NovelToon NovelToon

Tetanggaku Tuan Mafia Amnesia

Malam Penyerangan

Di malam yang gelap dengan cuaca yang sangat tidak mendukung, tidak membuat mereka untuk berhenti berlari mengejar orang yang mereka incar.

Seseorang yang mereka harapkan untuk segera berubah menjadi seonggok mayat dengan peluru bersarang di dalam tubuh.

Anggap saja sebagai sebuah tempat penyimpanan peluru mereka, dan menjadikannya sebagai sisa dari benda berharga milik mereka kepada orang incaran milik mereka.

Ya, mereka berharap itu terjadi.

Tapi, semua itu sulit untuk mereka lakukan ketika lawan yang mereka hadapi adalah Elvano.

Seorang pria yang tidak hanya memiliki kemampuan untuk menggoda banyak wanita di sekitarnya, tapi juga punya kemampuan bela diri yang cukup tinggi.

DORR....

DORR....

DORR...

Dentuman dari suara pistol itu terus mengisi kesunyian di dalam hutan belantara.

"Hah...hah...hah..., mereka itu benar-benar tidak bisa di ajak kerja sama. Padahal aku bisa memberikan mereka gaji lebih tinggi asal mereka mau menuruti perintah untuk jadi anak buahku. Kenapa mereka sangat gigih sekali sih?" Gerutu pria ini kepada temannya yang kebetulan sama-sama berdiri di balik pohon, untuk menyembunyikan diri mereka dari para pemburu.

Ya, itu karena mereka berdua memang sedang di buru.

"Berarti artinya mereka tidak mungkin percaya dengan anda, yang bisa memberikan mereka gaji besar selain masalah besar untuk mereka." jawab satu-satunya anak buah dari pria yang dia anggap sebagai majikannya itu.

"Masa begitu sih. Aku ini orangnya jujur, bahkan kalau mer-"

"Shttt..." Berbanding terbalik dengan anak buahnya yang selalu memasang wajah seriusnya, majikannya justru adalah orang yang cukup bebas, sehingga dia bisa jadi orang cerewet di saat ingin bicara, dan akan jadi orang yang cukup bengis layaknya seorang Iblis yang mengatakan hasutan yang cukup mengerikan.

"Dimana mereka?" tanya salah satu dari sepuluh orang yang ada.

Dengan banyaknya orang yang ada di sana, membuat mereka berdua semakin terpojok.

Selain amunisi mereka yang sudah mulai menipis, juga kalah jumlah.

Bukan kalah karena kurang kemampuan, melainkan karena mereka berdua sudah lebih dulu menguras tenaga mereka di sesi pertama pertarungan mereka, maka dari itu, untuk bisa lari dari mereka saja, sudah lebih dari cukup untuk memperpanjang jangka hidup mereka berdua dari pada terbunuh oleh mereka semua.

"Sudah jelas, mereka masih di sekitar sini. Dengan luka yang sudah kita berikan kepada mereka, jelas tidak jauh dari kita. Yah..., salah satunya ada di balik pohon itu." ucap pria berjas hitam ini kepada salah satu pohon yang menjadi tempat persembunyian dari salah satu dari mereka.

Mereka bersembilan langsung saling pandang satu sama lain dan mengangguk untuk segera mempersiapkan diri untuk melakukan pertarungan berikutnya jika musuh yang harus mereka hadapi itu menyerang mereka.

Satu per satu dari mereka berjalan dengan cara menyebar.

Tentu saja, salah satu dari dua orang yang menjadi bahan incaran mereka, langsung memasang sikap waspada.

CTAK...

DORR...

DORR...

Sebuah batu yang sengaja di lempar ke arah lain, berhasil menarik perhatian mereka, dan beberapa diantaranya jadi langsung memberikan tembakan ke arah sana.

'Tetap saja mereka bodoh, mau dikerjai dengan batu saja sudah berhasil memancing mereka untuk mengalihkan perhatian mereka dari pohon yang aku jadikan tempat bersembunyi seperti ini.' pikir pria ini. Dia lantas menyeringai, setelah berhasil mengambil satu batu lagi, dia segera melemparnya ke arah salah satu dari mereka.

CTAK...

"AKhh..!"

"Di sana!" Teriak salah satu dari mereka, lalu tanpa sungkan, senjata yang di bawa oleh mereka langsung mereka todongkan ke arah depan tepat ke pohon.

Dan rentetan tembakan kembali mengisi hutan gelap itu.

DORR....DORR....DORR....

'Apa otak kalian hanya di isi cara untuk menembak pohon saja?' pikir pria ini, setelah dia berhasil mendapatkan kacamata khusus untuk melihat malam hari, dia langsung berlari keluar dari balik pohon dan langsung mengarahkan kedua pistol miliknya ke arah mereka.

Aksi baku tembak pun akhirnya terjadi.

CTAK...CTAK...CTAK....

