Suara langkah kaki terdengar dengan jelas namun pelan, seorang gadis yang masih sibuk mengerjakan pekerjaan di dekat kompor langsung terhenti dalam mengerjakan aktivitas nya dan kedua mata mereka bertemu.
Tidak ada suara dan hanya air mata saja yang mengalir diantara keduanya. Sesak semakin terasa dan mereka masih saja diam tak bersuara.
Sepersekian detik mereka masih saja diam seribu bahasa seolah tengah berbicara dari hati kehati. Hingga perempuan yang memiliki nama indah Walda itu memutuskan kontak mata diantara mereka dan lebih memilih untuk membuang pandangannya jauh menelisik kearah jendela seolah tengah membatasi jarak pandang nya kearah laki-laki itu.
"Maafkan aku!"
Dua kata yang lolos dari bibir laki-laki bernama Arbian dan saat ini tengah berdiri lesu dan sedikit menunduk dihadapan nya itu.
Deg
Kata-kata yang sudah sangat lama ditunggu itu kini sudah tidak lagi berarti untuk nya, kata maaf memang sangat berarti bagi seseorang yang sudah lama tergores hatinya. Namun saat goresan itu kian melebar dan menyebar hingga meninggalkan sebuah luka yang mengangga dan sulit untuk dibalut maka kata maaf sudah tak lagi memiliki arti.
Tidak ada sahutan sama sekali, Walda hanya diam saja tanpa menggubris dan tanpa menoleh sedikitpun. Ia mencoba untuk mengabaikan Arbian yang masih saja berdiri disana menatap dengan tatapan sendu seolah penuh sesal tak terkira.
"Maafkan aku karena sudah me,,"
"Maaf kami belum buka! Tolong datang saat sudah waktunya buka,"ucap Walda dengan sopan sembari membelakangi Arbian.
Perempuan itu tidak ingin luluh bagaimana pun caranya, ia harus menciptakan dinding karena sejak lama ia sudah tidak ingin berhubungan dengan Arbian lagi.
"Maafkan aku karena sudah membuat mu menanggung segala beban ini sendirian, maafkan aku karena sudah menghancurkan hidupmu."
Tes
Lagi dan lagi air mata Walda tidak bisa ia tahan karena kenangan yang begitu pahit itu kembali ia telan. Hidupnya sudah sangat hancur namun ia sama sekali tidak menyalahkan siapapun karena baginya itu adalah nasib sialnya yang tidak pernah berhenti untuk datang.
"Mohon maaf, kami belum buka dan harap keluar!"
"Maafkan aku sudah meninggalkan mu dan buah hati kita yang masih dalam perutmu saat itu, maafkan aku karena masih terlalu muda dan tidak bertanggungjawab."
"Mungkin anda salah orang, saya sama sekali tidak mengenal mu!"
Walda sudah lama menanamkan dalam hatinya untuk melupakan Arbian dan kalau pun ia tidak sengaja bertemu dengan nya. Maka ia harus bersikap seperti orang lain dan tidak mengenal nya.
Deg
Tentu saja mendengar hal itu hati Arbian akan sakit, namun rasa sakit itu tidak akan sebanding dengan rasa sakit yang sudah lama ditanggung oleh Walda.
Gadis itu sudah sangat banyak menerima rasa sakit semenjak kepergian Arbian saat itu, tidak hanya rasa sakit karena sendirian berjuang ia bahkan harus menerima banyak sekali penghinaan dalam hidup.
"Baiklah aku akan pergi, tapi aku mohon biarkan aku bertemu dengan anak kita sekali saja."
Walda menoleh dengan tatapan sinis dengan air mata ia menatap tajam dan tidak suka kearah Arbian.
"Jangan pernah berani mengaku sebagai ayahnya! Aku tidak pernah memiliki seorang anak dengan mu, ayahnya sudah lama meninggal."
Walda tidak akan pernah menerima kenyataan bahwa Arbian adalah ayah putri nya. Karena sejak lama sekali ia sudah membuang Arbian jauh-jauh.
...🦄Bersambung🦄...
...(Star:02 Mei 2023)...
Hayo hayooo ada apa nih guyss, kenapa ada yang ngaku punya anak bareng Walda sedangkan Walda gak ngakuin ituu.
Yuk guys di simpan yah di pustakanya. Dan jangan lupa kasih dukungan buat penulis kentang rebus ini heheheh.
Jangan lupa like komen dan votenya wan kawan.
See you guys 🧀
...⛰️ Bahkan ketika hidup ku tidak pernah berjalan mulus, pandangan orang lain dan juga segala spekulasi mereka. Aku tidak pernah menyalahkan siapapun, karena aku tahu semua itu adalah pertunjukan dalam kehidupan ku yang sial⛰️...
Suara gemericik air terdengar sangat jelas dari arah kamar mandi, karena jarak ranjang yang tidak begitu jauh dari kamar mandi membuat suara air itu semakin terdengar jelas sekali.
