Seorang wanita cantik berusia 25 tahun kini berjalan cepat menuju ke lift. Hari ini adalah hari yang sangat ia tunggu-tunggu. Wanita itu bernama Selena. Dia akan melakukan wawancara kerja di salah satu perusahaan ternama yang ada di kotanya.
Memang wawancara ini bukan yang pertama kalinya ia jalani. Sudah sering Selena melamar kerja dan tiba di tahap wawancara. Karena belum rejeki, akhirnya dia ditolak. Meskipun memiliki wajah yang menarik, tetapi itu tidak cukup untuk menarik perhatian HRD agar menerimanya. Selena yang hanya tamat SMA harus menelan pil pahit ketika saingannya berasal dari lulusan perguruan tinggi ternama.
"Apa penampilanku sudah cukup menarik? Aku tidak mau di tolak lagi. Jika dihitung-hitung, ini yang ke 29 kalinya aku melamar kerja selama satu tahun terakhir. Semoga saja di terima," keluh Selena sambil memandang penampilan dirinya sendiri di depan cermin yang ada di dalam lift. Selena akan melamar kerja sebagai sekretaris direktur kali ini. Kualifikasi pertama yang di cari harus berpenampilan menarik. Tidak heran jika ia terpilih sampai tahap wawancara.
Celana panjang dengan kemeja warna putih membuat Selena terlihat sangat profesional. Selena merasa yakin kalau kali ini dia akan diterima sebagai sekretaris diperusahaan yang bergerak dalam bidang kontruksi tersebut.
Ting. Suara lift membuat Selena segera keluar. Wanita itu langsung saja menuju ke ruangan yang menjadi tempat wawancaranya hari ini. Dia melangkah cepat namun tetap hati-hati. Selena tidak mau melakukan kesalahan sedikitpun hari ini.
Seorang wanita berdiri di dekat pintu. Wanita itu mengernyitkan dahi melihat penampilan Selena. Ada senyum menghina di sana. Namun Selena berusaha tetap tenang meskipun dia tahu kalau wanita di depannya sedang menghina penampilannya.
"Kau yang bernama Selena?" ketus wanita itu hingga membuat Selena mengangguk pelan.
"Ya, saya Selena. Apa benar di-"
"Masuk! Sudah di tunggu sejak tadi!" potong wanita itu tanpa memberi kesempatan kepada Selena untuk menyelesaikan kalimatnya. Wanita itu sendiri tidak masuk ke dalam. Dia lebih tertarik memandang ke arah lain daripada harus mengobrol dengan Selena.
Selena berusaha tetap sabar. Wanita itu memandang pintu bercat putih didepannya sejenak sebelum mendorong pintunya dan masuk ke dalam. Sejenak ia melihat beberapa wanita yang sepertinya baru saja melakukan wawancara kerja.
“Apa aku datang terlambat? Seingatku aku datang sesuai dengan jam yang ditentukan,” gumamnya di dalam hati. Wanita itu segera melangkah dan menutup pintu putih agar kembali rapat.
Di dalam, sudah ada seorang wanita yang sedang sibuk memeriksa tumpukan berkas yang ada di depannya. Wanita itu tahu kalau Selena telah tiba namun sama sekali tidak tertarik untuk menyambutnya. Sampai ketika Selena memberanikan diri untuk mengeluarkan kata.
"Permisi, buk," ujar Selena takut-takut.
Wanita itu mengalihkan pandangannya dan memandang Selena dengan begitu serius. "Kau yang bernama Selena?" Ia mengernyitkan dahi sembari membenarkan kata mata yang ia kenakan.
Selena mengangguk pelan. "Ya, benar buk."
"Silahkan duduk." Wanita itu menunjuk kursi yang ada dihadapannya. Tanpa pikir panjang Selena segera melangkah menuju ke kursi tersebut. Dia duduk di sana lalu mengukir senyuman terbaiknya.
"Ternyata kau ini belum pernah bekerja ya sebelumnya?" ujar wanita di depan sambil membaca resume Selena.
"Saya pernah bekerja disebuah toko roti dan toko bunga, Buk," jawab Selena dengan penuh percaya diri. Dia berpikir kalau itu merupakan pengalaman kerja yang sangat membanggakan.
