NovelToon NovelToon

Gengster Love Gadis Muslimah

Revan Farenza

Bismillah.

Brak!

Laki-laki paruh baya mengeberak keras meja di depannya, bahkan setelah memukul meja begitu keras tangan laki-laki paruh baya tersebut sama sekali tidak terasa sakit.

Dia menatap nyalang putranya yang berdiri tepat di hadapan dirinya, ayah dan anak itu saling menatap tajam satu sama lain. Seakan keduanya sedang memperlihatkan tatapan permusuhan.

Plak!

Satu tamparan mendarat di wajah, seorang laki-laki tampan, dia memiliki rahang tegas dan bibir yang terlihat begitu indah. Juga mata yang tajam. Tamparan itu dia dapat dari ayahnya sendiri.

"Kamu Revan cuman bisanya nyusahin!" makin papa Riko, ayah Revan.

Revan diam tak menjawab, walaupun begitu tatapan tajam masih dia lemparkan pada papanya yang kini masih saling berhadapan dengan dirinya.

"Lagi! Surat dari kantor polisi! Ini sudah yang ketiga kalinya Revan. Andai kamu bisa seperti kakak kamu!"

Plak!

Emosi papa Riko semakin menjadi beliau kembali menampar kuat pipi sebelah kanan Revan, kalau tadi pipi sebelah kiri maka sekarang pipi sebelah kanan yang mendapatkan tamparan sempuran dari papanya.

"Dasar anak tidak tahu diuntung! Andai saja kamu yang mati bukan kakak kamu! Kamu tahu kamu anak tidak berguna selalu saja merepotkan!"

"Benar apa yang papa kamu katakan Revan! Kamu tidak berguna! Selalu saja menyusahkan mama dan papa!" sambung mama Diana.

Deg!

Hancur rasanya hati Revan, sekarang dia seolah merasa tidak ingin lagi berada di dunia ini, mama dan papanya begitu membenci dirinya. Padahal dia juga darah daging dari kedua orang tuanya.

Revan menatap mama dan papanya tak percaya, selama ini dia selalu kuat menahan semua makian yang begitu menyayatkan hati Revan dari mama dan papa kandungnya sendiri.

Kedua tangan Revan, dia letakan kebelakang kedua tangan itu saling memegang erat satu sama lainnya. Sedari tadi Revan berusaha sekuat mungkin menahan air matanya agar tidak jatuh di depan kedua orang tuanya. Reva tidak mau terlihat lemah di hadapan orang tuanya. Dia ingin membuktikan jika dia laki-laki yang kuat.

"Apa sih salah Revan? Kenapa kalian sangat membenci Revan. Ma, Pa, Revan ini anak kalian juga!"

Cih!

Desis papa Riko, Jika dengan papanya Revan sudah biasa pada hal seperti saat ini. Tapi mamanya yang selama ini lebih sering diam Revan sama sekali tak menyangka jika hari ini, kata-kata yang keluar dari mulut mamanya begitu menyayat hati.

Lebih baik Revan melihat mamanya diam saja, kala melihat pertengkaran dia dan papanya. Dari pada seperti sekarang ini. Hati Revan hancur berkali-kali lipat rasanya.

"Iya, memang kamu anak kami. Anak pembawa petaka untuk keluarga ini!" sentak papa Riko.

Deg!

"Cukup pa!" teriak Revan akhirnya.

Kesabaran Revan sudah habis, dia memang seorang yang memiliki kesabaran setipis tisu dibelah dua.

"Cukup papa mengatakan Revan anak tak berguna! Anak pembawa petaka! Aku kira hanya papa yang akan mengeluarkan kata-kata itu, tapi siapa sangka mama juga!" terika Revan. Kali ini dia benar-benar sudah sangat emosi.

Plak!

Satu tamparan lagi mendarat di pipi Revan, tamparan kali ini bukan dari sang papa. Melainkan tamparan yang dilayangkan oleh mama Diana.

"Jaga nada bicara kamu Revan! Kami ini orang tua kamu!" teriak Diana.

Mama Diana sudah begitu muak dengan kelakuan Revan yang selalu saja membentak papa. Padahal semua itu Revan contoh dari papanya yang begitu temperamen.

"Iya orang tua yang tidak pernah menganggap putranya ada." ucap Revan lirih.