Seketika suara tangisan terdengar dari kamar hingga suara air yang mengalir dari sebuah kran seketika terhenti dan seorang wanita keluar dengan tergesa-gesa menuju ranjang dan memperlihatkan raut wajah khawatir nya.
"Hiks,,"
Suara tangisan seorang anak kecil terdengar begitu menyakitkan seolah sedang kehilangan saja. Jelas itu adalah suara anak perempuan yang baru saja terbangun diatas tempat tidur.
"Kenapa sayang kenapa hemm?"
Seorang wanita yang baru saja keluar dari kamar mandi itu adalah Walda yang sedang sibuk menyiapkan air hangat untuk putri nya. Namun aktivitas itu terhenti karena mendengar suara tangisan putrinya dari dalam kamar.
Ia dengan wajah seolah tengah menenangkan Zewa langsung berjalan cepat kearah putrinya dan memeluk Zewa yang sudah bangkit dan merentangkan tangannya kearah Walda.
"Hiks,,mamah dimana?"
Tangisan itu masih sama dan ia dengan cepat mengeratkan pelukannya dileher Walda dan dengan sigap Walda mengusap lembut punggung putrinya yang kini berusia hampir lima tahun itu. Dengan lembut ia mencoba menenangkan putrinya yang masih saja menangis tersedu-sedu.
Walda masih memasang wajah penuh khawatir karena ia mengira semakin hari putrinya akan semakin membaik. Namun ia tidak menemukan perubahan sama sekali, ia selalu saja dibuat khawatir setiap pagi karena saat bangun tidur Zewa akan selalu menangis dan terkadang mencari sosok ayahnya.
Walda sudah beberapa kali menemui dokter dan psikolog namun ia hanya diberitahu bahwa hal seperti itu sangat wajar, anak-anak seusia Zewa memang sering menangis saat bangun tidur.
Walda jelas tidak bisa tenang karena Zewa benar-benar menangis tersedu-sedu dan bagi Walda itu bukanlah hal yang wajar lagi.
"Mamah disini sayang mamah disini! Jangan nangis lagi yah,"ucap Walda dengan pelan dan masih saja mengusap punggung buah hatinya yang sudah mulai tumbuh besar itu.
Zewa sudah mulai tenang dan mengangguk dengan cepat, ia memegang tangan Walda dan menciumi nya berkali-kali.
"Hiks,, maafin Kakak yah mah! Kakak udah bikin mamah sedih,"ucap Zewa saat ia sudah mulai tenang.
Walda mengerti kalau Zewa sendiri sangat tidak ingin menangis namun hal itu sudah menjadi kebiasaan baginya. Saat ia sudah mulai tenang maka ia akan merasa bersalah dan meminta maaf kepada Walda.
"Kakak gak salah kok, yasudah kita mandi dulu yah bentar lagi bus sekolah datang loh."
"Iya mamah! Kakak gabolehhh terlambat kan hihihi."
"Pinter nya tuan putri mamah!"
Zewa mulai membuka satu persatu bajunya sendiri karena Walda Sudah biasa mengajarkan Zewa untuk bersikap mandiri mulai dari membuka baju sendiri,makan sendiri dan bahkan ia juga sudah mulai membantu Walda bekerja pada bagian-bagian yang ringan.
Setelah melihat seluruh pakaian Zewa sudah terlepas Walda kemudian mengangkat tubuh putrinya yang kini beratnya sudah mulai terasa karena Walda memang termasuk anak yang tumbuh sehat dan juga besar dibandingkan anak-anak seusianya.
"Saatnya kita mandi yah kak,"ucap Walda dengan senyuman hangat kearah putrinya.
"Eugh!"
Pintu kamar mandi yang terlihat sedikit rapuh itu dibuka oleh Walda dan kembali menutup nya, suasana kamar mandi yang terlihat sedikit tidak layak itu adalah tempat dimana Walda dan Zewa sering bersenda gurau disana saat Wlada mencuci baju dan juga piring saat ditemani oleh Zewa putrinya.
Dinding semen tanpa cat sudah terlihat sangat suram ditambah lagi lantai yang hanya ditutup dengan papan itu benar-benar sangat terlihat sangat tidak higienis namun karena Walda sangat bersih ia benar-benar membuat suasana kamar mandi terlihat sangat asri dan juga enak dipandang.
"Dingin gak sayang?"
"Enak mah hihi!"
Untuk urusan mandi Walda memang masih ikut serta membantu putrinya karena ia harus memastikan putrinya mandi dengan bersih agar bisa memulai hari dengan penuh kebahagiaan dan semangat.
"Sekarang pakai baju sendiri yah kak, mamah beresin kamar bentar yah!"
Dengan cepat dan tanggap Zewa mengangguk dan meraih seragam TK yang berwarna silver itu. Walda melirik sekilas kearah putrinya dan ia tersenyum bangga melihat putrinya yang benar-benar mandiri dalam melakukan banyak hal.