"'AKhh...!" Teriakan dari orang yang merintih kesakitan langsung menjadi pendamping dari suara senjata api milik mereka, sampai tidak lama setelah itu, ada juga suara daging yang langsung tertembus dengan peluru.

CPRATT.....

Dari sepuluh orang, dia akhirnya berhasil menumbangkan empat diantaranya.

'Pelurunya habis!' Karena sudah kehabisan peluru, pria ini langsung berlari pergi menuju salah satu pohon lagi untuk berlindung diri dari tembakan mereka.

"Lebih baik kau menyerah saja." ucap si pemimpin dari operasi malam pemburu pada sasarannya yang sudah bersembunyi di balik pohon.

"Ha, kaulah yang seharusnya menyerah. Karena kau akan mati lebih dulu sebelum kau menyelesaikan tugasmu itu." ucapnya, dia membuka kacamata khusus miliknya itu, kemudian dia menoleh ke satu pohon lainnya, di mana di sana ada temannya yang sedari tadi bersamanya, membantunya untuk bertahan dari serangan dadakan ini. 'Padahal hanya ingin pesta saja, tapi bisa-bisanya aku masuk kedalam perangkap mereka. Yah, ini memang tidak terduga sih. Tapi apa boleh buat? Aku hanya bisa bertaruh saja. Malam ini aku masih bisa hidup atau tidak, setidaknya setelah aku mengeluarkan semua usahaku untuk bertahan diri.'

"Apa kau pikir aku tidak tahu kalau kau sudah kehabisan peluru?" Seringai peria ni.

"Peluru bukan satu-satunya senjata yang bisa membunuh." jawab Elvano. Dia pun mengeluarkan pisau belati yang memang pada dasarnya bisa di lipat, dan dengan gerakan cepat, ketika dia sudah keluar dari balik pohon, dia segera melempar pisau itu ke dua anak buah dari pemimpin itu.

DORR....

JLEB...

"Akhh...!" Alhasil dua orang itu langsung ambruk setelah leher mereka berdua tertancap oleh pisau yang di lempar oleh Elvano.

"Kau memang tidak ada duanya, tapi mau bagaimanapun kau harus mati di sini." Ucap sang pemimpin ini seraya mengeluarkan granat yang sudah dia siapkan dan dia bawa sejak awal. Setelah menarik kuncinya, dia langsung melemparkan granat itu ke arah Elvano dan akhirnya-

DHUARR.....

Suara ledakan yang berhasil mengacaukan salah satu titik di dalam hutan, berhasil memicu sebuah asap dan api.

Tapi karena Elvano berhasil menghindar lebih dulu, maka yang terjadi hanyalah tanah yang sudah sedikit berlubang dengan pohon yang juga perlahan mulai terbakar.

Tapi karena itu juga, mereka akhirnya jadi bisa saling melihat satu sama lain, berkat api yang mulai membesar itu.

Ada empat orang musuh di depannya, dan satu anak buah setianya yang masih berdiri samping pohon sedikit belakang sana.

"Akhirnya aku bisa melihat wajah penatmu." Senyum pria ini, sebagai seorang pemimpin dari kelompok yang sedang memburu Elvano.

"Kenapa? Apa kau juga salah satu dari fans fanatik karena aku tampan?"

"Sudah di posisi seperti ini, kau masih mencoba untuk bercanda denganku? Kau Bos yang cukup naif sekali ya?"

"Terserah kau menganggapku naif atau bukan, aku sama sekali tidak begitu peduli, karena yang aku pedulikan itu adalah bag-" belum selesai bicara, anak buah Elvano langsung menarik pemicunya ke arah musuh Elvano.

DORR..

"Hei, aku ini belum selesai bicara, kenapa kau menyela seperti tu." Protes Elvano kepada anak buahnya itu.

"Dari pada membuang waktu bicara dengan mereka, bukannya lebih baik segera di bereskan sekarang juga?" tanya sang anak buah Elvano ini kepada Elvano.

"Hahh, bahkan pikiran dari anak buahmu lebih bagus ketimbang kau. Kau itu seharusnya tidak jadi B-" baru juga mau mengejek Elvano, ucapannya langsung di sela oleh Elvano.

"Kau hanya iri, dengki, dan di dalam hatimu pasti jadi sudah punya Iblis kecil peliharaanku, ya kan?" Ledek Elvano di tengah-tengah lengan kanannya ada luka tembakan, yang mana luka tembakan itu darahnya sudah di hentikan setelah di lilit dengan dasi miliknya itu.

"Bos, dia-" salah satu anak buah dari orang yang sedang berbicara dengan Elvano itu berbicara setengah kalimat, karena tidak percaya saja, sebab Elvano yang merupakan adik dari atasannya itu, benar-benar membuat perkara lebih banyak dengan sebuah hinaan, padahal Elvano sudah dalam kondisi yang tidak baik-baik saja.