Dia sudah tidak tahan lagi berdebat dengan kedua orang tuanya. Bagimana pun juga Revan sangat menyayangi mama papanya. Walaupun dia selalu diperlakukan tidak menyenangkan.

Revan sudah tidak tahan lagi atas perlakukan kedua orang tuanya, secepat kilat Revan mengendarai motor sportnya, dia melaju kencang menggunakan motor berwarna hitam elgam.

"Revan mau kemana kamu!"

Ternyata mama Diana menyusul Revan sampai depan rumah, beliau teriak sekencang mungkin sebelum motor Revan keluar dari halaman rumah. Sayang sekali Revan sudah tidak menghiraukan lagi.

"Sudah biarin saja anak itu ma." ucap papa Riko.

Diana menggandeng tangan suaminya lembut, tanpa memikirkan Revan lagi, keduanya segera masuk ke dalam rumah megah yang terlihat lumayan sepi. Para pekerja di rumah itu sibuk dengan kegiatan masing-masing.

Revan masih terus mengendarai motornya dengan kecepatan hampir full dari motor. Revan tak peduli hujan begitu lebat saat ini tengah membasahi dirinya. Dia sudah tidak bisa lagi membendung air matanya. Bersamaan dengan hujan turun disaat itu juga air mata Revan terus saja menetes.

"Arkh!"

"Gue beci semua ini! Gue benci ke hidupan gue!" teriak Revan di atas motornya.

"Tuhan! ambil saja nyawa gue sekarang. Gue benci hidup dengan orang yang membenci gue! Tapi mereka orang tua gue!"

"Arkh!"

Revan terus saja berteriak, sampai dia tak sadar jika saat ini dia sampai di depan markas geng motornya. Geng motor Revandara adalah nama geng motor Revan yang terdiri dari 5 orang anggota inti.

Revan turun dari motornya, kepalanya sudah sangat pusing. Dia tetap berusaha melangkah masuk ke dalam markas mereka. sudah hampir kehabisan tenang tapi Revan tidak tumbang begitu saja.

Brak!

Revan membuka pintu markas kasar, semua orang yang berada di dalam langsung menoleh pada pintu markas itu.

Revan dan orang-orang yang berada di dalam markas Revandra saling tatap sejenak, sebulum mereka sadar Revan tidak baik-baik saja.

"Revan are you oke?" tanya Gibran yang merupakan wakil dari geng Revandra.

Revan hanya mampu mengangguk lemah, mereka semua menghampiri Revan diikuti seorang gadis.

"Revan kamu nggak papa?" tanya gadis itu sedikit lembut, dia hendak menyentuh Revan, tapi Revan segera menghindar.

"Jangan sentuh gue!" ketus Revan, tapi nadanya sedikit lirih.

Revan menatap keempat temannya sejenak sebelum akhirnya dia meminta Gibran untuk membawanya ke kamar yang memang sudah ada di dalam markas.

"Bawa gue ke kamar Gib."

Bukan sekadar sakit kepala, tapi Zidan juga merasakan sakit hati yang begitu dalam. Revan rasa sakit hati yang dia punya ini tidak akan pernah ada obatnya.

"Si Revan kenapa?"

"Ya mana kita tau Irfan!"

"Bukan kita semua sudah biasa melihat Revan yang kacau seperti ini, sudahlah mungkin masalah dengan orang tuanya lagi." ujar Digo.

"Padahal gue pengen ngerawat Revan."

"Udah lo diem aja disitu Gia, kagak usah banyak polah. Lagian lo ngapin sih disini? Abang lo juga kagak ada disini."

"Suka-suka gue Irfan!"

Di kamar markas, Gibran mengurus Revan begitu cekat.

Bang Ega!" ucap Revan lirih, suaranya terdengar bergetar ditelinga Gibran.

Kala Revan menyebut nama Ega. .Siapa kira-kira Ega?

Kantor polisi

Bismillah.

2 Jam telah berlalu badan Revan sudah kembali bugar seperti sediakala, dia segera keluar dari kamar yang berada di markas geng Revandra.

Revan menghampiri teman-temannya yang masih duduk di sopa, di dalam marks mereka. Revan bisa melihat ketiga temannya sedang menikmati kuaci. Bersama seorang perempuan terlihat tidak ada yang peduli pada perempuan itu kecuali seorang. Siapa lagi kalau bukan Digo.

