"Apa maksudmu!" bentak Haidar saat mendapat laporan dari asistennya jika Joana tak bisa datang ke pesta pernikahan mereka karena mengalami kecelakaan.
"Adam, kamu jangan bercanda. Ini bukan waktunya kamu bercanda akan hal seperti itu," ucap Haidar lagi yang masih tak percaya jika apa yang baru saja dikatakan oleh asistennya itu adalah benar. Mengabarkan kecelakaan rombongan pengantin yang sedang menuju ke gedung di mana gedung itu sudah dihias seindah mungkin, para tamu-tamu terhormat juga sudah datang.
Ya, hari ini adalah hari pernikahan Haidar dan juga Joana.
"Haidar, mana mungkin aku berbohong akan hal ini, yang aku dengar mobil Joana menabrak pembatas jalan dan terbalik. Mobilnya juga meledak, Joana dan Mua yang bersamanya serta supir hangus terbakar, mayat mereka sekarang ada di rumah sakit," jelas Adam, Asisten sekaligus sahabatnya.
"Tidak! Semua ini tidak benar! Kamu pasti bohong," ucap Haidar yang langsung berlari keluar dari gedung acara tersebut, ingin memastikan semuanya, membuat para tamu yang melihat akan hal itu menjadi saling bertanya-tanya apa yang terjadi, terlebih lagi pernikahan seharusnya sudah dilakukan satu jam yang lalu. Namun, mereka tak tahu apa penyebabnya sehingga sampai sekarang pernikahan belum juga dimulai dan tak ada keterangan dari para keluarga, justru mereka melihat calon mempelai pria berlari keluar dari gedung tempat dilaksanakannya acara tersebut.
"Ada apa ini?" tanya Munir, ayah Haidar.
"Joana mengalami kecelakaan, Om," jawab Adam membuat Munir sangat terkejut, begitu juga dengan keluarga besar Haidar lainnya.
Mereka semua langsung ikut menyusul Haider menuju ke rumah sakit yang diinformasikan oleh Adam. Mereka sengaja melewati pintu belakang agar para tamu tak melihat kepanikan mereka. Di mana saat ini jasad Joana sudah berada di rumah sakit, sementara Adam sendiri memberi pengumuman kepada para tamu jika acaranya akan diundur selama 1 jam, karena adanya sebuah insiden yang terjadi pada pihak wanita.
****
Haidar yang sudah sampai di rumah sakit, memarkirkan asal mobilnya dan langsung menuju ke ruangan di mana yang ia ketahui wanita yang dicintainya sedang ada di sana. Ia melangkah masuk dan ia melihat sosok yang terbungkus kain ada atas krankar di dalam ruang mayat, Haidar pun mendekat.
"Apakah ini Joana?" tanyanya pada Emi, ibu Joana yang sedang menangis di sisi putrinya begitupun dengan keluarga yang lainnya, mereka semua berada di luar.
Ada dua mobil yang mengantar Joana menuju ke gedung tempat dilaksanakannya acara, mobil kedua orang tua Joana dan adik laki-lakinya dan juga mobil Joana sendiri.
Dengan tangan gemetar, Haidar membuka penutup mayat tersebut dan melihat wajah Joana sudah tak dikenali lagi, tubuhnya gosong karena kebakaran yang dialaminya. Ia tak bisa menahan kesedihannya melihat kondisi wanita yang dicintainya itu. Haidar kembali menutupnya dan keluar dari ruangan itu, ia menuju tembok untuk melampiaskan kekesalannya.
"Ada apa ini?" tanya Munir menghampiri putranya. Haidar tak bisa menjawab, ia hanya menuju ke dalam kemudian Munir pun meminta penjelasan kepada ayah dari Joana dan mereka pun menjelaskan dan meminta maaf karena tak bisa melanjutkan pernikahan tersebut, mengingat anak mereka kini sudah tiada.
"Kami minta maaf," ucap ibu Joana yang tahu jika pernikahan ini sangat penting untuk keluarga Haidar, sudah dipastikan banyak tamu penting yang sudah menghadirinya.
"Ini sebuah kecelakaan, kami turut berduka cita," ucap ibu Haidar, Indira.
"Sekarang bagaimana? Pernikahan harus tetap terjadi, jika ini sampai dibatalkan kita akan menanggung malu, ada banyak tamu penting yang hadir dan menunggu acara ini berlangsung," ucap Munir.
"Apa maksud Ayah?" tanya Haidar menatap tajam pada ayahnya.