WUSHH...~

Angin malam yang begitu dingin itu langsung berhembus dengan cukup kencang, dan membuat api yang ada pada pohon itu akhirnya semakin membesar.

Karena saking panasnya dan tidak mau mendapatkan nasib sial, jika pohon itu tumbang atau terbakar, Elvano yang sudah punya niatan lebih dulu untuk kabur dan di bantu dengan satu-satunya anak buah nya yang sudah setuju untuk membantunya kabur, akhirnya langsung berlari pergi, sedangkan Delvin ini, dialah yang akan menghadapi mereka semua.

"Dasar pengecut."

"Biarin!" Teriak Elvano, dia pun benar-benar pergi berlari, dan langsung di kejar oleh pria yang tidak lain adalah kakaknya sendiri.

DORR...

Tapi Delvin yang baru saja memberikan tembakan peringatan kepada kakaknya Elvano, langsung membuat pria itu menghentikan langkah kakinya sementara waktu sebelum kakinya tadi kena tembak.

"Kalian bertiga, urus dia." perintahnya kepada ketiga anak buahnya yang tersisa itu untuk melawan Delvin.

"Baik."

Delvin yang sudah siap dengan senjatanya, berkat dia berhasil mencuri lebih dulu semua peluru yang ia ambil dari anak buah mereka yang sudah di kalahkan nya, sekarang dia pun bisa menghadapi mereka bertiga, tidak, tapi mereka berempat.

DORR...

Delvin kembali menarik pemicunya, dan menembak kakak dari Bos nya Delvin sambil bertanya : "Siapa yang menyuruh anda pergi?"

"Aku sendiri," Jawab pria ini dengan nada yang begitu dingin.

"Kalau begitu jika anda mau mengejar Tuanku, anda harus melewati saya lebih dulu." kata Delvin dengan cukup berani, lalu dia tanpa sungkan langsung mengarahkan tangan kanannya itu kearah kakaknya Elvano sedangkan tangan kirinya ia arahkan ke anak buahnya itu.

"Coba saja kalau bisa." Seringai pria ini, lalu setelah berhasil mengganti magazine nya dengan cepat, dia langsung menyerang Delvin bersamaan dengan ketiga anak buahnya. "Dian, tembak adik bodohku itu."

-"Bak Tuan."- Jawab seseorang yang ada di ujung telepon, karena sejak awal mereka berdua menggunakan alat komunikasi tersembunyi yang tidak di ketahui oleh Delvin, sehingga saat Delvin mendengar kakaknya Elvano memberikan satu perintah kepada anak buahnya yang lain, Delvin langsung membelalakkan matanya dan sedikit melirik ke belakang sebelum akhirnya Delvin jadinya terpaksa melawan mereka berempat sendirian, sedangkan Elvano harus berhadapan dengan Dian.

DORR....

DORR...

DORR..

______________

Di tempat di mana Elvano sekarang masih berlari menyusuri hutan belantara, dengan kaki yang sempat tergores dengan ranting yang tidak sengaja ia lewati sampai akhirnya membuat celananya ada robek sedikit, dan lengan tangan kanan yang kena tembak, dia berlari menuju ujung hutan itu, dimana di depan sana sebenarnya ada laut.

'Hahh...hah...hah..., kakakku itu memang benar-benar gigih. Kalau seperti ini terus, jelas akan lebih banyak korban lagi yang akan tumbang karena perselisihanku dengannya. Dasar, manusia itu. Walaupun dia kakak kandung, tapi mau bagaimanapun juga jelas dia benar-benar ingin membunuhku hanya karena akulah yang mendapatkan seluruh warisan dari ayah.

Mau aku berikan jalur baik, tapi dia malah pilih jalur buruk. Untuk sekarang aku harus menyelamatkan diri dulu.' pikir Elvano. Dia pun terus berusaha kabur sesuai dengan rencana yang sudah dia punya.

Sampai tepat dia hampir berada di ujung tebing, tiba-tiba saja dari atas ada helikopter yang datang dan memperlihatkan ada satu orang penembak jitu yang sudah siap untuk menembak ke arahnya.

"Hai Bos muda~" sapa Dian sambil melambaikan tangannya, dialah orang yang sudah bersiap dengan senjata laras panjangnya itu digunakan untuk menembak ke arah Elvano.

"Hai~ Semangat sekali ya, mau membunuhku?" tanya Elvano sambil menahan sakit dari lengan tangan kanannya.

"Tentu dong, jika tidak begitu aku tidak dapat imbalan yang besar." jawabnya dengan bangga.

Elvano tersenyum, demi terus bisa menjalani hidup, sebagai seseorang yang sudah banyak membunuh, tentu saja membunuh dirinya adalah salah satu dari keajaiban yang bisa membuah Dian itu mendapatkan segala hal yang diinginkannya.

"Jadi apa kau benar-benar ingin menembakku?"