"Gib, thanks." ucap Revan, sambil mendaratkan bokongnya di sopa.

"Santai Rev." sahut Gibran.

Revan mengerutkan keningnya, dia merasa ada yang kurang, tapi Revan tak berusara sedikit pun. Kejadian tadi pagi di rumahnya masih menyayat hati Revan, tapi dia berusaha sekaan tidak terjadi apa-apa. Revan harus melupakan kejadian tadi pagi.

"Lo kenapa dah Rev tadi?" tanya Irfan.

Memang diantara kelima geng inti Revandra, Irfan lah yang paling cerewat, dia itu seperti perempuan saja.

"Biasa." jawab Revan sambil mengangkat bauhnya acuh.

Gia bangkit dari tempat duduknya, dia ingin menghampiri Revan. Gia ingin memberikan perhatian pada Revan.

Baru gadis itu bangkit dari sopa, belum sempat dia melangkah seorang sudah memegang pergelangan tangannya.

"Mau kemana lo? Duduk aja disini." ucap Digo dingin.

Selain tahu kalau Revan tidak suka Gia dekat-dekat dengan dirinya. Digo juga suka pada Gia. Dia hanya ingin Gia selalu ada disebelahnya.

Tapi sayangnya Digo tak berani mengatakan pada Gia, kalau dia menyukai Gia. Digo tau diri, hati Gia untuk Revan. Walaupun Revan sama sekali tak suka dengan Gia. Bahkan tak pernah menganggap gadis itu ada.

"Lepas gue Dinosaurus! Gue mau ke Revan."

"Nggak bisa! Lo tetap disini, lo tahu Revan kagak bakal mau sama lo!"

"Lo ya ngeselin banget."

Karen kesal Gia mengehentakan kakinya sedikit keras di lanti, semua orang hanya menggelengkan kepala melihat tingkah Gia.

"Dari pada lo nggak jelas begitu, mending lo telepon abang lo suruh ke markas." suruh Gibran datar.

"Telepon sendiri." ketus Gia.

Saat ini Revan sedang berperanga dengan pikirannya sendiri, mau tidak mau dia harus pergi ke kantor polisi hari ini untuk menyelesaikan masalah yang sudah Revan buat sendiri. Bukankah orang berani berbuat harus berani bertanggung jawab.

Dia menyesal sudah memberikan surat dari polisi pada orang tuanya, sayangnya walaupun surat itu tidak Revan berikan pada mama dan papanya. Otomatis mama dan papanya tetap tahu, jika Revan sudah melakukan kesalahan. Beritanya bahkan tersebar luas di sosia media, juga masuk diberita tv.

Bagaimana tidak, Revan hampir membunuh anak orang, Revan sempat berkelahi dengan seorang temanya di kampus. Sepulang dari ngampus tentunya. Orang itu salah satu dari anggota geng motor lainnya yang merupakan musuh dari geng motor Revandra.

Saat ini orang yang kalah dari Revan tengah berada di rumah sakit, dia mengalami koma. Revan mengajarnya habis-habisan. Saat itu Revan terusut emosi. Orang yang mejadi lawan Revan terus saja memojokan Revan. Sampai Revan habis kesabaran.

"Digo telepon si Faqih, suruh dia kesini. Bilang suruh nemeni gue ke kantor polisi."

"Ngapain lo ke kantor polisi?" bingung Irfan.

"Lo lupa, kalau bos kita hampir ngebunuh anak orang." sahut Gibran.

Sementara Digo sudah fokus menelepon Faqih, Faqih adalah kakak Gia. Dia salah satu anggota inti dari geng Revandra.

"Lagian abang lo kemana sih Gia?"

"Mana gue tau Irfan! Gue bukan buntunya si bang Faqih, apalagi maknya."

"Tapikan lo adeknya!"

"Serah lo Irfan!"

Brak!

Revan menatap tajam Gia dan Irfan yang sedari tadi terus saja ribut saling beradu argumen.

"Gue disini mau menangani diri! Bukan mau denger kalian dekat!" ucap Revan begitu dingin dan menusuk sampai ke ulu hati.