Setelah itu ia mulai membereskan ranjang berukuran tidak terlalu besar namun masih cocok untuk digunakan oleh Walda dan putrinya itu, suasana kamar yang juga berdinding setengah beton dan setengah kayu itu benar-benar terlihat apik karena Walda sangat ahli dalam menghidupkan ruangan yang suram itu.
Kamar tidur yang tidak luas dan memiliki kamar mandi yang juga lumayan sempit tidaklah menjamin kehidupan orang yang tinggal disana tidak bahagia. Walda dan Zewa benar-benar menikmati berbagai waktu yang bahagia dan juga haru secara bergantian. Bagi mereka rumah yang tidak terlalu besar dan sama sekali tidak mewah itu adalah sebuah istana tempat mereka berpulang dan juga tempat saling mencurahkan kasih sayang secara bersamaan.
Zewa masih sibuk mengancing satu persatu kancing seragam nya dan melihat mamahnya yang sibuk melipat selimut dan juga mengatur beberapa mainan Zewa yang mungkin lupa ia benahi.
"Maaf yah mah!"
Walda yang sibuk membereskan kamar seketika menoleh kearah putrinya yang sudah selesai memakai seragamnya dan kini berada tepat disampingnya sembari memegang jari kelingking nya sembari mendongak keatas mencoba untuk melihat wajah mamahnya.
Perlahan Walda berjongkok dan melihat kearah putrinya dengan senyuman hangat dan sedikit tanda tanya terkilas diwajah Walda.
"Kenapa tuan putri mamah?" Tanya Walda dengan lembut sembari mengusap pelan jari kecil Zewa.
"Tadi malam Zewa ketiduran jadi lupa beresin mainannya. Mamah jadi repot beresinnya huuu." Bibir putrinya sedikit mengerucut dan ada raut rasa bersalah disana.
Jelas hal itu tidak bisa membuat Walda untuk tidak tersenyum, putrinya sungguh menggemaskan dan juga mengharukan secara bersamaan. Diusianya yang begitu belia ia sangat bertanggungjawab dengan perbuatannya, ia tidak ingin menyusahkan mamah dan ia juga tidak ingin mamahnya repot karena nya.
"Kenapa harus minta maaf sayang? Sudah tugas mamah membantu putri mamah saat putri mamah lalai, jangan terlalu sering minta maaf yah sayang. Biar mamah saja yang minta maaf hihi."
Zewa langsung memeluk mamahnya, entah kenapa gadis kecil itu sangat tau kalau mamah sangat sendu saat ini.
Mereka sudah selesai membersihkan kamar tentu saja Zewa akan ikut serta walaupun sudah dilarang oleh mamah tetap saja ia tidak akan mau tinggal diam.
Zewa duduk di kursi kayu yang sudah mulai berwarna kehitaman itu dengan senyuman yang sangat girang karena melihat mamah yang baru saja menyendokkan nasi goreng diatas piring ditambah dengan telur mata sapi yang ditaburi sedikit kecap.
"Wahhh kesukaan kakak yah mah?" Tanya Zewa bahkan ia sempat berdiri diatas kursi karena senangnya.
"Hati-hati kak! Nanti jatuh sakit loh,"ucap Walda dengan lembut dan perlahan menuntun putrinya untuk duduk setelah meletakkan piring berisi makanan kesukaan Zewa itu.
"Heheheh iya mamah cantikku,"ucap Zewa dengan pelan meraih piring itu.
Walda juga mengambil sepiring nasi untuknya, ia duduk dihadapan Zewa dan tersenyum saat mendengar Zewa yang selalu saja memimpin untuk membaca doa makan.
Tidak ada suara saat makan, Walda sudah lama mengajarkan hal sederhana itu kepada Zewa. Putrinya benar-benar sangat dewasa dan juga pintar. Zewa sendiri sangat menurut dan juga menjalankan apa yang sudah diperintahkan oleh mamahnya.
Gadis itu sangat semangat menghabiskan nasi goreng buatan Walda hingga piring itu kini sudah sangat bersih dan diakhiri dengan beberapa tegukan air putih.
Walda juga sudah menghabiskan nasinya dan tersenyum bangga dengan putri nya yang makan dengan lahap.
"Wahh tuan putri menghabiskan makanan nya, mamah kasih hadiah dong!"
"Jelas habis lah mah, kan masakan mamah yang terbaik."
Dengan senyuman yang sangat lebar Zewa mengulur kan tangan nya kearah Walda karena mendengar ada hadiah untuknya.
"Tadaaaa," ucap Walda dengan semangat meletakkan sebuah penjepit rambut ditangan putrinya.
"Wahhh ada Yaya!"
Zewa sangat menginginkan penjepit rambut karakter karena saat di sekolah ia seringkali mendengar beberapa temannya memperlihatkan barang yang sama namun berbeda karakter. Kali ini Zewa memiliki nya dan itu sangat membahagiakan baginya.