"Kenapa tidak? Jelas aku akan menembak Bos muda demi Bos yang baru." Ucap Dian, dia sudah dalam posisi dimana senjata semi otomatis yang ia pilih adalah keputusan yang bagus dan tidak akan mungkin salah sasaran ketimbang laras panjang yang sempat dia pegang tadi.

"Jadi kau menganggap yang tertua yang harus berkuasa ya?" tanya Elvano, dia sudah berdiri persis di ujung tebing.

"Tidak juga, aku hanya punya dendam pada Bos muda, jadi bersiap saja ya, biar nanti masuk surga." ucapnya.

Mendengar ada orang yang mau mengharapkannya masuk ke surga, Elvano jadi terkekeh. Dengan senyuman lemah yang ia miliki, Elvano pun berkata lagi : "Kalau begitu, jaga dirimu baik-baik, jangan merindukanku."

"Ya, terima kasih ucapannya, jadi bersiap ya, satu, dua, ti-" Belum sempat mengatakan tiga, tepat di saat ujung jari telunjuknya itu menarik pemicunya untuk mengaktifkan senjata semi otomatis yang bisa menembak target dalam waktu singkat karena mampu mengeluarkan puluhan peluru dalam beberapa detik, tiba-tiba saja ada satu suara tembakan lebih dulu yang menerjang tubuh Elvano.

DORR...

"Ukh.!" Elvano yang tidak bersiap untuk mendapatkan peluru dadakan dari orang lain itu, seketika membulatkan matanya, sampai akhirnya tepat di saat Elvano ingin menatap Dian yang sudah siap menembaknya tadi, justru lebih dulu kehilangan kesadarannya dan tubuhnya yang sudah tidak kuasa untuk terus berdiri tegak, akhirnya langsung terhuyung jatuh dari tebing.

BYURR...

Deburan ombak yang langsung pecah saat menerjang batu karang serta tebing, menjadi pemandangan Dian saat ini.

"Dian, dia sudah di tembak lebih dulu oleh orang lain. Kita harus apa? Bukannya perintah dari Bos, kita harus mendapatkan mayatnya juga?" tanya rekan kerena Dian yang sedang menjadi pilot helikopter yang mereka berdua naiki.

Dian yang tahu dengan posisinya itu, dia harus menembak Elvano, tapi ternyata keburu oleh orang lain, demi memanipulasi kalau dirinya berhasil melaksanakan perintah, apalagi dikarena ombak di laut sedang besar, Dian pun dengan sengaja menembak tebing itu untuk memanipulasi laporannya sekaligus bukti, sebab di satu sisi, teleponnya masih terhubung dengan Bos mereka.

Pertolongan

"Huh? Bukannya dia tampan ya? Tapi kenapa malah ada di sini? Apakah dia malaikat yang jatuh dari surga?"

Suara milik dari seorang wanita, sayup-sayup langsung menyeruak masuk ke indera pendengarannya.

"Ya, tapi mungkin saja dia sudah punya kekasih. Hmm, sayang sekali. Aku yang jomblo ngenes ini akan tetap jomblo." ujar perempuan ini pada dirinya lagi.

'Suara siapa ini? Dan apa barusan dia mengatakan aku punya kekasih? Jomblo? Jadi suara ini suara perempuan yang jomblo? Apakah artinya dia seperti telor jomblo yang tidak berhasil di buahi itu? Seorang buangan karena tidak di pilih ya?' pikir pria ini.

"Tapi sayang sekali, kepalanya kebentur apa nih? Sampai berdarah-darah begini, dia tidak mati kan ya? Sampai lupa cek dia sudah mati atau belum gara-gara terlena dengan tampangnya ini. Coba deh, aku cek." dan perempuan ini pun lebih mendekatkan lagi wajahnya di depan wajah Elvano untuk mengecek kondisi dari pria di depannya itu apakah masih hidup atau tidak.

Karena matanya masih cukup berat untuk ia buka, dia pun jadinya tidak tahu apa yang sedang di lakukan oleh perempuan yang kemungkinan sedang ada di depannya itu.

"Masih bernafas, tapi nadinya sedikit pelan, dan suhu tubuhnya cukup tinggi. Bagaimana nih? D-dia...tubuhnya besar pula, bagaimana aku bisa memindahkan tubuhnya yang seperti beruang ini?" ujar perempuan ini lagi setelah dia berhasil mengecek pernafasan dari Elvano.

Suara itu pun terus mengganggu pikiran dari Elvano sendiri.

"Aku harus cari bantuan. Papa, akan aku panggil papaku dulu. Jadi kau diam di sini dulu, aku akan membantumu." oceh perempuan ini secara terus menerus.

Dengan terburu-buru, dia pun berlari pergi dari sana, meninggalkan Elvano yang pelan-pelan membuka matanya.