Gia saja sampai takut sendiri, tapi yang namanya Gia sudah kebal dengan semua sifat Revan. Gadis itu sudah sering mengganggu Revan sekalipun Revan tak pernah peduli padanya.

Gia tak tanggung-tanggung bahkan dia akan melakukan apapun, asalkan Revan bisa menjadi miliknya. Gia sudah terobsesi dengan Revan. Itu yang geng Revandra lihat, kalau Gia sudah terobsesi pada Revan.

Irfan maupun Gia tak berani lagi bersuara setelah Revan membentak keduanya. Sebenarnya Revan sudah malas berurusan dengan yang namanya perempuan ini saja Gia mendapatkan izin dari Revan boleh main ke markas mereka. Karena Gia adik kesayangan Faqih.

"Si Faqih otw katanya." ujar Digo setelah menelepon Faqih.

"Sama gue aja ke kantor polisinya kenapa sih Rev."

"Nggak Gib!" tolak Revan mentah-mentah.

"Yang ada kalau bawa lo kalian dua masuk dalam sel dah."

"Bisa aja lo Ir."

Revan memang lebih memilih Faqih untuk ikut dengan dirinya ke kantor polisi, karena Revan tahu diantara mereka berlima Faqi lah yang paling sabar menghadapi sesuatu. Faqih selalu bisa berfikir jerni saat situasi sedang tidak baik-baik saja.

Berbeda sekali dengan Gibran, dia akan menyelesaikan semua masalah dengan kekuatan. Sedangkan Faqih akan menggunakan logikanya. Faqih tahu semua masalah tidak bisa diselesaikan dengan kekuatan yang ada malah nantinya semakin memperkeruh masalah.

20 menit berlalu, akhirnya orang yang ditunggu-tunggu datang juga.

"Dari mana aja lo Qih, baru terlihat batang hidungnya."

"Biasa Fan."

"Kita berangkat sekarang!"

"Cek! Bisa kali gue duduk bentar." ucap Faqih.

Lalu dia melihat adiknya berada di markas mereka. "Lo ngapain disini Gia! Pulang!" suruh Faqih penuh penekanan.

"Iya!"

Revan dan Faqih segera menuju kantor polisi, sampai disana Revan langsung menemui polisi ternyata benar dugaan Revan, kalau orang tuanya sama sekali tidak mengurus kasusnya di kantor polisi.

"Anda sudah bebas dari kasus ini, saya harap nak Revan tidak melakukan hal tak diinginkan lagi."

"Nggak janji pak, cabut Qih."

Tentu saja Revan tidak bebas begitu saja, dia harus mengeluarkan uang banyak. Revan juga menyanggupi untuk membiayai rumah sakit orang yang menjadi korbannya.

Sebenarnya Revan lah yang korban, tapi karena pelaku jatuh koma, jadi Revan yang berbalik mejadi pelaku.

"Lo pulang duluan aja Qih, thanks untuk hari ini."

"Oke, tapi lo baik-baik aja kan?"

"Lo tenang aja."

"Gue duluan." Revan hanya menggangguk untuk meresopan Faqih.

Setelah ke pergian Faqih, Revan segera mengendarai motonya sekencang mungkin, setelah keluar dari area kantor polisi.

Revan terus menyusuri jalan tanpa arah, entah akan pergi kemana saat ini Revan dia sendiri tidak tahu tujuannya mau kemana. Saat ini Revan sama sekali tak memiliki tujuan.

"Gue benci semuanya!" teriak Revan.

Orang-orang yang melihat Revan mengendarai motor secara ugal-ugalan, memaki Revan. Bahkan mendengar teriakan Revan orang-orang menganggapnya gila.

Memang gila si Revan, dia teriak di atas motor melajukan motornya kencang sambil tutup mata.

"Awas!" teriak banyak orang.

Revan membuka matanya dia sebentar lagi akan menabrak seorang yang tengah berjalan di pinggir jalan raya.

"Arhk!"

Brak!

Brak!

Brak!

Kompak

Bismillah.

Brak!

Brak!

"Astagfirullah." kaget Sakira.

Hampir saja gadis berbalut kerudung hijau army itu ditabrak oleh seorang pemuda yang mengendarai motor sport miliknya.

