balasku kepadanya.

"Terimakasih banyak, sepertinya kamu orang yang baik," balas dokter itu padaku.

Aku hanya bisa tersenyum saja menanggapi ucapannya, setiap kali ada orang yang menganggap aku baik, aku merasa menjadi lebih buruk, sebab aku sama sekali tidak sebaik yang orang pikirkan, aku hanya wanita yatim piatu yang harus menjalani kehidupan dengan keras dan menggantungkan hidup dengan membentak banyak orang di pasar, berkelahi dengan preman yang ada disana ataupun melakukan hal yang terkesan buruk lainnya.

Meski aku memiliki alasan untuk melakukan semua hal itu, tetapi aku juga sadar semua itu tetaplah hal yang tidak bisa aku benarkan, aku gadis yang tomboi, sangat berbeda dengan gadis lain di desa ini yang kebanyakan terlihat cantik dan feminim, memakai pakaian cantik yang mereka miliki, bukan pakaian lusuh dengan topi di kepala yang terbalik dan sebuah tas di depan dada sepertiku.

Nyinyiran Ibu Yati

Hingga sesampainya di depan rumah umi Salma, aku segera saja menyandarkan motorku tepat di samping pagar rumah umi Salma, dan sekaligus membantu pak dokter itu untuk mengetuk pintu rumah umi Salma karena ini sudah cukup malam, aku pikir mungkin sebagian orang pasti sudah tidur jam segini.

"Ayo pak dokter saya bantu, kamu tunggu disini ya, sepertinya umi Salma ada di rumah sandalnya juga ada di luar." Ucapku kepadanya sambil membantu dia membawakan kopernya saat itu.

Segera saja aku ketukan pintu rumah umi Salma cukup keras beberapa kali saat itu hingga tidak lama terdengar suara umi Salma yang akhirnya menyahut dari dalam saat itu dan dia segera datang untuk membuka kan pintu saat itu juga.

"Ehhh....dokter Sendi, kamu sudah tiba ya, sama Tiktik juga? Ayo masuk...masuk," ucap umi Salma mempersilahkannya dengan cepat namun karena itu sudah malam aku memilih untuk langsung pergi saja.

"Aahh....umi kalau gitu aku mah mau pergi saja, ini sudah malam, aku juga cape mau cepat istirahat, aku pulang ya umi, assalamualaikum." Ucapku sambil mencium tangan umi Salma dan berpamitan dengan cepat.

"Hati-hati di jalan ya Tiktik," ucap umi Salma kepadaku dan aku hanya bisa mengangguk kepadanya dan segera menaiki motorku.

Aku pulang ke rumah dengan menghasilkan uang cukup banyak hasil dari mengojek dan menjadi kuli di terminal, ya setidaknya aku punya uang yang cukup untuk beberapa hari aku makan, karena uangku benar-benar sudah habis untuk membayar hutang pada rentenir durjana itu.

Dan yang paling menyebalkannya adalah rumahku berada dekat dengan rumah Bu Yati si rentenir sialan yang tidak memiliki belah kasih sedikitpun di dalam hatinya, saat aku pulang malam ini, mulutnya itu benar-benar minta untuk di sobek olehku karena dia tiba-tiba saja langsung berbicara nyinyir saat melihat aku baru pulang semalam itu.

"Ekmm....anak gadis kok pulang tengah malam sih, apa jangan-jangan kamu main dengan banyak pria di luar sana, makanya mendapatkan banyak uang untuk melunasi hutang ya?" Ucap ibu Yati kepadaku dengan bibirnya yang terlihat naik setengahnya.

Aku sedang malas untuk meladeni manusia bermulut sampah sepertinya sehingga aku sama sekali tidak meladeni ucapannya dan terus saja diam mengabaikan semua ucapan yang keluar dari mulutnya sambil segera memasukkan motorku ke dalam rumah dengan cepat.

Sampai akhirnya dia kesal sendiri karena aku tidak meladeni ucapannya dan dia malah semakin menjadi-jadi saat itu.