'Padahal aku ingin lihat seperti apa wajah dari perempuan cerewet tadi.' Tapi karena Elvano hanya melihat sosok buram yang kian menjauh, dia yang tidak kuasa untuk bisa sepenuhnya sadar, gara-gara demam dan luka yang dia miliki, dia akhirnya pingsan.

_________

Setelah di pindah, sore itu dia sedang menjenguk pasien yang dia temukan itu, kini sudah terbaring di dalam sebuah kamar paling sederhana yang pernah ada.

Tapi karena memang, gara-gara tidak ada tempat untuk menidurkan Elvano di tempat seperti kamar yang bagus, jadi sekarang Elvano pun di letakkan atas tempat tidur dari kasur kapuk yang di letakkan di lantai kamar belakang.

"Bagaimana caranya ganti perban? Jika tidak di ganti, lukanya jadi tidak bisa di bersihkan dan malah akan jadi lembab." gerutu perempuan ini.

'Suara perempuan ini lagi? Jadi dia merawatku? Tapi aku kenapa masih belum bisa kuat untuk membuka mataku?' Pikir Elvano. Dia sebenarnya sudah sadar, tapi sayangnya tubuhnya yang terlalu lemah itu masih tidak bisa mengizinkannya untuk bangun dari tidur panjangnya itu.

"Vina, kau ada tamu tuh, biar aku saja yang mengurus orang ini."

"I-iya."

'Eh, dia mau pergi. Kau mau pergi kemana? Kau tinggali aku dengan siapa ini?' Elvano yang tidak bisa bangun dan hanya bisa berteriak dalam diam, akhirnya hanya menemukan keputusasaan karena dia harus di rawat orang lain, karena perempuan yang di panggil Vina tadi, sudah lebih dulu pergi.

Dan tubuhnya tidak lama setelah itu, merasakan sensasi hangat bercampur dingin, karena sedang di seka dengan air dan handuk bersih oleh seorang pria paruh baya yang tidak lain adalah Ayah nya Vina tadi.

"Sudah dua hari, masih belum bangun juga. Apa perutnya tidak lapar?" gerutu pria ini.

'Aku jelas lapar, tapi aku masih belum bisa bangun untuk makan.' Jawab Elvano dalam hati, dan luka di beberapa bagian tubuh yang di miliki oleh Elvano itu pun segera di obati dan di perban lagi dengan cukup rapi. 'Tapi untungnya aku di temukan oleh keluarga yang baik.' pikir Elvano sekali lagi.

___________

Esok harinya.

Hari yang sama berlalu seperti biasa. Tidak ada yang spesial sama sekali.

Seorang perempuan berpakaian sederhana, masuk kedalam kamar yang sedang di huni oleh pria yang ia temukan di belakang rumah.

Sampai hari ketiga, kondisi dari pria itu benar-benar masih belum membaik dalam artian masih belum sadar.

"Apa dia tidak lelah, tidur terus? Apa aku perlu membantunya meminum susu? Itu lebih baik ketimbang tidak di beri makan dan minum seperti seorang gelandangan, ya kan?" kata Vina dengan ide yang di milikinya itu.

'Suara ini lagi? Dia setiap haris menjengukku? Dia khawatir denganku karena aku tampan atau murni karena kasihan?' Pikir Elvano terus, masih mencoba mencari kesan apa yang sedang di berikan oleh Vina ini kepadanya.

KLEK....

'Lah? Baru juga datang, kenapa sudah pergi lagi?' benak hati Elvano, dia masih tidak jauh berbeda dari hari-hari sebelumnya. Masih terbaring di atas tempat tidur, dengan wajah yang cukup tenang bagaikan seorang pangeran yang menunggu pahlawan wanitanya.

Lalu tidak lama kemudian, Vina datang kembali dengan membawa segelas susu yang masih hangat.

"Wihh...bibirnya seksi. Kenapa ada pria seperti ini terdampar di belakang rumahku?" gumam Vina. Yang ia maksudkan adalah Elvano yang tiba-tiba ada di belakang rumahnya Vina, padahal tempat mereka tinggal adalah pemukiman desa yang jauh dari kota, laut, bahkan jalan raya. "Ahh. Sudah-sudah. Nanti urusanku jadi tidak kelar-kelar." gerutu Vina sambil mengibas-ngibas tangannya itu di depan wajahnya persis.

Lalu Vina pun menyendok susu yang sudah dia buat, dan meminumkannya di mulutnya Elvano yang tertutup itu.

GLUK...

"...!" Vina sepintas langsung terkejut dengan reaksi yang di berikan oleh Elvano itu kepadanya, sebab bisa pria yang Vina pikir tidak akan bisa meminumnya dengan baik, justru berhasil menelan air yang di suapi nya.

'Rasanya, kenapa rasa susunya aneh?' Elvano merasa susu yang dia minum itu cukup aneh, tapi juga terasa familiar.

"Ini lagi, habiskan, karena susu itu mahal. Apalagi ini susu keponaknaku, jadi kau harus minum sampai habis." ucap Vina dengan serta merta.