"Tapi itu bukan pengalaman kerja yang patut di pamerkan!" Wanita itu melempar resume Selena di atas meja. "Maaf, saya tidak bisa menerimamu. Kau sangat jauh dari kriteria yang kami cari. Kami butuh seseorang yang cerdas. Berpendidikan dan pintar bahasa asing.”
Selena melebarkan kedua matanya. Baru juga menjawab satu pertanyaan dia sudah gagal mendapatkan pekerjaan impiannya itu. "Saya di tolak?" lirih Selena kecewa. "Lagi!"
***
"Kenapa jaman sekarang semua pekerjaan harus memperhatikan penampilan dan pendidikan? Aku yakin kalau aku bisa menguasai segala bentuk aturan diperusahaan itu. Aku berani jamin kalau aku tidak akan merugikan tempatku bekerja. Tapi kenapa tidak ada yang memberiku kesempatan? Soal bahasa asing, aku bisa belajar seiring berjalannya waktu. Itu merupakan hal yang mudah. Kenapa mereka tidak memberiku kesempatan untuk mencoba?"
Selena benar-benar frustasi. Dia berjalan pergi meninggalkan perusahaan tempatnya melamar kerja dengan tidak bersemangat. Langkahnya sudah tidak semangat lagi. Rasa haus dan lapar mulai menyiksanya. Namun Selena tidak bisa berbuat apa-apa karena kini uang di dompetnya hanya pas untuk ongkos pulang nanti.
"Apa memang aku ditakdirkan untuk tidak seberuntung mereka?" Selena semakin sedih melihat orang-orang yang sedang sibuk berlalu lalang masuk ke perusahaan tempatnya melamar tadi. Wanita itu memutuskan duduk di kursi besi yang ada di pinggir jalan karena sekarang tidak tahu harus kemana lagi. Wanita itu menghapus keringat di wajah sebelum mengambil sesuatu dari dalam sakunya. Sebuah memo kecil ia temukan di dalam saku.
Selena membuka memo itu lalu menghela napas berat setelahnya. Di sana telah dirincikan dengan jelas tagihan utang kedua orang tuanya yang harus dia bayar. Selena juga tidak bisa banyak protes. Kedua orang tuanya juga meminjam uang karena demi membiayai sekolahnya selama ini.
"Aku tidak bisa menunda lagi. Aku harus segera mendapatkan pekerjaan agar bisa membayar semua tagihan ini."
Tiba-tiba saja kedua mata Selena terlihat berkaca-kaca ketika dia kembali mengenang hidupnya. Sejak kecil memang Selena sudah berada dilingkungan keluarga yang serba kekurangan. Sebagai anak satu-satunya, dia sudah menanggung beban yang begitu berat dipundaknya.
"Tidak ada gunanya mengeluh," ucapnya. "Mama dan papa juga tidak akan hidup lagi di dunia ini. Sekarang aku harus semangat!
Selena mengangkat kepalanya dan memandang ke depan. Wanita itu melebarkan kedua matanya melihat tulisan lowongan kerja di sebuah pagar. Meskipun tidak tahu pekerjaan apa yang nantinya akan dia kerjakan. Tetapi sekarang yang terpenting dia bekerja. Tidak menjadi pengangguran lagi.
"Lowongan kerja? Sepertinya aku harus mencobanya." Selena mengambil hoodie lalu memakainya. "Dilihat dari luar sepertinya ini toko kue. Aku yakin kali ini aku pasti diterima. Aku harus mendapatkan pekerjaan dengan gaji yang tinggi agar bisa segera melunasi semuanya."
Tidak lupa Selena memakai topi agar tidak kelihatan kalau sebenarnya dia seorang wanita. Karena memang syarat utama yang tertulis di lowongan kerja itu di cari seorang pria. Bukan wanita.
Selena memang termasuk gadis yang tomboi. Dia tidak akan mau merubah penampilannya menjadi wanita cantik jika tidak dalam situasi terpaksa. Bahkan kebanyakan orang selalu berpikir kalau Selena adalah seorang pria. Wajah wanita itu sangat tampan jika dia memakai hodie dan topi favoritnya.