Ia tersenyum kearah mamahnya dengan tatapan bersyukur, bagaimana ia tidak bersyukur bahkan saat ia tidak mengatakan apapun dan tidak meminta apapun mamahnya seolah bisa membaca isi hatinya dan memberikan ia apapun yang ia butuhkan.
"Kakak suka?" Tanya Walda dengan wajah penuh harap.
"Suka sangat mah! Makasih mamah,"ucap Zewa dengan senang.
Suara bus sekolah terdengar jelas sudah berbunyi didepan rumah, Walda kemudian dengan lembut memakaikan penjepit rambut itu di rambut sedikit pirang putrinya. Sejak lahir Zewa memang memiliki rambut yang tidak hitam dan sedikit berwarna oranye.
"Wahh putri mamah cantik sekali, sekarang berangkat sekolah yah kak! Yuk biar mamah antar ke bus,"ucap Walda membawakan tas ransel Zewa dan menggenggam tangan putrinya yang kecil itu.
Saat melihat bus sekolah ekspresi wajah Zewa yang sebelumnya sangat senang seketika menjadi suram apalagi melihat wajah beberapa kawannya yang terlihat tidak bersahabat. Namun ia tidak ingin mamah nya khawatir seketika ia tersenyum dengan paksa tentunya.
Mungkin beberapa diantara kalian akan berpikir diusia Zewa yang saat ini lima tahun sudah sangat dewasa dan tidak ingin menyulitkan Mamah terdengar sangat tidak masuk akal. Namun inilah nyatanya, kenyataan membuat Zewa harus bersikap dewasa diusianya yang tidak seharusnya memiliki pemikiran seperti itu.
"Wahh teman-teman kakak banyak yah, karena ini hari ke empat kakak sekolah disana semoga sekolah nya menyenangkan yah sayang."
Zewa dengan cepat tersenyum dan mengangguk kemudian mencium kedua pipi mamah nya lalu menyalam tangan nya dan menaiki bus dibantu oleh ibu guru yang bertugas disana.
Mamah tersenyum melihat kearah Zewa yang menaiki bus namun ia sedikit kebingungan dengan ekspresi Zewa yang tidak nyaman itu. Namun Walda itu tersenyum lagi saat Zewa tersenyum kearahnya sembari melambaikan tangan nya.
Walda sedikit kepikiran dan merasa khawatir apakah putrinya memiliki masalah di sekolah atau teman-teman nya? Ia terlihat sangat tidak nyaman tadi.
"Akhh mungkin karena masih dalam tahap menyesuaikan diri, kakak pasti masih belum terbiasa dengan suasana disana karena baru pindah sekolah."
Walda menggeleng dan hendak memasuki rumah namun langkah nya terhenti saat mendengar suara seseorang yang menegur sapa kearah nya.
"Zewa baru berangkat sekolah yah?"
Walda berbalik dan melihat kearah suara itu, ia tersenyum pelan kearah laki-laki yang saat ini berada diatas motor dengan beberapa kotak dibelakang nya yang ia ikat dengan rapi.
"Iya nih mas, baru saja berangkat," tutur Walda dengan pelan.
Laki-laki bernama Dewa itu tersenyum kearah Walda yang tetap terlihat sangat cantik tanpa balutan gaun mewah dan tidak memakai riasan sama sekali. Ia selalu saja berhasil membuat jantung Dewa berdebar meskipun disaat ia hanya tampil sesederhana mungkin.
"Mas dari mana dengan barang sebanyak itu?" Tanya Walda sedikit basa-basi.
"Ahh baru saja dari ekspedisi karena beberapa barang pesanan untuk keperluan bengkel baru saja tiba," ucap Dewa dengan senyuman lagi.
Berkali-kali laki-laki itu meluncurkan senyuman yang sangat manis kearah Walda, ia selalu saja berusaha memperlihatkan sisi ramah dan nyaman nya dihadapan Walda. Mungkin karena hal itu juga salah satu faktor yang menyebabkan Walda bisa dengan mudah merasa dekat dengan nya.
Sejak kepindahan Walda ke tempat itu, ia langsung disambut ramah oleh Dewa yang kebetulan bertetangga dengan nya namun buka tetangga rumah Melainkan bengkel tempat Dewa menjalankan usaha tepat berada tidak jauh dari rumah makan sederhana milik Walda yang juga baru buka Seminggu lepas ini.
"Kalau begitu saya ke dalam yah mas, masih banyak yang harus disiapkan untuk dibawa ke warung nanti."
"Apa kamu membutuhkan bantuan? Biar mas bawakan beberapa agar kamu tidak terlalu repot."
Dengan pelan Walda menggeleng karena melihat barang bawaan Dewa yang juga sangat banyak jelas laki-laki itu yang akan kerepotan nantinya.
"Terima kasih mas tapi barang nya tidak terlalu banyak kok, masih sanggup saya bawa hehehe."