"Kau mau pura-pura tuli sekalipun, semua orang di kampung ini sudah tahu kau ketua preman di pasar yang sangat menyulitkan para pedangan dan kau itu aishh ...mana ada gadis yang selalu memakai celana jeans sepertimu, naik motor dan selalu berpenampilan seperti seorang pria, apa kamu tidak punya pakaian lain lagi? Aaaahaha....saya lupa kamu kan memang anak yatim piatu yang melarat, mana sanggup membeli pakaian wanita yang mahal, makanya hanya sanggup membeli kaos dan kemeja biasa saja," sindirnya lagi terus saja berbicara nyinyir tidak jelas.

Hingga kesabaranku benar-benar telah habis saat itu dan langsung saja aku membalasnya dengan penuh keberanian, aku berbalik menatap lurus kepadanya sambil berkacak pinggang dengan penuh emosi saat itu.

"Heh....nenek sihir, apa kau sudah cukup mengoceh sedari tadi, bicaralah dengan setan di luar sini, aku tidak mengerti bahasa hewan yang keluar dari mulutmu." Balasku kepadanya lalu segera masuk ke dalam rumah dengan cepat.

Mendengar jawaban dari Tiktik yang begitu berani kepadanya, tentu saja ibu Yati merasa sangat kesal dan dia terus menghentakkan kakinya dengan kesal sambil tidak bisa berhenti menggerutu mengenai Tiktik dengan merasa saat itu.

"Aaarrkkk...dasar gadis itu, dia sangat menjengkelkan, dia juga sudah menggagalkan niatku untuk menagih hutang pada kakek di pasar sebelumnya, aku harus memberikan pelajaran gadis sialan itu, dia tidak bisa dibiarkan begitu saja!" Gerutu ibu Yati dengan kedua tangannya yang di kepalkan dengan kuat.

Dan dia memang sangat membenci Tiktik sejak lama, sebab dari semua orang yang ada di kampung tersebut, hanya Tiktik seorang yang berani melawannya secara terang-terangan seperti itu, bahkan tidak akan segan untuk mempermalukan dia di depan umum, terlebih saat ini hutangnya benar-benar sudah lunas dan tidak ada lagi bahan yang bisa dijadikan ancaman oleh ibu Yati kepadanya sekarang.

Sedangkan anaknya yang bernama Ubay dia justru berteman cukup baik dengan Tiktik karena sejak kecil mereka sudah bertetangga, sekarang Ubay bahkan sudah menjadi seorang guru di sekolah dasar yang ada di kampung tersebut, sedangkan Tiktik masih saja menjalani hidup yang penuh dengan kesulitan, karena dia tidak memiliki orang dalam ataupun pengaruh dari siapapun yang bisa mendukung dia ataupun menyokong biayanya dalam menempuh pendidikan ataupun dalam membiayai kehidupan dia sehari-hari sehingga sangat sulit untuk seorang Tiktik bisa kuliah apalagi menggapai cinta-cintanya.

Dia terus tidak bisa menempuh pendidikan layaknya teman-teman dia yang lain ataupun bekerja ke kota seperti remaja lainnya yang hanya lulusan SMA di kampung tersebut, rasanya hanya aku yang tertinggal dari banyaknya teman-teman masa SMA ku yang lainnya, dimana mereka sudah ada yang menggapai cita-citanya, ada juga yang mendapatkan pekerjaan di kantoran, di toko swalayan yang besar ataupun di pabrik besar yang ada di kota, ada juga sebagian yang pergi merantau sampai ke luar negeri untuk bekerja pabrik atau menjadi art disana dengan iming-iming gaji yang besar dan mereka selalu pulang dengan penampilan yang begitu berbeda ketika hari raya tiba.

Hanya aku yang masih belum memiliki tujuan apapun dan selalu di sibukkan untuk mencari uang dan uang setiap harinya sedangkan uang itu bahkan tidak cukup hanya untuk biaya makan dan perbaikan rumahku jika sesuatu terjadi, atau terkadang uang yang sudah aku kumpulkan akan kembali aku pakai untuk servis motor dan biaya lainnya.

Sehingga keinginan untuk menempuh pendidikan yang tinggi dan menggapai cita-cita harus aku relakan dengan lapang dada.

Banyak juga diantara teman-teman masa SMA ku yang menawarkan pekerjaan padaku untuk ikut bekerja dengannya, di pabrik ataupun tempat yang lainnya.