Setibanya di dalam gedung, Selena dibuat kaget melihat ruangan mewah dan ramai yang ada dihadapannya. "Tempat apa ini?" gumam Selena. Wanita itu melangkah masuk untuk mencari sang pemilik tempat untuk melamar pekerjaan. Selena membeku ketika mengetahui kalau kini dia masuk ke sebuah club malam. Namun memang tempat itu belum beroperasi karena masih siang. Pekerja yang ada juga terlihat sibuk bersih-bersih dan sebagian menata minuman dan gelas di meja bar.
“Sekarang aku harus bagaimana? Tetapi jika mereka mempekerjakanku sebagai seorang pria, seharusnya aku tidak perlu khawatir. Tetapi bagaimana kalau mereka tahu aku menyembunyikan identitas asliku dan tidak membayar gajiku?” Selena terlihat mempertimbangkan untung rugi ketika dia bekerja di tempat seperti itu.
Seumur-umur Selena tidak pernah bermimpi untuk bekerja di club malam Dia tahu kalau di tempat seperti itu, pasti di sana ada banyak sekali pria-pria kaya yang suka meminum minuman keras sambil ditemani wanita seksi. Hanya membayangkannya saja sudah membuat kepala Selena pusing. Wanita itu tidak mau sampai terlibat didalamnya.
"Sial! Tadinya aku pikir gedung ini toko roti. Ternyata tempat berkumpulnya pria hidung belang. Sebaiknya aku segera pergi saja dari tempat ini agar tidak mendapat masalah," gumam Selena di dalam hati.
"Hei, berhenti!"
Selena menahan langkah kakinya. Wanita itu berputar untuk melihat seseorang yang baru saja memanggilnya. Selena mengeryitkan dahi melihat pria tampan yang berdiri dihadapannya. "Anda memanggil saya, Tuan?"
"Layani tamu di sana. Kenapa kau berdiri di sini!" ketus pria itu tidak sopan. Bahkan dia memberi perintah tanpa mau tahu sebenarnya siapa Selena. Pria itu hanya berpikir kalau semua orang yang ada di tempatnya itu adalah pekerja.
"Maaf, Tuan. Sepertinya anda salah orang,” ucap Selena dengan nada yang sopan.
Selena segera berputar untuk berlari menuju ke pintu. Namun sesuatu tidak terduga terjadi. Tanpa sengaja Selena memecahkan vas bunga yang terpajang indah di sana.
PRANGGG
Suara pecahan vas itu berhasil mengalihkan perhatian semua orang yang ada di sana. Selena syok berat hingga tidak tahu harus berbuat apa sekarang. "Gawat! Bagaimana ini? Vas ini pasti mahal," umpat Selena di dalam hati. Dia memperhatikan satu persatu pecahan vas bunga yang berserak di lantai. Kedua kakinya membatu. Rasanya dia berharap kalau semua ini hanya mimpi buruknya.
"Apa kau tahu berapa harga vas ini?" tanya pria yang sejak tadi berdiri di belakang Selena sambil melipat tangannya di depan dada. "Kau tidak akan bisa menggantinya! Bahkan jika kau menyerahkan semua gajimu kepadaku seumur hidupmu!” Laki-laki berbadan tinggi itu benar-benar murkah. Suasana hatinya langsung buruk ketika melihat kelakukan seseorang yang dia pikir adalah karyawannya sendiri.
Dengan ragu-ragu Selena memutar tubuhnya untuk melihat wajah pria itu lagi. Dia merasa takut dan memilih menunduk setelahnya. Selena mengigit bibir bawahnya sambil memikirkan alasan yang tepat untuk membela diri. Sayangnya otaknya benar-benar buntuh karena sangat ketakutan.
"Maaf, Tuan. Saya tidak sengaja," lirih Selena pelan. Berharap pria di depannya memaklumi. Meskipun itu sangat mustahil!
"Tidak sengaja kau bilang?" Pria itu tidak terima. "Maaf yang baru saja kau ucapkan itu tidak bisa mengembalikan vas bunga ini!" Nada bicaranya lagi-lagi tinggi.
Selena memandang pecahan vas itu sekali lagi sebelum mengeluarkan kata. "Kalau boleh saya tahu, berapa harga vas ini Tuan? Saya akan berusaha untuk membayarnya.”
Pria itu mendengus kesal mendengar pertanyaan Selena. "1 miliar!"
Selena melebarkan kedua matanya. "Sa … satu miliar?" tanyanya tidak percaya. “Hanya vas bunga saja?” Selena berharap pria di depannya bercanda.