Dewa yang sudah mulai memahami karakter Walda yang tidak pernah ingin menyusahkan orang lain langsung mengerti dan tidak ingin memaksa gadis itu. Jelas ia tidak ingin membuat Walda merasa tidak nyaman jika bersikeras membantu.
"Kalau begitu mas duluan yah, anak-anak mungkin sudah menunggu di bengkel."
Walda mengangguk dengan cepat "Hati-hati mas!"
Sebelum pergi Dewa tersenyum dan mengangguk kearah Walda. Seperginya Dewa dari depan rumah Walda ia baru menyadari ternyata beberapa tetangga di dekat rumahnya ternyata menyaksikan hal itu.
Melihat ekspresi dan bibir mereka yang gatal seolah akan meroasting habis-habisan dirinya langsung membuat Walda sedikit tidak nyaman.
Ia hendak masuk karena tidak ingin mendengar hal-hal menyakitkan tentang dirinya namun tetap saja ia berhasil menangkap beberapa hinaan yang dilontarkan untuk nya oleh beberapa warga disana.
"Bukankah dia sudah memiliki seorang putri? Kenapa dia dengan tidak tahu malu menggoda laki-laki yang masih lajang?"
"Maklum lah jeng, kan dia juga masih muda masih fresh jadi butuh belaian juga."
"Aku juga melihat pelanggan nya di warung kebanyakan laki-laki."
Dengan cepat Walda memasuki rumah menahan rasa sesak di dadanya karena mendengar penuturan tentang nya. Ia bukan baru pertama kali mendengar dan mendapatkan beberapa hinaan seperti itu tapi tetap saja rasa sakit itu masih sama.
Entah sampai kapan ia akan menahan dan menerima setiap hinaan itu, kemana pun ia pergi tetap saja ia akan dihina karena menjadi seorang ibu tunggal yang berusaha membahagiakan putrinya seorang diri dan tanpa kehadiran seorang suami.
Suatu hal yang selalu saja ditanamkan oleh Walda dalam dirinya "Hidupku yang sial dan juga segala pertunjukan yang menyakitkan di dalamnya, tidak akan pernah sedikitpun kubiarkan memasuki dunia indah milik putriku"
...🦄 Bersambung 🦄...
...(Selasa 02 Mei 2023)...
Aaaa gatau gatauu. Aku menghayati banget ngetik part inii. Kayak kebayang banget besarnya rasa sayang seorang ibu kepada putrinya. Walda adalah sosok ibu kebanggaan dan Zewa juga sosok putri yang sangat diharapkan banyak orang tua.
Bahagia selalu kalian berduaaa.
Jangan lupa like komen dan votenya wan kawan.
See you guys 🧀
...⛰️Bukan karena aku merasa paling hebat saat mencoba untuk bertahan dengan kerasnya cobaan hidup ku, tapi saat melihat senyuman putriku entah dari mana datangnya sumber kehidupan ku hingga aku begitu kuat. Segala rasa sakit dan juga kesedihan seketika sirna karena melihat wajah putriku ⛰️...
Setelah mengepak beberapa keperluan yang akan dibawa ke warung Walda kembali membereskan beberapa barang yang sempat berantakan tadi. Ia tidak ingin saat kembali dari warung harus membereskan nya lagi nanti.
Lagi dan lagi ucapan beberapa tetangga yang sedang meroasting dirinya kembali teringat dan seolah tengah dibisikkan lagi ke telinga nya. Tidak bisa ia pungkiri bahwa ia sebenarnya sakit hati karena itu, namun dengan cepat ia menggeleng karena tidak ada gunanya mengingat itu yang ujungnya akan membuat ia sakit hati nantinya.
"Sudahlah Walda! Untuk apa kamu mengingat itu? Kamu tidak akan pernah merasa aman jika terus saja mendengarkan ucapan orang-orang yang mengkritik hidup mu. Ingat tujuan utama dalam hidup mu adalah kebahagiaan Zewa buah hatimu satu-satunya."
Walda mencoba untuk menguatkan kembali hatinya, ia sungguh tidak ingin berlarut-larut dalam mengingat dan memikirkan rasa sakit yang ia lalui karena ucapan orang lain dan juga kehidupan suram yang sudah sangat lama ia jalani selama ini.
Ia tersenyum pelan saat mengingat wajah putrinya yang begitu cantik dengan kulit berwarna putih bersih ditambah dengan netra yang begitu bulat dan hitam bak sedang mengenakan softlens. Dan alis mata yang begitu rapi ditambah dengan bulu mata yang memang tipis namun begitu lentik indah hingga siapapun yang memandang Zewa akan mengatakan kalau gadis cilik itu sangat cantik bak seorang putri dongeng.
"Aku hanya perlu bekerja keras agar putriku bisa hidup layaknya seorang putri,"gumam Walda tersenyum hangat membayangkan putrinya benar-benar akan hidup bahagia.