"Jika orang-orang tahu apa yang terjadi saat ini, mereka akan menganggap ini sebuah kesialan untuk keluarga kita dan ayah tak mau sampai ini terjadi, kamu harus tetap menikah hari ini juga. Ayah akan mencarikan wanita yang akan kamu nikahi," ucapnya tegas, baginya kehormatan keluarganya adalah yang utama, ia tak peduli putranya menerima atau tidak.
Munir berlalu meninggalkan rumah sakit tersebut, begitupun dengan Indira. Haidar yang ditarik oleh ibunya hanya ikut saja, iq sangat terpuruk melihat calon istrinya.
Saat mereka akan keluar dari rumah sakit seorang wanita tak sengaja menabrak Munir.
"Maaf, Pak. Saya tak sengaja, saya sedang buru-buru," ucap Dini membungkukkan badan.
"Tak apa. Lain kali berhati-hatilah saat berjalan," ucap Munir yang juga terburu-buru, ia menatap gadis yang ada di depannya dan ada pikiran untuk menikahkannya dengan Haider. Pikirannya saat ini sedang sangat kacau.
"Mas, kamu tak apa-apa?" tanya Indra dan Munir hanya menggeleng.
Saat mereka ingin kembali melanjutkan langkahnya, seorang perawat memanggil Dini.
"Dini. Ibumu harus segera dioperasi, kamu harus segera membayar biayanya walau hanya sebagian saja, jika kamu sudah membayar sebagiannya aku bisa membantu untuk ibumu segera mendapat penanganan, jika tidak kondisi ibumu akan semakin parah dan mungkin tak akan bisa di oprasi lagi," ucap salah satu perawat yang merupakan teman Dini. Naima.
"Aku mohon untuk segera melakukan operasi pada ibuku, Naima. Aku janji akan segera membayarnya. Tolong usahakan," ucap Dini yang kini menggenggam tangan Naima.
"Tidak bisa, aku tak bisa berbuat apa-apa, itu sudah prosedur rumah sakit ini, kamu harus membayar setidaknya setengahnya sebelum kami melakukan tindakan."
Munir mendengar itu menghentikan langkahnya dan terbalik. Ia memutar langkahnya berjalan ke arah Dini.
"Apa kamu membutuhkan uang?" tanya ayah Haidar.
Haidar dan ibunya yang mendengar pertanyaan itu juga ikut berhenti dan menatap pada ayahnya.
Dini yang mendengar hal tersebut hanya mengangguk, apapun akan ia lakukan untuk mendapatkan uang agar ibunya segera dioperasi. Didunia ini ia hanya punya ibu.
"Kita bicara di tempat lain," ucap Munir berjalan lebih dulu disusul oleh Dini.
Haidar dan ibunya yang tak mengerti apa yang akan dilakukan oleh Munir hanya mengikuti ke mana ayahnya itu pergi dan mereka berada di sebuah salon kecantikan, Dini yang bingung mengapa mereka menuju ke sana hanya mengikutinya saja.
"Aku akan membiayai semua biaya operasi ibumu sampai ia benar-benar sehat seperti sebelumnya, tapi dengan satu syarat."
"Syarat?"
"Hari ini menikahlah dengan putraku," ucap Munir menunjuk Haidar yang berdiri di sampingnya.
"Apa?" ucap Haider dan Dini secara bersamaan.
"Tidak." Tolak keduanya.
"Siapa namamu?" tanya Munir pada Dini.
"Nama saya Dini, Pak," jawabnya.
"Aku tak bisa menjelaskan banyak padamu, sekarang jawab saja kamu mau menjadi pengantin putraku atau tidak? Jika Iya, saat ini juga aku akan menanggung seluruh biaya operasi dan biaya lainnya untuk ibumu dan kamu silahkan masuk dan mengganti pakaian, kita tak punya banyak waktu, para tamu sudah menunggu. Jika tidak katakan tidak agar kami bisa mencari wanita lain."
Mendengar itu Dini sangat bingung, ia melihat ke arah Haidar yang menetapnya tajam. Namun, di satu sisi ia juga mengingat bagaimana kondisi ibunya, saat ini kondisinya semakin parah membuat ini pun menggangguk.
"Baik, Pak. Saya mau, tapi Bapak janji kan akan mengurus semua pengobatan ibu saya?" jawab Dini lagi memastikan.
Munir langsung memanggil asisten yang sejak tadi bersamanya.