"Ya! Dan kau harus membayarnya sekarang juga!" ketus pria itu dengan kejam. “Apa kau pikir barang-barang yang ada di Dragon Star ini murahan? Semua barang yang ada di sini memiliki harga yang sangat fantastis. Jika kau ingin tetap bekerja di tempat ini, berhati-hatilah setiap kali ingin melangkah!”
"Tetapi saya tidak punya uang, Tuan. Dan saya bukan pekerja di tempat ini,” jelas Selena apa adanya.
“Kau bukan pekerja di sini? Lalu kenapa kau bisa masuk? Tidak sembarang orang bisa masuk ke Dragon Star. Kau pikir ini swalayan!” Pria itu semakin marah ketika tahu kalau Selena bukan karyawan di Dragon Star.
"Eliot, ada apa? Kenapa kau lama sekali?" Seorang pria muncul. Dia memandang Selena dengan saksama lalu memandang sahabatnya lagi. "Siapa wanita ini, Eliot? Kenapa kau mempedulikannya?”
"Tikus kecil tidak berguna! Aku akan membawanya ke kantor polisi!" jawab Eliot kesal. "Zack, apa kau mau membantuku?"
Selena semakin panik ketika tahu kalau dirinya akan segera dijebloskan ke dalam penjara. "Tuan, maafkan saya. Tolong jangan bawa saya ke kantor polisi," lirih Selena dengan wajah ketakutan. Dia tidak tahu harus bagaimana sekarang. “Saya akan mengganti vas ini. Saya janji.” Meskipun tidak tahu akan menggantinya dengan apa tetapi Selena berjuang keras untuk meluluhkan hati pria di depannya.
"Eliot, dia lumayan tampan. Bukankah kita butuh host? Bagaimana kalau dia bekerja disini untuk mengganti kerugian yang sudah ia perbuat," ucap Zack memberi solusi. “Tanpa di gaji,” timpalnya lagi agar Eliot tidak menyeretnya ke penjara.
Dari sisi kanan muncul satu pria lagi. Wajahnya sangat tampan. Namun dilihat dari penampilannya, dia seperti playboy. Cara dia menatap Selena saja berbeda dengan yang lain.
"Benar kata Zack. Sebaiknya kasih saja dia kerjaan untuk membayar semua kekacauan ini," ucap pria bernama Kay tersebut. Dia segera mengalihkan pandangannya ketika dia berpikir kalau Selena hanya seorang pria.
Eliot masih belum mau memberikan keputusan. Meskipun saat ini mereka memang membutuhkan host, tetapi Eliot masih ingin menghukum Selena. Pria itu berpikir kalau Selena adalah seorang pria karena memang penampilannya terlihat seperti seorang pria. Jadi, dia tidak perlu bersikap lembut terhadap Selena.
Zack merangkul pundak Eliot berusaha menenangkan sepupunya tersebut. "Tidak perlu membesarkan masalah ini. Ayo kita bersenang-senang lagi."
"Baiklah. Aku akan memberimu pekerjaan. Tapi kau tidak akan dibayar karena kau harus membayar vas ini!" ucap Eliot masih dengan tatapan tidak suka.
"Sebagai seorang pria dia termasuk baik karena tidak langsung memukulmu Eliot. Kau sungguh keterlaluan karena sudah mengancamnya seperti ini. Kau bahkan tidak tahu siapa dia," bisik Zack di telinga Eliot.
"Diamlah! Aku tahu apa yang harus aku lakukan!" protes Eliot.
Selena masih diam sambil memandang satu persatu pria yang kini mengelilinginya. "Tidak buruk. Mereka juga tidak tahu kalau aku seorang wanita. Hanya ini satu-satunya cara agar aku tidak dipenjara," gumam Selena di dalam hati. “Meskipun aku harus lelah tanpa di gaji.”
"Hei, apa kau memiliki telinga!" teriak Eliot sekali lagi ketika Selena tidak kunjung menjawab solusi yang dia tawarkan.
"Baik, Tuan. Saya mau bekerja untuk mengganti vas ini," ucap Selena cepat. Hal itu membuat semua orang yang ada di sana hanya tersenyum penuh arti. Berbeda dengan Eliot yang masih menatap Selena seperti memandang musuh.