Ia dengan cepat menyelesaikan pekerjaan dirumah kemudian mengunci pintu dan berjalan menuju warung yang tidak terlalu jauh dan berjarak sekitar 7 menit berjalan kaki dari rumah.
Sedikit sesal dalam hati Walda karena menolak tawaran Dewa untuk membawakan barang yang ia perlukan di warung nanti. Karena saat ini Walda sangat kerepotan dengan barang bawaannya, bagaimana tidak? Saat ini perempuan beranak satu itu sedang menyandang tas yang berisi baju ganti putrinya karena sepulang sekolah Zewa akan diantar langsung ke warung. Tidak hanya itu ia juga menenteng dua ember berisi beberapa bumbu jadi dan juga bahan lainnya. Tidak hanya sampai disitu ia juga membawa beberapa plastik yang berisi sayuran segar.
"Huh! Terlalu merepotkan membawa ini sekaligus, namun lebih membuang waktu jika harus bolak-balik menjemput ini ke rumah. Hari sudah mulai panjang dan warung belum juga dibuka."
Walda sedikit berdumal karena merasa kecewa dengan dirinya yang sudah sangat lama bekerja namun sampai kini belum juga secakap orang lain. Umur masih muda bukanlah alasan karena ia sudah menjadi seorang ibu kini.
Setelah berjalan sedikit lama ia pun melihat warungnya yang sedikit lebih lumayan dibandingkan rumahnya. Kalau rumahnya berdinding papan dan setengah beton lain halnya dengan warung yang memang sengaja ia tampilkan sebaik mungkin agar pelanggan nyaman makan disana.
Dinding yang di cat indah berwarna abu tua dan diberikan beberapa hiasan sederhana. Tidak hanya itu pencahayaan disana juga sangat baik ditambah lagi berada di sekitar beberapa kantor dan perusahaan besar. Hal itu yang menjadi nilai plus bagi Walda sehingga ia tertarik untuk membeli warung itu dengan harga yang tinggi meskipun harus melakukan pinjaman ke rentenir.
"Mari tersenyum memulai hari dan ingatlah kalau masih ada tujuan yang harus dicapai. Zewa adalah tujuan itu!"
Walda terlihat kesulitan dengan beberapa barang bawaannya. Ia terlihat sangat lucuu dengan penampilan sederhana nya namun tidak mengurangi kecantikan alami yang ia miliki itu.
Dewa yang saat ini sedang sibuk dengan mengajari beberapa anak buahnya yang sering ia sebut dengan panggilan anak-anak nya. Tidak sengaja ia berbalik dan melihat sosok Walda yang berjalan dengan lambat dan sedikit kesulitan saat membawa beberapa barang bawaannya.
"Loh! Bukankah tadi dia mengatakan barang bawaannya hanya sedikit? Yang begitu mana sedikit namanya."
Dewa benar-benar mengacungi jempol sikap Walda yang sangat berusaha mandiri itu, gadis muda dan juga lugu itu benar-benar tidak bisa ia tampik lagi pesona nya.
"Sangat menggemaskan!" Dewa tersenyum tipis dan tidak bisa menahan untuk jantung yang selalu saja semakin kencang debaran nya.
"Ha? Maksud mas saya menggemaskan?" Tanya Rio yang sedang sibuk memperbaiki rem mobil di dekat Dewa.
Laki-laki yang berusia sangat muda dan jauh dari Dewa menatap tidak mengerti kearah bosnya karena saat ia sedang sibuk mengurus bengkel malah disebut menggemaskan.
"Apa ada sesuatu diwajah saya mas? Atau ada oli menempel?" Tanya Rio lagi dengan wajah tidak mengerti.
Tuk
Sebuah obeng terlempar tepat sasaran disebuah kotak perkakas ditangan Rio. Ia menatap kearah samping dan melihat kearah sang pelempar itu.
"Kenapa?"
"Bodoh!"
Seorang gadis yang berperawakan sangat jantan dengan baju bengkel dan rambut dikuncir asal. Gadis itu mengatai Rio adalah laki-laki bodoh yang jelas akan menimbulkan sedikit pertikaian karena sang empu sangat tidak terima dengan hinaan tanpa dasar itu.
"Maksud lu paan ha? Gak ada angin gak ada ujan lu ngatainn gua bodoh?" Kesel Rio menatap nyalak kearah Susan.
"Jelas-jelas mas Dewa lagi ngeliat kearah mbak warung malah lu yang ngerasa disebut menggemaskan? Sehat lu? Ahhh jangan-jangan lu itu homo sampai geer sama mas Dewa?"
"Sekate-kate lu yah, cewek kok mulutnya kek makhluk di kebun binatang aja. Gak teratur,"sindir Rio tidak mau kalah.
"Dari pada elu ngerasa manusia tapi kelakuan kek banci, manja sama ngeselinnn."