Anehnya Sakira tidak ditabarak, tapi mereka mendengar suara tabrakan, Sakira menoleh pada sumber suara yang begitu nyaring. Revan juga melakukan hal yang sama.

"Inalilahiwainalilahirojiu'n." ucap Sakira yang masih terdengar di kuping Revan.

'Inalilahiwainalilahirojiu'n, memang siapa yang meninggal, gadis aneh.' batin Revan.

'Alhamdulillah, Ya Allah terima kasih sudah menyelamatkan Sakira, kasihan sekali mereka yang mengalami kecelakaan.' batin Sakira kali ini.

"Mbak untung tidak ditabrak, masnya juga kalau pake motor jangan merem mas bahaya!"

Seorang bapak-bapak menghampiri Sakira dan Revan yang masih berada di tempat mereka masing-masing.

"Alhamdulillah pak." Sakira tersenyum ramah pada bapak-bapak yang menghampiri mereka.

"Bapak mau tolong korban kecelakaan dulu ya, mari mbak, mas."

Bapak-bapak paruh baya itu sudah pergi dari hadapan Revan dan Sakira. Revan masih heran terhadap perempuan yang saat ini tengah berdiri di depan motornya.

Padahal nyawa gadis berbalut baju gamis dan kerudung yang indah menutupi mahkotanya hampir saja nyawa gadis itu melayang oleh Revan.

Dia sama sekali tidak marah pada Revan. Malah memikirkan orang lain, yang saat ini tengah mengalami kecelakaan. Revan juga enggan turun dari motornya.

"Gadis aneh." ucap Revan.

Tanpa menoleh sedikit pun pada Revan, Sakira melangkah begitu saja dari hadapan laki-laki yang hampir menabrak dirinya.

"Sombong banget itu cewek!"

Merasa tak terima Revan jadi menatap tajam kepergian Sakira. Dia tak seberapa melihat jelas muka gadis yang hampir Revan tabrak.

"Gue tandai muka lo, mana dia nggak ngeliat ke arah gue sama sekali!"

Arhk!

Repan memukul kuta motonya, rasanya hari ini Revan begitu sial. Semua masalah terus datang bertubi-tubi pada dirinya membuat Revan hampir frustrasi.

Sebelum pergi Revan menoleh sejenak ke arah tempat kecelakaan itu.

"Motor sport biru putih BMW. Kayak motor si Faqih."

Revan menyerit heran melihat motor temannya berada di kerumun orang yang mengalami kecelakaan, bukannya tadi Faqih lebih dulu pergi dari dirinya, setelah ke kantor polisi tadi.

"Ngapain si Faqih disitu."

Pusing dengan isi kepalanya, Revan memutuskan untuk menghampiri keramaian yang sedang dibantu oleh para warga setempat.

Deg!

Motor Faqih yang Revan lihat tadi baru saja diangkat oleh para warga, motor itu sudah tak berbentuk lagi. Depannya sudah hancur kaca motornya juga pecah.

"Faqih."

Kaki Revan terasa lemah, kakinya seakan mati rasa tidak bisa melangkah lagi, melihat siapa yang mengalami kecelaan. Suara Revan terasa hanya sampai di tenggorokan saja.

Tak jauh dari tempat Revan juga, seorang gadis menatap tak percaya siapa orang yang mengalami kecelakaan.

"Bang Faqih." teriak gadis itu.

Dia berlari kecil menghampiri tubuh Faqih yang sudah tak sadarkan diri, Revan yang sudah melangkah mendekati tubuh Faqih menatap sejenak gadis baru saja meneriaki nama Faqih.

'Dia lagi, gadis ini kenal Faqih?"

"Bang Faqih bangun bang!" Sakira sudah menangis air matanya tidak dapat diam bendung lagi.

Melihat Sakira seperti itu, Revan seakan tidak dapat menunjukkan eksperi apapun. Kaget, terkejut, merasa bersalah. Semua rasa menyakitkan itu Revan rasakan. Apalagi tadi Faqih baru saja pergi bersama dirinya.

Wiuuwiuu, wiuuwiuuu, wiuuwiuuu.

Bunyi ambulan sudah datang semua korban kecelakaan segera di bawa ke dalam ambulan, Sakira maupun Revan masuk ke dalam mobil ambulans yang membawa pergi Faqih.

"Kalian."