"Hari ini juga bahwa ibu dia ke rumah sakit terbesar di kota ini, panggilkan dokter terbaik dan lakukan semuanya secepatnya. Aku ingin dia dioperasi hari ini juga," ucap Munir pada asistennya tersebut membuat asisten itu mengangguk dan segera keluar dari tempat itu.
Munir mempersilahkan beberapa karyawan lainnya untuk membantu Dini bersiap-siap, Dini hanya mengikuti arahan dari mereka semua saat mereka mulai mendandaninya dan juga mengganti pakaiannya, sementara Haidar hanya menatap kesal pada ayahnya.
"Ayah tak bisakah Ayah mengerti perasaanku? Saat ini wanita yang aku cintai berada di rumah sakit, terbujur kaku. Tak bisakah Ayah menundanya, turut berduka dengan apa yang aku alami."
"Ayah tak punya waktu akan hal itu, saat ini juga kamu harus menikah dengan wanita tadi, untuk menjaga nama baik keluarga kits, setelah pernikahan selesai dan para tamu undangan sudah pergi terserah apa yang ingin kamu lakukan. Ingat Haidar, nama baik keluarga kita harus tetap di nomor satu kan. Jika kamu sampai mencoreng nama baik keluarga, kamu tak pantas untuk menjadi bagian dari keluarga lagi," ucap Munir membuat Haidar hanya terdiam, ia merasa sangat kesal dengan situasinya saat ini, di mana dia masih berada dalam kendali ayahnya. Jika ia membangkang sama saja ia akan kehilangan semua yang ia miliki dan siap-siap saja ia menjadi gelandangan di luar sana.
Setelah semuanya siap, mereka kembali ke gedung tempat acara. Adam sudah mengumumkan kepada para tamu jika pernikahannya akan segera dimulai.
Munir terlebih dahulu meminta maaf kepada mereka semua karena telah membuat mereka menunggu. Ia menjelaskan jika sedikit ada insiden yang terjadi pada mempelai wanita dan semua insiden itu sudah mereka lalui.
Semua para tamu mengerti, acara pun digelar. Kata sah menggemah di ruangan itu menandakan jika saat ini Dini sudah resmi menjadi pengantin pengganti dari Haidar seorang, tuan muda dari keluarga kaya raya, semua itu ia lakukan untuk kesembuhan ibunya.
Semua wanita yang ada di acara tersebut menatap iri pada Dini, dimana ia menikah dengan seorang pria yang nyaris sempurna, tampan dan juga kaya raya. Siapa yang tak mengenal sosok Haidar. Namun, tidak dengan Dini, ia menangis dalam hati karena menikah dengan sosok yang sama sekali ia tak kenal, jangankan sifat dan wataknya nama pria itu saja ia tahu saat penghulu menyebutkan namanya tadi, saat melantunkan prosesi ijab Kabul.
Acara berlangsung sesuai dengan rencana mereka, para tamu bergantian memberi selamat kepada Haidar dan mempelai wanita. Selama ini tak ada yang tahu siapa calon mempelai wanita dari Haidar, membuat mereka tak tahu jika yang berdiri di samping Haider bukanlah wanita yang seharusnya dinikahinya, melainkan hanyalah wanita pengganti dari calon istri Haidar yang telah dinyatakan meninggal.
Saat ini Dini sudah berada di sebuah kamar yang sangat Indah, sepertinya kamar itu sudah disiapkan untuk calon mempelai wanita. Namun, sayangnya entah apa yang terjadi pada wanita yang seharusnya berada di kamar itu.
Dini berjalan menghampiri tempat tidur yang dipenuhi oleh bunga mawar yang sangat wangi, matanya tertuju pada foto yang ada di atas tempat tidur tersebut, foto suaminya bersama dengan seorang wanita cantik dan terlihat mesra dengan senyum keduanya yang terlihat begitu bahagia.
"Apakah wanita ini yang tadinya akan menikah dengan Haidar?" gumam Dini yang ia tau suaminya adalah Haidar.
"Dini. Sebenarnya apa yang terjadi padamu, kamu sekarang sudah menjadi seorang istri dari pria yang terlihat membencimu. Apa yang sebenarnya terjadi disini. Semua terjadi begitu cepat. Kamu harus sabar dan kuat Dini untuk menerima takdir yang diberikan padamu." Dini hanya bisa menyemangati dirinya sendiri, saat ini Ia hanya percaya jika jodoh, maut, rezeki, sudah diatur oleh sang pencipta. Ia akan mencoba menerima takdir dan diberikan untuknya.