Lagi dan lagi pagi inii mereka akan menghabiskan sedikit energi untuk saling berdebat. Sejak pertama kali kedatangan Rio ke bengkel mereka sudah menunjukkan chemistry yang sangat tidak cocok. Sering cekcok dan saling adu mulut yang tiada habisnya.
"Mas liat tuh si Susan! Masa dia menganggu ketenangan karyawan sebaik sa..."
Seketika ucapan Rio terhenti karena melihat sosok yang paling ia segani itu sudah tidak lagi berada di hadapan nya. Dewa sudah meluncur untuk membantu sang pujaan hati.
Susan yang melihat Rio terdiam dan menganga kearah Dewa langsung tertawa "Tuh kan, mana kang Cepu lagiii!"
Mereka menatap kearah Dewa yang berjalan dengan gagah kearah Walda yang terlihat sangat kesulitan untuk membawa barang bawaannya.
"Gue masih heran, sejak kapan seorang mas Dewa begitu perhatian kepada seorang perempuan? Bertahun-tahun gue kenal mas dewa dia tuh cuek banget serius. Apa mbak warung make pelet yah sampai bisa ambil hati mas Dewa?"tanya Susan kearah Rio yang sedikit menjauh darinya.
"Dihh siapa yah? Emang kita kenal?"
Rio menjauh dan lebih memilih melanjutkan pekerjaannya mengacungi Susan yang langsung terlihat kesal karena ulah Rio yang sepertinya sengaja membuat ia kesal.
"Njing, dasar anak manja ngeselinnn." Susan jugaa lebih memilih untuk melanjutkan pekerjaannya.
Sedangkan Dewa yang dengan senyuman hangatnya berjalan kearah Walda yang hampir saja menjatuhkan plastik berisi sayuran itu.
"Hati-hati, barang sebanyak ini benar-benar bisa membahayakan mu!"
Dengan sigap Dewa mengambil dua ember ditangan Walda dan juga mengambil alih tas ransel milik Zewa.
Walda sedikit kaget dan terlonjak namun ia kembali stabil saat tau itu adalah Dewa. Bukan baru kali ini ia mendapatkan banyak bantuan dari Dewa, semenjak kedatangan nya di daerah ini Dewa lah yang banyak membantunya baik itu beradaptasi dan juga membantu dalam banyak hal.
"Mas Dewa! Biar saya saja mas. Saya bisa dan sedikit lagi sampai kok,"ucap Walda dengan wajah tidak enak.
Dewa dengan cepat menggeleng dan tersenyum hangat "Sudah sampai ditangan saya jadi sedikit susah untuk mengembangkan nya hihi. Harus pake obeng deh kayaknya biar lepas,"tutur Dewa dengan sedikit candaan.
Dengan pelan Walda tertawa karena ia juga sebenarnya memang sedikit receh dan cepat tanggap dengan lelucon yang dibuat oleh Dewa.
"Kalau begitu mohon maaf mas sudah merepotkan."
"Kalau ini merepotkan saya jelas tidak akan datang membantu. Yang ada saya akan bersembunyi dan berpura-pura tidak melihat hihi."
Mereka terus berjalan kearah warung dan Dewa melihat Walda yang berjalan lurus membelakangi nya. Bahkan saat memandang dari belakang saja Dewa sangat kesulitan untuk membentengi dirinya agar tidak terlalu jatuh ke dalam pesona seorang Walda.
"Kita sudah sampai mas, terimakasih banyak mas letakkan saja disana biar saya yang membawanya masuk."
"Kamu buka saja pintunya biar saya yang masukin ke dalam, kamu juga bakal kesulitan membawanya sekaligus bukan?"
"Saya bisa menjemput sebagian lagi nanti mas, saya tidak enak terlalu banyak merepotkan mas."
"Sama sekali tidak merepotkan, kalau begini saja repot lebih baik tidak usah bernafas sekalian hihi."
Dengan pelan Walda berbalik dan membuka pintu, terlalu sering menolak juga ia malah semakin merasa bersalah dengan kebaikan Dewa.
Dewa membawa masuk dua ember itu dan meletakkan nya di dekat pantry. Agar Walda tidak kesulitan untuk mengangkat dan meraihnya nanti.
Setelah itu Dewa langsung bergegas untuk keluar, walaupun ia sangat ingin terus melihat wajah manis Walda namun berlama-lama disana apalagi hanya ada mereka berdua benar-benar bukanlah hal yang benar untuk dilihat. Mengingat status Walda juga ia tidak ingin membahayakan gadis itu dengan beberapa rumor yang tidak benar tentang mereka.
"Kalau begitu saya kembali ke bengkel yah. Kalau ada keperluan yang mungkin bisa saya bantu silahkan datang ke bengkel."
"Tunggu mas!"
Dewa seketika menghentikan langkahnya dan berbalik kearah Walda.