Tapi sayangnya setiap kali aku hendak pergi mereka selalu mengatakan bahwa untuk bekerja disana harus memiliki uang dengan nilai yang hampir setara dengan gaji sebulan yang mereka berikan padaku nantinya, atau terkadang biaya masuknya itu jauh lebih besar, mereka bilang itu harus di lakukan agar bisa diterima bekerja langsung menjadi karyawan tetap disana.

Sayangnya hal seperti itu sama saja dengan merampok harta bagiku, karena orang miskin seperti aku, yang hanya bekerja serabutan saja, tentu tidak akan memiliki uang sebanyak itu untuk bisa pergi ke kota dan bekerja di pabrik, jika menjadi pembantu layaknya teman yang lain dan itu tidak menggunakan modal apapun, aku tidak bisa di perintah dengan di tunjuk-tunjuk oleh jari orang lain.

Meski aku miskin aku memiliki harga diri yang sangat tinggi dan hanya itu harta paling berharga yang aku miliki dan harus aku jaga sampai saat ini.

Jadi aku lebih memilih untuk bekerja di kampung saja, melakukan pekerjaan apapun asalkan halal dan aku bisa makan, aku pikir semua itu sudah lebih dari cukup bagiku.

Jadi aku sudah tidak pernah mengeluh lagi soal perbedaan pekerjaan diantara aku dan teman-temanku yang lainnya.

Semuanya sudah bisa aku ikhlaskan bahwa memang inilah jalanku, dan ini takdir terbaik yang tuhan berikan untukku.

Bunga memang memiliki waktu masing-masing untuk mekar dan kita tidak perlu menjadi sama karena kita di ciptakan lewat rahim yang berbeda-beda.

Jika orang lain lebih beruntung dalam bidangnya mungkin kita juga akan menjadi ahli dan sukses dengan cara kita sendiri.

Seperti apa yang terjadi denganku saat ini, pagi-pagi sekali aku suda kedatangan rejeki nomplok karena umi Salma datang menemui aku dan dia meminta aku untuk berhenti dulu bekerja di pasar, karena dia mau aku memandu pak dokter tampan itu untuk pergi berkeliling di kampung ini agar bisa mengenali wilayah di sekitar sini.

"Ehh....umi, ada apa pagi-pagi begini kemari mi?" Tanyaku kepadanya saat itu.

"Begini Tiktik, umi mau minta bantuan kamu, kamu tahu dokter Sendi yang semalam ku antarkan ke rumah umi bukan?" Balas umi Salma yang langsung saja aku anggukkan dengan cepat saat itu juga.

"Ohh....iya memangnya kenapa umi?" Balasku kepadanya lagi saat itu.

"Umi mau kamu memandu dia dan membantunya berkeliling di desa untuk hari ini saja, agar dokter Sandi bisa mengenali wilayah kampung kita ini, umi sudah menugaskan anak buahmu yang lain untuk menggantikan kamu jaga di pasar hari ini, jadi kamu tidak perlu cemas soal pasar." Balas umi Salma kepadaku.

"Baik... Aku akan dengan senang hati mengantar pak dokter, nanti aku pergi ke rumah umi setelah aku bereskan bersiap-siap." Ucapku pada umi Salma dan menyetujuinya dengan cepat tanpa pikir panjang lagi.

Sampai beberapa menit berlalu aku baru saja hendak mengunci pintu rumahku, si Ubay itu mengagetkan aku dengan menepuk pundakku dari belakang dan hampir saja aku akan menghajar dia saat itu.

"Hah!" Ucap dia mengagetkanku saat itu.

"Eee....eee..eehh..Tiktik...ini aku lepaskan aku Ubay, aku bukan orang jahat!" Ucap Ubay langsung saja memberitahu aku secepatnya.

Setelah mendengar pengakuan darinya dan aku juga sudah melihat wajah dia yang memerah menahan sakit dari tangannya yang aku pelintir kan saat itu, aku tidak tega dengannya dan segera saja aku melepaskan dia dengan cepat.

"Heh! Kenapa kau malah mengagetkan aku, apa kau sudah bosan hidup ya?" Bentakku kepadanya saat itu.