Dini melihat sebuah kotak yang berada di atas nakas di samping tempat tidur, ia pun berjalan menghampirinya. Dini ingin menggapai kotak tersebut, ia ingin tahu apa isi dari kotak yang terlihat begitu cantik itu dengan pita yang menghiasi kotaknya.
"Jangan coba-coba menyentuh kotak itu jika kamu masih ingin tanganmu menyatu dengan tubuhmu," bentak seseorang membuat Dini sangat terkejut dan reflek berbalik.
Dini terkesiap melihat tatapan tajam dari pria yang tadi menyebutkan namanya di ijab kabulnya.
Ya, itu adalah suaminya, Haidar.
"Dengar baik-baik! Kau memang sekarang sudah menjadi istriku, tapi kamu jangan berharap dari pernikahan ini. kamu tak bisa menempati kedudukan wanita yang seharusnya menjadi istriku dan bagiku sampai kapanpun aku tak akan menerimamu sebagai istriku."
Tanpa ditanya pun Dini sama sekali tak berharap apapun dari pernikahan yang mereka jalani. baginya pernikahan ini hanya untuk menyelamatkan nyawa ibunya, jika pria yang baru saja ijab Kabul ingin mengucapkan kalimat talak, ia sama sekali tak keberatan. ibunya sudah mendapat perawatan dan tak harus menjadi seorang istri sesungguhnya.
Haidar berjalan melaluinya dan mengambil kotak yang tadi ingin dilihat oleh Dini, ia menyimpannya di laci dengan tatapan tajam yang terus dilayangkan ke arah Dini, ia menghampiri tempat tidur dan mengambil bantal yang ada disana. Haidar langsung melemparnya ke arah Dini.
Dini tersentak kaget, bantal itu mengenainya dan kini jatuh di lantai tepat di samping kakinya. Dini memundurkan langkahnya, ia sangat terkejut dengan apa yang dilakukan oleh suaminya.
Dini bisa terima jika suaminya itu tak menganggapnya seorang istri atau menghinanya. Namun, ia tak akan terima jika sampai pria yang baru saja menikahinya itu berbuat kasar padanya.
"Mulai sekarang kamu tidur di sofa. Jika kamu keberatan silahkan cari tempat lain, tapi jangan sekali-kali kau berharap aku mau berbagi tempat tidur denganmu.
Dini hanya mengangguk dan menunduk mengambil bantal yang tadi dilemparnya, ia sangat lelah menjalani prosesi pernikahan hari ini. Dini yang tak ingin membuat Haidar marah padanya pun mengambil bantal itu dan berjalan ke arah sofa. Dini melihat tas lusuh yang tadi di bawahnya, dia sudah membawa beberapa pakaian. Ia pun mengambil sepasang pakaian dan masuk ke kamar mandi berniat akan mengganti pakaiannya.
"Tunggu! Kamu mau ke mana?" tanya Haidar saat Dini melangkah masuk ke dalam kamar mandi.
"Aku ingin mandi dan mengganti pakaian," jawab Dini.
"Apa kau sudah gila? Kau ingin aku mandi bekas kamar mandi mu? Jangan harap! Mandilah setelah aku mandi!" tegas Haidar yang kini berjalan menuju ke ruang ganti mengambil handuk dan pakaiannya.
"Ingat, apa yang aku katakan tadi. Kamu baru boleh menggunakan kamar mandi ini setelah aku menggunakannya. Apa kau mengerti?" tanyanya membuat Dini pun mengangguk dan menyingkir dari jalan Haidar.
Haidar masuk ke kamar mandi dan membanting pintunya. Iya benar-benar tak menyangka harinya akan seperti ini, malam ini seharusnya menjadi malam yang indah untuknya dan juga Joana. Malam ini seharusnya adalah malam pertama bagi mereka setelah menunggu sekian lama hubungan mereka diresmikan. Namun, semua berbeda dari apa yang dibayangkannya. Bukannya merasa bahagia, ia justru merasa kehilangan sosok wanita yang sangat dicintainya itu dan yang paling membuatnya tak mengerti dengan apa yang terjadi, ada seorang wanita lain di kamarnya. Wanita yang sama sekali tak ia kenal dan wanita itu kini telah menjadi istrinya.
Dini memilih untuk duduk kembali di sofa, menunggu sampai suami itu keluar dari kamar mandi. Sambil menunggu Haider keluar ia mencoba membuka hiasan yang melekat pada rambutnya, menghapus make up dan mencoba membuka gaun pengantin yang cukup sulit untuk dibukanya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!