"Saya kenal dia pak." ucap Revan cepat.

Sementara Sakira tak menjawab apapun, dia menangis dalam diam. Sakira terus memanjatkan doa untuk Faqih, semoga Faqih baik-baik saja.

'Ya Allah selamatkanlah bang Faqih.' batin Sakira.

Revan masih penasaran siapa gadis yang tengah menangisi Faqih saat ini. Kalau adik Faqih setahu Revan Faqih hanya memiliki seorang adik bernama Gia. Yang selalu mengejar dirinya.

'Siapa perempuan ini sebenarnya.' Entah kenapa Revan sedikit penasaran pada Sakira.

Sampai di rumah sakit Faqih langsung ditangani oleh dokter.

"Sial! Kenapa Faqih bisa kecelakaan, pasti semua ini ada yang nggak beres!" kesal Revan.

Sakira masih dapat mendengar apa yang Revan katakan, tapi Sakira tak berkomentar apapun, dia tetap diam untungnya tangis Sakira sudah mereda.

Sakira tahu kalau laki-laki yang ada di hadapannya saat ini, orang yang tadi hampir menabrak dirinya.

Sakira juga sudah mengabari orang tua Faqih, sementara Revan tak lupa dia mengabari geng Revandra mereka semua harus tau keadaan Faqih.

"Sakira, Assalamualaikum sayang, gimana keadaan Faqih."

Seorang wanita paruh baya yang masih terlihat ayu menghampiri Sakira bersama laki-laki paruh baya yang mungkin itu suaminya. Dia tak lain mama dan papa Faqih.

"Masih ditangani dokter bunda." jawabnya.

Revan yang mengenal suara barusan menoleh pada sumber suara, "Bunda, ayah." sapa Revan sopan.

"Loh, Revan disini juga."

"Iya bun, tadi kebetulan lewat." sahut Revan.

Tak lama dokter setelah selesai mengecek kondisi Faqih membuka pintu ruang pemeriksaan, bersamaan dengan itu Gibran dan yang lainnya sampai di rumah sakit.

"Keluarga Faqih."

"Saya ibunya dok, bagaimana keadaan anak saya?" tanya bunda Lisa khawatir.

Dokter muda di hadapan bunda Lisa menghela nafas berat, "Dia kritis, tapi tenanag saja pasien sudah melewati masa kritisnya." jelas dokter

"Alhamdulillah." ucap mereka semua

"Kami akan memindahkan pasien ke ruang rawat terlebih dahulu."

Baru saja Sakira dan Revan hendak melangkah untuk mengikuti brankar Faqih, hp kedua orang itu berdering secara bersama, tapi keduanya tidak menyadari.

Derttt! Derttt! Kebetulan nada dering hp Sakira dan Revan sama.

"Woi Rev, hp lo bunyi tuh!" kesal Ifran.

Bersamaan dengan itu Sakira juga mengambil teleponnya, "Halo Assalamualkum umi." sapa Sakira dari seberang telepon.

Melihat Sakira mengakat telepon mereka saling menatap heran satu sama lain.

"Astaga Revan! Hp lo masih bunyi." kesal Irfan lagi.

Revan tak menggubris perkataan Irfan, dia segera menjawab sambung telepon, walaupun malas Revan tetap mengakat teleponnya.

"Iya kenapa Ma?" tanya Revan malas.

"Revan pulang sekarang juga!"

"Sakira pulang sekarang umi."

"Revan pualng sekarang Ma." Revan dan Sakira menjawab secara bersama.

Sejenak Revan dan Sakira menoleh bersama, tapi cepat Sakira pergi dari hadapan Revan menghampiri bunda Lisa dan Ayah Satria yang merupakan orang tua Faqih.

"Bunda maaf Sakira di suruh pulang sama umi."

"Tidak papa sayang, bunda terima kasih kamu dan Revan sudah menolong Faqih. Salam sama umi ya."

"Insya Allah bun." jawab Sakira.

"Anu bunda Revan juga disuruh pulang sama mama." sambung Revan.

"Kala begitu biar Sakira diantar Revan saja."

"Tidak usah bun, Sakira sudah pesan onlien. Ayah, bunda Sakira permisi Assalamualaikum."

"Waalikumsalam." jawab mereka semua.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!