'S-susu ini milik keponakannya?! Apa dia gila memberikanku susu milik keponakannya? Tunggu, jika rasa susunya seperti ini, ini bukannya susu bubuk ya?!' dan barulah Elvano sadar dengan apa yang dia pikirkan itu, bahwa apa yang baru saja dia minum itu memang benar-benar seduhan drai susu bubuk yang biasanya di gunakan untuk anak kecil.

Dan gara-gara wanita yang ada di sampingnya itu, untuk pertama kalinya, dia jadi minum susu anak-anak di usianya yang sudah terbilang cukup tua.

"Dari pada susu bubuknya nganggur, mending di minum kau juga, biar cepat habis dan tidak sia-sia." ucap Vina lagi.

Dengan begitu, di dalam tidurnya Elvano itu, Vina pun terus menyendoki nya air susu untuk di minum, dan bahkan sampai habis.

"Heheh, enak kan? Aku juga biasanya memakannya. Walaupun susu ini untuk anak kecil, tapi karena rasanya cukup enak, jadi tidak masalah juga, ya kan?" tutur Vina sekali lagi.

___________

Dua hari berikutnya.

"Apa dia masih belum sadar juga?"

"Belum."

"Aku sudah menyuruh Bu Bidan untuk datang memeriksanya, semoga saja dia tidak kenapa-kenapa." ucap pria paruh baya ini, dia datang menjenguk tamu tidak di undang itu untuk melihat kondisi terbaru yang bahkan tidak ada terbarunya sama sekali. "Kau yang tunggu di sini, karena aku mau kerja."

"Iya."

Lalu sepuluh menit kemudian, seorang wanita datang dengan membawa tas tenteng.

"Jadi siapa yang harus aku periksa?" Tanya wanita ini.

"Dia."

"Aku baru pertama kali melihat ada pria ini di sini, apakah tamu atau siapa?" tanya wanita ini, karena pada dasarnya di desa mereka tidak ada orang seperti yang ada di atas tempat tidurnya itu.

"Tidak tahu. Aku menemukannya di belakang rumah." jawab Vina dengan polos.

Lalu wanita yang merupakan Bu bidan itu langsung melakukan serangkaian pemeriksaan, dari jantung, denyut nadi, suhu tubuh, mata, dan luka yang harus di periksa lebih lanjut, semua itu memerlukan sampai lima belas menit lamanya.

"Bagaimana bu, apa dia ada dalam kondisi yang sudah lebih membaik?"

"Sudah, alasan dia belum sadar karena tubuhnya memang perlu waktu untuk pulih dari semua cederanya itu. Tapi apa papamu juga tidak tahu siapa dia?" tanyanya lagi.

Wajar, karena memang tidak mungkin akan ada orang berkulit putih rambut hitam dan memiliki warna mata kuning seperti Elvano yang sudah cukup mencolok, sekalipun hanya diam tertidur saja seperti itu.

"Iya, tidak ada satu pun dari kami atau tetangga yang tahu siapa dia sebenarnya. Jadi mungkin harus menunggunya sampai sadar dulu." lirik Vina ke belakang bu bidan, dimana seorang pria tampan masih terlelap tidur layaknya pangeran tidur.

"Begitu ya? Untuk saat ini pentingkan proses penyembuhannya lebih dulu, soal identitas belakangan saja, karena itu lebih penting. Dan ini ini semua perlengkapan agar lukanya bisa cepat sembuh." bu bidan pun memberikan satu kantong plastik berwarna putih, yang mana di dalamnya terdiri dari plester, perban, kapas, ada tisu, obat, salep, obat merah untuk mengganti perlengkapan obat yang sudah mulai habis.

"Aku baru saja menjahit ulang lukanya itu, jadi kemungkinan akan lama sembuh, jadi sebaiknya rawat dengan hati-hati, besok aku akan datang kesini lagi." ucap Bu bidan ini kepada Vina.

Tentu saja, karena melihat kondisi luka dari Elvano yang terbilang cukup parah, maka perawatannya akan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk bisa sembuh total.

"Iya, terima kasih Bu." ucap Vina lalu tidak lama setelah itu, bu bidan pergi dari sana. "Aku tidak bisa merawat orang sakit. Tapi jika tidak merawatnya, siapa lagi kalau bukan aku?" gerutu Vina, sudut matanya kembali melirik ke arah Elvano. "Yah, tidak masalah juga sih, karena dialah orang yang langsung membuat jantungku berdebar." ucap Vina pada dirinya sendiri.

Terbangun

Verina Alviani adalah perempuan berusia 23 setengah tahun. Di usianya itu, Verina memilih untuk bekerja di rumah, karena yang ia inginkan adalah kenyamanan tanpa sebuah perintah.

Memang, yang ia sadari adalah uang yang di hasilkan tidak sebanyak dari teman-temannya.