"Terima kasih atas bantuan mas, saya merasa tidak enak kalau tidak membalas bantuan mas. Bagaimana dengan secangkir teh?" Tanya Walda tanpa terduga.
Namun raut wajah Dewa sedikit dilema, jelas ia sangat senang dengan hal itu dan bahkan ia hampir berteriak namun mengingat itu akan membuat Walda dalam suasana yang sulit ia sedikit bingung harus menjawab apa.
Walda yang juga sadar dengan perubahan wajah Dewa langsung merasa sedikit bingung. apakah ia terkesan agresif dan seolah sedang menggoda Dewa? Bagaimana jika Dewa sampai salah faham.
"Bu,,bukan berarti saya menggoda mas dengan menawarkan teh, sa,,saya hanya merasa tidak enak saat mas sudah membantu saya tapi saya hanya mengatakan kata terima kasih saja. Mohon maa jangan salah faham,"ucap Walda sedikit panik.
"Saya sangat faham dengan maksud baik kamu, saya sama sekali tidak menganggap kamu sedang menggoda saya. Untuk teh nya terimakasih dan kamu juga terlihat sedang sibuk mengurus dan mempersiapkan warung, bukankah saya akan terlihat egois jika diwaktu penting ini malah merepotkan mu minta dibuatkan teh."
"Kalau begitu saya pamit yah. Semangat bekerja untuk kita."
Dewa pergi dan meninggalkan Walda yang sedikit kebingungan dengan sikap Dewa yang semakin hari semakin memperlihatkan keakraban mereka. Seolah mereka sudah saling mengenal dengan jangka waktu yang panjang dan Walda merasa sangat aman di dekat laki-laki lajang itu.
"Dia laki-laki yang baik, semoga bertemu dengan perempuan yang baik pula."
Jujur itu adalah doa yang tulus untuk Dewa, karena Walda bisa merasakan kebaikan yang murni dari Dewa. Laki-laki itu ramah sudah pada dasarnya dan bukan karena dibuat-buat. Saat membantu orang lain juga ia tak pandang bulu dan tidak pernah modus atau sekedar cari kesempatan.
Bukan baru kali ini Walda di dekati oleh banyak lelaki, seringkali kita mendengar kata janda kembang bukan? Sepertinya Walda termasuk dalam hal itu.
Tempat ini bukanlah tempat pertama kalinya Walda tinggali, ia sudah berkali-kali pindah dan mencari tempat yang cocok untuk ia dan putrinya hidup dengan tenang. Ia sudah mengalami banyak hal termasuk di dekati oleh banyak pria.
Diantara banyak nya pria itu baru Dewa yang begitu tulus membantu, selebihnya Walda hanya dimanfaatkan dan juga hampir saja dilecehkan. Walda gadis yang sudah melalui banyak hal hingga ia berakhir sekuat ini.
Ia sama sekali tidak pernah berniat untuk mengenal laki-laki lagi, ia hanya butuh putrinya bahagia itu saja.
"Baiklah semangat untuk kita,"gumam Walda mulai membuka jendela satu persatu.
Saat membuka jendela ia kembali melihat sosok Dewa yang kini sibuk memperbaiki sesuatu di bengkel nya. Laki-laki itu terlihat sangat serius dan berkarisma saat serius.
Walda berbalik dengan cepat dan menurunkan beberapa kursi di warungnya. Setelah selesai ia pun berjalan kearah dapur untuk kembali mempersiapkan jualan nya.
Gadis itu sebenarnya tidak begitu menyukai pekerjaan memasak. Namun hanya ini peluang yang bisa ia lakukan, ia tidak bisa melawan ego hanya karena kenyamanan. Syukur nya masakan yang ia sajikan termasuk lezat walaupun ia sangat kesulitan dalam melakukan hal itu.
Ia memutuskan untuk memasak karena Zewa yang terus saja memuji masakannya dan selalu saja mengatakan agar mamah segera membuka warung makan.
"Putri kecilku yang manis, mamah akan membuat hidupmu hanya melewati jalan berbunga saja. Maafkan ibu karena sudah menjadi seorang ibu yang gagal untuk mu."
Walda dan segala sesal dalam hidupnya, ia terus saja mencoba menciptakan kehidupan yang bahagia untuk putri kecilnya. Beberapa kata yang sering kali ia ucapkan"Seberapa banyak rasa sesal dan kesalku karena seorang putri semanis kamu harus memiliki ibu gagal seperti ku. Lebih besar dari itu aku harus berjuang untuk kebahagiaan mu. Tuan putri cantikku!"
...🦄 Bersambung 🦄...
...(Selasa 02 Mei 2023)...
Aaa tolongg Walda keren banget, untuk ibu-ibu hebat yang selalu saja berusaha untuk memberikan kebahagiaan untuk putrinya. Semoga kalian sehat selalu dan diberikan kemudahan dalam menjalankan segala urusan. Kalian hebattt!
Jangan lupa yah like komen dan votenya wan kawan.
See you guys 🧀
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!