"Pria ceroboh!" umpat Eliot sebelum pergi. Diikuti oleh dua pria lainnya.
Selena langsung terduduk di lantai. Dia tidak tahu pekerjaan seperti apa yang akan dia lakukan. Dia juga tidak tahu bagaimana caranya agar bisa bertahan di tempat itu sebagai seorang pria.
"Mama, papa. Apa dosa putrimu ini sampai harus mendapatkan hukuman menyakitkan seperti sekarang?"
Selena memang wanita yang mudah belajar. Masih hari pertama bekerja dia sudah berhasil mendapatkan pelanggan pertamanya. Senyum Selena yang manis membuat semua orang tertarik untuk mengobrol dengannya. Di tambah lagi Selena orangnya jujur dan ramah. Beberapa pekerja yang ada di Dragon Star juga tertarik untuk berteman dan mengenal Selena.
Namun memang sampai detik ini semua orang masih memandangnyay sebagai seorang pria. Nada bicara Selena yang tegas membuat semuanya tidak menyangka kalau Selena seorang wanita.
“Hai pria tampan, siapa namamu?” tanya seorang wanita cantik berpakaian seksi. Dilihat dari penampilannya Selena bisa tahu kalau wanita itu juga karyawan di Dragon Star.
“Namaku ….” Selena berpikir sejenak. Dia harus menyebutkan nama pria tampan. Tih kerja di situ juga tidak harus menunjukkan kartu identitas. “Berto. Ya, namaku Berto.”
“Kenapa kau takut sekali ketika aku ingin mengetahui namamu? Apa ada hati yang harus kau jaga?” ledek wanita itu. Dia mengambil kain lalu membersihkan gelas kristal yang ada di sana. Gerakan tubuhnya terlihat disengaja untuk menggoda Selena. Namun karena Selena juga seorang wanita, dia sama sekali tidak tergoda. Bahkan Selena merasa jijik.
“Saya masih ada pekerjaan lain. Permisi.”
Wanita itu segera merangkul lengan Selena. “Namaku Marla. Kau harus mengingatnya.” Marla meletakkan jarinya di dahi Selena lalu menurunkannya sampai ke bibir. “Aku akan selalu ada jika kau membutuhkan bantuanku.”
Selena segera menyingkirkan tangan Marla dan segera pergi meninggalkan wanita itu. Sambil berjalan dia bergidik karena merasa mual membayangkan kelakuan Marla terhadapnnya. “Dia pasti akan menyesal sudah bersikap seperti itu padaku ketika dia tahu kalau aku ini wanita!”
Dari kejauhan, Eliot memperhatikan Selena yang saat itu sedang sibuk melayani pelanggan. Biasanya Eliot tampak tidak peduli dengan orang-orang yang bekerja di Dragon Star tersebut. Tapi kali ini entah kenapa Selena memiliki daya tarik tersendiri hingga membuat Eliot tidak berhenti untuk memandangnya.
"Apa kau sedang memperhatikan karyawan baru itu?" tebak Zack asal saja. Pria itu menuang minuman di gelas Eliot yang telah kosong. “Kau tertarik padanya?”
"Tidak. Aku hanya memperhatikan tempat ini. Sepertinya perlu renovasi agar bisa semakin menarik," dusta Eliot. Pria itu mengambil gelas didepannya lalu meneguk isinya hingga habis. “Aku kebetulan saja memandangnya tadi.”
"Kau yakin?" Ada tatapan meledek di sana. “Kau ini takut dia kabur dan tidak membayar utangnya atau karena sekarang seleramu sudah berubah?”
“Zack, jangan kurang ajar!” ketus Eliot. "Apa untungnya aku memperhatikan dia! Dia hanya pria jelek yang miskin. Sama sekali tidak berguna. Kalau saja dia tidak melakukan kesalahan dan memecahkan vas bunga itu, mungkin detik ini dia tidak ada di Dragon Star!" Pria itu segera beranjak dan pergi meninggalkan Zack sendirian di sana.
Zack tertawa melihat kelakuan Eliot. Pria itu juga beranjak dari kursi yang ia duduki dan berjalan menuju ke tempat Selena berada. Entah kenapa dia juga merasa tertarik dan ingin mengobrol dengan Selena meskipun yang dia tahu kalau Selena itu seorang pria.