Tapi yang Verina harapkan itu bukanlah uang banyak, melainkan kenyamanan dalam menjalani hidup tanpa adanya perintah dari atasan, karena dialah sang atasan sendiri.

Pekerjaannya cukup sederhana, dia jualan online, tapi apa yang dia jual adalah sebuah jasa. Lebih tepatnya dia bekerja sebagai jasa pembuat mahar, buket, dan juga seorang novelis recehan.

Yah, dia tidak memiliki banyak kelebihan selain mengandalkan apa yang dia sukai, dan dia minati itu untuk mendapatkan rupiah demi rupiah.

Tapi, entah sejak kapan, dirinya saat ini tiba-tiba dia sudah punya pekerjaan lain, yaitu mengurusi orang sakit.

"..." Verina terdiam, dia tidak mampu mengalihkan pandangannya dari laki-laki asing yang bahkan masih saja belum sadar dari alam mimpi yang entah sudah berlangsung berapa lama? Itu sekitar sudah berlangsung empat hari dari sekarang. "Apa kau tidak lelah, tidur terus?" lirih Verina.

Dia kini sedang berjongkok di samping tempat tidur yang di gunakan oleh Elvano berbaring.

"Tapi sebenarnya kau itu siapa? Tidak makan, hanya minum saja. Apakah seperti ini orang yang sedang sakit tertidur saja? Bukan koma?" gerutu Verina. 'Karena tamu tidak terduga ini, aku harus mengeluarkan uang lebih banyak. Walaupun aku memberinya minum setiap beberapa jam, tapi dia tetap membutuhkan cairan infus. Dan gara-gara dia, aku jadi tahu cara mengganti cairan infus, jadi aku bisa meringankan kerja bu bidan.

Sampai menggunakan uang tabunganku, keuanganku pun jadi semakin menipis. Padahal awalnya ingin aku gunakan untuk beli gelang emas, kasur baru dan cat, untuk mendekor kamarku.

Hah, semoga saja aku bisa mendapatkan ganti lebih.' benak hati Verina.

Sebenarnya dia sudah memiliki tabungan yang cukup untuk membeli tempat tidur baru, cat untuk mengecat dinding kamarnya agar bisa terlihat lebih berwarna juga rapi, serta gelang emas yang sudah dia harapkan dari dulu.

Tapi, karena kejadian yang tidak terduga ini, dia harus merelakan keinginan itu untuk di undur dulu sampai keuangannya membaik lagi.

Tapi, itu akan terjadi bila tamu asing yang sedang sakit ini segera sadar, sembuh dan pergi dari rumahnya. Karena mau bagaimanapun, Verina yang merupakan seorang jomblo, begitu melihat tampang pria di tampan itu, akal sehatnya terkadang jadi oleng, dengan kata lain, pikiran nya itu diam-diam jadi liar.

Dan itu terjadi jika dirinya sedang menatapnya dengan cukup lekat, salah satunya seperti sekarang ini.

'Kelihatannya sih, dia dari orang kaya. Jam tangan dan cincin yang ada di jari tengahnya saja seperti barang antik yang mahal, semoga kebaikanku ini di balas dengan cepat. Aminn..!' Ucap Verina dalam hati.

Namun, pemandangan yang paling dia lihat dari tadi itu adalah dadanya, itu cukup lebar, dan terlihat cukup kekar.

'Aku ingin meletakkan kepalaku di atas dadanya. Tapi karena dadanya juga terluka, aku juga tidak berani melakukannya. Kalau dia tiba-tiba bangun, aku harus bagaimana menghadapi situasi itu?' pikirnya.

Akan tetapi, Verina yang tidak mampu menahan gejolak dari dalam hatinya sebagai seorang wanita yang lemah dengan pria tampan, memutuskan untuk mengulurkan tangannya ke depan, lalu dia pun meraih helaian rambut kusut milik Elvano.

Itu cukup kusut, dan sedikit ada bau, karena memang pria ini belum mandi, sehingga jelas rambutnya bau.

Hanya saja, semua itu tidak merubah keadaan kalau wajah dari pria ini memang benar-benar rupawan.

"Meskipun aku menyukainya, tapi jika aku terus seperti dalam suasana hati seperti ini, aku juga yang akan susah. Aku tidak mau memberikan hatiku ini untuk mendapatkan harapan yang sia-sia." ucap Vina.

Selesai berbicara sendiri di samping pria ini, Vina pun membenarkan selimut yang di pakai oleh Elvano kemudian pergi dari sana.

_____________

"Hoamh!" Vina yang malam itu sudah merasakan kantuk yang teramat sangat karena lembur, memutuskan untuk tidur sebentar sofa.

Tentu saja, setelah tiga jam berlalu, Vina yang merasa kebelet, dengan pikiran separuh sadar, dia berjalan malas menuju dapur, pergi ke kamar mandi yang memang ada di sana.