Dengan cepat Ubay langsung saja meminta maaf kepadaku dan dia terus tersenyum sendiri sambil naik ke atas motorku dan meminta aku untuk pergi bersama dengannya seperti yang biasa dia lakukan setiap pagi, selalu nebeng denganku untuk pergi ke sekolah.

"Ehehe...maafkan aku dong, tadi kan aku hanya bercanda saja, sudah ayo kita pergi aku hampir kesiangan nih, anak-anak pasti sudah menunggu gurunya sekarang." Ucap Ubay padaku.

Aku melangkah mendekati dia dan langsung saja menarik tangannya sambil menyuruh dia untuk cepat turun dari motorku secepatnya.

"Aishh...kemari kau, ayo cepat turun dari motorku, cepat turun Ubay Surabay!" Bentakku padanya dengan penuh kekesalan dan mengejek dia dengan celana yang biasa kami sebutkan di masa sekolah hingga saat ini.

"Eeeee.....eee...ehh...Tiktik....kenapa kau malah menyuruhku turun? Bukannya kita sudah mau pergi ya?" Tanya Ubay dengan heran kepadaku.

"Hari ini aku bukan ojek pribadimu, aku tidak mau berangkat ke pasar, jadi kau pergilah ke sekolah sendiri kita tidak searah sekarang." Balasku kepadanya saat itu.

Dengan cepat si Ubay itu langsung berdiri menahan motorku di depan dengan memegangi stang motorku dan terus bertanya kepadaku.

"Eeh....kalau kau tidak mau ke pasar mau kemana kau pergi dari rumah pagi-pagi sekali seperti ini?" Tanya dia begitu penasaran kepadaku.

"Heh....kenapa kau banyak bac*t sekali sih, sama minggir aku mau pergi ke rumah umi Salma, untuk apa kau menahanku, jangan ikut campur dengan urusanku, sana pergi nanti ibumu yang memiliki mulut pedas itu bisa mengomeli aku karena anaknya terus mengikuti aku kemana-mana seperti ini, sama pergi sendiri, aku sudah kesiangan." Balasku kepadanya sambi segera menyalakan motorku dan pergi meninggalkan dia dengan cepat.

Meski si Ubay itu terdengar memanggil namaku dengan kencang dan mau menghentikan aku, tetapi aku sama sekali tidak mau mendengar teriakkannya dan karena aku memakai helm jadi aku tidak terlalu mendengat teriakkan dia dengan jelas.

"Hei.....Tik...tunggu....Tiktik...hei..kenapa kau tega meninggalkan aku..." Teriak Ubay padaku saat itu.

Ubay terlihat kesal dan dia terus memasang wajah yang cemberut saat itu, sampai tidak lama ibunya keluar dari rumah dan melihat putra kebanggaannya itu masih berdiri di depan rumah gadis yang dia benci, sehingga langsung saja ibu Yati menghampiri Ubay secepatnya.

"Ubay kenapa kau masih berada disini? Sedangkan apa kamu masih berdiri di depan rumah gadis pemalas ini, sana pergi kamu itu seorang guru harus memberikan contoh yang baik untuk anak muridmu di sekolah." Ucap ibu Yati kepadanya saat itu.

Ubay pun segera saja berpamitan kepada ibunya dan dia terpaksa harus pergi jalan kaki dan mencari ojek lain di perjalanan nantinya, karena Tiktik sudah meninggalkan dia dan tidak akan mungkin kembali lagi.

"Baiklah Bu, aku mau pergi ngajar dulu." Ucap Ubay berpamitan sambil menyalami tangan ibunya dengan cepat.

Sedangkan ibu Yati sendiri sudah bersiap-siap membawa buku kecil yang dia taruh di sela-sela tangannya sambil membawa sebuah tas kecil yang sudah bisa di pastikan isinya uang semua, dia sudah bersiap untuk menagih hutang pada beberapa orang yang sudah lama tidak membayar tinggalkan hutang kepadanya selama ini.

"Huuuh .... waktunya menagih hutang pada manusia-manusia miskin yang hanya pandai meminta tapi sulit mencari uang itu, aku harus memiliki banyak energi untuk membentak mereka agar bisa membuat mereka menyerahkan uangnya padaku." gerutu ibu Yati sambil mengibaskan rambutnya ke belakang.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!