Selena memandang ke depan sejenak sebelum melanjutkan pekerjaannya. Wanita itu tahu kalau kini Zack menghampirinya namun dia tidak tertarik untuk memandangnya. Justru Selena segera mencari cara untuk menghindar.
"Aku lihat kau sangat menikmati pekerjaan barumu," ledek Zack. Pria itu duduk di kursi yang ada di sana. “Meskipun tidak di bayar.”
"Saya terpaksa, Tuan. Sebenarnya saya tidak suka bekerja di tempat seperti ini," jawab Selena dengan nada pelan.
“Kenapa? Di sini ramai. Pekerjanya juga ramah-ramah. Ya, meskipun pemiliknya sedikit galak, tetapi sebenarnya dia sangat baik.”
“Di sini banyak sekali pria hidung belang,” ujar Selena keceplosan. Wanita itu langsung menahan gerakannya.
“Pria hidung belang? Lalu apa pedulinya denganmu? Club malam memang identik dengan hal seperti itu. Kau juga seorang pria. Tidak mungkin pria hidung belang itu menggodamu.” Zack tertawa setelahnya. “Kecuali jika seleramu pria!” timpalnya lagi.
Selena tidak memberikan jawaban apapun. Yang dia tahu juga Zack bukan atasannya. Jadi dia merasa tidak perlu menghormati pria itu.
Zack meneguk lagi minuman yang ada di depannya ketika Selena tidak memberikanrespon lagi. Pria itu duduk diam sambil memperhatikan gerak-gerik Selena. Berulang kali wanita itu merapikan penampilannya hingga membuat Zack menyadari kalau ada yang salah di sana. "Kau seorang wanita?" tanya Zack penasaran.
Selena kaget mendengarnya. Namun wanita itu memilih untuk menghindar daripada menjawab. "Permisi, Tuan. Saya harus kembali bekerja." Selena pergi menjauhi Zack. Sedangkan Zack hanya mendengus kesal melihat gerak-gerik Selena yang mencurigakan. "Aku yakin dia seorang wanita," gumam Zack di dalam hati. “Tapi, apa mungkin ada seorang wanita yang berpura-pura menjadi seorang pria? Mungkin ini perasaanku saja karena sebagai seorang pria dia sangat cantik!”
Selena memandang ke arah Zack sejenak sebelum berputar dan melangkah untuk menjauh. Tiba-tiba saja wanita itu menabrak tubuh seorang pria yang berdiri di sana. Selena yang hampir terjatuh segera ditangkap oleh pria tersebut. Hingga tanpa sengaja posisi mereka berpelukan. Untuk beberapa detik mereka saling memandang satu sama lain. Selena termenung dan mengingat kembali nama pria di depannya. Sebelum akhirnya dia berusaha melepaskan diri.
"Maaf, maaf Tuan Kay." Selena segera menunduk untuk menunjukkan rasa bersalahnya.
"Aneh. Bukankah dia seorang pria? Kenapa di dadanya terasa begitu empuk," gumam Kay di dalam hati dengan wajah bingung. Sebagai seorang playboy jelas saya dia tahu bagaimana lekuk tubuh seorang wanita.
Selena memandang ke arah Kay yang kini memandangnya dengan tatapan menyelidik. "Apa yang dia pikirkan? Apa dia tahu kalau aku ini seorang wanita? Kenapa aku tidak hati-hati tadi," gumam Selena di dalam hati.
"Kau mau kemana? Bukankah lokasi kerjamu di sana?" tanya Kay pada akhirnya. Dia akan terus melakukan penyelidikan terhadap Selena untuk mengetahui kebenarannya.
"Maaf, Tuan. Saya ingin ke toilet. Saya sudah tidak tahan lagi. Permisi." Lagi-lagi Selena memilih untuk menghindar daripada menjawab. Kay yang saat itu tidak memiliki hal apapun untuk menahan Selena hanya diam saja sambil memikirkan kembali apa yang sebelumnya terjadi. "Aku yakin sekali kalau dia seorang wanita!" gumam Kay di dalam hati.
Selena segera masuk ke dalam toilet wanita. Kay yang saat itu masih berdiri tidak jauh dari toilet memandang Selena dengan satu alis di angkat. "Toilet wanita?"
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!