'Padahal lagi enak-enaknya tidur, tapi aku tidak tahan buang air kecil seperti ini.' Karena model pintunya tidak ada knop pintu seperti pintu lainnya selian gagang pintu yang di gunakan untuk di tarik saja, dia pun masuk kedalam kamar mandi.

Sambil memejamkan matanya, dia membuka celananya dan langsung jongkok, dan suara air yang mengalir deras itu pun membuat wajah seseorang langsung memasang wajah panik.

"Hoammh.." Vina kembali menguap lebar, tangannya pun sempat meraba gayung yang ada di dalam sebuah bak mandi, dan begitu mendapatkannya, dia langsung mengambil air dan membersihkan area pribadinya, lalu menyiram lantai kamar mandi, sebelum akhirnya dia kembali memakai celananya dan meresleting nya lagi.

Tapi, begitu Vina berdiri, dia tiba-tiba saja membuka matanya, dan begitu menoleh ke samping kirinya, dia justru melihat seseorang yang seharusnya terbaring di atas tempat tidur.

"...!" Vina yang terkejut dengan bola mata yang terlihat hampir keluar, dengan segera menutup mulutnya agar tidak berteriak keras, dengan buru-buru Vina berlari keluar dari sana sambil menarik daun pintu agar tertutup kembali.

BRAKK....

Karena jarak kamar serta kamar mandi yang tidak begitu jauh, Vina langsung masuk kedalam kamarnya dan menutup pintunya rapat-rapat, sebelum akhirnya Vina menyelimuti tubuhnya dengan rapat.

'K-kenapa dia ada di dalam kamar mandi?! Dia s-sedang...sedang berdiri dan k-kencing?' Sempat melihat apa yang seharusnya tidak dia lihat, Vina yang kelabakan karena takut, benar-benar langsung menutup wajahnya sendiri. 'Walaupun aku ingin mengatakan tidak melihatnya, tapi karena mataku melihatnya, aku jadi tidak bisa berbohong pada diriku sendiri.'

___________

Esok paginya.

"Nak, kau akhirnya sudah bangun juga. Namamu siapa?"

"Dia baru saja bangun, jangan di tanyai pertanyaan seperti itu. Sini sarapan pagi dulu."

Pagi itu, sekitar jam enam pagi, suasana tidak seperti biasanya yang hanya terdengar suara televisi yang menyiarkan berita ataupun mendengarkan radio, sebab yang menjadi bahan keributan di pagi hari itu, pria yang mereka selamatkan akhirnya terbangun juga.

Vina, dia yang baru saja bangun, melihat pria tersebut sudah duduk, tapi masih duduk di atas kasur dengan meja lipat sudah ada di depannya, di sajikan sarapan sederhana di pagi-pagi seperti ini.

'Dia benar-benar sudah bangun.' Intip Vina dari balik daun pintu.

Karena kejadian yang semalam, dia jadi takut untuk bertatapan mata secara langsung.

Ketika kedua orang tua Vina ada di meja makan dan sedang sarapan bersama, hanya pria itulah yang duduk di sana, dan beberapa detik itu juga, sudut matanya sempat memergoki Vina yang sedang mengintip.

'Dia melihatku.' Batin Vina, lalu dia pun menarik diri dan kembali pergi dari kamar. 'Dia bahkan menyadari keberadaanku, tapi tatapan matanya yang cukup tajam itu, bukannya dia seperti baru saja menemukan mangsanya?! Jangan-jangan dia mau mengadu apa yang terjadi malam tadi kepada ayah atau ibuku.' Pikirannya jadi semakin serabut. 'Oh ya, dari pada aku tersinggung sendiri dan salah tingkah seperti ini, lebih baik aku pergi ke pasar. Itung-itung aku menghindari dia untuk sementara waktu.'

Dengan pikirannya itu, Vina pun benar-benar pergi pagi-pagi itu, dan hanya sempat bertemu mata saat Vina masuk ke ruang makan untuk mengambil kunci motor juga helm.

"Vin, kau mau pergi kemana?"

"Pasar."

"Sekalian titip lele, belut, daging ayam juga bawang putih dan bawang merah ya. Ini uangnya, beli setengah kilo semua." Ucap sang Ibu.

"Iya." Vina memandang uang dua ratus ribu itu. 'Dari mana Ibu dapat uang sebanyak ini?'

Tapi karena kepepet situasi, Vina pun pergi dari sana, meskipun sempat mendapatkan tatapan dari pria tersebut.

'Kenapa dia diam dan menatapku saja sih? Ayo pergi-pergi dari sini segera.' batin Vina.

Dan tidak lama setelah itu, Vina pun pergi dengan motornya.

"Dia siapa?" Suara milik Elvano pun langsung menjadi awal bicara Elvano kepada mereka berdua.

"Dia Verina, panggilannya Vina." jawab ibu nya Verina.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!